Anda di halaman 1dari 25

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang sangat tergantung pada produksi
pertanian. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian merupakan syarat
mutlak untuk membangun ekonomi nasional. Tanaman kakao (Theobroma
cacao, L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangkan
dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas.
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di Indonesia.
Jumlah produksi kakao nasional pada tahun 2008 mencapai 792.800 ton
dengan tingkat produktivitas 0,54 ton/ha/tahun (Statistik Indonesia, 2009).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di sepanjang
khatulistiwa, secara geografis merupakan daerah tropis yang mempunyai
potensi baik untuk pengembangan kakao. Produksi hulu tanaman kakao adalah
untuk menghasilkan biji kakao yang sesuai dengan mutu yang ditetapkan baik
oleh badan standarisasi nasional maupun internasional.
Di Indonesia syarat mutu biji kakao ditentukan dalam SNI 2323:2008.
Pengolahan hulu kakao memerlukan beberapa tahapan proses yang sangat
menentukan mutu biji kakao yang dihasilkan. Mutu fisik biji kakao umumnya
dipengaruhi oleh keadaan daerah seperti ketinggian daerah tanaman, iklim
setempat, pemeliharaan tanaman dan pengolahan. Pada umumnya biji kakao
yang diproduksi oleh perkebunan sudah melalui proses fermentasi dan
pengolahan yang mengacu pada SNI sehingga mutu biji kakao yang dihasilkan
cukup baik. Pengamatan dan pengujian mutu biji kakao mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan oleh BSN yang tercantum dalam SNI 2323:2008.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah menentukan mutu biji kakao
berdasar SNI 2323-2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kakao secara umum
Kakao (Theobrome cacao L.) merupakan tanaman tahunan yang
berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan tanaman yang
menumbuhkan bunga dari batang dan cabang, sehingga tanaman ini
digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris atau bunga tumbuh
langsung dari batang (Siregar et al., 2000). Adapun klasifikasi botani
kakao adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Susanto (1994) menyatakan bahwa biji kakao memiliki kandungan
lemak nabati sekitar 50% yang terdiri dari tujuh macam asam lemak, yaitu
asam palmitat 24%; stearat 33,0%; oleat 33,1%; linoleat 3,2%; arakhidonat
0,8%; palmitoleat 0,3%; dan miristat 0,2%. Kandungannya ditentukan oleh
jenis tanaman, lokasi tanam, jenis tanah, dan musim pembuahan.
Kandungan karbohidrat 15% yang terdiri dari 6% pati, 1% gula, dan
kandungan lainnya berupa pectin, lender, dan getah. Kandungan N sekitar
3,5% yang terikat oleh protein. Benih berlemak tinggi lebih mudah rusak
dibandingkan dengan benih yang mengandung protein dan karbohidrat
(Justice dan Bass, 1994).
Kakao memiliki akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar
kakao bisa sampai 8 m kearah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao
yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya
menumbuhkan akar serabut yang banyak jumlahnya, dan setelah dewasa
baru menumbuhkan akar tunggang (Siregar et al., 2000). Pada batang
tanaman kakao seringkali tumbuh tunas-tunas air (chupon) yang akan
membentuk jorquette (cabang-cabang primer). Cabang-cabang tersebut
akan tumbuh ke atas (orthotrop) dan ada yang tumbuh kearah samping
(plagiotrop) (Siregar et al., 2000).
Buah kakao yang matang terdiri dari kulit buah yang tebal dan di
dalamnya terdapat benih yang dilindungi mucilage pulp berwarna putih
dan rasanya manis. Posisi benih menempel pada plasenta. Sekeliling benih
dan lapisan kotiledon terdapat jaringan berwarna putih yang disebut
endosperm. Endosperm yang terletak di bagian luar merupakan jajaran
atau saluran tunggal dari saluran sel poliponal yang lebar mengandung
butir-butir lemak.
Buah kakao termasuk buah yang mempunyai daging buah lunak,
bentuknya lonjong, dan mempunyai permukaan yang beralur dan berkerut.
Kulit buah terdiri dari 10 alur (lima dalam dan lima dangkal) berselang-
seling. Buah muda berukuran lebih besar 10 cm disebut pentil (Cherelle)
yang sering mengalami kekeringan. Buah yang sudah masak disebut pod
atau tongkol yang berukuran antara 10-30 cm, jumlah biji per buah sekitar
30-50 biji, dengan berat 0,6-1,3 g/biji. Biji muda menempel pada kulit
buah dan setelah matang terlepas sehingga berbunyi saat diguncang.
Kemasakan buah juga ditandai dengan perubahan warna kulit hijau waktu
muda menjadi kuning dan merah muda atau jingga saat masak
(Poedjiwidodo, 1996).
2.2 Jenis – jenis kakao
Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika
diusahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan
secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya,
maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan pembuat minuman,
campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena
kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat mentega kakao (cacao
butter), sabun, parfum dan obat-obatan. Susanto (1994) mengatakan
bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis
yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran
hanya tiga jenis, yaitu:
a. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya
sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama
untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai
bahan pembuatan produk - produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat
ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya
tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.
b. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen
cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk
cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero
sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap
serangan hamadan penyakit dibandingkan kakao mulia.
Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari
pada kakao mulia.
c. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo
dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen.
Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain
hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao
lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat,
berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan
terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek
agronominya mudah.
2.3 SNI Kakao
Ada beberapa macam faktor penyebab mutu kakao yang dihasilkan
beragam yaitu minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu
serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji
kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Kriteria mutu biji kakao
yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek
keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap
tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan dan spesifikasi
alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu harus
didefinisikan secara jelas dan pasti.
Standar mutu biji kakao Indonesia telah ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia Biji
Kakao (SNI 2323 - 2008). Biji kakao digolongkan menurut jenis tanaman,
jenis mutu dan ukuran berat bijinya.Menurut jenis tanaman, biji kakao
digolongkan ke dalam jenis mulia (Fine cocoa/F) dan jenis lindak (Bulk
cocoa/B). Biji kakao mulia adalah biji kakao yang berasal dari tanaman
kakao jenis criollo dan trinitario serta hasil persilangannya, sedangkan biji
kakao lindak berasal dari tanaman kakao jenis forastero.Menurut jenis
mutunya, biji kakao digolongkan ke dalam 3 jenis mutu yaitu : mutu I,
mutu II dan mutu III.
Menurut ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji
per 100 gram contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran
dengan penandaan :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Syarat mutu umum biji kakao dapat dilihat pada Tabel 1 dan syarat
mutu khusus biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Persyaratan umum mutu biji kakao

No. Jenis uji Satuan Persyaratan


1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3. Biji berbau asap dan atau berbau - Tidak ada
asing -
4. Kadar benda asing Tidak ada

Tabel 2. Persyaratan khusus mutu biji kakao

Kakao Kakao Biji Biji slaty Biji Kotoran Biji


Mulia lindak berjamur Maksimum berserangga maksimum berkecambah
maksimum (%biji/biji) maksimum (%biji/biji) maksimum
(%biji/biji) (%biji/biji) (%biji/biji)
IF IB 2 3 1 1,5 2
II F II B 4 8 2 2 3
III F III B 4 20 2 3 3

2.4 Istilah dan Definisi Kerusakan Biji Kakao


Ada beberapa istilah untuk kerusakan biji kakao, menurut SNI 2323
tahun 2008 kerusakan biji kakao terdiri atas :
1. Serangga hidup : serangga pada stadia apapun yang ditemukan
hidup pada partai barang.
2. Biji berbau asap abnormal atau berbau asing : biji yang berbau asap,
atau bau asing lainnya yang ditentukan dengan metode uji
3. Benda asing : benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao.
4. Biji berjamur : biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya
dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata.
5. Biji slaty (tidak terfermentasi) : pada kakao lindak, separuh atau
lebih irisan permukaan keping biji berwarna keabu-abuan atau biru
keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada kakao mulia
warnanya putih kotor.
6. Biji berserangga : biji kakao yang di bagian dalamnya terdapat
serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh
serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena serangga
yang dapat dilihat oleh mata.
7. Kotoran : benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster),
pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya
yang berasal dari tanaman kakao.
8. Biji dempet (cluster) : biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau
lebih yang tidak dapat dipisahkan dengan satu tangan.
9. Pecahan biji : biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (1/2)
bagian biji kakao yang utuh.
10. Pecahan kulit : bagian kulit biji kakao tanpa keping biji.
11. Biji pipih : biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau
keping bijinya tidak bisa dibelah.
12. Biji berkecambah : biji kakao yang kulitnya telah pecah atau
berlubang karena pertumbuhan lembaga.
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Talenan
3. Neraca digital
3.1.2 Bahan
1. Biji kakao fermentasi
2. Biji kakao rakyat

