Anda di halaman 1dari 9

Dudi, dkk.

, Pemuliaan Kerbau Lokal

Kajian Pola Pemuliaan Kerbau Lokal yang Berkelanjutan


dalam Upaya Mendukung Kecukupan Daging Nasional.
(The Sustainable Local Buffalo Breeding Scheme as Effort to
Support National Meat Sufficien)

Dudi1 , C. Sumantri2, H. Martojo2, dan A. Anang1


1
Staf pengajar Fakultas Peternakan UNPAD
2
Staf pengajar Fakultas Peternakan IPB
E-mail: dsyadili@gmail.com

Abstrak
Kerbau lokal Banten merupakan salah satu sumberdaya genetik ternak Indonesia.
Namun sampai saat ini kegiatan program pemuliaan kerbau yang berkelanjutan belum dapat
dilaksanakan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pegetahuan, motivasi
dan partisipasi peternak kerbau dalam program pemuliaan kerbau sebagai upaya mendukung
kecukupan daging nasional. Metode penelitian yang digunakan adalah survey, penentuan
sampel berdasarkan metode purposive sampling yang dilakukan terhadap 60 responden
peternak kerbau di Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak. Data primer diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung pada peternak kerbau yang dipandu oleh daftar
pertanyaan pada kuesioner tertutup. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan
peternak kerbau masih tergolong rendah. Partisipasi peternak dalam kegiatan pemuliaan
kerbau tergolong cukup, sedangkan motivasi dan pengetahuan peternak relatif rendah. Faktor
sosial dan budaya peternak menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan program
pemuliaan kerbau yang berkelanjutan, dan pola pemuliaan inti terbuka merupakan pola
pemuliaan kerbau yang mungkin dapat diterapkan pada peternakan kerbau rakyat.
Kata kunci: kerbau lokal, pola pemuliaan

Abstract
Local buffalo from Banten is one of Indonesian animal genetic resources. However
until now, the sustainable breeding scheme have not been fully described. The study aim was
to know of sustainable local buffalo breeding scheme as effort to support national meat
sufficiency. It was conducted on local buffaloes in Serang, Pandeglang and Lebak districts in
order to investigate the demography, behavior and participation of 60 farmers in future
breeding programs. The research method used was the survey method with a purposive
sampling. Primary data was obtained from direct observations and interviews based on a
questionnaire. The result indicated that the education level of most of the farmers were
relatively low (elementary school graduates and lower). The rate of participation was
moderate, motivation and general knowledge of the farmers in buffalo breeding were
relatively low. It was concluded that a sustainable village buffalo breeding program should
be based and determined by the socio-cultural aspects of the behavior of local farmers. The
open nucleus breeding scheme suitable to applied on a smallholder buffalo farm to support
national meat sufficiency.
Key words: local buffalo, breeding scheme

Pendahuluan kerbau dapat berfungsi sebagai penghasil daging


Kerbau berperan penting dalam pembangunan bagi upaya pemenuhan kebutuhan daging nasional.
pertanian di Indonesia, sehingga sawah dapat Pemerintah Indonesia senantiasa berupaya
tergarap dengan baik tanpa harus menggunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan daging sapi dalam
tenaga mesin (hand tracktor) yang memerlukan negeri. Tercatat telah dua kali pemerintah
bahan bakar fosil yang persediaannya semakin mengupayakan Indonesia berswasembada daging
terbatas. Penggunaan kerbau sebagai tenaga sapi yakni: pertama pada tahun 2005 dicanangkan
pengolah lahan pertanian merupakan suatu alternatif Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) pada
pembangunan pertanian ramah lingkungan dan tahun 2010 dengan target capaiannya adalah tahun
menghemat anggaran pengeluaran bahan bakar 2010 dan yang kedua adalah pencanangan Program
minyak dan gas. Begitu pula pada aspek lainnya, Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS)
2010. Hasilnya adalah kedua kegiatan pencanangan
11
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2012, VOL. 12, NO. 1.

