1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah menentukan mutu biji kakao
berdasar SNI 2323-2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kakao secara umum
Kakao (Theobrome cacao L.) merupakan tanaman tahunan yang
berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan tanaman yang
menumbuhkan bunga dari batang dan cabang, sehingga tanaman ini
digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris atau bunga tumbuh
langsung dari batang (Siregar et al., 2000). Adapun klasifikasi botani
kakao adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Susanto (1994) menyatakan bahwa biji kakao memiliki kandungan
lemak nabati sekitar 50% yang terdiri dari tujuh macam asam lemak, yaitu
asam palmitat 24%; stearat 33,0%; oleat 33,1%; linoleat 3,2%; arakhidonat
0,8%; palmitoleat 0,3%; dan miristat 0,2%. Kandungannya ditentukan oleh
jenis tanaman, lokasi tanam, jenis tanah, dan musim pembuahan.
Kandungan karbohidrat 15% yang terdiri dari 6% pati, 1% gula, dan
kandungan lainnya berupa pectin, lender, dan getah. Kandungan N sekitar
3,5% yang terikat oleh protein. Benih berlemak tinggi lebih mudah rusak
dibandingkan dengan benih yang mengandung protein dan karbohidrat
(Justice dan Bass, 1994).
Kakao memiliki akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar
kakao bisa sampai 8 m kearah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao
yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya
menumbuhkan akar serabut yang banyak jumlahnya, dan setelah dewasa
baru menumbuhkan akar tunggang (Siregar et al., 2000). Pada batang
tanaman kakao seringkali tumbuh tunas-tunas air (chupon) yang akan
membentuk jorquette (cabang-cabang primer). Cabang-cabang tersebut
akan tumbuh ke atas (orthotrop) dan ada yang tumbuh kearah samping
(plagiotrop) (Siregar et al., 2000).
Buah kakao yang matang terdiri dari kulit buah yang tebal dan di
dalamnya terdapat benih yang dilindungi mucilage pulp berwarna putih
dan rasanya manis. Posisi benih menempel pada plasenta. Sekeliling benih
dan lapisan kotiledon terdapat jaringan berwarna putih yang disebut
endosperm. Endosperm yang terletak di bagian luar merupakan jajaran
atau saluran tunggal dari saluran sel poliponal yang lebar mengandung
butir-butir lemak.
Buah kakao termasuk buah yang mempunyai daging buah lunak,
bentuknya lonjong, dan mempunyai permukaan yang beralur dan berkerut.
Kulit buah terdiri dari 10 alur (lima dalam dan lima dangkal) berselang-
seling. Buah muda berukuran lebih besar 10 cm disebut pentil (Cherelle)
yang sering mengalami kekeringan. Buah yang sudah masak disebut pod
atau tongkol yang berukuran antara 10-30 cm, jumlah biji per buah sekitar
30-50 biji, dengan berat 0,6-1,3 g/biji. Biji muda menempel pada kulit
buah dan setelah matang terlepas sehingga berbunyi saat diguncang.
Kemasakan buah juga ditandai dengan perubahan warna kulit hijau waktu
muda menjadi kuning dan merah muda atau jingga saat masak
(Poedjiwidodo, 1996).
2.2 Jenis – jenis kakao
Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika
diusahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan
secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya,
maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan pembuat minuman,
campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena
kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat mentega kakao (cacao
butter), sabun, parfum dan obat-obatan. Susanto (1994) mengatakan
bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis
yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran
hanya tiga jenis, yaitu:
a. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya
sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama
untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai
bahan pembuatan produk - produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat
ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya
tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.
b. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen
cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk
cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero
sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap
serangan hamadan penyakit dibandingkan kakao mulia.
Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari
pada kakao mulia.
c. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo
dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen.
Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain
hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao
lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat,
berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan
terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek
agronominya mudah.
2.3 SNI Kakao
Ada beberapa macam faktor penyebab mutu kakao yang dihasilkan
beragam yaitu minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu
serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji
kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Kriteria mutu biji kakao
yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek
keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap
tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan dan spesifikasi
alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu harus
didefinisikan secara jelas dan pasti.
Standar mutu biji kakao Indonesia telah ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia Biji
Kakao (SNI 2323 - 2008). Biji kakao digolongkan menurut jenis tanaman,
jenis mutu dan ukuran berat bijinya.Menurut jenis tanaman, biji kakao
digolongkan ke dalam jenis mulia (Fine cocoa/F) dan jenis lindak (Bulk
cocoa/B). Biji kakao mulia adalah biji kakao yang berasal dari tanaman
kakao jenis criollo dan trinitario serta hasil persilangannya, sedangkan biji
kakao lindak berasal dari tanaman kakao jenis forastero.Menurut jenis
mutunya, biji kakao digolongkan ke dalam 3 jenis mutu yaitu : mutu I,
mutu II dan mutu III.
Menurut ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji
per 100 gram contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran
dengan penandaan :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Syarat mutu umum biji kakao dapat dilihat pada Tabel 1 dan syarat
mutu khusus biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2.
Pembukaan biji
2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Selanjutnya,
biji kakao dibuka atau dibelah secara vertikal. Tujuannya agar
dapat melihat secara keseluruhan. Setelah biji kakao dibuka lalu
dilakukan pengamatan secara visual adanya serangga atau benda
asing pada biji kakao tersebut. Apabila tidak ditemukan adanya
serangga hidup maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan
serangga hidup maka dinyatakan ada. Apabila tidak ditemukan
adanya benda asing maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan
benda asing maka dinyatakan ada.
3.2.2 Penentuan adanya biji berbau asap dan abnormal atau berbau asing
lainnya
1. Skema Kerja
Biji kakao
Pembukaan biji
Pengamatan aroma
2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Selanjutnya,
biji kakao dibuka atau dibelah secara vertikal. Tujuannya agar
dapat melihat secara keseluruhan. Setelah biji kakao dibuka lalu
dilakukan pengamatan secara organoleptik adanya bau asap
abnormal dan bau asing lainnya pada setiap uji biji kakao. Apabila
tidak ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya
maka contoh uji dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan adanya
bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji
dinyatakan ada.
3.2.3 Penentuan kadar kotoran
1. Skema Kerja
Biji kakao
Pengamatan kotoran
Penimbangan
Penggolongan
2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Kemudian
ditimbang hingga 100 gram. Selanjutnya penghitungan jumlah biji
dan kemudian di golongkan. Tujuannya untuk mengetahui mutu
biji kakao berdasarkan berat ukuran bijinya.
3.2.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah)
1. Skema Kerja
Biji kakao
Pengamatan
Perhitungan
Hasil
Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Serangga hidup Tidak ada Tidak ada
Benda asing Tidak ada Tidak ada
Kadar air - -
Biji berbau asap
Tidak ada Ada
abnormal
Biji berbau asing Tidak ada Ada
Plasenta 1,27 g/1000g 0 g/1000g
Biji dempet 48,52 g/1000g 9,47 g/1000 g
Pecahan kulit 4,8 g /1000g 3,11 g/1000 g
Biji pipih 65,52 g/1000g 36,31 g/1000 g
Ranting 0,24 g/1000g 0,24 g/1000 g
Jumlah biji/100 gram 87 biji 83 biji
Biji berjamur 0 biji/300 biji 7 biji/300 biji
Biji slaty 12 biji/300 biji 24 biji/300 biji
Biji berkecambah 0 biji/300 biji 0 biji/300 biji
Biji berserangga 0 biji/300 biji 3 biji/300 biji
6.2 Saran
Adapun saran yang diajukan dalam praktikum ini sebagai berikut :
1. Sebaiknya praktikan melakukan praktikum secara kondunsif agar
praktikum berjalan lancar.
2. Sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak disimpan dalam waktu
yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan
secara maksimal agar tidak ada penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
1. Kakao Baru
a. Kadar kotoran
Kadar kotoran = bobot kaca arloji & kotoran – bobot kaca x 100
Berat sampel
= berat kotoran x 100
Berat sampel
- Biji dempet = 48,52 x 100
1000
= 4,852 %
- Pecahan kulit = 4,8 x 100
1000
= 0,48%
- Plasenta = 1,27 x 100
1000
= 0,127%
- Ranting = 0,24 x 100
1000
= 0,024%
- Biji pipih = 65,52 x 100
1000
= 6,552 %
Jumlah kadar kotoran = 4,852 + 0,48 + 0,127 + 0,024 + 6,552 = 12,035 %
b. Penentuan kadar biji cacat
- Biji berjamur = 0 x 100
300
= 0%
- Biji slaty = 12 x 100
300
= 4%
- Biji berserangga = 0 x 100
300
= 0%
- Biji berkecambah = 0 x 100
300
= 0%
2. Kakao Lama
a. Kadar kotoran
Kadar kotoran = bobot kaca arloji & kotoran – bobot kaca x 100
Berat sampel
= berat kotoran x 100
Berat sampel
- Biji dempet = 9,47 x 100
1000
= 0,947 %
- Pecahan kulit = 3,11 x 100
1000
= 0,311%
- Plasenta = 0 x 100
1000
=0%
- Ranting = 0,24 x 100
1000
= 0,024%
- Biji pipih = 36,31 x 100
1000
= 3,631 %
Jumlah kadar kotoran = 0,947 + 0,311+ 0 + 0,024 + 3,631 = 4,913 %
b. Penentuan kadar biji cacat
- Biji berjamur = 7 x 100
300
= 2,33%
- Biji slaty = 24 x 100
300
=8%
- Biji berserangga = 3 x 100
300
=1%
- Biji berkecambah = 0 x 100
300
= 0%
LAMPIRAN DOKUMENTASI