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing
1. Skema Kerja
Biji kakao

Pembukaan biji

Pengamatan serangga dan benda asing

2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Selanjutnya,
biji kakao dibuka atau dibelah secara vertikal. Tujuannya agar
dapat melihat secara keseluruhan. Setelah biji kakao dibuka lalu
dilakukan pengamatan secara visual adanya serangga atau benda
asing pada biji kakao tersebut. Apabila tidak ditemukan adanya
serangga hidup maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan
serangga hidup maka dinyatakan ada. Apabila tidak ditemukan
adanya benda asing maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan
benda asing maka dinyatakan ada.
3.2.2 Penentuan adanya biji berbau asap dan abnormal atau berbau asing
lainnya
1. Skema Kerja
Biji kakao

Pembukaan biji

Pengamatan aroma

2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Selanjutnya,
biji kakao dibuka atau dibelah secara vertikal. Tujuannya agar
dapat melihat secara keseluruhan. Setelah biji kakao dibuka lalu
dilakukan pengamatan secara organoleptik adanya bau asap
abnormal dan bau asing lainnya pada setiap uji biji kakao. Apabila
tidak ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya
maka contoh uji dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan adanya
bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji
dinyatakan ada.
3.2.3 Penentuan kadar kotoran
1. Skema Kerja
Biji kakao

Penimbangan 1000 gram

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Perhitungan kadar kotoran


2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Kemudian
ditimbang hingga 1000 gram. Selanjutnya melakukan pengamatan
kotoran yang berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji,
pecahan kulit, biji pipih dan ranting. Tujuannya untuk mendapatkan
biji kakao terbaik. Setelah itu timbang masing – masing kotoran
yang terdapat pada biji kakao tersebut. Kemudian dihitung kadar
kotorannya dan dinyatakan dalam persentase.
3.2.4 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
1. Skema Kerja
Biji kakao

Penimbangan 100 gram

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan

2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Kemudian
ditimbang hingga 100 gram. Selanjutnya penghitungan jumlah biji
dan kemudian di golongkan. Tujuannya untuk mengetahui mutu
biji kakao berdasarkan berat ukuran bijinya.
3.2.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah)
1. Skema Kerja
Biji kakao

Pemotongan panjang biji

Pengamatan

Perhitungan

Penentuan kadar masing – masing biji cacat


2. Fungsi Perlakuan
Pertama, menyiapkan bahan yaitu biji kakao. Kemudian
diambil 300 biji secara acak. Selanjutnya, biji kakao dibuka atau
dibelah secara memanjang bagian sisi tipis pada talenan. Tujuannya
agar dapat melihat secara keseluruhan. Setelah biji kakao dibuka
lalu dilakukan pengamatan secara visual adanya adanya biji
berkapang, biji tidak terfermentasi/biji slaty, biji berserangga, dan
biji berkecambah. Khusus dalam menentukan biji slaty, apabila ada
keraguan terhadap warna, sebaiknya biji tersebut digigit dan
dicicipi, adanya rasa pahit dan sepat menandakan biji slaty.
Pisahkan biji-biji cacat menurut jenis cacatnya lalu dihitung
jumlahnya. Apabila pada satu biji cacat terdapat lebih dari satu
jenis cacat maka biji tersebut dianggap mempunyai jenis cacat yang
terberat sesuai dengan tingkat resiko yang ditimbulkan,
tingkatannya adalah : jamur, serangga, kecambah dan biji yang
slaty. Apabila ditemukan adanya biji pipih yang saling melekat,
maka biji tersebut dipisahkan kemudian dikategorikan sesuai jenis
cacatnya. Kemudian dihitung kadar masing-masing biji cacat
dinyatakan dalam persentase.
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil
Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Serangga hidup Tidak ada Tidak ada
Benda asing Tidak ada Tidak ada
Kadar air - -
Biji berbau asap
Tidak ada Ada
abnormal
Biji berbau asing Tidak ada Ada
Plasenta 1,27 g/1000g 0 g/1000g
Biji dempet 48,52 g/1000g 9,47 g/1000 g
Pecahan kulit 4,8 g /1000g 3,11 g/1000 g
Biji pipih 65,52 g/1000g 36,31 g/1000 g
Ranting 0,24 g/1000g 0,24 g/1000 g
Jumlah biji/100 gram 87 biji 83 biji
Biji berjamur 0 biji/300 biji 7 biji/300 biji
Biji slaty 12 biji/300 biji 24 biji/300 biji
Biji berkecambah 0 biji/300 biji 0 biji/300 biji
Biji berserangga 0 biji/300 biji 3 biji/300 biji

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Penentuan Kadar kotoran
Kadar Kotoran (%)
Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Plasenta 0,127 0
Biji dempet 4,852 0,947
Pecahan kulit 0,48 0,311
Biji pipih 6,552 3,631
Ranting 0,024 0,024

4.2.2 Penentuan Kadar biji cacat

Kadar biji cacat (%)


Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Biji berjamur 0 2,33
Biji slaty 4 8
Biji berkecambah 0 0
Biji berserangga 0 1
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing


Pada praktikum penentuan adanya serangga atau benda asing pada biji
kakao. Biji kakao yang berserangga merupakan biji kakao yang didalamnya
terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh
serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena adanya serangga (SNI,
2008). Sedangkan biji yang tedeteksi adanya benda asing yaitu benda lain
yang berasal bukan dari tanaman kakao (SNI,2008). Dalam praktikum ini
dilakukan secara visual pada sekeliling partai dan pada saat biji kakao dibuka.
Dari data pengamatan yang diperoleh, biji kakao yang dijadikan sampel
tidak ditemukan adanya serangga hidup ataupun benda asing baik pada biji
kakao lama atau biji kakao baru. Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao
sudah memenuhi standar SNI, dalam SNI (2008), menyatakan bahwa syarat
khusus mutu biji kakao untuk biji berserangga mutu satu sebesar 1%, mutu 2
sebesar 2%, sedangkan untuk mutu 3 sebesar 2%. Ada tidaknya serangga
dalam biji kakao akan mempengaruhi mutu dari biji kakao tersebut.
5.2 Penentuan adanya biji berbau asap dan abnormal atau berbau asing lainnya
Biji berbau adalah biji kakao kering yang beraroma di luar aroma khas
kakao. Aroma khas biji kakao terbentuk pada saat fermentasi yaitu pulp
teraerasi, pH menurun sampai 4,5 karena kenaikan produksi asam. Produksi
asam didominasi oleh bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat. Jika
substrat pulp digunakan oleh mikroorganisme sampai habis, pH akan naik
sehingga menyebabkan warna kulit biji kakao menjadi gelap dan terjadi
perubahan bau (Haryadi dan Supriyanto, 1991). Berdasarkan data
pengamatan terhadap bau asap abnormal/bau asing lainnya pada biji kakao
baru menunjukkan tidak ada bau asap abnormal atau bau asing lannya. Hal ini
menunjukkan dari segi bau kedua jenis kakao tersebut sudah memenuhi
standar yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI
2323:2008 tentang standar mutu biji kakao. Namun, pada biji kakao lama
terdapat biji berbau asap dan abnormal atau berbau asing lainnya. Hal ini
menyimpang dengan persyaratan mutu kakao SNI 2323:2008.
5.3 Penentuan kadar kotoran
Pada praktikum penentuan kadar kotoran. Kotoran pada biji kakao berupa
plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan
benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao. Data pengamatan yang
diperoleh yaitu untuk biji kakao lama didapatkan plasenta sebesar 0 %, biji
dempet sebesar 0,947 %, pecahan kulit sebesar 0,311%, biji pipih sebesar
3,631 %, dan ranting sebesar 0,024 %. Sedangkan pada biji kakao baru
didapatkan plasenta sebesar 0,127 %, biji dempet sebesar 4,852 %, pecahan
kulit sebesar 0,48 %, biji pipih sebesar 6,552 %, dan ranting sebesar 0,024 %.
Data tersebut menunjukkan bahwa dari kakao yang diamati terdeteksi
adanya kotoran Menurut SNI (2008) syarat khusus mutu biji kakao untuk
kotoran maksimum digolongkanmenjadi tiga yaitu golongan I, II, dan
III. Untuk golongan mutu I kotoran maksimum sebanyak 1,5%, untuk
golongan mutu II kotoran maksimum sebanyak 2%, dan pada golongan mutu
III sebanyak 3%. Hasil pengamatan menujukkan bahwa total kadar kotoran
pada biji kakao baru sebesar 12,035 % sedangkan pada biji kakao lama total
kadar kotoran sebesar 4,913 %. Sehingga biji kakao yang digunakan untuk
praktikum tidak tergolong pada mutu manapun karena tidak ada standar yang
memenuhi.
5.4 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
Pada praktikum penentuan jumlah biji per seratus gram merupakan
penggolongan menurut ukuran berat bijinya. Pengamatan dilakukan dengan
penimbangan sebanyak 100 gram biji kakao baik biji kakao lama atau biji
kakao baru. Kemudian dilakukan perhitungan. Dan dari perhitungan tersebut
biji kakao yang didapatkan sejumlah 87 biji kakao baru dan 83 biji kakao
lama. Dalam penggolongan bersadarkan SNI biji kakao baru tersebut
termasuk dalam kategori A. Menurut SNI (2008), A merupakan golongan biji
antara 86-100 biji perseratus gram. Sedangkan biji kakao lama tidak termasuk
pada golongan ukuran pada SNI (2008). Karena pada penggolongan ukuran
maksimum 85 biji per 100 gram yaitu kategori AA. Dan pada biji kakao lama
didapatkan sejumlah 83 biji. Menurut Wahyudi (2008), ukuran biji kakao
dipengaruhi oleh proses fermentasi dan tingkat kematangan buah. Tingkat
kematangan buah kakao dapat memberikan pengaruh pada jumlah biji per
seratus gramnya, karena saat proses fermentasi biji kakao yang matang
optimum menghasilkan biji kakao kering yang utuh dan tidak gepeng.
5.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah)
Pada praktikum penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji
slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Menurut SNI (2008),
menyatakan biji jamur yaitu biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian
dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata, biji slaty yaitu biji
yang tidak terfermentasi, biji berserangga yaitu biji kakao yang didalamnya
terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh
serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena adanya serangga,
sedangkan biji berkecambah merupakan biji kakao yang kulitnya telah pecah
atau berlubang karena pertumbuhan lembaga.
Data yang diperoleh dari dua sampel yaitu kakao baru dan kakao lama.
Untuk biji kakao baru didapatkan biji berjamur sebanyak 0 %, biji slaty
sebanyak 4%, biji berserangga sebanyak 0%, bij berkecambah sebanyak 0%.
Sedangkan untuk biji kakao lama didapatkan biji berjamur sebanyak 2,33%,
biji slaty sebanyak 8%, biji berserangga sebanyak 1%, biji berkecambah
sebanyak 0%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar biji cacat
banyak terjadi pada biji kakao lama. Biji berjamur dapat disebabkan oleh
adanya kontaminasi. Proses kontaminasi jamur dari produk kering kakao
dimungkinkan karena pengeringan tidak sempurna (Rahmadi, 2008). Selain
itu, kelembapan juga mempengaruhi adanya jamur pada biji kakao. Menurut
SNI maks biji berjamur pada golongan I yaitu 2%, sedangkan untuk golongan
II dan III sebanyak 4%. Dari hasil pengamatan biji berjamur data tersebut
memperlihatkan bahwa biji sudah memenuhi maksimum syarat mutu biji
untuk golongan IF atau IB.
Sedangkan untuk biji slaty, pada biji kakao baru memenuhi syarat maks
SNI, ditemukan sebanyak 4 % sedangkan biji kakao lama juga memenuhi
syarat SNI yaitu ditemukan sebanyak 8%. Dari hasil pengamatan biji slaty
data tersebut memperlihatkan bahwa biji sudah memenuhi maksimum syarat
mutu biji untuk golongan IF atau IB untuk biji kakao baru dan golongan IIF
atau IIB untuk biji kakao lama. Biji slaty disebabkan oleh adanya biji yang
tidak terfermentasi, hal ini akan mempengaruhi mutu biji. Untuk menyimpan
biji kakao kering agar tetap dalam kondisi baik, biji kakao sebaiknya
disimpan dengan kemasan dan ditempatkan dalam ruangan yang bersuhu
30°C serta kelembaban relative < 74%, sedang suhu minimal 25°C. Apabila
lebih dari kelembaban relatif maka biji kakao yang disimpan akan rusak
karena jamur. Waktu fermentasi juga dapat memicu pertumbuhan jamur.
Fermentasi selama 7 hari menyebabkan biji kakao kering mudah terserang
jamur. Adanya biji berjamur yang ditandai dengan bercak putih pada kult biji
yang menembus testa disebabkan oleh fermentasi yang terlalu lama sehingga
pulp biji habis terpaka oleh mikroorganisme seperti khamir dan bakteri. Hal
ini disertai dengan penurunan suhu dari 43°C pada hari ke 3 menjad 31°C
pada hari ke 6 dan 7 sehingga cendawan mudah menkontaminasi dan tumbuh
pada biji. Biji berjamur yang terjadi selama proses fermentasi bila
dikeringkan akan muncul sebagai bercakbercak putih yang menembus bagian
kulit kakao (Poejiwidodo, 1996). Untuk biji berserangga pada biji kakao baru
tidak temukan, tetapi pada biji kakao lama ditemukan adanya 1% biji
berserangga, dalam SNI (2008) biji tersebut merupakan biji dengan mutu IF
atau IB. Biji berkecambah baik biji kakao baru dan biji kakao lama tidak
ditemukan adanya biji berkecambah.
BAB 6 KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Adapun Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah hasil
pengamatan menujukkan ada beberapa pengujian yang memenuhi syarat mutu
biji kakao sesuai SNI 2323-2008. Pada pengujian adanya serangga hidup atau
benda asing, tidak ditemukan baik pada biji kakao baru dan biji kakao lama.
Pada penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya,
pada biji kakao baru tidak ditemukan namun pada biji kakao lama ditemukan
biji berbau asap sehingga menyimpang dengan SNI 2323-2008 Pada
pengujian penentuan kadar kotoran, pada biji kakao baru dan biji kakao lama
tidak memenuhi syarat SNI 2323-2008. Pada penentuan jumlah kakao per
seratus gram, biji kakao baru dan biji kakao lama memenuhi syarat SNI 2323-
2008. Dan penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah), biji kakao lama dan biji kakao baru
memenuhi persyaratan SNI 2323-2008

6.2 Saran
Adapun saran yang diajukan dalam praktikum ini sebagai berikut :
1. Sebaiknya praktikan melakukan praktikum secara kondunsif agar
praktikum berjalan lancar.
2. Sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak disimpan dalam waktu
yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan
secara maksimal agar tidak ada penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan.


Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada.

Justice, O. L. dan Bass, L. N. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.


Jakarta: Raja Grafindo Persada

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa


Tengah

Rahmadi, A. 2008. Mikroflora Jamur Produk Kakao Kering Serta kemungkinan


Penghambatan Jamur Penghasil Toksin Oleh Bakteri Asam Laktat dan
Bacillus Sp.Jurnal Riset Teknologi Industri 2(3: 11-19).

Siregar, T.H.S,S. Riyadi dan L. Nuraeni, 2000. Budidaya Pengolahan dan


Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2001. SNI.01-2323 Biji Kakao. Jakarta : Badan


Standarisasi Nasional

Susanto. 1994. Tanaman kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Kanisius,


Yogyakarta.

Wahyudi. 2008. Panduan lengkap kakao. Jakarta : penebar swadaya


LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Kakao Baru
a. Kadar kotoran
Kadar kotoran = bobot kaca arloji & kotoran – bobot kaca x 100
Berat sampel
= berat kotoran x 100
Berat sampel
- Biji dempet = 48,52 x 100
1000
= 4,852 %
- Pecahan kulit = 4,8 x 100
1000
= 0,48%
- Plasenta = 1,27 x 100
1000
= 0,127%
- Ranting = 0,24 x 100
1000
= 0,024%
- Biji pipih = 65,52 x 100
1000
= 6,552 %
Jumlah kadar kotoran = 4,852 + 0,48 + 0,127 + 0,024 + 6,552 = 12,035 %
b. Penentuan kadar biji cacat
- Biji berjamur = 0 x 100
300
= 0%
- Biji slaty = 12 x 100
300
= 4%
- Biji berserangga = 0 x 100
300
= 0%
- Biji berkecambah = 0 x 100
300
= 0%
2. Kakao Lama
a. Kadar kotoran
Kadar kotoran = bobot kaca arloji & kotoran – bobot kaca x 100
Berat sampel
= berat kotoran x 100
Berat sampel
- Biji dempet = 9,47 x 100
1000
= 0,947 %
- Pecahan kulit = 3,11 x 100
1000
= 0,311%
- Plasenta = 0 x 100
1000
=0%
- Ranting = 0,24 x 100
1000
= 0,024%
- Biji pipih = 36,31 x 100
1000
= 3,631 %
Jumlah kadar kotoran = 0,947 + 0,311+ 0 + 0,024 + 3,631 = 4,913 %
b. Penentuan kadar biji cacat
- Biji berjamur = 7 x 100
300
= 2,33%
- Biji slaty = 24 x 100
300
=8%
- Biji berserangga = 3 x 100
300
=1%
- Biji berkecambah = 0 x 100
300
= 0%
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai