Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DYSPEPSIA SYNDROME

OLEH :
dr. Lisa Monica Densi

PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT AR BUNDA LUBUK LINGGAU
2018
PORTOPOLIO
Kasus 1

Topik : Dispepsia Syndrome


Tanggal (kasus) : 31 agustus 2018 Presenter : dr. Lisa Monica Densi
dr. Rizki Aliana, SpPD
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Ibrahim Muhammad
dr. Ganty Oktapariani
Tempat Presentasi : Rumah Sakit AR Bunda
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Seorang perempuan, usia 19 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati
□ Tujuan : Menegakkan diagnosis
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara □ Presentasi dan □ Pos
□ Diskusi □ E-mail
Membahas : Diskusi
Nama : Nn.Glaudy , perempuan
Data Pasien : No. Registrasi : 16014872
18 tahun
Nama RS: RS AR Bunda Telp : Terdaftar sejak : 31 agustus 2018
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Gambaran Klinis: pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu, dan
terasa memberat sejak tadi malam, tidak terus menerus. Sering diikuti perasaan panas
hingga ditenggorokan. Rasa mual (+) hingga sampai muntah (+). Rasa penuh di perut (+),
kembung (+). Pasien sering makan tidak teratur dan suka makan makanan yang pedas.
Pasien juga mengeluh kepala terasa sakit ditengkuk leher. Badan pasien terasa lemas.
Demam (-), batuk (-), pilek (-). BAB warna dan konsistensi biasa. BAK jumlah dan warna
biasa.
2. Riwayat Pengobatan: pasien sebelumnya sudah minum obat antalgin yang dibeli di
warung tetapi tidak ada perubahan.
3. Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya,
keluhan yang dialami hilang dengan pengobatan.
4. Riwayat penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan
seperti ini.
5. Riwayat Pekerjaan(orangtua) : Ayah wiraswasta, ibu pasien sebagai ibu rumah tangga.
6. Riwayat sosial ekenomi : pasien siswi sekolah menengah atas. Pasien tinggal bersama
kedua orang tuanya. Faktor stress dalam keluarga tidak ada, dimana hubungan dengan
keluarga terjalin baik.
Kesan: Sosio ekonomi menengah

Hasil Pembelajaran :
1. Definisi dyspepsia syndrome
2. Epidemiologi dyspepsia syndrome
3. Etiologi dyspepsia syndrome
4. Klasifikasi dyspepsia syndrome
5. Manifestasi klinis dyspepsia syndrome
6. Diagnosis dyspepsia syndrome
7. Diagnosis banding dyspepsia syndrome
8. Penatalaksanaan dyspepsia syndrome
9. Pencegahan dyspepsia syndrome
10. Prognosis dyspepsia syndrome

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

- pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu, dan terasa memberat
sejak tadi malam, tidak terus menerus. Sering diikuti perasaan panas hingga
ditenggorokan. Rasa mual (+) hingga sampai muntah (+). Rasa penuh di perut (+),
kembung (+). Pasien sering makan tidak teratur dan suka makan makanan yang pedas.
Pasien juga mengeluh kepala terasa sakit ditengkuk leher. Badan pasien terasa lemas.
Demam (-), batuk (-), pilek (-).BAB warna dan konsistensi biasa. BAK jumlah dan warna
biasa.

2. Objektif :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/70 mmhg

Nadi : 82 kali/menit, teratur, kuat angkat

Nafas : 21 kali/menit, teratur

Suhu : 36,7 c

Tinggi badan : ±157 cm


Berat badan : ±55 kg

a. Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Bentuk : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-) faring hiperemis

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I dan II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, NT (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Hemoglobin 13 12,3 – 15,3 mg/dl

Leukosit 24600* 4.400-11.300 ul

BSE- jam ke 1 10 1-15 mm/jam

Hitung jenis leukosit

 Basofil 0 0-1 %

 Eosinofil 1 0-4 %

 Band 0 0-6%

 Segmen 87* 40-70%

 Limfosit 7* 30-45%

 Monosit 5 2-10%

Eritrosit 4,1 4,0 – 5,2 juta/mm3

Hematokrit 35 35 – 47%

Trombosit 373.000 150.000-450.000u\l


MCV 84 74-108

MCH 31 27-32 pg

MCHC 38* 32-36 g/l

Glukosa sewaktu 71* 74-139 mg/dl

3. Assesment :

Telah datang ke IGD seorang pasien perempuan usia 18 tahun. Dari hasil
anamnesis ditemukan nyeri ulu hati yang dalam ilmu kedokteran berada pada region
epigastrium, sehingga dapat memberikan gambaran secara anatomi keluhan berasal dari
lambung/gaster. Hal ini juga diperkuat dengan anmnesa selanjutnya ditemukan perasaan
panas (heartburn), mual (+), hingga sampai muntah (+), rasa penuh dan kembung. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa pada dyspepsia terjadi produksi asam lambung yang meningkat,
sehingga menyebabkan keluhan – keluhan tersebut. Hal ini juga dipicu oleh faktor pola
makan yang tidak teratur dan jenis makanan yang kurang memenuhi kebutuhan gizi
sehari – hari. Faktor – faktor tersebut diatas sangat berperan dalam sekresi asam lambung
yang berlebihan dan akhirnya timbul sebagai gejala dyspepsia.
Hal yang paling penting dan tidak boleh terlupakan adalah memberi saran kepada pasien
untuk mengatur pola makanan, dengan mengurangi makanan yang dapat mengiritasi
lambung seperti makanan yang berlemak, pedas, kopi, coklat, alcohol dan lain-lain. Dan
juga memberi dukungan untuk dapat mengelola stress dengan baik.

4. Plan :

Pengobatan non farmakologi :

 Preventif

a. Makan secara teratur, mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi, dan


memperbanyak minum air putih

b. Mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, pedas, yang mengandung


gas seperti kol, lobak, nangka serta minuman yang berkafein seperti kopi
dan teh.

c. Mengontrol kesehatan secara teratur.

 Promotif

a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini akan kambuh jika pasien
stress atau tidak patuh dengan nasehat dokter

b. Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini agar pasien patuh untuk
berobat

 Kuratif

a. Istirahat

b. Diet yang ketat ( makan secara teratur, porsi kecil tapi sering dan rendah
lemak )

Penatalaksaan di IGD :
- IVFD RL gtt xx/menit
- Inj. Ketorolac 2 x 1
- Inj. Ranitidine 2 x1 amp
- Inj. Ondansentron 2 x 8 mg
- Cek lab
- Alih rawat dr. sp.PD

Hasil follow up :
Tanggal 1 september 2018
S : nyeri ulu hati (+)
Sakit kepala (+)
Mual (-)
Muntah (-)

O : TD : 110/70 mmhg Nf : 20x/m


Nd : 82x/m T : 36,5 C

A : - Dispepsia
Cephalgia

P : - Deksketoprofen (k/p) drip


Ondansentron 2x8 mg (k/p) iv
Omeprazole 1x1 iv
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Dispepsia adalah gejala / sypmtom/ sindrom yang terdiri dari keluhan nyeri ulu
hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, rasa penuh/begah dan rasa
panas/ terbakar di dada/ epigastrium.Dispepsia juga diartikan sebagai rasa sakit atau
ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas .
Sindrom dyspepsia sebetulnya adalah kumpulan gejala nyeri atau rasa tidak nyaman
pada epigastrium, yang disertai dengan rasa panas di dada dan perut, nyeri epigastrium,
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa, rasa cepat kenyang, atau perut
kembung. Dalam perkembangannya, gejala rasa panas di dada dan perut serta sendawa
tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dyspepsia, karena korelasinya erat dengan penyakit
Gastro eshophageal Reflux Disease (GERD).
Keluhan – keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada
satu pasienpun keluhan dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Definisi dyspepsia diatas
menunjukkan bahwa sumber gejala – gejala yang timbul berasal dari saluran cerna bagian
atas, khusunya lambung dan duodenum.

2. Epidemiologi
 Distribusi frekuensi
 Berdasarkan orang
a. Umur : Dyspepsia dapat terjadi pada semua golongan usia
b. Jenis kelamin : kasus dyspepsia lebih sering ditemukan pada
wanita daripada pria, dengan perbandingan sekitar 2 : 1
 Berdasarkan tempat
Penyebaran dyspepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosio ekonomi yang rendah, dan banyak terjadi pada
negara yang sedang berkembang dibandingkan negara maju.