tadi menemui kegagalan dan sebelum tahun 2009 Program pemuliaan akan berhasil apabila
P2SDS direvisi capaiannya menjadi tahun 2014 kondisi sosial dan budaya peternak dipertimbangkan
(BPS 21011). dalam tujuan pemuliaan (Philipsson dan Rege
Konsisten dengan kebijakan tersebut maka 2002). Peran serta peternak sangat diperlukan,
berbagai upaya diarahkan untuk meningkatkan karena keinginan dan harapan peternak untuk
produksi daging sapi. Disisi lain, meskipun sampai memperoleh ternak bermutu genetik baik yang
saat ini bukan merupakan komoditi target program cocok dengan lingkungannya merupakan landasan
PSDS umumnya telah difahami bahwa eksistensi kuat pentingnya dilakukan kegiatan pemuliaan
kerbau di perdesaan secara langsung ataupun tidak ternak (Kosgey 2004). Program pemuliaan yang
langsung memberikan kontribusi dalam realisasi berhasil adalah yang dilakukan oleh kelompok
pengadaan daging secara nasional. Fakta ini peternak dengan mendapat dukungan pemerintah
terdokumentasi pada data pemotongan dan (Wollny et al. 2002).
perkembangan populasi kerbau dari tahun ke tahun
yang dilaporkan oleh Direktotar Jenderal Peternakan Materi dan Metoda
Kementrian Pertanian Republik Indonesia bahwa Waktu dan Tempat Penelitian
ternak kerbau merupakan penunjang pemenuhan Penelitian dilaksanakan di Provinsi Banten
target swasembada daging nasional. mulai bulan Agustus 2007 sampai dengan Desember
Di Provinsi Banten, kerbau merupakan 2008.
populasi ternak ruminansia terbesar dibandingkan Materi Penelitian
dengan ruminansia lainnya (sapi potong, domba dan Materi penelitian adalah 300 kerbau jantan
kambing), populasinya adalah 123 100 ekor setara dan betina dewasa serta 60 orang peternak kerbau.
dengan 9,44 persen dari populasi Nasional (BPS
2011). Oleh karena itu Provinsi Banten merupakan Metode Penelitian
salah satu provinsi sentra pengembangan kerbau di Metode penelitian yang digunakan adalah
Indonesia. survey, penentuan sampel menggunakan metode
Keberadaan kerbau sedemikian rupa telah purposive sampling (Ancok 1989). Peubah yag
menyatu dengan kondisi sosial dan budaya diamati karakteristik demografi peternak dalam
masyarakat setempat. Perannya dalam kehidupan kegiatan pemuliaan kerbau. Pengumpulan data
sehari-hari adalah sebagai ternak kerja untuk dilakukan melalui kuesioner tertutup. Analisis data
membajak, penghasil daging, status sosial dan menggunakan proses analisis hirarki (Saaty 1993).
tabungan. Peran kerbau sebagai penghasil daging
memiliki posisi yang penting, mengingat daging Hasil dan Pembahasan
kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi Pengembangan Pola Pemuliaan Berkelanjutan
daging sapi (Kusnadi et al. 2005) Program pemuliaan merupakan proses
Sektor peternakan kerbau di Provinsi Banten berlanjut dimulai dari perencanaan awal, tujuan
mempunyai potensi yang cukup besar untuk pemuliaan, kegiatan recording, penghitungan
dikembangkan dikarenakan preferensi masyarakat parameter genetik, dan evaluasi untuk mengetahui
Banten terhadap daging kerbau (Mauren dan hasil yang dicapai. Hasil evaluasi dapat digunakan
Kardiyanto 2011). Namun demikian terdapat untuk menyempurnakan perencanaan dan
beberapa kendala peningkatan populasi kerbau pelaksanaan berikutnya. Program pemuliaan sangat
seperti tingginya pemotongan, dan belum adanya ditentukan oleh kejelasan tujuan pemuliaan serta
pola pemuliaan yang tarencana dan terarah. Oleh peran peternak yang terlibat dalam kegiatan
sebab itu perlu adanya upaya peningkatan pemuliaan (Kosgey 2004). Philipson dan Rege
produktivitas kerbau melalui program pemuliaan (2002) mengemukakan bahwa dalam membuat
berkelanjutan. program pemuliaan harus dipertimbangkan
Kebutuhan akan adanya suatu rancangan kebijakan pembangunan pertanian, sistem produksi,
program pemuliaan ternak nasional telah lama pasar, lingkungan, bangsa ternak, infrastruktur serta
dirasakan. Beberapa gagasan telah diajukan sejak peran serta peternak. Berdasarkan kerangka di atas,
Repelita I sampai VI oleh Direktorat Jendral komponen yang harus diperhatikan dalam
Peternakan untuk setiap Repelita, akan tetapi sampai pengembangan program pemuliaan terdiri atas
dengan orde reformasi sekalipun kegiatan pemuliaan faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara
ternak di Indonesia belum dapat berjalan optimal lain sumber daya manusia, sumber daya ternak,
(Martojo 2002). tujuan pemuliaan, parameter genetik, seleksi, dan
perkawinan, sedangkan faktor eksternal antara lain

12
Dudi, dkk., Pemuliaan Kerbau Lokal

adalah sarana dan prasarana (infrastruktur), rekording maka pendugaan parameter genetik dan
kebijakan pemerintah, pasar dan sosial budaya. nilai pemuliaan ternak tidak bisa dilakukan.
Sumberdaya Manusia Seleksi dan Perkawinan
Peternak kerbau di wilayah Provinsi Banten Seleksi pada kerbau masih berdasarkan
sebagian besar termasuk dalam usia produktif penampilan fenotip. Sifat kualitatif yang diseleksi
dengan pengalaman beternak lebih dari 10 tahun, adalah pola warna bulu, dan bentuk tanduk. Sifat
umumnya berpendidikan lulus sekolah dasar. Usia kuantitatif yang dijadikan kriteria seleksi antara lain
produktif dan berpengalaman dalam beternak kerbau adalah tinggi pundak, panjang badan dan bentuk
akan berpengaruh terhadap pengembangan ternak teracak. Perkawinan kerbau dilakukan secara alami,
kerbau di Provinsi Banten. rasio jantan dan betina adalah 1: 20 ekor. Seleksi
dan perkawianan berperan penting dalam kegiatan
Sumberdaya Ternak
pemuliaan ternak. Kosgey (2004) menyatakan
Kerbau yang dipelihara peternak di Provinsi
bahwa seleksi dan perkawinan adalah upaya
Banten adalah kerbau lokal yang dipelihara secara
memilih dan memberi kesempatan pada ternak
ekstensif. Pencatatan performans kerbau belum
untuk berkembang biak.
tersedia, oleh karena itu parameter genetik dan nilai
pemuliaan ternak tidak dapat diketahui. Kosgey
Sarana dan Prasarana (infrastruktur)
(2004) menyatakan bahwa salah satu kesulitan
Sarana dan prasarana peternakan kerbau
dalam kegiatan pemuliaan di negara-negara
masih sangat sederhana. Sarana dan prasarana
berkembang adalah minimnya catatan performans
merupakan salah satu elemen penting dalam
ternak.
keberhasilan program pemuliaan ternak. Sarana dan
prasarana yang seharusnya ada adalah fasilitas untuk
Tujuan Pemuliaan
pembibitan dan penyebaran bibit, metode untuk
Tujuan pemuliaan pada kerbau di Provinsi
rekording, pengelolaan data dan evaluasi ternak,
Banten sebaiknya diarahkan pada kerbau tipe
serta ketersediaan dana dan tenaga ahli.
pekerja dan penghasil daging. Sifat-sifat yang
Tenaga ahli, tenaga penyuluh dan petugas
bernilai ekonomis antara lain adalah bobot badan,
kesehatan hewan merupakan prasyarat penting
lingkar dada, tinggi pundak, warna bulu tidak
untuk keberhasilan program pemuliaan. Penyuluh
albino, dayatahan terhadap panas serta bentuk
atau mantri hewan dapat membantu peternak dalam
teracak kaki.
memilih bibit unggul, mengarahkan dalam menjual
Tujuan pemuliaan merupakan komponen
ternak serta memelihara kesehatan ternak, namun
yang sangat penting dalam program pemuliaan
tenaga tersebut masih merupakan masalah di
(Chantalakana 1986). Oleh karena itu tujuan
Indonesia.
pemuliaan merupakan keseluruhan sasaran dalam
peningkatan mutu genetik ternak (Chantalakana dan Sosial Budaya
Skunmun 2002). Tujuan pemuliaan pada tingkat Ternak kerbau berperan penting baik secara
makro harus sejalan dengan kebijakan pembangunan ekonomis maupun sosial bagi petani. Peran kerbau
pertanian, pasar, sistem produksi serta hasil (out put) bagi peternak di Banten antara lain sebagai ternak
yang diinginkan sesuai dengan kondisi lingkungan kerja untuk menarik bajak, sumber daging, sumber
dan sumber daya setempat. Tujuan pemuliaan pupuk, sebagai tabungan dan status sosial. Hal ini
tingkat mikro adalah untuk meningkatkan sifat-sifat sejalan dengan pendapat Ali (2011) yang
produksi yang mempunyai nilai ekonomi penting. menyatakan bahwa masyarakat Banten secara turun
temurun memelihara kerbau serta lebih menyukai
Parameter Genetik
mengkonsumsi daging kerbau dibandingkan daging
Peningkatan mutu genetik ternak dapat
sapi. Kondisi ini menurut Sartini (2004) merupakan
dilakukan melalui seleksi dan atau persilangan.
suatu kearipan lokal yang mengakar dan
Program seleksi akan efektif bila diketahui nilai
melembaga. Oleh karena itu merupakan sosial
parameter genetik seperti heritabilitas, dan atau nilai
budaya peternak merupakan suatu kekuatan yang
pemuliaan ternak pada sifat-sifat yang mempunyai
cukup menunjang terhadap pengembangan dan
nilai ekonomi penting (Martojo 1990). Salah satu
budidaya kerbau di Banten.
kelemahan dalam kegiatan pemuliaan kerbau di
Indonesia adalah tidak ada catatan performa dan Pasar
silsilah (recording). Berdasarkan hasil penelitian Pemasaran ternak dan hasil ternak merupakan
menunjukkan sebagian besar peternak tidak salah satu faktor pembatas dalam peningkatan mutu
mengetahui pentingnya rekording. Akibat tidak ada genetik ternak di daerah tropik. Pasar ternak kerbau
13
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2012, VOL. 12, NO. 1.

relatif terbatas yaitu untuk kebutuhan ternak kerja menunjukkan skor pengetahuan peternak kerbau di
dan atau penghasil daging. Untuk kebutuhan ketiga lokasi penelitian termasuk kategori rendah
tersebut diperlukan kerbau yang sesuai dengan dengan kisaran 19,10-21,60 dari total skor 50,00.
keinginan pasar, oleh karena itu tujuan pemuliaan Hasil uji Man-Whitney menunjukkan bahwa tidak
kerbau adalah menghasilkan kerbau sebagai ternak terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan
kerja dan daging. Masalah dalam pemasaran kerbau peternak kerbau Serang, Pandeglang maupun Lebak.
diantaranya adalah kurangnya fasilitas seperti pasar Umumnya peternak tidak memiliki pengetahuan
ternak dan kebijakan pemerintah dalam mengatur akan pentingnya perbaikan mutu genetik kerbau
pemasaran ternak. Harga ternak sangat bervariasi baik melalui seleksi maupun perkawinan dengan
bergantung pada kondisi ternak. Cara menjual bibit unggul karena pola pemeliharaan kerbau
ternak umumnya dilakukan langsung dari peternak dilakukan secara ekstensif sehingga perkawinan
ke konsumen atau melalui bandar. Penjualan ternak kerbau terjadi pada saat sedang digembalakan.
melalui bandar sering merugikan peternak, bandar Motivasi peternak dalam kegiatan pemuliaan
membeli dari peternak dengan harga relatif murah kerbau rawa memiliki skor cukup yakni berkisar
sementara menjualnya dengan harga tinggi. antara 20,95-21,05, menunjukkan tidak berbeda
Konsumen daging kerbau umumnya terkait masalah nyata antar ketiga lokasi penelitian (P>0.05).
budaya, sebagai misal masyarakat Banten secara Begitu pula aspek partisipasi peternak dalam
turun temurun mengkonsumsi daging kerbau untuk kegiatan pemuliaan kerbau rawa skornya berkisar
keperluan sumber daging dan ritual keagamaan. 15,70-16,20. Partisipasi merupakan kesediaan untuk
Oleh karena itu sasaran pemuliaan harus membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan
berorientasi pasar untuk memenuhi kebutuhan kemampuan seseorang tanpa mengorbankan
sumber tenaga pengolah lahan dan sumber pangan kepentingannya. Pengetahuan terhadap manfaat
dengan harga yang terjangkau oleh konsumen. sesuatu dapat menyebabkan seseorang memiliki
sikap positif terhadap hal tersebut. Salah satu faktor
Kebijakan Pemerintah
pendorong untuk meningkatkan partisipasi dan
Program pemuliaan ternak merupakan
motivasi peternak dalam kegiatan pemuliaan kerbau
kegiatan jangka panjang untuk menghasilkan
adalah melalui peningkatan pengetahuan baik
pangan asal ternak serta hasil produk ternak lainnya
informal maupun non formal. Hal ini sejalan dengan
sekaligus meningkatkan pendapatan peternak. Visi
hasil penelitian Rahmat (2006) pada peternak
perbibitan peternakan adalah tersedianya berbagai
domba Garut tangkas pengetahuan peternak dalam
jenis bibit ternak dalam jumlah dan mutu yang
kegiatan pemuliaan diperoleh dari pendidikan non
memadai serta mudah diperoleh. Strategi
formal melalui penyuluhan dari berbagai pihak
pengembangan industri bibit meliputi: (1)
terkait.
Pengembangan usaha melalui pembibitan ternak
Urutan faktor-faktor yang menentukan dalam
(Village Breeding) yang merupakan andalan dalam
pola pemuliaan berkelanjutan berdasarkan vektor
meningkatkan kemampuan penyediaan bibit ternak
prioritas hasil proses hirarki analisis disajikan pada
di pedesaan. (2) Pengembangan SDM melalui
Tabel 2. Program pemuliaan kerbau yang
pengembangan kemampuan penguasaan teknologi
berkelanjutan di Provinsi Banten dipengaruhi oleh
dan pengetahuan, kewirausahaan. (3)
faktor sosial budaya peternak, sehingga pada
Pengembangan teknologi antara lain meliputi
pelaksanaan program hendaknya
menumbuh kembangkan penelitian dan
mempertimbangkan budaya masyarakat setempat.
pengembangan oleh pihak swasta bekerja sama
Wollny et al.(2002) mengungkapkan bahwa
dengan pemerintah, dan (4) Pengembangan
kegagalan program perbaikan mutu genetik ternak
kelembagaan meliputi perbaikan kinerja UPT
di negara-negara tropik adalah direncanakan
Pembibitan kearah komersialisasi.
pemerintah tanpa melibatkan dan
mempertimbanhkan apa yang diperlukan peternak.
Partisipasi dan Perilaku Peternak dalam
Program pemuliaan yang berhasil adalah yang
Kegiatan Pemuliaan Kerbau
Skor nilai pengetahuan, motivasi dan dilakukan oleh kelompok peternak dengan mendapat
partisipasi peternak kerbau di Serang, Pandeglang dukungan pemerintah.
dan Lebak disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian
Motivasi peternak dalam kegiatan pemuliaan pula aspek partisipasi peternak dalam kegiatan
kerbau rawa memiliki skor cukup yakni berkisar pemuliaan kerbau rawa skornya berkisar 15,70-
antara 20,95-21,05, menunjukkan tidak berbeda 16,20. Partisipasi merupakan kesediaan untuk
nyata antar ketiga lokasi penelitian (P>0.05). Begitu membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan
14
Dudi, dkk., Pemuliaan Kerbau Lokal

kemampuan seseorang tanpa mengorbankan pendorong untuk meningkatkan partisipasi dan


kepentingannya. Pengetahuan terhadap manfaat motivasi peternak dalam kegiatan pemuliaan kerbau
sesuatu dapat menyebabkan seseorang memiliki adalah melalui peningkatan pengetahuan baik
sikap positif terhadap hal tersebut. Salah satu faktor informal maupun non formal.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dilakukan oleh kelompok peternak dengan mendapat
Rahmat (2006) pada peternak domba Garut tangkas dukungan pemerintah.
pengetahuan peternak dalam kegiatan pemuliaan Sumberdaya ternak merupakan salah satu
diperoleh dari pendidikan non formal melalui faktor yang mempengaruhi kegiatan pemuliaan
penyuluhan dari berbagai pihak terkait. ternak, oleh karena itu perlu upaya penyediaan bibit
Urutan faktor-faktor yang menentukan dalam yang memadai. Sejalan dengan itu, Gunawan (2011)
pola pemuliaan berkelanjutan berdasarkan vektor mengungkapkan sistem penyediaan sumber bibit
prioritas hasil proses hirarki analisis disajikan pada dilaksanakan dengan cara mempertahankan ternak
Tabel 2. Program pemuliaan kerbau yang terbaik, dimana ternak jantan terbaik (5-10%) tidak
berkelanjutan di Provinsi Banten dipengaruhi oleh boleh keluar, sedangkan ternak betina sejumlah 68
faktor sosial budaya peternak, sehingga pada persen (yaitu satu standar deviasi di bawah rataan
pelaksanaan program hendaknya dipertahankan). Pengeluaran ternak disesuaikan
mempertimbangkan budaya masyarakat setempat. dengan natural increase, yaitu replacement baik
Wollny et al.(2002) mengungkapkan bahwa pejantan maupun induk didahulukan.
kegagalan program perbaikan mutu genetik ternak Perbandingan kegiatan pemuliaan berkaitan
di negara-negara tropik adalah direncanakan dengan setiap faktor yang menentukan kegiatan
pemerintah tanpa melibatkan dan pemuliaan kerbau rawa di Provinsi Banten disajikan
mempertimbanhkan apa yang diperlukan peternak. pada Tabel 3.
Program pemuliaan yang berhasil adalah yang

Tabel 1. Pengetahuan, Motivasi dan Partisipasi Peternak dalam Kegiatan Pemuliaan Kerbau Rawa di
Provinsi Banten
Peternak*)
Uraian
Serang Pandeglang Lebak

Pengetahuan 19,10±2,139a 21,60±2,23a 19,30±3,50a

Motivasi 20,95±1,36a 21,05±1,88a 21,00±3,03a

Partisipasi 15,70±2,54a 16,20±3,28a 15,95±3,28a

Tabel 2 Vektor Prioritas Faktor yang Menentukan dalam Pemuliaan Berkelanjutan


Faktor Vektor Prioritas
Sosial budaya 0,26
Pasar 0,19
Kebijakan pemerintah 0,15
Infrastruktur 0,11
Sumber daya manusia 0,07
Sumber daya ternak 0,07
Seleksi dan perkawinan 0,06
Tujuan pemuliaan 0,05
Parameter genetik 0,05

15
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2012, VOL. 12, NO. 1.

Tabel 3 Vektor Prioritas Lokasi Peternakan Kerbau Rawa pada Masing-Masing Faktor
yang Menentukan dalam Kegiatan Pemuliaan
Peternakan kerbau
Faktor Serang Pandeglang Lebak
Tujuan pemuliaan 0,34 0,26 0,40
Parameter genetik 0,33 0,33 0,33
Seleksi dan perkawinan 0,33 0,33 0,33
Sumberdaya ternak 0,31 0,28 0,41
Sumberdaya manusia 0,34 0,40 0,26
Infrastruktur 0,34 0,40 0,26
Sosial budaya 0,33 0,33 0,33
Pasar 0,40 0,26 0,34
Kebijakan pemerintah 0,33 0,33 0,33
n = 60 responden

Tabel 4 Skor Prioritas Kegiatan Pemuliaan Kerbau Rawa di Peternakan Rakyat


Kegiatan pemuliaan di peternakan rakyat Skor prioritas
Serang 0,35
Pandeglang 0,33
Lebak 0,35

Kegiatan pemuliaan kerbau di peternakan dipertimbangkan meliputi tujuan pemuliaan, pola


rakyat ditentukan dengan cara mengalikan vektor pemuliaan serta infrastruktur dan kelembagaan.
prioritas pada Tabel 2 dengan vektor prioritas pada
Tabel 3, hasilnya ditampilkan pada Tabel 4. Tujuan Pemuliaan
Tujuan pemuliaan kerbau rawa di Provinsi
Tabel 4 menunjukkan bahwa kegiatan Banten adalah menghasilkan kerbau kerja dan
pemuliaan kerbau rawa pada peternakan rakyat di penghasil daging. Hal ini didasari oleh kegunaan
Serang, dan Lebak memiliki skor prioritas yang kerbau rawa bagi masyarakat setempat yakni
sama yakni skor 0,35, sedangkan Pandeglang sebagai ternak kerja dan penghasil daging. Sifat-
berbeda (0,33). Hal ini mengindikasikan program sifat ekonomis penting yang perlu dipertimbangkan
pemuliaan kerbau rawa yang mungkin dapat sebagai kerbau kerja adalah kekuatan, temperamen,
diterapkan pada peternakan rakyat di Provinsi daya tahan terhadap panas dan caplak, warna bulu,
Banten adalah program yang dilakukan pada tinggi pundak, panjang badan dan bentuk teracak.
peternakan rakyat di Kabupaten Serang atau Lebak. Sifat-sifat ekonomis penting pada kerbau sebagai
penghasil daging meliputi bobot lahir, pertambahan
Program Pemuliaan Kerbau Berkelanjutan bobot badan dan sifat-sifat yang berkaitan dengan
sebagai upaya Konservasi dan Pengembangan sifat reproduksi.
Sumberdaya Genetik Mengacu pada Peraturan PerMentan Nomor
Status populasi kerbau rawa di Provinsi 56 tahun 2006 tentang standar mutu bibit kerbau
Banten adalah aman, namun demikian pemanfaatan yang baik antara lain tinggi gumba kerbau betina
kerbau sebagai upaya meningkatkan ketersediaan dewasa dan jantan dewasa masing-masing minimal
pangan dan ternak kerja harus berkelanjutan tanpa 105 cm dan 110 cm, maka berdasarkan hasil
mengancam status populasinya. Kegiatan penelitian, ukuran morfometrik tubuh kerbau rawa
pengelolaan sumberdaya genetik (SDG) ternak di Provinsi Banten telah memenuhi persyaratan
berbasis masyarakat merupakan salah satu cara untuk bibit. Seleksi pada temperamen dimaksudkan
konservasi bangsa ternak melalui program adalah kerbau yang bertemperamen jinak sehingga
pemuliaan ternak pada peternakan rakyat (Wollny memudahkan peternak dalam mengoperasikan
2003). Program pemuliaan kerbau Banten melalui bajak. Begitu pula kemampuan daya adaptasi
peternakan rakyat dinilai cukup efektif untuk dapat terhadap panas dan gigitan caplak menjadi kriteria
meningkatkan mutu genetik ternak, karena seleksi dikarenakan kerbau umunya tidak tahan
melibatkan peternak dalam pelaksanaannya. terhadap panas dikarenakan memiliki kelenjar
Program ini merupakan suatu kegiatan jangka keringat yang lebih rendah dari sapi sehingga proses
panjang, oleh karena itu komponen yang harus pengeluaran panas terhambat.
16
Dudi, dkk., Pemuliaan Kerbau Lokal

Kriteria seleksi pada bentuk teracak adalah pencatatan performa ternak lebih mudah dipenuhi.
teracak berbentuk mangkok yakni kerbau memiliki Dalam pelaksanaan kegiatan pada strata pertama,
lingkar teracak yang luas agar tidak terperosok di maka kerjasama antar UPTD dengan pihak
dalam lumpur pada saat membajak. Hal ini perguruan tinggi setempat perlu dilakukan.
dikarenakan persawahan di Provinsi Banten pada Kerjasama tersebut berkaitan dengan penerapan
umumnya sawah dengan kegemburan tanah yang ilmu dan teknologi peternakan dalam rangka
bagus, sehingga apabila teracak kerbau berbentuk pengembangan kerbau rawa di Provinsi Banten.
gunting akan mengurangi daya kerja kerbau saat Keterlibatan perguruan tinggi setempat adalah
membajak disebabkan kakinya terperosok ke dalam sebagai suvervisor ataupun konsultan, terutama di
lumpur sawah. dalam pelaksanaan program pemuliaan yang
Warna bulu menjadi pertimbangan pada dilakukan. Selain UPTD, maka pihak swasta dapat
kerbau kerja dikarenakan mengacu pada PerMentan juga bertindak sebagai inti. Kemungkinan ini dapat
Nomor 56 tahun 2006 yakni berwarna abu-abu dan terjadi apabila permintaan pasar regional dan
kombinasinya dari terang hingga gelap, sehingga internasional memiliki nilai ekonomis tinggi
dengan demikian tidak diperkenankan kerbau mengarah pada peluang ekspor daging kerbau. Pada
berwrana albino. Searle (1968) mengungkapkan strata inti proses pembibitan dan atau produksi
bahwa warna bulu albino pada kerbau diduga ternak bibit dilakukan bertujuan untuk pelestarian
bergenotipe A_B_ccD_E_, terdapat gen cc pada dan perbaikan mutu genetik ternak. Metode yang
kondisi homozigot resesif. Oleh karena itu kerbau dapat dilakukan adalah seleksi dan atau persilangan.
albino harus disingkirkan dari populasi agar tidak Kerbau rawa di provinsi Banten umumnya
mewariskan pola warna bulu albino pada generasi dimanfaatkan sebagai ternak kerja (untuk
berikutnya. membajak) dan penghasil daging, maka tujuan
pemuliaan adalah untuk mendapatkan suatu
Pola Pemuliaan Kerbau Rawa di Provinsi Banten performa kerbau yang dapat digunakan sebagai
Pola pemuliaan berkelanjutan dalam rangka ternak kerja dan pedaging dengan standar mutu
pengembangan sumberdaya genetik kerbau rawa tertentu dan diarahkan ke pengembangan bangsa
dapat dilihat pada Gambar 1. Pola pemuliaan yang murni. Oleh karena itu metode seleksi merupakan
diusulkan adalah pola pemuliaan inti terbuka dua pilihan utama untuk digunakan. Seleksi dilakukan
strata, dengan strata pertama bertindak sebagai inti dengan tujuan untuk menjaring ternak unggul dari
dan strata kedua sebagai plasma. populasi yang ada sekarang untuk dijadikan anggota
dari strata satu. Metode seleksi massa (mass
selction) dapat dijadikan sebagai langkah awal
untuk menentukan kelompok ternak yang masuk
UPTD pada strata pertama. Selanjutnya, ternak unggul
PEMBIBITAN
(INTI) hasil seleksi dimuliabiakkan untuk memantapkan
keunggulan mutu genetik dari sifat ekonomis
pentingya, diharapkan dapat menghasilkan pejantan
PETERNAK unggul. Kerbau hasil strata pertama kemudian dijual
(PLASMA) kepada peternak (plasma) sebagai bibit. Kegiatan
pemuliaan yang dilakukan diupayakan tidak terjadi
peningkatan inbreeding, sehingga penerapan sistem
Gambar 1. Pola Pemuliaan Kerbau Rawa Inti terbuka merupakan alternatif dalam perolehan bibit
Terbuka Dua Strata unggul dalam waktu yang relatif singkat serta dapat
mengurangi laju inbreeding pada awal kegiatan.
Strata Pertama (Inti) Sistem inti terbuka terdapat aliran gen dua arah, arah
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) milik pertama dari inti ke plasma dan arah kedua dari
Dinas Peternakan Provinsi Banten sebaiknya plasma ke inti.
diarahkan sebagai UPTD Pembibitan kerbau
Banten. Dengan demikian lembaga yang Strata Kedua (Plasma)
bertanggung jawab sebagai inti pada strata pertama Strata kedua merupakan gabungan dari
adalah UPTD milik Dinas Peternakan Provinsi. peternak perorangan maupun dalam bentuk
Pentingya UPTD bertindak sebagin inti, kelompok yang bertindak sebagai plasma. Pada
dikarenakan dari sisi pendanaan, teknologi level ini produksi bakalan ternak untuk dipasarkan
peternakan, sarana dan prasarana produksi, yang bertujuan untuk memproduksi ternak pada
manajemen pemeliharaan termasuk perkawinan dan
17
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2012, VOL. 12, NO. 1.

jumlah, kualitas sesuai permintaan pasar. Pada strata Gunawan, Romjali E, Thalib C. 2011. Kebijakan
kedua terjadi pemasaran produk utama dan hasil Pengembangan Pembibitan Kerbau
pengolahan serta hasil ikutan dari kerbau, sehingga mendukung Swasembada Daging Sapi/Kerbau.
berlangsung kegiatan pengolahan, pengemasan, Di dalam: Percepatan Perbibitan dan
penyimpanan, transportasi dan promosi untuk Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal
memaksimumkan penjualan produk. dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan
Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta
Kesimpulan Peningkatan Kesejahteraan Peternak.
Partisipasi, motivasi dan pengetahuan Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional
peternak dalam pemuliaan kerbau adalah cukup Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat
(berurutan skor 20,00±1,20; 21,00±1,22 dan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm
16,00±1,00). Pola pemuliaan kerbau yang 241-245.
berkelanjutan ditentukan oleh pertimbangan utama Kosgey IS. 2004. Breeding objective and breeding
adalah sosial budaya, sumber daya ternak, sumber strategies for small suminants in the tropics.
daya peternak, kriteria seleksi serta dukungan [Disertasi]. Wageningen: Animal Breeding
kebijakan dari pemerintah. Pola pemuliaan yang and Genetics Group, Wageningen
mungkin cocok untuk diterapkan adalah pola inti University.
terbuka dua strata. Kusnadi A, Kusumaningrum DA, Sianturi RG,
Triwulaningsih E. 2005. Fungsi dan peranan
Daftar Pustaka kerbau dalam sistem usaha tani di Provinsi
Ali MF. 2011. Kerbau dan masyarakat Banten: Banten. Di dalam: Potensi Kerbau menunjang
Perspektif Etno-Historis. Di dalam: Kecukupan Daging Nasional. Prosiding
Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau;
Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Bogor 12-13 Sep 2005. Bogor: Pusat
Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm
Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan 316-322.
Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar Martojo H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik
dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Ternak. Departemen Pendidikan dan
Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Pengembangan Peternakan. hlm 23-29. Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Ancok J. 1989. Validitas dan reabilitas instrumen Bogor: Institut Pertanian Bogor.
penelitian. Di dalam: Singarimbun M, editor. Martojo H. 2002. Analisis Manfaat dan Risiko
Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Hasil Rekayasa Genetik dalam aspek:
hlm 122-145. Produktivitas, perlindungan dan keanekaan
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis Akhir hewan. Di dalam: Analisis Manfaat dan Risiko
Pendataan Sapi Potong, Perah dan Kerbau Hasil Rekayasa Genetik. Prosiding Seminar
2011. Jakarta: BPS. Nasional Rekayasa Genetik; Bandung, 10-12
Chantalakana Ch. 1986. Breeding Improvement of Mar 2002. Bandung: UNPAD Pr. hlm 85-90.
Swamp Buffalo. Didalam: 3rd World Congress Maureen CE, Kardiyanto E. 2011. Potensi
on Genetics Applied to Livestock Production. Pengembangan Kerbau di Provinsi Banten
Lincoln: University of Nebraska Pr. mendukung Swasembada Daging. Di dalam:
Chantalakana C, Skunmun P. 2002. Sustainable Percepatan Perbibitan dan Pengembangan
Smallholder Animal Systems in The Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi
Tropics. Ed ke-1. Bankok: Kasetsart Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada
University Pr. hlm 15-17. Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar
Menteri Pertanian Nomor dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4
56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pedoman Pembibitan Kerbau yang Baik (Good Pengembangan Peternakan. hlm 121-125.
Breeding Practice). Jakarta: Deptan. Philipsson J, JEO Rege. 2002. Sustainable breeding
Effendi S. 1989. Proses Penelitian Survey. Di programes fo tropical farming systems.
dalam: Singarimbun M, editor. Metode Animal Genetics Training Resources. ILRI-
Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. hlm 16-30. SLU.

18
Dudi, dkk., Pemuliaan Kerbau Lokal

Rahmat D. 2006. Analisis dan pengembangan pola Suryanto B, Mukh A, Edy R. 2002. Potential
pemuliaan (breeding scheme) domba Priangan swamp buffalo development in Central Java,
yang berkelanjutan. [disertasi]. Bogor: Program Indonesia. Buffalo Bul 21:3-11.
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wollny CBA, Banda JW, Mlewah TFT, Phoya
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi RKD. 2002. The lesson livestock
Para Pemimpin. Proses hirarki analitik untuk improvement failure: revising breeding
pengambilan keputusan dalam situasi yang strategies for indigenous Malawi sheep. Di
kompleks. Setiono L, Penerjemah; Peniwati K, dalam: Proceeding of the seventh World
editor. Jakarta: Pustaka Binaman Pr. Congress on Genetics Applied to Livestock.
Terjemahan dari: Decisions Making for Production. Montpellier, 19-23 Aug 2002. hlm
Leaders. The Analytical Hierarchy Process for 345-348.
Decisions in Complex World. Wollny CBA. 2003. The need to conserve farm
Sartini. 2004. Menggali kearifan lokal nusantara animal genetic resources through community-
sebuah kajian filsafati. J Fils 37:2. hlm 111- based in Africa. J Ecol Econ 45:341-351.
115.
Searle AG, 1968. Comparative genetics of coat
colour in mammals. London:Logos Pr. hlm
187-189.

19

Anda mungkin juga menyukai