Anda di halaman 1dari 10

Nama : Ismail Saleh

Tugas Karantina Kesehatan Lingkungan

1. Ancaman global new emerging infectious diseases


a) Hanta Fever (Hantavirus)
Infeksi Hantavirus merupakan salah satu zoonosis yang ditularkan oleh
hewan rodensia (hewan pengerat) ke manusia yang mengakibatkan gangguan bagi
kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Gangguan kesehatan pada
manusia dapat berupa kelainan ginjal dan paru-paru, dimulai dengan demam, bintik
perdarahan pada muka, sakit kepala, kemudian hipotensi, oliguria (sedikit buang air
kecil), lalu diuretik (sering buang air kecil). Angka kematian dapat mencapai 12%.
Penyakit ini diketahui setelah ditemukannya kasus infeksi Hantavirus pada
lebih dari 3.000 tentara Amerika di Korea pada tahun 1951-1954 dan kemudian
menyebar ke Amerika, yang menyebabkan banyak kematian akibat gagal jantung
(Lee et al. 1978). Sejak saat itu infeksi Hantavirus menarik perhatian dunia
Proses Penularan Hantavirus tidak ditularkan melalui vektor serangga
melainkan melalui tikus dan rodensia lainnya. Penularan Hantavirus ke manusia dapat
terjadi baik melalui kontak dengan hewan reservoir rodensia yang terinfeksi atau
kontak dengan ekskresinya seperti saliva, urin atau feses. Ektoparasit seperti kutu
atau caplak dapat berperan penting sebagai sumber penularan Hantavirus baik dari
hewan ke hewan maupun dari hewan ke manusia
Kontak dengan ekskresi rodensia dapat terjadi melalui area yang terkontaminasi atau
melalui gigitan hewan reservoir yang terinfeksi. Penularan pada manusia juga dapat
terjadi melalui aerosol dari debu atau benda-benda yang telah terkontaminasi oleh
urin dan feses rodensia yang mengandung Hantavirus. Penularan melalui aerosol dari
ekskresi rodensia ke hewan lain seperti anjing dan kucing, sedangkan penularan
secara vertikal melalui intra-transplasental dan air susu tidak terjadi. Penularan dari
manusia ke manusia juga belum pernah dilaporkan. Periode viremia Hantavirus pada
manusia sangat singkat sehingga sulit untuk dideteksi keberadaannya dalam darah.
Hewan Rentan Hantavirus dapat menginfeksi jenis rodensia, dari subfamili
Murinae, Arvicolinae dan Sigmodontinae. Hewan tertular tersebut merupakan
reservoir beberapa serotipe Hantavirus seperti HNTV, DOBV, SSAAV, PUUV, SNV
dan SEOV yang dapat menyebabkan kasus klinis tipe HFRS.
Gejala Klinis Secara umum, Hantavirus menyebabkan infeksi kronis yang
persisten pada rodensia, sehingga rodensia tersebut dapat menularkan penyakit ini
secara terus menerus melalui sekresinya ke manusia, meskipun tanpa gejala klinis.
Infeksi Hanta menyebabkan Haemorrhagic Fever and Renal Syndrome (HFRS) dan
Haemorrhagic Pulmonary Syndrome (HPS) pada manusia. Meskipun demikian,
patogenesisnya masih belum sepenuhnya diketahui. Masa inkubasi penyakit Hanta
berkisar antara 2-8 minggu. Tahapan klinis tipe HFRS biasanya terjadi lima tahap
yaitu fase febris, hipotensi, oliguria (sedikit buang air kecil), fase diuretik (sering
buang air kecil) dan fase convalescence. Fase febris (berlangsung selama 3-6 hari)
memperlihatkan gejala demam tinggi mencapai >39°C, terkadang disertai dengan
bintik perdarahan pada konjungtiva dan wajah, sehingga wajah terasa panas, sakit
kepala, tidak nafsu makan dan nyeri pada bola mata. Fase kedua yaitu fase hipotensi,
berlangsung selama 1-2 hari, pasien mengalami hipotensi dan shock karena
permeabilitas vaskuler meningkat sehingga dapat menyebabkan oedema paru dan
peritoneal.
Situasi HANTAVIRUS Di Indonesia Hantavirus baru (Novel Hantavirus) juga
berhasil dideteksi dari tikus rumah (Rattus tanezumi) yang berasal dari Kota Serang,
Provinsi Banten, sehingga virus ini dinamakan Hanta strain Serang (SERV)
(Plyusnina et al. 2009). Hasil penelitiannya secara molekuler menunjukkan bahwa
virus tersebut berbeda dengan virus Hanta lainnya, tetapi masih serumpun, sehingga
diberikan nama Serang virus. Berhubung Hantavirus penularannya melalui ekskresi
rodensia atau tikus yang berkeliaran dan banyak ditemui di lingkungan sekitar
pemukiman manusia, hutan dan persawahan, maka perilaku dan jenis pekerjaan atau
kegiatan manusia berpengaruh terhadap tingkat kejadian infeksi Hantavirus misalnya
pekerja di hutan yang tidak menggunakan sepatu dan masker, orang yang tidur di
rerumputan, orang yang tinggal di pemukiman yang rawan banjir, para pembajak
sawah atau para petani yang sehari-harinya bekerja di sawah tanpa menggunakan
pelindung.
Pengaruh Perubahan Iklim Iklim dan cuaca ikut berperan terhadap terjadinya
suatu penyakit terutama penyakit-penyakit yang penularannya oleh vektor atau
reservoir, perubahan iklim atau lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan
populasi vektor atau reservoir, baik yang disebabkan oleh alam maupun buatan
manusia, diduga mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia dan hewan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan iklim memiliki hubungan
terhadap ekosistem yang berdampak pada populasi induk semang, reservoir atau
vektor. Kejadian wabah Hantavirus di beberapa negara, biasanya berhubungan
dengan populasi rodensia yang meningkat secara drastis. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti perubahan fungsi hutan menjadi tempat pemukiman yang
menyebabkan perubahan ekologi lingkungan. Selain itu, kondisi perumahan dan
sanitasi yang buruk, kebakaran hutan atau terganggunya fungsi hutan sebagai sumber
makanan bagi rodensia, menyebabkan rodensia bermigrasi ke tempat sumber
makanan banyak ditemukan.
Diagnosis Penyakit Infeksi Hantavirus berdampak sangat signifikan bagi
kesehatan masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian serius. Diagnosis yang
tepat dan akurat sangat diperlukan untuk menangani kasus tersebut. Hantavirus jika
ditinjau dari aspek keselamatan hayati (biosafety), termasuk dalam kategori
kelompok risiko 4, yaitu virus ini dapat menyebabkan sakit pada hewan dan manusia
dengan akibat yang fatal, serta dapat menyebar pada komunitasnya dengan cepat dan
belum ada cara pencegahan yang efektif. penanganan virus ini dalam skala
laboratorium harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas biosafety level 4
(BSL4). Meskipun demikian, pengerjaan Hantavirus di laboratorium dapat pula
dilakukan di biosafety level 3 (BSL3) dengan menggunakan tata laksana seperti pada
BSL4. Hal ini tergantung dari hasil analisis risiko yang dilakukan terhadap pekerjaan
dan penanganan yang akan dilakukan di laboratorium.
Diagnosis penyakit Hanta pada manusia ditentukan berdasarkan gejala klinis,
epidemiologi penyakit dan dari hasil pemeriksaan laboratorium. Sebagian besar
infeksi Hantavirus menghasilkan gejala subklinis atau gejala atipikal, sehingga
diagnosis berdasarkan gejala klinis sulit diketahui dengan pasti, tergantung dari strain
virus Hanta yang menginfeksi. Demikian pula tingkat keparahan yang ditimbulkan.
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan hematologi, serologi dan virologi.
Pemeriksaan hematologi sering dilakukan sebagai rujukan untuk menentukan adanya
infeksi virus meskipun tidak spesifik ke arah Hantavirus. Seperti dikemukakan pada
penelitian Suwandono et al. (2011) bahwa trombositopenia dan leukopenia
merupakan parameter akurat untuk diagnosis infeksi Dengue sesudah demam hari
ketiga. Kemungkinan parameter ini dapat pula dijadikan patokan bagi infeksi virus
lainnya. Selain lebih mudah pelaksanaannya, kedua hasil ini dapat diperoleh dari
pengujian di semua laboratorium standar, rumah sakit bahkan beberapa puskesmas
besar melakukan kedua uji tersebut dengan biaya yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan uji deteksi antibodi atau virologi lainnya. Konfirmasi serotipe
virus yang menginfeksi dapat dilakukan dengan uji virologik seperti PCR yang
dilanjutkan dengan analisis sekuen genom.
Diagnosis Diferensial Gejala klinis infeksi Hanta jenis hemorhagis sering
dikelirukan dengan infeksi penyakit lain seperti leptospirosis, ricketsiosis, Murine
Thypus, Dengue dan Hemmorhagic Fever lainnya, plaque, sepsis dan pneumonia,
karena gejala klinis yang dihasilkan hampir sama (Goeijenbier et al. 2015). Untuk itu
pemeriksaan penunjang diperlukan untuk konfirmasi infeksi Hanta.
Pengendalian Penyakit Pada manusia, kasus klinis Hanta lebih banyak
ditemukan di daerah dengan kondisi lingkungan dan perumahan yang buruk, serta
banyaknya populasi tikus di sekitar rumah. Oleh karena itu, perbaikan sistem
perumahan dan sanitasi lingkungan mutlak diperlukan untuk pencegahan penyakit ini.
merekomendasikan cara untuk mengurangi kontak dengan rodensia diantaranya
dengan memasang kawat kasa agar tikus tidak masuk ke rumah, memasang
perangkap tikus, tidak menyediakan makanan bagi tikus terutama di tempat sampah
tanpa tutup. Di daerah endemis Hanta, sosialisasi mengenai penyakit Hanta sebaiknya
sering dilakukan, termasuk program bagaimana cara menekan populasi tikus,
melakukan surveilans dan program vaksinasi pada manusia. Cara penanganan dan
pencegahan infeksi Hantavirus yang komprehensif, peningkatan kesadaran mayarakat
akan bahaya penyakit ini. Vaksinasi dinilai masih efektif untuk pencegahan infeksi
Hantavirus, sehingga akhir-akhir ini telah dikembangkan vaksin multi valent
rekombinan yang terdiri dari beberapa strain/serotipe Hantavirus yang dapat
mencegah infeksi Hantavirus.
b) Ebola
Ebola merupakan virus mematikan yang berasal dari Afrika dan ditularkan
oleh hewan dan juga manusia. Virus ini menyebabkan demam berdarah yang ditandai
perdarahan hebat, kegagalan organ, hingga mengakibatkan kematian. Manusia dapat
tertular dan terinfeksi oleh hewan. Ebola ditularkan antarmanusia melalui kontak
langsung terhadap cairan tubuh atau jarum yang sudah terkontaminasi. Penyakit ini
pernah menyebabkan wabah besar pada tahun 2014-2015 di 3 negara Afrika Barat,
yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone. Beberapa kasus juga terjadi di Afrika
Tengah.
Beberapa gejala infeksi virus Ebola antara lain:
 Muntah
 Diare
 Sakit perut
 Demam
 Sakit kepala yang berat
 Nyeri otot
 Pendarahan yang tidak jelas atau memar
 Sering lelah

