Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lembaga Keuangan Syari’ah seperti halnya bank, memiliki karakteristik

berbeda dengan entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut

mempengaruhi bentuk dan standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank

syariah termasuk pelaksanaan auditnya. Pengawasan bank syariah yang berada

dalam otoritas Bank Indonesia (BI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan

dalam rangka menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan aturan syariah

dalam operasional kegiatannya dan pelaporannya sesuai konsep perbankan

syariah serta sesuai prinsip akuntansi bertema umum.

Dalam hal ini, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran yang utama

dalam pengendalian dalam aspek syariah dan auditor memiliki peran utama

dalam menguji penyajian laporan keuangan yang curang. Adapun standar audit

yang berlaku pada Lembaga Keuangan Syari’ah termasuk bank Syariah adalah

standar audit yang dikeluarkan dan disahkan oleh AAOIFI (Accounting and

Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang berada di Manama,

Bahrain. Lembaga Keuangan Syari’ah khususnya bank syariah bergerak di sektor

keuangan (finance) yang umumnya memiliki risiko yang tinggi dalam pengelolaan

bisnisnya. Oleh karena itu, disamping adanya pengawasan dan audit syariah,

1
diperlukan elemen lain yang mendukung kesuksesan perbankan syariah yaitu

good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).

Tujuan corporate governance secara umum adalah untuk mewujudkan

keadilan bagi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan

(stakeholder). Dalam mewujudkan pengawasan bank syariah yang efektif dan

efisien maka BI, DSN, dan DPS harus saling bekerja sama dalam mengemban

tugasnya dengan sebaikbaiknya. Dan untuk mewujudkan good corporate

governance seluruh pihak baik dewan direksi, manajemen bank, auditor,

stakeholder dan pihak lainnya harus saling memberikan informasi yang benar

guna mendukung pertanggungjawaban masingmasing pihak kepada otoritas

yang sesuai dan kepada masyarakat yang bermitra dengan Bank Syariah. Seluruh

upaya tersebut memerlukan dukungan dari pemerintah yang diwakili oleh BI

yang telah diberikan kepercayaan dalam membuat kebijakan berupa regulasi-

regulasi yang terarah, efisien dan efektif.

Makalah ini dimaksudkan untuk menganalisa beberapa konsep penting

tentang pengawasan pada lembaga keuangan syariah, kerangka audit syariah,

dan tata kelola perusahaan bagi lembaga keuangan syariah secara umum.

1.2. Rumusan Masalah

Di dalam penyusunan makalah ini, penulis akan merumuskan masalah-

masalah yang akan dibahas. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai

berikut:

2
1. Apa yang dimaksud dengan pengawasan, kerangka audit syariah, tata

kelola perusahaan, dan Lembaga Keuangan Syariah?

2. Bagaimana konsep pengawasan Lembaga Keuangan Syariah?

3. Bagaimana Standar Auditing AAOIFI untuk audit pada Lembaga

Keuangan Syariah?

4. Bagaimana Peranan pengawasan dan Kerangka Audit Syariah

terhadap Lembaga Keuangan Syariah?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pengawasan, kerangka

audit syariah, tata kelola perusahaan, dan Lembaga Keuangan Syariah

2. Untuk memahami bagaimana konsep pengawasan Lembaga

Keuangan Syariah

3. Untuk memahami bagaimana Standar Auditing AAOIFI untuk audit

pada Lembaga Keuangan Syariah

4. Untuk memahami bagaimana Peranan pengawasan dan Kerangka

Audit Syariah terhadap Lembaga Keuangan Syariah?

1.4. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang kami gunakan adalah dengan metode

heuristic yaitu dengan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber

3
1.5. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis

rumuskan sistematika penulisannya. Adapun sistematika penulisannya adalah:

BAB I: PENDAHULUAN. Yang meliputi: Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika

Penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORITIS. Yang meliputi: Pengertian Pengawasan,

Jenis Pengawasan, Pengertian Audit Syariah, Tujuan Audit dalam Islam, Audit

dalam Al-Qur’an, Pengertian Tata Kelola, Tujuan Prinsip Tata Kelola, Pengertian

Lembaga Keuangan Syariah, Prinsip Lembaga Keuangan Syari’ah, Ciri Lembaga

Keuangan Syari’ah,Macam-macam Lembaga Keuangan Syari’ah.

BAB III: PEMBAHASAN. Yang meliputi: Konsep Pengawasan Lembaga

Keuangan Syariah, Kerangka Audit Syari’ah, Peranan Pengawasan dan Kerangka

Audit Syariah terhadap Tata Kelola Perusahaan.

BAB IV: PENUTUP. Yang meliputi: Kesimpulan.

4
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pengawasan

2.1.1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan

sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut.

Menurut Winardi Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan

oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan

hasil yang direncanakan, Sedangkan menurut Basu Swasta Pengawasan

merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan

hasil seperti yang diinginkan. Sedangkan menurut Komaruddin Pengawasan

adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan

awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan

kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik

informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah

ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan

tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk

menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah

5
digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan

atau pemerintahan.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan.

Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh

manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan

dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan

secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas

yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana

pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi

sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana

penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan

merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap

sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas

kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan

sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial,

pengawasan mengandung makna pula sebagai:

6
“Pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang

diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan

sesuai dengan rencana dan peraturan.” atau “suatu usaha agar suatu pekerjaan

dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan

adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan

hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat

dilakukan tindakan perbaikannya.”

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan

dimaknai sebagai “proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan,

dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,

direncanakan, atau diperintahkan.”

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat

kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang

muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang

bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan

merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan

sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama

pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan

salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat

terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan

yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan

7
ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan

masyarakat (social control).

Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya

penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat

dilakukan adalah:

1. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;

2. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;

3. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

2.1.2. Jenis Pengawasan

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan, yaitu:

a. Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau

badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.

Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan

langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang

dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan

inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan

menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Sedangkan pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh

unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini

di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga

8
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam

menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat

pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya

perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses

harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak

dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

b. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang

dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga

dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan

pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan

pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara

lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem

pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki.

Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh

atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan

terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan

terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini

lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah

ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan

9
pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya

penyimpangan.

c. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan aktif (dekat) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan

pengawasan pasif (jauh) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan

pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-

bukti penerimaan dan pengeluaran.”

Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil

menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran

apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti

kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil

mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan

terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu

pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan

pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran

(doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan

ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan

pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.”

Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan

10
pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan

sebagaimana direncanakan.

2.2. Kerangka Audit Syari’ah

2.2.1. Pengertian Audit Syari’ah

Berdasarkan AAOIFI-GSIFI 3, bahwa audit syariah adalah laporan internal

syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan

pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa,

instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi

syariah.

Menurut Shafi : 2004, auditing dalam Islam adalah :

1. Proses menghitung, memeriksa dan memonitor (proses sistematis)

2. Tindakan seseorang(pekerjaan duniawi atau amal ibadah)

3. Lengkap dan sesuai syariah

4. Untuk mendapat reward dari Allah di akhirat

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa audit dalam Islam

adalah salah satu unsur meluli pendekatan administratif. Maka administrasi

menggunakan sudut pandang keterwakilan. Oleh karena itu, ia (auditor)

merupakan wakil dari para pemegang saham yang menginginkan pekerjaan

(investasi) mereka sesuai dengan hukum-hukum syariat Islam.

11
2.2.2. Tujuan Audit dalam Islam

Tujuan audit dalam Islam, yaitu:

1. Untuk menilai tingkat penyelesaian (progress of completness) dari suatu

tindakan

2. Untuk memperbaiki (koreksi) kesalahan

3. Memberikan reward (ganjaran baik) atas keberhasilan pekerjaan

4. Memberikan punishment (ganjaran buruk) untuk kegagalan pekerjaan

2.2.3. Audit dalam Al-Qur’an

Dalam Al-qur’an Allah SWT telah mengidentifikasi suatu proses audit,

seperti dalam surat Al-Insyiqaq ayat 6-9, bahwasanya Allah akan menghisab

setiap manusia di hari akhir. Bagi yang menerima cataran amalnya ditangan

kanan, maka ia akan dihisab dengan mudah dan akan diberikan kebahagiaan.

Begitupun halnya tercatat dalam kitab suci pada surat Al-Infithar ayat 10-

12. Sejatinya disisi manusia ada malaikat sebagai pencatat amal-amalnya di

dunia. Entah itu amal baik maupun buruk. Mereka (para malaikat) ini

mengetahui apa saja yang manusia lakukan. Catatan inilah yang akan menjadi

penimbang seseorang di yaumul mizan.

Selanjutnya dalam surat An-Naml ayat 20-21, dikisahkan bahwa Nabi

Sulaiman a.s melakukan pengecekan untuk mencari Hud-Hud, seekor burung

peliharaan. Ketidakhadiran Hud-Hud dapat dikenakan sanksi oleh Nabi Sulaiman

a.s berupa hukuman berat. Dalam ayat selanjutnya terungkap bahwa absennya

12
Hud-hud disebabkan perjalanannya ke negeri Saba. Sebuah negeri yang dipimpin

seorang ratu musyrik penyembah matahari.

2.3. Tata Kelola

2.3.1. Pengertian Tata Kelola

Tata Kelola Perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan,

aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta

pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga

mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang

terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata

kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi.

Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank

dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek.

Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut

masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi

pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi

kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang

menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk

mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan

para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola

perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut

13
perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang

saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

2.3.2. Tujuan Prinsip Tata Kelola

Tujuan penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola (Good Corporate

Governance) pada Perusahaan adalah:

1. Mengoptimalkan nilai Perusahaan agar perusahaan memliki daya saing

yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu

mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk

mencapai maksud dan tujuan Perusahaan.

2. Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, efisien dan

efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian

Organ Perusahaan.

3. Mendorong agar Organ Perusahaan dalam membuat keputusan dan

menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan serta kesadaran akan adanya

tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap Pemangku Kepentingan

maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaan.

4. Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian Nasional.

5. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi Nasional.

14
2.4. Lembaga Keuangan Syariah

2.4.1. Pengertian Lembaga Keuangan Syari’ah

Lembaga Keuangan Syariah adalah badan usaha yang kegiatannya di

bidang keuangan syariah dan asetnya berupa aset-aset keuangan maupun non

keuangan berdasarkan prinsip syariah. Dan ada yang mengartikan sebagai

berikut lembaga keuangan syariah adalah badan usaha yang kekayaan utamanya

berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam

surat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti:

simpanan,asuransi,investasi,pembiayaan,dll.Berdasarkan prinsip syariah dan

tidak menyalahi dewan syariah nasional.

2.4.2. Prinsip Lembaga Keuangan Syariah

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam

koridor-koridor prinsip-prinsip:

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai

kontribusi dan resiko masing-masing pihak

2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan

pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra

usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan

keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor

dapat mengetahui kondisi dananya;

15
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan

golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai

rahmatan lil alamin.

2.4.3. Ciri Lembaga Keuangan Syariah

Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal

sebagai berikut:

1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus

sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;

2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan

Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan

kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;

3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit

orianted, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan

kebahagiaan di akhirat;

4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan

prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi

komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/kredit) guna transaksi sosial;

5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan

tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam

16
2.4.4. Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah

Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah, yaitu:

1. Bank Syariah

2. Asuransi Syariah

3. Pasar Modal Syariah

4. Lembaga Zakat

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Konsep Pengawasan Lembaga Keuangan Syariah

Konsep pengawasan terhadap praktek keuangan yang dilakukan pada

lembaga keuangan syariahmemiliki sejumlah landasan, yaitu landasan syariah

dan landasan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Landasan syariah yang

biasa diacu misalnya adalah pemahaman terhadap QS. Al-Ashr [103] ayat 1-3

yang terjemahannya adalah:

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat

menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya

menetapi kesabaran."

Pemahaman dan pemaknaan secara luas terhadap ayat-ayat dalam surat

ini menunjukkan bahwa manusia pada umumnya akan mengalami kerugian

kecuali jika mampu saling menasehati atau saling mengontrol.

Adapun landasan hukum positif antara lain dapat diacu pada peraturan

perundangan yang menempatkan BI sebagai otoritas pengawas bank. Bank

Indonesia adalah lembaga yang diberi otoritas oleh pemerintah dalam

pengawasan perbankan di Indonesia (termasuk perbankan syariah). Hal ini

dijelaskan dalam Pasal 29 (1) (UU.No.7/1992 sebagaimana diubah dengan) UU

18
No.10 Th.1998 tentang Perbankan yang berbunyi Pembinaan dan pengawasan

bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Adapun dalam Pasal 8 UU No.3/2004 tentang Perubahan atas UUNo.23

Th.1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai

tiga tugas, yaitu:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3. Mengatur dan mengawasi bank.

Pengaturan dan pengawasan bank syariah yang dilakukan oleh BI meliputi

aspek produk dan transaksi.Hal tersebut terinci dalam PBI No. 7/35/PBI/2005

perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.Setiap bank syariah pada dasarnya

wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan

kegiatan usahanya yang meliputi:

1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

dan investasi, antara lain: (a) giro berdasarkan prinsip wadi’ah; (b)

tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; atau (c)

deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah

2. Melakukan penyaluran dana melalui : (a) prinsip jual beli berdasarkan

akad antara lain: murabahah, istishna, salam. (b) prinsip bagi hasil

berdasarkan akad antara lain: mudharabah dan musyarakah. (c) prinsip

19
sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah dan ijarah muntahiya

bittamlik. (d) prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh.

3. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad

antara lain: (a) wakalah (b) hawalah (c) kafalah (d) rahn.

4. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga

pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying

transaction) berdasarkan prinsip syariah;

5. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip Syariah yang diterbitkan

oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia, dll.

Mengingat beragamnya kegiatan bank syariah ditambah dengan

kewajiban mentaati aturan syariah, maka proses pengawasan melalui lembaga

independen menjadi urgen dilakukan.

Dalam konteks Indonesia, tugas mengawasi aspek syariah dari

operasional bank syariah ini menjadi kewenangan Dewan Syariah Nasional atau

disingkat DSN.

3.1.1. Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

a. Pengertian, Kedudukan, Status & Anggota

Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk

menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan

keuangan syariah.

1. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia

20
2. DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam

menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.

3. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam

bidang yang terkait dengan muamalah syariah.

Anggota DSN tersebut ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa

bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5

tahun).

b. Tugas DSN

Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan merumuskan

nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk

dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. DSN

merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan

fatwa Syariah terhadap jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah,

serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan di

Indonesia.

3.1.2. Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)

a. Pengertian DPS

Berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus

DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001): Di sana disebutkan bahwa DPS adalah

badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi

21
pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.

Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan

Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

b. Tugas dan Fungsi DPS

Menurut Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme

kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu

kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS juga bertugas untuk memastikan semua

kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan oleh bank Islam adalah dengan

aturan Islam.

Sedangkan menurut Abu Moamer (1989) tugas DPS adalah memastikan

agar bank Islam dilakukan dengan batas-batas syariah. Secara lebih spesifik, Abu

Moamer menyatakan bahwa DPS diharapkan memastikan bahwa bank Islam

bebas dari transaksi yang mengandung bunga, perjudian, spekulasi, dan

melakukan perdagangan produk yang diharamkan seperti daging babi atau

minuman keras. Selain itu Dewan Pengawas Syariah harus melakukan audit

terhadap dan zakat bank Islam untuk memastikan perhitungan yang benar,

administrasi yang benar, dan distribusi zakat yang adil ke delapan kelompok yang

berhak menerima zakat seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.

Menurut Adnan (2005) Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas yang

unik, berat, dan strategis. Keunikan tugas ini dilihat dari kondisi bahwa anggota

22
DPS harus mampu mengawasi dan menjamin bahwa lembaga keuangan syariah

sungguh-sungguh dapat berjalan sesuai dengan peraturan syariah.

Tugas DPS sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga

yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah etika bisnis dalam

konteks yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki ranah-ranah

khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muammalah dimana ruang

interpretasinya sangatlah luas.

Tugas dan Fungsi DPS dalam lembaga keuangan syariah sebagai berikut:

1. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah

mengawasi jalanya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar sesuai

dengan ketentuan-ketentuan syariah.

2. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala

(biasanya tiap bulan)

3. Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai

dengan ketentuan syariah.

4. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga

Keuangan Syariah yang diawasinya.

5. Dewan Pengawas Syariah bersama dengan Direksi, bertugas untuk

terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam

dalam setiap aktivitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah

6. Dewan Pengawas Syariah juga bertugas melakukan sosialisasi kepada

masyarakat tentangLembaga Keuangan Syariah melalui media-media

23
yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat seperti khutbah,

majelis ta’lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin

dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

7. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit

Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan aspek syariah.

8. Sebagai mediator antara dan DSN dalam mengkomunikasikan usul

dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang

memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

9. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan dari ketentuan yang

dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti bank Indonesia dan

Bapepam.

10. Memberi peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk

menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh

DSN.

11. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil

tindakan apabila peringatan tidak digunakan.

24
c. Struktur DPS

Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah disusun

sebagai berikut :

1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi

komisaris sebagai pengawas direksi.

2. Fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja

management, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen

dalam kaitan dengan implementasi system dan produk-produk supaya

sesuai dengan syariah islam.

3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlakseluruh karyawan

berdasarkan system pembinaan keislaman yang telah diprogramkan

setiap tahun.

4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam dilingkunagn perusahaan

tersebut.

d. Wewenang DPS

Wewenang Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah:

1. Memberi pedoman atau garis-garis syariah, baik untuk pengerahan

maupun untuk penyaluran dana serta kegiaan bank lainnya.

2. Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau

sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.

25
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah menurut

ketentuan pasal 27 peraturan Bank Indonesia:

1. Memastikan dan mengatasi kesesuaian kegiatan operasional bank

terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk

yang dilakukan Bank.

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan

operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank.

4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk

dimintakan pada fatwa pada Dewan Syariah Nasional

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-

kurangnya 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional

dan Bank Indonesia

3.2. Kerangka Audit Syari’ah

Landasan syariah dari pelaksanaan audit syariah antara lain dapat dirujuk

pada penafsiran atas QS. Al Hujurat [49]: 6 yang terjemahan artinya adalah

sebagai berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya

yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

26
Ayat ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan secara teliti atas sebuah

informasi karena bisa menjadi penyebab terjadinya musibah atau bencana.

Dalam konteks audit syariah, pemeriksaan laporan keuangan dan informasi

keuangan lainnya juga menjadi sangat penting, mengingat keduanya dapat

menjadi sumber malapetaka ekonomi berupa krisis dan sebagainya jika tidak

dikelola secara maksimal.

Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk memastikan

bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak

melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh

terhadap aktivitas bank syariah.Tujuan audit syariah adalah untuk memastikan

kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yang

digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank

syariah.

Hal-hal yang dilakukan pada audit bank syariah meliputi:

1. Pengungkapan kewajaran penyajian laporan keuangan dan unsur

kepatuhan syariah,

2. Pemeriksaan akunting dalam aspek produk, baik sumber dana ataupun

pembiayaan,

3. Pemeriksaan distribusi profit

4. Pengakuan pendapatan cash basis secara riil

5. Pengakuan beban secara accrual basis

27
6. Dalam hubungan dengan bank koresponden depositori, pengakuan

pendapatan dengan bagi hasil.

7. Pemeriksaan atas sumber dan penggunaan zakat

8. Ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai

dengan syariah

Hal-hal di atas adalah unsur-unsur yang harus ada dalam audit syariah,

meskipun demikian prosedur audit yang telah ada tetap memiliki peran dalam

audit pada perbankan syariah.

Prosedur audit secara umum antara lain:

1. Prosedur analitis/mempelajari dan membandingkan data yang memiliki

Hubungan

2. Menginspeksi/pemeriksaan dokumen, catatan dan pemeriksaan fisik atas

sumber-sumber berwujud

3. Mengkonfirmasi/pengajuan pertanyaan pada pihak intern atau ekstern

untuk mendapat informasi

4. Menghitung dan menelusur dokumen

5. Mencocokkan ke dokumen

AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial

Institutions) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengeluarkan dan

mensahkan standar audit yang berlaku pada lembaga keuangan syariah termasuk

bank yang kemudian banyak diacu di berbagai negara.

28
Standar Auditing AAOIFI untuk audit pada lembaga keuangan syariah

sendiri mencakup lima standar, yaitu tujuan dan prinsip (objective and principles

of auditing), laporan auditor (auditor’s report), ketentuan keterlibatan audit

(terms of audit engagement), lembaga pengawas syariah (shari’a supervisory

board), tinjauan syariah (shari’a review). Adapun penjelasan singkat dari kelima

standar tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, terkait tujuan dan prinsip. Tujuan dari sebuah audit laporan

keuangan yaitu untuk memungkinkan auditor menyampaikan opini atas laporan

keuangan tertentu dalam semua hal yang material dan sesuai dengan aturan dan

prinsip Islam, AAOIFI, standar akuntansi nasional yang relevan, serta praktek di

negeri yang mengoperasikan lembaga keuangan. Adapun prinsip etika profesi

meliputi, kebenaran, integritas, dapat dipercaya, keadilan dan kewajaran,

kejujuran, independen,objekivitas, kemampuan professional, bekerja hati-

hati,menjaga kerahasiaan, perilaku professional dan menguasai standar teknis.

Kedua, terkait laporan auditor. Elemen dasar dari laporan auditor (judul,

alamat, paragraf pembukaan atau pengenalan, cakupan paragraf (gambaran dari

audit), acuan ASIFI dan standar nasional yang relevan atau praktek, Uraian

pekerjaan yang dilakukan auditor, Paragraf opini berisi sebuah ungkapan opini

tentang laporan keuangan, Tanggal Laporan, Alamat Auditor dan Tanda Tangan

Auditor). Terkait ruang lingkup paragraf,laporan auditor harus menggambarkan

cakupan audit dengan menyatakan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai ASIFI

dan standar nasional yang relevan atau praktek telah sesuai dan tidak melanggar

29
aturan dan prinsip Syariah. Ruang lingkup mengacu pada kemampuan auditor

untuk melaksanakan prosedur audit yang dianggap penting dalam hal itu. Hal ini

meyakinkan para pembaca bahwa audit telah berjalan sesuai ketetapan standar

maupun praktek. Disamping itu juga telah sesuai dengan standar auditing

nasional atau praktek mengikuti negara tempat auditor berada, hal ini terlihat

dalam alamat auditor. Laporan itu termasuk sebuah pernyataan bahwa audit

telah direncanakan dan dilaksanakan untuk memperoleh jaminan layak

mengenai apakah laporan keuangan bebas dari pernyataan salah yang material.

Laporan auditor harus menggambarkan, antara lain:

1. Pengujian, pada sebuah uji dasar, bukti yang mendukung sejumlah

laporan keuangan dan pengungkapan.

2. Menilai/menaksir prinsip akuntansi yang digunakan dalam persiapan

laporan keuangan.

3. Menilai perkiraan signifikan yang dibuat oleh manajemen dalam

persiapan laporan keuangan.

4. Mengevaluasi presentasi laporan keuangan secara keseluruhan.

Ketiga, terkait ketentuan keterlibatan audit. Auditor dan klien harus

menyetujui ketentuan perjanjian. Istilah setuju perlu disampaikan dalam surat

penugasan audit sesuai kontrak. Isi dasar surat perjanjian adalah dokumen surat

penunjukan dan menegaskan tanggung jawab auditor untuk klien dan bentuk

setiap laporan yang akan diberikan oleh auditor.

30
Keempat, berkaitan dengan shari’a supervisory board yang intinya berisi

penunjukan, komposisi dan laporan DPS.

Kelima, berkaitan dengan tijuanuan Syariah (shari’a review). Shari'ah

review merupakan sebuah pengujian yang luas dari kepatuhan Syariah sebuah

LKS, dalam seluruh kegiatannya. Pengujian ini meliputi penunjukan, persetujuan,

kebijakan, produk, transaksi, memorandum (surat peringatan), dan anggaran

dasar dari perserikatan, laporan keuangan, laporan (khususnya audit internal dan

pengawasan bank central), sirkulasi,dll.Tujuan dari sebuah shari'a review adalah

untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas yang diselenggarakan dalam LKS tidak

bertentangan dengan Syariah. DPS bertanggung jawab untuk membuat dan

mengungkapkan sebuah opini dari suatu Lembaga Keuangan Syariah terhadap

kepatuhannya pada Syariah.

Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa kerangka audit syariah antara

lain memenuhi unsur sebagai berikut:

1. Audit syariah dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan

perbankan syariah pada prinsip dan aturan syariah dalam produk dan

kegiatan usahanya sehingga auditor syariah dapat memberikan opini yang

jelas apakah bank syariah yang telah diaudit tersebut shari'ah compliance

atau tidak.

2. Audit syariah diselenggarakan dengan acuan standar audit yang telah

ditetapkan oleh AAOIFI.

31
3. Audit syariah dilakukan oleh auditor bersertifikasi SAS (Sertifikasi

Akuntansi Syariah)

4. Hasil dari audit syariah berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan

usaha perbankan Syariah dan kepercayaan seluruh pihak atas keberadaan

LKS.

3.3. Peranan Pengawasan dan Kerangka Audit Syari’ah terhadap Tata Kelola

Lembaga Keuangan Syari’ah

Corporate Governance adalah sistem hak, proses, dan kontrol secara

keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas manajemen

sebuah entitas bisnis dengan tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan

semua stakeholder.

Untuk memenuhi terlaksananya good corporate governance, diperlukan

sebuah standar sebagai berikut:

a. Dewan Pengawas Syariah: Penunjukan, komposisi dan Laporan

b. Evaluasi terhadap Syariah

c. Evaluasi internal terhadap Syariah

d. Komite Audit dan Tata Kelola untuk LKS

e. Independensi dari DPS

f. Pernyataan atas Prinsip-prinsip tata kelola untuk LKS

g. Evaluasi Tanggung jawab sosial perusahaan

32
Selain standar dalam corporate governance LKS, diperlukan juga sebuah

standar etis terhadap sumber daya insani yang meliputi kode etik bagi akuntan

dan auditor pada LKS dan kode etik bagi karyawan LKS. Terdapat tiga bagian

berkaitan dengan kode etik bagi akuntan dan auditor pada LKS, yaitu: (a)

landasan syariah etika seorang akuntan (integritas, prinsip manusia sebagai

khalifah di muka bumi, keikhlasan, kesalehan, kebenaran dan niat mengerjakan

tugas dengan sempurna, takut pada Allah dalam segala hal, tanggung jawab

manusia terlebih dahulu sebelum pada Allah); (b) prinsip-prinsip etika bagi

akuntan (kepercayaan, legitimasi, obyektivitas, kompetensi profesi dan skill,

perilaku berdasar keimanan, perilaku professional dan standar teknis); dan (c)

aturan moral bagi akuntan.

Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa Bank Indonesia (BI), Dewan

Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah pihak-pihak

yang berperan dalam pengawasan Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah).

Dalam menjalankan fungsinya BI dan DSN lebih berperan dalam pengawasan,

sedangkan DPS lebih berperan dalam pengendalian bank syariah. Kegiatan audit

pada Bank Syariah terdiri dari tiga lapis, yaitu lapis pertama, audit internal yang

dilakukan oleh auditor internal bank syariah yang bertugas dalam menguji

(examination) kesesuaian laporan keuangan Bank Syariah yang sesuai dengan

standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah saji yang bersifat material,

lapis kedua, Audit eksternal yang dilakukan oleh auditor dari luar bank syariah

seperti BI atau akuntan publik yang tugasnya menguji kembali keakuratannya

33
dari hasil audit internal, dan lapis ketiga, audit Syariah yang dilakukan oleh

auditor bersertifikasi atau memiliki gelar Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS) yang

bertugas untuk memastikan bahwa produk dan transaksi bank syariah telah

sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.

Dalam kerangka tata kelola perusahaan (corporate governance) audit

eksternal berfungsi untuk memberikan opini pembanding atas audit internal

dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip standard akuntansi dan

auditing, kesesuaiaan dengan prinsip syariah, dan lain-lain.Dalam prakteknya,

audit eksternal dilakukan secara insidental (sewaktu-waktu), sedangkan audit

internal dilakukan secara rutin karena fungsinya terkait dengan pengendalian di

dalam perusahaan (Bank Syariah). Auditor eksternal berperan untuk memastikan

bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan sesuai

dengan standar laporan keuangan dan memastikan bahwa keuntungan ataupun

kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan

kondisi bank sebenarnya serta memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan

dari usaha yang bertentangan dengan Syariah. Auditor eksternal dalam hasil

auditnya akan memberikan opini atau pendapat apakah hal-hal yang telah

diaudit di Bank Syariah terutama laporan keuangannya telah disajikan secara

wajar dan menggunakan prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum.

Idealisme semacam ini kadang sulit diwujudkan dalam artian peraturan

terkait audit syariah yang ada belum tentu dipatuhi di lapangan. Adapun auditor

syariah akan menunjukkan hasil auditnya dengan memberikan opini apakah Bank

34
Syariah yang diaudit dinyatakan shari'a compliance atau tidak. Apabila terjadi

suatu kesalahan ataupun pelanggaran dalam kegiatan audit di Bank Syariah maka

pihak yang harus bertanggung jawab adalah manajemen bank Syariah,

sedangkan tanggung jawab auditor terletak pada opini yang diberikan. Kegiatan

Pengawasan dan audit pada bank Syariah adalah satu rangkaian yang saling

mendukung dalam kegiatan tata kelola perusahaan (corporate governance) yang

harus dilakukan sesuai standar dan memperhatikan kode etik. Seluruh kegiatan

ini dilakukan dengan tujuan utama yaitu menjaga kepercayaan masyarakat

terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Perbankan Syariah) dalam melaksanakan

prinsip dan aturan Syariah pada produk dan operasional usahanya.

35
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Pihak-pihak yang berperan dalam pengawasan Lembaga Keuangan

Syari’ah adalah Bank Indonesia (BI), Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan

Pengawas Syariah (DPS). Dalam menjalankan fungsinya BI dan DSN lebih

berperan dalam pengawasan, sedangkan DPS lebih berperan dalam

pengendalian bank syariah. Kegiatan audit pada Bank Syariah terdiri dari tiga

lapis, yaitu lapis pertama, audit internal yang dilakukan oleh auditor internal

bank syariah yang bertugas dalam menguji kesesuaian laporan keuangan Bank

Syariah yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah

saji yang bersifat material, lapis kedua, Audit eksternal yang dilakukan oleh

auditor dari luar bank syariah seperti BI atau akuntan publik yang tugasnya

menguji kembali keakuratannya dari hasil audit internal, dan lapis ketiga, audit

Syariah yang dilakukan oleh auditor bersertifikasi atau memiliki gelar Sertifikasi

Akuntansi Syariah (SAS) yang bertugas untuk memastikan bahwa produk dan

transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.

Dalam kerangka tata kelola perusahaan (corporate governance) audit

eksternal berfungsi untuk memberikan opini pembanding atas audit internal

dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip standard akuntansi dan

auditing, kesesuaiaan dengan prinsip syariah, dan lain-lain.Dalam prakteknya,

36
audit eksternal dilakukan secara insidental (sewaktu-waktu), sedangkan audit

internal dilakukan secara rutin karena fungsinya terkait dengan pengendalian di

dalam perusahaan (Bank Syariah). Auditor eksternal berperan untuk memastikan

bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan sesuai

dengan standar laporan keuangan dan memastikan bahwa keuntungan ataupun

kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan

kondisi bank sebenarnya serta memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan

dari usaha yang bertentangan dengan Syariah. Auditor eksternal dalam hasil

auditnya akan memberikan opini atau pendapat apakah hal-hal yang telah

diaudit di Bank Syariah terutama laporan keuangannya telah disajikan secara

wajar dan menggunakan prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum.

37
DAFTAR PUSTAKA

https://docs.google.com/document/d/1FW0WcdGxy9vWN4I5Md5KlIE4ryPTJmsh

Kpc8nJ1ne0M/edit?pref=2&pli=1 [Diakses: 22 Januari 2016]

https://malikazisahmad.wordpress.com/2012/01/13/pengertian-pengawasan/

[Diakses: 22 Januari 2016]

http://sebi-community.blogspot.co.id/2013/09/audit-dalam-islam_30.html

[Diakses tanggal 22 Januari 2016]

https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan [Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.pusri.co.id/ina/panduan-tata-kelola-perusahaan-pengertian-amp-

tujuan/ [Diakses: 22 Januari 2016]

https://daesepty.wordpress.com/2014/03/22/lembaga-keuangan-syariah

[Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.academia.edu/5262271/Manajemen_Pengawasan_Bank_Syariah

[Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/Penerapan%20prinsip%20syariah%20di%

20bank%20syariah. [Diakses: 22 Januari 2016]

https://www.google.com/search?q=saran+untuk+mobile+maslahah&ie=utf-

8&oe=utf8#q=peranan+pengawasan+dan+kerangka+audit+syari%27ah+terh

adap+tata+kelola+lembaga+keuangan+syari%27ah [Diakses 22 Januari 2016]

http://sebioke.blogspot.co.id/2014/01/dps-dan-audit-syariah.html [Diakses: 22

Januari 2016]

38

Anda mungkin juga menyukai