PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan merupakan ciri utama dari kita
sebagai manusia ciptaan tuhan yang dianugerahi akal pikiran yang membedakan manusia
dengan makhluk lain ciptaan tuhan. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan
masalah. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir
ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana
tertentu secara teratur dan cermat. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan
untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Seseorang yang tidak
berpikir, berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh
kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan
arti keberadaan dirinya di dunia.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu
memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang
sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sebenarnya, mereka telah
menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan
menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan
“filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu
keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh. Berfikir
ilmiah merupakan berfikir dengan langkah–langkah metode ilmiah seperti perumusan
masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan.
Kesemua langkah–langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan
alat/sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan
mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana
ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang
memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya,
1
maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif,
untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika
induktif.
Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada
hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir
ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Berdasarakan uraian tersebut maka
dibuatlah makalah mengenai sarana berpikir ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Pengertian Metode Berfikir Ilmiah
2. Sarana Berfikir Ilmiah
3. Kriteria dan Langkah - Langkah Berfikir Ilmiah
4. Sikap dan Aktivitas Ilmiah
5. Penerapan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran sejarah
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana seseorang dikatakan berikir ilmiah.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah.
3. Untuk mengetahui Sarana apa saja yang mendukung seseorang untuk berpikir ilmiah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a) Bahasa Ilmiah
Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Bahasa memegang peranan penting
dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Bahasa juga mempunyai
pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari manusia yang
lainnya. Bahasa pada dasarnya terdiri atas kata – kata atau istilah dan sintaksis. Kata atau
istilah merupakan symbol dari arti sesuatu, dapat juga berupa benda, kejadian, proses, atau
hubungan, sedang sintaksis ialah cara untuk menyusun kata – kata atau istilah di dalam
kalimat untuk menyatakan arti yang bermakna.
Dengan demikian, bahasa ilmiah dapat drumuskan bahasa buatan yang diciptakan
oleh para ahli dalam bidangnya dengan menggunakan istilah – istilah atau lambang –
lambang untuk mewakili pengertian tertentu. Sebagai pernyataan pikiran atau perasaan dan
alat komunikasi manusia, bahasa mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
1. Fungsi ekspresif atau emotif yang tampak pada pencurahan rasa takut serta
takjub yang dilakukan serta-merta pada pemujaan – pemujaan, demikian juga pencurahan
seni suara maupun seni sastra.
2. Fungsi afektif atau praktis yang tampak jelas untuk menimbulkan efek
psikologis terhadap orang lain dan sebagai akibatnya mempengaruhi tindakan – tindakan
mereka ke arah kegiatan atau sikap tertentu yang diinginkan.
3. Fungsi simbolik yang dipandang dalam artian yang luas, meliputi fungsi logic
serta komunikatif, karena arti itu dinyatakan dalam symbol bukan hanya untuk menyatakan
fakta saja, melainkan juga untuk menyampaikan kepada orang lain.
4
sarana berfikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni murni bahasa
buatan. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logis pernyataan –
pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berfikir deduktif banyak digunakan baik
dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan
yang didasarkan kepada premis – premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Matematika dan logika sebagai sarana berfikir deduktif mempunyai fungsi sendiri –
sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh lebih terperinci,
walaupun demikian hukum – hukum matematika dapat disederhanakan ke dalam hukum –
hukum logika, bahkan menurut seorang ahli matematika Bertrand Russel menyatakan bahwa
logika adalah masa muda matematika sedang matematika adalah masa dewasa logika.
5
6) Memungkinkan peneliti menganalisis, menguraikan sebab akibat yang kompleks dan
rumit, andaikata tanpa statistik hal itu merupakan peristiwa yang membingungkan dan
mungkin tidak dapat diuraikan.
Selain kriteria, metode berfikir ilmiah juga memerlukan langkah – langkah yang terdiri dari sebagai
berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empirisyang jelas batas-
batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkaitdi dalamnya.
2. Pernyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakanargumentasi
yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antaraberbagai faktor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan.Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
6
premis-premis ilmiahyang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor
empirisyang relevan dengan permasalahan
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaanterhadap pertanyaan
yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan darikerangka berpikir yang dikembangkan
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevandengan
hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujianterdapat fakta yang cukup dan mendukung
hipotesis maka hipotesis itu diterima.Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat
fakta yang cukup.
D. Sikap dan Aktivitas Ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap – sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam
melakukan tugasnya untuk mempelajari, meneruskan, menilak atau menerima serta merubah
atau menambah suatu ilmu.
Menurut Harsojo seperti yang dikutip Anshari (1990: 57) menyebutkan beberapa macam
sikap ilmiah, yaitu:
1) Obyektivitas.Dalam suatu peninjauan yang dipentingkan adalah obyeknya, karena
di dalam ilmu pengetahuan harus berkenaan dengan sikap yang tidak tergantung pada suasana
hati, prasangka atau pertimbangan nilai pribadi. Atribut obyektif mengandung arti bahwa
kebenaran ditentukan oleh pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan
penalaran fenomena.
2) Sikap skeptif. Ialah sikap untuk selalu ragu – ragu terhadap pernyataan –
pernyataan yang belum cukup kuat dasar – dasar pembuktiannya.
3) Kesabaran intelektual. Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah
kepada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah. Karena sikap tersebut merupakan
sikap utama seorang ilmuwan.
4) Kesederhanaan. Kesederhanaan sebagai sikap ilmiah adalah kesederhanaan dalam
cara berfikir, dalam cara menyatakan dan dalam cara pembuktian.
5) Sikap tidak memihak pada etik. Sikap tidak memihak pada etik dalam mempelajari
dan mengembangkan ilmu pengetahuan ialah, bahwa ilmu tidak mempunyai tujuan yang
akhirnya membuat penilaian tentang apa yang baik dan apa yang buruk; ilmu mempunyai
tugas untuk mengemukakan apa yang salah dan apa yang benar secara relatif.
7
E. Penerapan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran sejarah
Penerapan berfikir ilmiah dalam pembelajaran sejarah dapat dilalui dengan langkah-
langkah sebagai berikut: Langkah pertama dalam kerangka berpikir ilmiah dalam
pembelajaran sejarah adalah perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan langkah
yang penting karena rumusan masalah adalah ibarat pondasi rumah atau bangunan, tempat
berpijak awal, apabila salah menentukan dan tidak jelas batasan dalam melakukan akan
menyulitkan proses selanjutnya.
Langkah berikutnya perumusan hipotesis. “Hypo” artinya dibawah dan “thesa”
artinya kebenaran. Dalam bahasa Indonesia dituliskan hipotesa, dan berkembang menjadi
hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Setelah perumusan hipotesis langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak. Setiap hipotesis dapat diuji kebenarannya tentu saja dengan menggunakan
bukti-bukti empiris serta teknik analisis yang secermat mungkin, karena dengan demikian
halnya, maka suatu hipotesis akan menentukan arah dan fokus upaya pengumpulan dan
penganalisaan data.
Jadi hipotesis adalah usaha untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan
berhubungan serta mendukung terhadap hipotesis yang telah diajukan sehingga bisa teruji
kebenaran hipotesis tersebut atau tidak dan hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
tanpa ada proses pengujian hipotesis dalam sebuah penelitian akan sulit penelitian tersebut
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Langkah terakhir dalam kerangka berpikir ilmiah adalah penarikan kesimpulan.
Kesimpulan merupakan salah satu faktor yang penting dalam sebuah proses penelitian,
kenapa demikian, karena dengan kesimpulan yang ada dalam suatu penelitian akan menjawab
permasalahan yang ada dalam penelitian. Kesimpulan itu berupa natijah hasil dari penafsiran
dan pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian, sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diajukan dalam perumusan masalah.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan tekhnik memperoleh
pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan
sebelumnya. Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik juga diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara
teratur dan cermat.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir
ilmiah berupa :
Bahasa Ilmiah, dapat drumuskan bahasa buatan yang diciptakan oleh para ahli dalam
bidangnya dengan menggunakan istilah – istilah atau lambang – lambang untuk mewakili
pengertian tertentu.
Logika matematika, Matematika dan logika sebagai sarana berfikir deduktif mempunyai
fungsi sendiri – sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh
lebih terperinci, walaupun demikian hukum – hukum matematika dapat disederhanakan ke
dalam hukum – hukum logika, bahkan menurut seorang ahli matematika Bertrand Russel
menyatakan bahwa logika adalah masa muda matematika sedang matematika adalah masa
dewasa logika
Logika Statistika.
logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif untuk mencari
konsep yang berlaku umum. Penalaran induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak pada
sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah.
9
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
S.Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996.
http://www.univpgri-palembang.ac.id/perpus-
fkip/perpustakaan/empiricsm/metodologi%20penelitian.pdf
10