Gejala akan muncul antara 2-21 hari setelah kontak dengan virus, dan rata-rata
terjadi pada hari ke-8 hingga ke-10.
Penyebab Ebola berasal dari kelompok virus Filoviridae atau Filovirus yang
menyebabkan demam berdarah atau pendarahan hebat di dalam dan luar tubuh,
disertai demam tinggi.

Virus ebola diduga berasal dari kelelawar buah di Afrika yang membawa virus
zoonotic. Virus tersebut bisa ditularkan dari hewan ke manusia, maupun
antarmanusia. Hewan-hewan yang dapat menularkan virus ebola antara lain simpanse,
antilop hutan, gorilla, monyet, dan landak. Karena manusia dapat melakukan kontak
dengan hewan-hewan tersebut, maka penularan bisa terjadi melalui darah dan cairan
tubuh hewan yang terinfeksi.

Faktor Resiko Tidak seperti virus lain pada umumnya, virus ebola tidak dapat
menular melalui udara, melainkan hanya dengan kontak langsung dengan kulit.
Penularan hanya terjadi ketika ada kontak langsung dengan cairan tubuh dari orang
yang terinfeksi. Virus ebola dapat ditularkan melalui darah, diare, ASI, feses, air liur,
sperma, keringat, urine, dan muntahan. Semua cairan tubuh ini bisa membawa virus
ebola. Penularannya dapat terjadi melalui mata, hidung, mulut, kulit yang luka, atau
hubungan seksual. Para pekerja kesehatan memiliki risiko tinggi untuk tertular
penyakit ini karena mereka seringkali harus berhubungan dengan darah dan cairan
tubuh.

Faktor risiko lainnya terhadap virus ebola meliputi:

 Paparan terhadap objek yang terkontaminasi seperti jarum


 Interaksi dengan hewan yang terinfeksi
 Menghadiri pemakaman penderita ebola
 Bepergian ke daerah wabah ebola

Diagnosis Ebola sulit untuk didiagnosis, terutama pada tahap awal (segera setelah
seseorang terinfeksi), karena tanda dan gejala awalnya yang mirip dengan penyakit
tifus atau malaria. Diagnosis membutuhkan kombinasi gejala yang mengarah pada
infeksi virus ebola dan paparan terhadap virus tersebut dalam 21 hari sebelum timbul
gejala.

Paparan terhadap virus ebola bisa terjadi akibat kontak dengan:

 Darah atau cairan tubuh dari orang yang sakit maupun meninggal karena
penyakit virus ebola
 Objek yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh dari penderita
ebola, baik semasa hidupnya, maupun setelah meninggal
 Kelelawar buah dan primata (seperti kera dan monyet) yang terinfeksi
 Semen pasien pria yang telah pulih dari penyakit virus ebola

Jika seseorang menunjukkan tanda-tanda awal dari infeksi virus ebola dan memiliki
kemungkinan paparan, maka orang tersebut harus segera dikarantina. Pemeriksaan
darah akan dilakukan untuk mengonfirmasi adanya infeksi dari virus ebola. Virus
ebola dapat terdeteksi di dalam darah setelah gejala muncul, terutama yang berupa
demam. Pemeriksaan membutuhkan 3 hari untuk mendeteksi virus ebola.

Pengobatan Belum ada obat untuk mengatasi virus ebola. Namun, penderita yang
terinfeksi ebola dapat melakukan perawatan untuk meringankan gejalanya, dengan
cara:

 Mengobati infeksi lain


 Menjaga kadar oksigen dengan terapi oksigen
 Mendapatkan cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi melalui infus
 Mengonsumsi obat untuk meredakan gejala berupa demam, diare, mual, nyeri
 Mempertahankan tekanan darah

Pemulihan dari penyakit virus ebola tergantung pada perawatan suportif dan sistem
kekebalan tubuh penderita. Seseorang yang sudah sembuh atau pulih, akan memiliki
antibodi yang dapat bertahan sampai dengan 10 tahun, bahkan lebih. Meski demikian,
kekebalan seumur hidup terhadap virus ini belum dapat dipastikan. Beberapa orang
yang selamat dari penyakit ini dapat mengalami komplikasi jangka panjang seperti
gangguan pada sendi dan penglihatan.

Pencegahan Ada beberapa cara untuk mencegah infeksi virus ebola jika Anda hendak
berpergian negara endemic:

 Hindari makan bushmeat (daging hewan liar Afrika)


 Sering mencuci tangan menggunakan air dan sabun. Anda juga dapat
menggunakan alkohol jika tidak ada sabun.
 Tidak menangani hewan yang mati atau daging mentah pada hewan yang
terkena ebola
 Hindari kontak fisik dengan siapapun atau hewan apapun dengan gejala
infeksi ebola
 Cucilah dengan bersih dan kupaslah buah serta sayuran sebelum Anda
memakannya

c) HFMD (Hand Foot Mouth Diseases)


Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut,
disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut dan
eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal disertai dengan gejala
konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna. Anak-anak kurang dari 10
tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota
keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan
kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.

HFMD memiliki pola penyebaran di seluruh dunia. HFMD dipengaruhi oleh cuaca
dan iklim di mana lebih sering terjadi selama musim panas dan musim gugur (pada
negara-negara dengan iklim sedang) serta sepanjang tahun di negara tropis. Wabah
dapat terjadi secara sporadis atau epidemik.

HFMD disebabkan oleh sejumlah enterovirus nonpolio termasuk Coxscakievirus A5,


A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirus dan enterovirus lainnya.1 Paling sering
penyebabnya adalah CV A16 dan EV 71.

Enterovirus merupakan virus kecil nonenveloped berbentuk icosahedral yang


mempunyai diameter sekitar 30 nm dan terdiri atas molekul linear RNA rantai
tunggal. Virus ini ditemukan di sekresi saluran pernafasan seperti saliva, sputum atau
sekresi nasal, cairan vesikel dan feses dari individu yang terinfeksi.

Manusia adalah satu-satunya inang alami yang diketahui untuk enterovirus.


Enterovirus dapat menginfeksi manusia melalui sel gastrointestinal dan traktus
respiratorius.Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar kasus. Selain itu
dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral
route

Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses hingga 5
minggu. Higiene dari anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan
meningkatnya viral load dan menyebabkan penyakit yang lebih parah
Patogenesis tentang HFMD sendiri belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun secara
umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah terungkap. Setelah virus
masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan
usus, kemungkinan dalam sel M mukosa. Masingmasing serotipe memiliki reseptor
yang merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju
sel inang.

d) SARS
Sars adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh Virus Family
Paramyxovirus.
Secara proposional ada 2 definisi kasus SARS, yaitu “suspect” dan “probable” sesuai
kriteria WHO.
1) Suspect SARS
seseorang yang menderita sakit dengan gejala :
 Demam Tinggi (>380C).
 Satu atau lebih gangguan pernafasan, yaitu batuk, nafas pendek dan
kesulitan bernafas
2) Probable SARS
Adalah kasus Suspect ditambah dengan gambaran foto toraks menunjukkan
tanda-tanda pneumonia atau respiratory distress syndrome, atau seseorang
yang meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas
penyebabnya, dan pada pemeriksaan autopsi ditemukan tanda patologis
berupa respiratory distress syndrome yang tidak jelas penyebabnya.
Etiologi SARS Penyebab SARS adalah Corona virus atau Parimoxyviridae virus.
Etiologi ini sebagai temuan awal yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut para
ahli.

Masa inkubasi sementara ini ditetapkan masa inkubasi 3-10 hari.

Cara penularan penyakit melalui kontak langsung dengan penderita SARS baik
karena berbicara, terkena percikan batuk atau bersin (“Droplet Infection”).
Penularan melalui udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan
atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung
berhadapan dengan penderita SARS.
Masa penularan dari orang ke orang belum teridentifikasi dengan jelas. Untuk
sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda
gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.
e) AVIAN INFLUENZA
Fluburung (FB) atau Avian Influenza(AI) adalah penyakit menular akut pada unggas
dan dapat menular ke manusia (Zoonosis), disebabkan oleh virus influenza tipe A,
subtype H5N1 dengan gejala/tanda pada manusia seperti demam, sesak nafas, batuk
berlanjut menjadi pneumonia, menyebabkan angka kematian yang tinggi serta
berpotensi menimbulkan pandemic influenza. Pengertian FBi adalah sebuah penyakit
menular akibat dari serangan virus yang terjadi pada unggas dan mamalia. Pertama
kali ditemukan kasus FB hanya terjadi di kalangan unggas, namun setelah sekian
lama diketahui bahwa virus FB dapat bermutasi dan menyerang manusia dan juga
hewan lainnya seperti babi, kucing, anjing.

Etiologi disebabkan FB adalahdari subtipeA H5N1.Virus ini dapat bertahan hidup di


air sampai 4 hari pada suhu22° C dan lebih dari 30 hari pada0° C. Didalam tinja
unggas dan tubuh unggas yang sakit virus dapat bertahan hidup lebih lama, tetapi
Virus akan mati pada pemanasan 60° C selama 30 menit atau 56° C selama 3 jam dan
dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung
iodine.

Cara Penularan penyakit FB dapat terjadi melalui kontak langsung dan kontak dengan
lingkungan. Kontak langsungdapat terjadi antara sesame unggas dan dari unggas ke
manusia. Kontak tidak langsung dengan unggas adalah kontak dengan lingkungan
ataupun material yang tercemar discharge unggas yangsakit/karierFB. Penularan FB
secaraaerogenic (melalui udara) hingga sekarang belum pemah dilaporkan.
Penularan juga dari burung liar yang berpindah-pindah, virus H5N1 dapat ditularkan
secara kontak langsung atau kontak dengan lingkungan yang tercemar kotoran atau
cairan ekskresi/sekresi keunggas peliharaan(ayam,burung puyuh, dsb) kemudian virus
akan memperbanyak diri. Unggas peliharaanyang terjangkit virus H5N1 melalui
kotoran, cairan ekskresi/sekresi akan menular ke manusia. Setelah manusia terjangkit
virus subtipe baru dapat menular ke manusia lain, sehingga terjadi penularandari
manusiake manusia, hal ini dapat menimbulkan pandemi, yang perlu menjadi
perhatian dan peningkatan kewaspadaan.

Gejala Avian influenza memiliki gejala yang bervariasi. Pada kasus yang sangat
ganas (akut) ditandai dengankematiantinggi tanpadisertai gejala 49 Jurnal Kesehatan
Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6,No.l penularan, pencegahan, dan
pemberantasan
f) NIPAH VIRUS
Penyakit Nipah disebabkan oleh virus Nipah, dari genus Morbilivirus, famili
Paramyxoviridae. (Wang et al. 1999). Babi dan kalong (Pteropus spp.) telah terbukti
memainkan peranan yang sangat penting dalam kejadian wabah Nipah di Malaysia.
Kelelawar bertindak sebagai induk semang reservoir, sedangkan babi bertindak
sebagai pengganda yang mampu mengamplifikasi virus Nipah (amplifier host), yang
siap ditularkan ke hewan lain atau manusia.

2. Perkembangan Emerging Diseases


3. Re-Emerging Diseases

Anda mungkin juga menyukai