 Faktor resiko
 Faktor psikososial
Dyspepsia fungsional sangat berhubungan erat dengan factor psikis.
Besarnya peranan stress dalam memicu berbagai penyakit sering tidak
disadari oleh penderita.
 Penggunaan obat – obatan
Sejumlah obat dapat menyebabkan gangguan epigastrium, mual,
muntah dan nyeri ulu hati. Misalnya aspirin, senyawa – senyawa yang
mengandung aspirin, antibiotic oral( ampisillin, eritromisin ) teofilin,
dan obat – obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
 Pola makan tidak teratur
 Kebiasaan yang tidak sehat : mengisap rokok berlebihan, minum
alcohol secara berlebihan, minum kopi, teh atau yang mengandung
kaffein, terlalu sering mengkonsumsi makanan yang berminyak dan
berlemak.
 Lingkungan
Penyebaran dyspepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosio ekonomi yang rendah.

3. Etiologi
Penyebab dyspepsia adalah :
o Gangguan pada lumen saluran cerna : tukak peptic, tumor, gastritis,
esofagitis refluks.
o Obat – obatan : anti-inflamasi nonsteroid, antibiotic, digitalis, teofilin.
o Penyakit pada hati, pancreas dan saluran empedu.
o Penyakit sistemik : diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner
o Mungkin disebabkan makanan yang mengiritasi mukosa lambung
( kaffein, alcohol, makanan yang sulit dicerna, dan lain – lain )
o Factor mekanik : makan terlalu banyak, makan dengan cepat dan
kesalahan mengunyah mungkin menyebabkan timbulnya gejala –
gejala.
o Stress psikologis, kecemasan, atau depresi.
o Infeksi Helicobacter pylori

4. Klasifikasi dyspepsia
 Dyspepsia organik

Dispepsia organic adalah dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organic
sebagai penyebabnya misalnya adanya tukak di lambung, dan usus dua belas jari, radang
pancreas, radang empedu, dan lain – lain. Dyspepsia organic jarang ditemukan pada usia
muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dyspepsia organic dapat
digolongkan menjadi :

a. Tukak pada Saluran Cerna Bagian Atas

Tukak dapat ditemukan pada mukosa, sub mukosa, dan lapisan muskularis
dari saluran cerna bagian atas, di distal esophagus, lambung, dan duodenum. Keluhan
yang sering diutarakan penderita adalah nyeri didaerah epigastriumberupa nyeri yang
tajam, dan menyayat, atau terasa tertekan, penuh atau terasa perih seperti pada seseorang
yang lapar. Nyeri pada bagian kanan atau kiri epigastrium, terjadi 30 menit sesudah
makan, dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri terasa berkurang atau sembuh sementara
sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah, kembung
bersendawa, dan berkurangnya nafsu makan sehingga berat badan bisa menurun.

b. Batu Empedu

Kelainan utama yang dapat timbul pada kandung empedu adalah terbentuknya
batu. Hal ini juga dapat terjadi pada saluran empedu. Pada kandung empedu, batu dapat
menyebabkan peradangan disebut kolestitis akut, juga dapat menimbulkan kolik bilier
dengan gejala nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung dan bisa berlangsung sampai
berjam – jam dan menyebabkan penderitanya muntah.

c. Gastritis
Gastritis adalah peradangan / inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung. Keadaan ini antara lain diakibatkan oleh makanan/obat – obatan yang
mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang berlebihan
oleh lambung itu sendiri. Gejalanya seperti mual dan muntah , nyeri pada epigastrium,
nafsu makan menurun dan kadang – kadang terjadi perdarahan.

d. Karsinoma

Karsinoma dari saluran pencernaan ( esophagus, lambung, pancreas, kolon )


sering menimbulkan dyspepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri di perut. Keluhan
bertambah dengan turunnya nafsu makan, timbul anoreksia sehingga berat badan
menurun.

e. pankreatitis

Gambaran yang khas dari pancreatitis akut adalah nyeri di epigastrium yang
hebat. Sifat nyeri timbulnya mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk – tusuk dan
rasa terbakar. Perasaan nyeri tersebut mulai dari epigastrium kemudian menjalar ke
punggung. Beberapa jam kemudian perasaan nyeri tersebut menjalar ke seluruh perut dan
perut menjadi tegang. Timbul rasa mual , kadang – kadang muntah.

Penderita pancreatitis kronik juga mengeluh rasa nyeri di perut bagian atas. Rasa
nyeri juga seperti di tusuk – tusuk, menjalar ke punggung, disertai mual dan muntah,
sifatnya hilang timbul, sehingga tidak jarang dibuat diagnosa sakit lambung.

f. Gangguan Metabolisme

Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat


sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan muntah.
Gastroparesis didefiniskan sebagai ketidakmampuan lambung untuk mengosongkan
ruangan. Hal ini terjadi apabila makanan berbentuk padat tetap tertahan di lambung.

h. Penyakit lain

Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan perut kembung dan rasa
cepat kenyang.

I. Dispepsia akibat Infeksi Bakteri Helicobacter pylori


Orang yang terinfeksi bakteri helicobacter pylori dapat mengalami dyspepsia.
Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih Nobel dari Australia, yaitu Barry
Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya bakteri yang bisa hidup dalam
lambung manusia. Telah terbukti saat ini bahwa infeksi yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori pada lambung bisa menyebabkan peradangan mukosa lambung yang
disebut gastritis. Proses ini bisa berlanjut hingga terjadi ulkus/tukak bahkan kanker
lambung.

 Dispepsia Fungsional

Dyspepsia fungsional atau nonorganic atau dyspepsia nonulkus (DNU) adalah


dyspepsia yang terjadi tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong
saluran pencernaan.

Penyebab Dispepsia Fungsional:

a. Gangguan pergerakan ( motilitas ) piloroduodenal.

b. Menelan terlalu banyak udara, untuk mereka yang mempunyai kebiasaan


makan secara salah ( mengunyah dengan mulut terbuka atau sambil berbicara )

c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu. Efeknya bisa membuat


lambung terasa penuh atau bersendawa terus.

d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dyspepsia.


Seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink ), kopi karena bisa
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung. Makanan yang perlu dihindari
seperti makanan berlemak, gorengan, makanan yang terasa asam, sayuran dan
buah yang mengandung gas seperti kol, sawi, nangka dan kedondong.

e. Obat penghilang nyeri. Terlalu sering menggunakan obat penghilang nyeri


seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs ( NSAID ) misalnya aspirin,
ibuprofen dan juga naproxen.
f. Pola makan. Jarang sarapan di pagi hari, termasuk yang beresiko terserang
dyspepsia. Di pagi hari kebutuhan kalori seorang cukup banyak. Sehingga bila
tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak memproduksi asam.

g. Stress & berbagai reaksi tubuh

Orang sering tidak menyadari kalau factor stress erat sekali kaitannya dengan
reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Ada beberapa mekanisme yang kini
sudah dibuktikan, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan system
hormonal, dimana stress secara otomatis akan menyebabkan otak
mengaktifkan system hormone untuk memicu sekresinya. Stress paling banyak
memicu hormone kortisol, dimana hormone ini selanjutnya akan bekerja
mengkoordinasi seluruh system didalam tubuh termasuk jantung, paru – paru,
peredaran darah, metabolisme dan system imunitas tubuh dalam reaksi yang
ditimbulkannya. Sekresi hormone ini juga menjelaskan mengapa ketika kita
menghadapi stress, tekanan darah dan denyut jantung meningkat secara cepat.

5. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis antara lain adalah :
 Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras ( borborigmi )
 Rasa penuh setelah makan
 Heartburn
 Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, muntah, sembelit dan
diare.

Adapun klasifikasi klinis lainnya, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,


membagi dyspepsia menjadi tiga tipe :

1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus ( ulkus-like dyspepsia ) dengan


gejala :

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas ( dismotility-like dyspepsia )
dengan gejala :

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dyspepsia Mixed / gabungan, yang gejalanya antara nyeri diulu hati dan
rasa mual , kembung dan muntah, tapi tidak ada yang spesifik atau
dominan.

6. Diagnosis

- Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan


bila terdapat keluhan yang berat, muntah – muntah yang berlangsung
lebih dari 4 minggu, adanya penurunan berat badan, dan usia lebih dari
40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik
perlu dilakukan pemeriksaan yaitu :

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, diperlukan darah, urine, tinja


untuk diperiksa secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda – tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika
cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti
kemungkinan menderita malabsorbsi.

b. Radiologis

Pada tukak dilambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu
kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang
jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker dilambung
secara radiologis akan tampak massa yang irregular, tidak terlihat
peristaltic di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.

c. Endoskopi

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk segera dikerjakan bila dyspepsia


tersebut disertai pula oleh adanya anemia, berat badan yang turun, muntah
hebat yang diduga adanya obstruksi, adanya muntah darah, atau keluhan
yang sudah lama dan terjadi pada usia > 45 tahun. Keadaan itu kita sebut
sebagai alarm symptom karena sangat dicurigai suatu keadaan gangguan
organic terutama keganasan.

Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis, yang perlu


diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor, jinak atau ganas. Kelainan
dilambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang
lokasi terbanyak di bulbus, dan pars desenden, tumor jinak atau ganas
yang di vertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus,
lambung, maupun duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dyspepsia
tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan
maka dapat dibuat diagnosis dyspepsia bukan tukak.

d. Barium enema

Untuk memriksa esophagus, lambung atau usus halus dapat dilakukan


pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila
penderita makan

e. Ultrasonografi

Pemanfaatan alat USG pada pasien dyspepsia terutama bila dugaan kea rah
kelainan di traktus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada
dugaan tumor di esophagus dan lambung.

7. Diagnosis Banding
Gambaran klinis dyspepsia terkadang tumpang tindih dengan penyakit saluran
cerna lain ataupun dengan penyakit non saluran cerna.

Penyakit saluran cerna lain :

 saluran cerna atas (GERD, functional heartburn, mual idiopatik )

 saluran cerna bawah ( irritable bowel syndrome )

Penyakit non saluran cerna :

 penyakit jantung seperti : iskemia, atrial fibrilasi

 sindrom nyeri somatic ( fibromyalgia, chronic fatigue syndrome,


interstisial cystitis/ bladder pain syndrome, dan overactive
bladder )

8. Penatalaksanaan
Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa golongan obat yaitu :
 Antasida 20 – 150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antacid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungnNa bikarbonat, Al
(OH)3, Mg(OH)2, Mg triksilat. Pemberian antacid jangan terus menerus,
sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat
dipakai dalam waktu yang lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
 Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-43%
 Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dyspepsia organic
atau esensial seperti tukak peptic. Obat yang termasuk golongan antagonis
resptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidine dan famotidine.
 Penghambat pompa asam ( proton pump inhibitor = PPI )
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung. Obat – obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeprazole, lansoprazole, dan pantoprazol.
 Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaparid, domperidone, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dyspepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung.
 Psikoterapi dan psikofarmaka
Pada pasien dengan dyspepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan factor kejiwaan seperti cemas dan
depresi.

9. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dyspepsia ini adalah sebagai berikut :
 Pencegahan primodial
Merupakan pencegahan pada orang – orang yang belum memiliki factor
resiko dyspepsia, dengan memberikan penyuluhan tentang tata cara
mengenali dan menghindari kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan
dyspepsia. Untuk menghindari infeksi helicobacter pylori dilakukan
dengan cara menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi
dan penyediaan air bersih.
 Primer ( primary prevention )
Berperan dalam mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat
dyspepsia pada orang yang sudah mempunyai factor resiko dengan cara
membatasi atau menghilangkan kebiasaan – kebiasaan yang tidak sehat
seperti makan tidak teratur, merokok, mengkonsumsi alcohol, minuman
bersoda, makanan berlemak, pedas, asam, dan menimbulkan gas di
lambung.
Jika memungkinkan, obat – obatan penghilang nyeri dari golongan
NSAID diganti dengan yang tidak mengandung NSAID. Berat badan perlu
dikontrol agar tetap ideal, karena gangguan di saluran pencernaan seperti
rasa nyeri di lambung, kembung dan konstipasi lebih umum terjadi pada
orang yang mengalami obesitas. Rajin olahraga mampu memanajemen
stress juga akan menurunkan resiko terjadinya dyspepsia.
 Sekunder ( secondary prevention )
- Diet mempunyai peranan yang penting. Dasar diet tersebut adalah
makan sedikit berulang kali. Makanan harus mudah dicerna, tidak
merangsang peningkatan asam lambung dan bisa menetralisir asam
HCL.
- Obat – obatan untuk dyspepsia adalah antasida, antagonis reseptor
H2, penghambat pompa asam (PPI), sitoprotektif, prokinetik dan
kadang dibutuk psikofarmaka dan psikoterapi ( obat anti depresi
dan cemas untuk penderita dengan keluhan yang berhubungan
dengan factor kejiwaan seperti cemas dan depresi )
- Bagi yang berpuasa, untuk mencegah kambuhnya sindrom
dyspepsia, sebaiknya menggunakan obat anti asam lambung yang
bisa diberikan saat saat sahur dan berbuka untuk mengontrol asam
lambung selama berpuasa, sehingga keluhan yang timbul saat
berpuasa terutama saat perut sudah kosong (6-8 jam setelah makan
terakhir) dapat dikurangi. Berbedan dengan dyspepsia organic, bila
si penderita berpuasa, kondisi sakit lambungnya justru semakin
parah.
 Pencegahan tersier
Penting sekali untuk tenaga medis /psikiater untuk menelusuri kejadiaan
yang menimpa pasien dalam suatu system terapi secara terpadu. Dengan
rehabilitasi mental melalui konseling diharapkan terjadi progresifitas
penyembuhan yang baik setelah faktor stress ditangani.

10. Prognosis
Sebagian besar penderita dyspepsia fungsional kronis dan kambuhan, dengan
periode asimptomatik diikuti episode relaps. Berdasarkan studi populasi pasien
dyspepsia fungsional, 15-20% mengalami gejala persisten, 50% mengalami
perbaikan gejala, dan 30-35% mengalami gejala fluktuatif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Firdaus, U, September 2001. Infeksi Helicobacter Pylori Pada Sindrom Dispepsia.
Kabar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Hal 9-11
2. Djojoningrat, D, Maret 2005. Dispepsia Fungsional. Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol. 55, No.3 Hal. 219-222
3. Syam, A,F, April-June 2005. Uninvestigated Dyspepsia Versus Investigated Dyspepsia.
The Indonesian Journal of Intern Medicine, Vol. 37, No.2 Hal 113-115
4. Koskenpato, J, 2001. Helicobacter pylori And Functional Dyspepsia. Academic
Dissertation. Medical Faculty Of The University of Helsinky. www.google.co.id
5. Depkes RI. www.depkes.go.id
6. WHO, 2007. Scalling Up Prevention and Control of Non-Communicable Dissease.
The SEANET-NCD Meeting, 22-26 Oktober 2007, Phuket, Thailand.
Http://www.searo.who.int/
7. Syam, A.F., 2007. Departement Of Internal Medicine FKUI. Stress Dan Sakit Maag.
http://www.gizi.net
8. The Indonesian Journal of Internal Medicine, 2005. Prevalence of Non-Erosive
Refluks Disease in Pondok Indah Hospital, Jakarta
9. Mansjoer, A., dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta
10. Hadi, S, 2002. Gastroenterologi. P.T. Alumni, Bandung
11. Sutanto, Hariwijaya M, 2007. Pencegahan & Pengobatan Penyakit Kronis. EDSA
Mahkota, Jakarta
12. Syam A.F., 2007. Ilmu Penyakit Dalam “ Malabsorbsi”. Edisi IV. FKUI, Jakarta
13. Rani, A.A., Fauzi A, 2007. Ilmu Penyakit Dalam “Infeksi Helicobacter Pylori Dan
Penyakit Gastro-Duodenal”. Edisi IV.FKUI, Jakarta
14. Irawan, D,2007. Stress Dan Reaksi Tubuh. http://www.ahlinyalambung.com/
15. Fahrial, A, Infeksi Helicobacter Pylori. Pdpersi, 2008. pdpersi.co.id
16. Wash, D.T., 2001. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai