Anda di halaman 1dari 16

“PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEKS

DAN POTENSI MANUSIA SERTA RAMBU –


RAMBU PENGEMBANGAN IPTEKS DALAM
AL-QUR’AN”
MAKALAH
Disajikan Untuk Melengkapi Perkuliahan
Mata Kuliah : AL – ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

Dosen Pengajar : Drs.Syamsudin N Tuli, M.Si

Disusun Oleh: Kelompok III


 Hasni Taib
 Sarina Taib
 Nurfitriyanti Utiarahman
 Arita Taidi
 Fitriyanti M. Pasi
 Harteti Umar
 Mimin Ladiku

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
KATA PENGANTAR

Pertama - tama penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya, karena berkat karunianya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah AIK. Shalawat serat salam senantiasa kita panjatkan kepada
Rasulullah SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.Rekan – rekan yang senantiasa mendukung dan memotivasi
serta memberi masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Makalah ini berjudul “PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEKS DAN POTENSI MANUSIA
SERTA RAMBU – RAMBU PENGEMBANGAN IPTEKS DALAM AL-QUR’AN“ yakni makalah
yang menerangkan tentang potensi manusia dalam perkembangan iptek dan rambu-rambu
perkembangan iptek.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
memohon maaf, apabila didalam tulisan kami ini ada kekurangan dalam penulisan dan
sebagainya.Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan
kedepannya.

Gorontalo, 17 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ ......................

A. Latar Belakang ...............................................................................................

B. Permasalahan ................................................................................................

C. Tujuan ................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................

A. Paradigma Pengembangan IPTEKS ...............................................................................

B. Potensi Manusia dalam Pengembangan IPTEKS ...........................................................

C. Rambu – Rambu pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an ........................................

BAB III PENUTUP ................................................................................................

Kesimpulan ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sangat memerhatikan segala aspek kehidupan.Segalanya
telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT.Cakupan aspek yang diatur itu dimulai dari
bangun tidur sampai kita tidur lagi.Itu diatur agar kita bisa menjalani kehidupan dengan teratur,
baik, dan bermanfaat.
Aspek yang cukup diperhatikan dalam Islam adalah pengetahuan atau ilmu yang
bermanfaat. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah diterangkan dalam hadits:
Rasulullah saw bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah)." (HR. Ibnu Majah).
Ilmu juga berkaitan dengan perkembangan teknologi.Sampai sekarang, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang pesat.Kemajuan IPTEK itu sendiri
didominasi kuat oleh peradaban orang Barat.Sedangkan negara-negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam sebagian besar merupakan negara berkembang.Sebagai umat yang
mewarisi ajaran ketuhanan dan pernah mengalami kejayaan di bidang IPTEK pada zaman
dahulu, ini merupakan suatu kenyataan yang cukup memprihatinkan.
Di samping adanya manfaat dari perkembangan IPTEK itu sendiri, IPTEK ternyata juga
memberikan dampak buruk kepada para penggunanya, seperti pengaksesan situs porno di
internet, perjudian, dan kecurangan serta penipuan dll. Di sinilah peran agama Islam untuk
meluruskannya.Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam itu sendiri terhadap perkembangan
IPTEK.

B. Permasaalahan

1. Apakah pengertian paradigma ipteks dalam islam serta potensi manusia ?

2. Apa rambu-rambu yang terdapat dalam perkembangan ipteks?

C. Tujuan

1. untuk mengetahui pengertian tentang paradigma dan iptek dalam islam dan potensi manusia

2. untuk mengetahui rambu-rambu yang terdapat dalam perkembangan islam.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma Pengembangan IPTEKS


Sebelum kita memahami paradigma pengembangan ipteks, alangkah baiknya kita
memahami dulu apa itu paradigma dan Ipteks.
a. Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan
bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan
praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya, dalam disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan
dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa
Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan"
(para) dan memperlihatkan (deik).
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang – mengenai realita – dan
akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Pengertian Paradigma secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau
kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para
ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang
ilmu pengetahuan. Jadi,paradigma ilmu pengetahuan adalah model atau kerangka berpikir
beberapa komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan fragmentarisme yang
cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-
masing.
b. Pengertian Ipteks
IPTEKS adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Ilmu adalah pengetahuan
yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan
kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Di dalam Al-
Qur’an kata “ilmu” dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali disebutkan (Quraish Shihab, 1996).
Sedangkan ilmu pengetahuan atau Sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang
dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan
kata lain, sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah sistematis (science is
systematic knowledge). Dalam pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga karakteristik, yaitu
obyektif, netral dan bebas nilai, sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh bebas nilai,
baik nilai lokal maupun nilai universal.
c. Pandangan Islam dalam Pengembangan IPTEKS
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban Barat,
kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru dalam gaya hidup tanpa
diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif dimasa mendatang atau krisis
multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau,
sekarang maupun yang akan datang.

Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu mubah termasuk
segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang haram kecuali jika terdapat
nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena Islam bukan agama yang sempit. Adapun peradaban
modern yang begitu luas memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti televisi
vidio alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis
hiburan bagi tiap orang tua, muda atau anak-anak yang tentunya alat-alat itu tidak bertanggung
jawab atas apa yang diakibatkannya, tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang menggunakan
dan mengopersionalkannya. Produk iptek ada yang bermanfaat manakala manusia menggunakan
dengan baik dan tepat dan dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala
digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata.
Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak akan
bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan
analisa-analisa yang teliti, obyekitf dan tidak bertentangan dengan dasar al-Qur`an.

B. Potensi Manusia baik ( Jasmani dan Rohani ) dalam Pengembangan IPTEKS


Secara filosofis manusia terdiri atas rohani dan jasmani dimana jasmani adalah bentuk
fisik dari manusia sedangkan rohani merupakan jiwa manusia yang merupakan prinsip hidup
manusia. Prinsip hidup itulah yang menjadi pendukung dan pendorong semua tindakan baik
tindakan berfikir maupun berkehendak.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna (melebihi malaikat)
apabila dapat memerankan tugas kekhalifahannya. Namun jika manusia tidak dapat
bertanggungjawab sebagai khalifatullah dengan baik dan benar, maka kedudukan manusia lebih
rendah dari binatang. Allah berfirman dalam kitabnya Q.S Ar Ra’du: 2 memilih kata
”sakhkhara” yang berarti ”menundukkan” atau ”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa
alam dengan segala manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap sebagai
sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.

‫س َوا ْل َق َم َر ُك ٌّل‬ َ ‫علَى ا ْلعَ ْر ِش َو‬


َ ‫س َّخ َر الش َّْم‬ َ ‫ستَ َوى‬ ْ ‫ع َم ٍد ت َ َر ْونَ َها ث ُ َّم ا‬
َ ‫ت بِغَ ْي ِر‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫ّللاُ الَّذِي َرفَ َع ال‬
َ ‫س َم‬ ‫ه‬
َ ُ‫ت لَعَلَّكُم بِ ِلقَاء َر ِبه ُك ْم تُوقِن‬
‫ون‬ ِ ‫ص ُل اآليَا‬ ‫س ًّمى يُ َد ِبه ُر األ َ ْم َر يُفَ ِ ه‬َ ‫يَجْ ِري أل َ َج ٍل ُّم‬
Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-
masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya),
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan
Tuhanmu

Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal untuk hidup di
dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami dan menyelidiki elemen-
elemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan mereka. Akal dan
pikiran tersebut merupakan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Isra 70:

ٍ ‫علَى َك ِث‬
‫ير ِ هم َّم ْن‬ َّ ‫ت َو َف‬
َ ‫ض ْلنَا ُه ْم‬ َّ ‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِي ا ْلبَ ِ هر َوا ْلبَحْ ِر َو َر َز ْقنَا ُهم ِ هم َن ال‬
ِ ‫ط ِيهبَا‬
‫َخلَ ْقنَا تَ ْف ِضيال‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan..

Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan
alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia, manusia hendaknya memahami konsep dan
tugasnya sebagai khalifah di Bumi. Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui
nilai-nilai materialistik dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat
manusia yang diberikan oleh Allah.Untuk itu, Tuhan menganugerahkan kepada manusia potensi-
potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka pendidikan
dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang antara lain :
1. Aspek Pedagogis

Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu
makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Jadi disini
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat
menjadi manusia yang sebenarnya.
2. Aspek Psikologis

Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’ yaitu
makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam
kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh
dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural

Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar
untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis

Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.

Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Sehingga dengan
adanya pendidikan tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan dan teknologi. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat
berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.

Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah manusia baik ( jasmani dan rohani ) sehingga terbentuk seorang yang
berkepribadian muslim dan menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara
wajar dan manusiawi.
Ada beberapa pendapat yang membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia,
di antaranya adalah sebagai berikut.
Menurut Jalaluddin, ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi ruh, jasmani
(fisik), dan rohaniah. Pertama, ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan
kecenderungan untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta. Kedua, jasmani; mencakup
konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh. Ketiga, rohani; berupa konstitusi
non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke dalam naluri penginderaan, intuisi, bakat,
kepribadian, intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya.
Imam al-Ghazali menyatakan manusia mempunyai empat kekuatan (potensi), yaitu;
pertama, qalb; merupakan suatu unsur yang halus, berasal dari alam ketuhanan, berfungsi untuk
merasa, mengetahui, mengenal, diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya yang pada
hakikatnya tidak bisa diketahui; kedua, ruh; yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk
mengetahui tentang sesuatu dan merasa, ruh juga memiliki kekuatan yang pada hakikatnya tidak
bisa diketahui; ketiga, nafs; yaitu kekutan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia;
keempat, aql; yaitu pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal ibarat sifat-sifat ilmu
yang tempatnya di hati.

Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia memiliki empat potensi dasar, yaitu :
pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu kecenderungan manusia untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya, seperti, makan, minum, seks, dan lain-lain, dalam hal ini antara manusia
dengan binatang sama; kedua, hidayah al-hisiyyah (inderawi), yaitu kesempurnaan manusia
sebagai makhluk Allah SWT (ahsan at-taqwim); ketiga, hidayah al-aqliyyah, yaitu bahwa
manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan mendidik (animal educandum); dan
keempat, hidayah diniyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai potensi
dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Apabila dikaitkan dengan konteks pengembangannya, potensi ruh diarahkan kepada ibadah
mahdhah (khusus) secara rutin dan kontinu. Oleh karena dengan melalui program ini diharapkan
tercipta tingkah laku lahiriah-batiniah sebagai suatu pola hidup makhluk yang bertuhan. Potensi
jasmaniah diprogramkan lebih dini agar manusia makan dan minum dari yang manfaat, baik dan
benar (halalan thayyiban).

Hal ini dianggap penting karena benih (nuthfah) berasal dari makanan dan minuman, yang
pada akhirnya akan menjadi bahan baku pengembangan sumberdaya insani. Potensi rohaniah,
seperti naluri mempertahankan diri dan naluri untuk berkembang biak harus disalurkan dengan
jalan yang diridlai Allah SWT. Sementara itu, dengan potensi fithrah dan gharizah menuntut
manusia untuk senantiasa belajar dari lingkungannya.
Salah satu aspek potensial dari fitrah adalah kemampuan berpikir manusia, di mana rasio
menjadi pusat perkembangannya. Adapun potensi akal merupakan ciri khas manusia sebagai
makhluk yang memiliki kemampuan untuk memilih (baik dan buruk) dan manusia berpotensi
untuk menentukan jalan hidupnya.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa Allah telah menganugerahkan beberapa potensi
kepada manusia yang dapat dikembangkan dengan seoptimal mungkin dalam rangka
melaksanakan tugas kekhalifahannya di dunia. Dari potensi-potensi dasar tersebut, menunjukkan
pada kita akan pentingnya pendidikan untuk mengembangkan dan mengolah sampai di mana
titik optimal itu dapat capai. Apalagi kita saksikan kondisi manusia pada waktu dilahirkan di
dunia ini, mereka dalam keadaan yang sangat lemah, yang secara tidak langsung membutuhkan
pertolongan dari kedua orangtuanya.
Tanpa adanya pertolongan dan bimbingan kedua orangtuanya, maka bayi yang lahir
dengan bentuk tubuh yang sempurna itu akan mengalami pertumbuhan secara tidak sempurna.
Sebagaimana dialami oleh Mr. Singh, ketika menemukan dua orang anak manusia dalam sarang
serigala. Kedua anak tersebut diasuh dan dibesarkan oleh serigala sehingga segala gerak gerik,
kemampuan, dan tingkah lakunya sangat menyerupai serigala.
Demikian halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka ia juga akan menyerupai monyet.
Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan kepribadian anak,
potensi jasmaniah dan rohaniah tidak secara otomatis tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya, tetapi membutuhkan adanya bimbingan, arahan, dan pendidikan.

C. Rambu – Rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al – Qur’an


Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan
berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar.Nazhar adalah
mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam
peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan
historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu. Sebagaimana firman Allah berikut ini:

‫س َم َاواتا َو ْاْل َ ْر ا‬
ِ‫ض‬ ُ ‫قُ اِل ْن‬
َّ ‫ظ ُروا َماذَافايال‬
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak
terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir,
serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk
diselidiki, diteliti dan dikembangkan.Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal
fikirannya seoptimal mungkin.
Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia
menggunakan akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam semesta.
Teks-teks al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga
manusia memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada
akal manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal
dengan naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala perubahannya sebagai
persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus alam semesta. Solusi
tentang teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang
tepat yaitu al-Qur`an. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan
menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti wahyu
pertama QS.Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis, melakukan penelitian
dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia.Sedangkan perintah untuk melakukan penelitian
secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20 :

ِ‫ت‬ ُ ‫( أَفَِلَيَ ْن‬17) ‫ت‬


ْ ‫ظ ُر ْونَإالَىا ْ اإلبا ال َك ْيفَ ُخ ال َق‬ ِْ َ‫اء َك ْيفَ ُرفاع‬ َّ ‫( َوإالَىال‬18) ‫ت‬
‫س َم ا‬ ‫( َوإالَى ْال اجبَا ال َك ْيفَنُ ا‬19)
ِْ َ‫صب‬
ْ ‫س اط َح‬
ِ‫ت‬ ‫( َوإالَىاْْل َ ْر ا‬20)
ُ َ‫ض َك ْيف‬
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana
ia dihamparkan?”(QS. Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan
observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif
seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-
dasar sains.
َِ‫ش ْيءٍ َخلَ ْقنَازَ ْو َج ْينالَ َعلَّ ُك ْمتَذَ َّك ُر ْون‬
َ ِّّ ‫َو ام ْن ُك اِّل‬
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
(QS. Az Zariyat: 49)

َِ‫ض َو ام ْنأ َ ْنفُ اس اه ْم َو ام َّماالَ َي ْعلَ ُم ْون‬ ‫س ْب َحانَالَّذاي َخلَقَاْْل َ ْز َوا َج ُكلَّ َه ا‬
ُ ‫ام َّمات ُ ْن ابتُاْْل َ ْر‬ ُ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui”. (QS. Yasin: 36)
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara berpasang-
pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan pria. Ayat ini dapat
diartikan sebagai perintah untuk melakukan penelitian.Karena dengan melakukan penelitian hal-
hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap.

b. Al-Quran Sebagai Prediktor


Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya kejadian pada masa yang akan datang
baik masa yang jauh maupun masa yang dekat, yang sebagian merupakan mata rantai sebab
akibat (kausalitas). Oleh sebab itu jika sebab ini merupakan data-data yang dapat dirunut oleh
manusia secara komprehensip, maka akibat yang ditimbulkan kelak akan dapat diketahui
sebelum terjadi dengan intensitas keyakinan yang cukup tinggi.
Berikut ini contoh ayat-ayat tersebut:

َ ‫سادَفاياْلبَ ا ِّر ِّّ َو ْالبَ ْح ار اب َما َك‬


‫سبَتْأ َ ْيدايالنَّ ا‬
ِ‫اس‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia...” (QS. Ar Rum: 41)

َِ‫س ْنبُ ال اهإاالَّ َق ال ْيِلً ام َّماتَأ ْ ُكلُ ْون‬ َ ‫س ْب َع اس ان ْينَدَأَ َبافَ َما َح‬
ُ ‫ص ْدت ُ ْمفَذَ ُر ْو ُه افي‬ َ َ‫ع ْون‬ُ ‫( قَالَت َ ْز َر‬47)
َِ‫صنُ ْون‬ ‫س ْبعٌ اشدَاد ٌ َيأ ْ ُك ْلنَ َماقَد َّْمت ُ ْملَ ُهنَّإاالَّقَ ال ْيِلً ام َّمات ُ ْح ا‬ ‫( ث ُ َّم َيأْتا ا‬48)
َ ‫يم ْن َب ْعداذ ال َك‬
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu
simpan.(QS. Yusuf: 47-48)
c. Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi
Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan
penjelajahan angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:

(7)‫ام ْن ُك الِّزَ ْو ٍج َك اري ٍِْم‬


‫ض َك ْمأ َ ْنبَتْنَافا ْي َه ا‬
‫ِأَأ َ َولَ ْميَ َر ْواإالَىاْْل َ ْر ا‬
Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik (QS. As Syu’ara: 7)
Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah teknologi modern atau ilmu
pengetahuan yang sifatnya menuju modernisasi pemikiran manusia genius, profesional, dan
konstruktif serta aspiratif terhadap permaslahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

d. Al-Quran dan Simplikasi (Penyederhanaan)


Alam semesta ini membentuk struktur yang sangat teratur, dan bergerak dengan
teratur.Keteraturan gerak alam semesta ini lebih memudahkan manusia untuk menyederhanakan
fenomena-fenomena yang terkait ke dalam bahasa ilmu pengetahuan (matematika, fisika, kimia
biologi dan lain-lain).Sehingga manusia dapat menjadi operator yang mampu mewakili peristiwa
yang terjadi di alam semesta. Untuk meraih teknologi tinggi tidak perlu merasa tidak mampu,
dengan semangat tinggi dan tidak menganggap bahwa high tech merupakan sesuatu yang
mustahil untuk dicapai, maka high tech akan dapat diraih.
Perhatikan firman Allah berikut ini:

ِ‫ض ُز‬ ُ ‫ض اِم َّما َيأ ْ ُك ُِللنَّا‬


ُ ‫س َواْْل َ ْن َعا ُم َحتىَّإاذَاأ َ َخذَتااْْل َ ْر‬ ‫ط اب اه َن َباتُاْْل َ ْر ا‬
َ َ‫اختَل‬
ْ َ‫اءف‬ َّ ‫اإنَّ َما َمث َ ُِل ْل َح َياةاالدُّ ْن َيا َك َماءٍ أ َ ْنزَ ْلنَا ُه امنَال‬
‫س َم ا‬
ِ‫ص‬ ‫ارافَ َج َع ْلنَاهَا َح ا‬
ِّ ‫ص ْيدًا َِكأ َ ْنلَّ ْمتَ ْغنَ اباْْل َ ْم اس َكذَ ال َكنُفَ ا‬ ً ‫ظنَّأ َ ْهلُ َهاأ َ ْن ُه ْمقَاد ُار ْونَ َعلَ ْي َهاأَتَاهَاأ َ ْم ُرنَالَ ْيِلًأ َ ْونَ َه‬
َ ‫ْخ ُرفَ َه َاوازَ يَّ َنتْ َو‬
ُْ
َِ‫الآلَيَاتا القَ ْومٍ يَِّت َفَ َّك ُر ْون‬ (24)
Artinya: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang
kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air itu tanam-tanaman
bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu
telah Sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemilik-permliknya
mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu
malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah
disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-
tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24)
e. Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek
Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil teknologi pada
saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika diniatkan untuk membuat
kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam Islam.
Perhatikan FirmanNya:

ِ‫ضإانَّالل َه‬ ‫سادَفاياْْل َ ْر ا‬ َ ‫َص ْي َب َك امنَالدُّ ْن َي َاوأ َ ْح اس ْن َك َماأ َ ْح‬


َ َ‫سنَالل ُهإالَ ْي َك َوالَِت َ ْب اغاْلف‬ َ ‫َوا ْبتَ اغ اف ْي َماآَتَا َكالل ُهالد‬
َ ‫َّاراْآلَ اخ َرة ََوالَت َ ْن‬
‫سن ا‬
َِ‫الَي اُحب ُّْال ُم ْف اس اديْن‬
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)
Dalam kerangka ini sains Barat semata-mata digunakan untuk mengejar keuntungan dan
sejumlah produksi, untuk pengembangan militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta
untuk mendominasi ras manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi
alam.Dalam sistem Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi, sehingga segala-galanya
harus dikorbankan demi sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong
timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa
merekalah penguasa jagad raya ini.
Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali dengan
penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953.Sejak saat itu berbagai macam
teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai
bermunculan.Beberapa diantaranya sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia
sebagaituhan. Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk
mencari karunia Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan bencana.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan :
 Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif),
dan bertingkah laku (konatif). Sedangkan IPTEKS adalah singkatan dari Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Seni. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi,
diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif, sudah
diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
 Paradigma Islam tentang pengembangan Ipteks, menurut hukum asalnya segala sesuatu
itu mubah termasuk segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang
haram kecuali jika terdapat nash atau dalil yang tegas dan pasti.Manusialah yang
bertanggung jawab atas penggunaan produk teknologi, bermanfaatkah atau sebaliknya
mendatangkan dosa dan malapetaka bila tidak dilakukan dengan baik.
 Allah telah menganugerahkan beberapa potensi kepada manusia seperti potensi jasmani
dan rohani yang dapat dikembangkan dengan seoptimal mungkin dalam rangka
melaksanakan tugas kekhalifahannya di dunia serta mencapai apa yang di inginkan.
Potensi jasmaniah dan rohaniah tidak secara otomatis tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya, tetapi membutuhkan adanya bimbingan, arahan, dan pendidikan.
 Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun
disebutkan berulang-ulang. Hal ini sesuai dengan dasar Al-Qur`an yang memberi
motivasi bagi manusia dalam menggunakan akal pikirannya sehingga tercipta teknologi
yang canggih, yang meliputi :
a. Al-Qur`an sebagai produk wujud Iptek Allah
b. Al-Qur`an sebagai prediktor
c. Al-Qur`an sebagai sumber motivasi
d. Al-Qur`an dan simplikasi
e. Al-Qur`an sumber etika pengembangan Iptek.
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Nizar, Samsul, Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Padang: IAIN
Imam Bonjol Press, 1999

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:


Gaya Media Pratama, 2001

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. ke-5, h. 14

Samsul Nizar, Peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam, (Padang:IAIN


mam Bonjol Press, 1999), h. 59

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:


Gaya Media Pratama, 2001), h. 118

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
h. 28

Anda mungkin juga menyukai