Anda di halaman 1dari 20

A.

Pendahuluan
Kehidupan umat manusia tidak akan lepas dari kata sejarah yang berarti sesuatu
kejadian di masa lampau yang kita lewati dan akan menjadi tolak ukur keberhasilan
ataupun kegagalan di masa yang akan datang. Dunia sekarang yang dikatakan sangat maju
dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi kehidupan tidak terlepas dari sejarah orang-orang
terdahulu yang mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Jika pada masa kini lebih
banyak mengagung-agungkan presepsi bahwa ilmu pengetahuan dan tekhnologi sekarang
merupakan kontribusi besar dari orang-orang kapitalis atau non muslim.
Mempelajari dan menerapkan Akuntansi Syari'ah, pada hakekatnya adalah belajar
dan menerapkan prinsip keseimbangan (balance) atas transaksi atau perkiraan atau
rekening yang telah dicatat untuk dilaporkan kepada yang berhak mendapatkan isi laporan.
Islam adalah cara hidup yang berimbang dan dirancang untuk kebahagiaan (falah) manusia
dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan
aktualisasi sosio-ekonomi, serta persaudaraan dalam masyarakat manusia. Triyumono
menyatakan bahwa Akuntansi Syari'ah merupakan salah satu upaya mendekonstruksi
akuntansi modern ke dalam bentuk humanis dan syarat nilai.
Pemikiran mengenai akuntansi syari’ah yang merupakan akuntansi berbasis Islam
telah berkembang pesat dan semakin meluas baik dikalangan masyarakat umum maupun
pemerintah. Dan sampai saat ini, perkembangan ekonomi islam telah berkembang dengan
cepat, sistem ekonomi islam mulai diakui diberbagai negara. Sistem ekonomi yang
menerapkan nilai-nilai syari’ah dalam konsep maupun prakteknya selama beberapa tahun
terakhir mampu menunjukan dampak positif bagi perekonomian diberbagai negara.
Dalam perekonomiannya Pakistan, Arab Saudi, Bahrain, Malaysia dan negara-negara yang
ada dikawasan Timur Tengah telah menjadikan Ekonomi Islam sebagai sistem
perekonomiannya. Dalam perkembangan praktik lembaga keuangan syari’ah saat ini telah
berjalan cukup cepat baik di level Internasional maupun level nasional. Hal ini terbukti dari
kenaikan aset berbagai lembaga keuangan syariah seperti perbankan, asuransi dan pasar
modal berkembang dengan pesat.
Akuntansi syari’ah pada dasarnya sama saja dengan akuntansi pada umumnya, hanya
saja dalam akuntansi syari’ah terdapat beberapa hal yang membedakannya dengan
akuntansi konvensional. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi modal, prinsip, konsep,
karakteristik serta tujuannya. Dengan lahirnya akuntansi syari’ah sebagai salah satu cabang
ilmu dari akuntansi sangat baik karena banyak membawa dampak positif khususnya dalam
bidang perekonomian dalam suatu negara yang menganutnya.
1
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKUNTANSI SYARI’AH

Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva,
utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Alquran disampaikan bahwa kita harus
mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk
menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita
menguranginya.
Akuntansi merupakan hal penting dalam bisnis sebab seluruh pengambilan
keputusan bisnis didasarkan informasi yang diperoleh dari akuntansi. Pada setiap tahapan
pengambilan keputusan keberadaan informasi mempunyai peranan penting, baik mulai dari
proses pengidentifikasian persoalan, maupun memonitor pelaksanaan keputusan yang
diterapkan. Apabila proses tersebut dikaitkan dengan operasionalisasi suatu perusahaan,
maka informasi akuntansi inilah yang akan sangat dibutuhkan. Lebih luas lagi, adalah
bahwa informasi akuntansi bukan saja berguna bagi pemilik perusahaan, akan tetapi
informasi akuntansi tersebut menjadi sumber informasi utama bagi manajemen dalam
mengelola perusahaan, bagi investor dalam memilih investasi, dan pihak lainnya.1

Perusahaan merupakan kumpulan-kumpulan orang yang saling bekerja sama untuk


mencapai tujuan yang berupa laba. Organisasi atau perusahaan yang mencari laba memiliki
keharusan untuk berhubungan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan
tersebut. Perusahaan harus memberikan informasi yang menyangkut kinerja dan posisi
keuangannya kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
(stakeholders). Pemberian informasi keuangan tersebut merupakan bagian dari komunikasi
bisnis sesuai kebutuhan setiap pihak. Untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak itulah
dibutuhkan bahasa bisnis yang dapat dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait.
Bahasa bisnis itulah yang dinamakan akuntansi.Akuntansi salah satu instrumen bisnis yang
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam memberikan informasi kepada
publik tentang situasi dan kondisi posisi keuangan perusahaan. Informasi akuntansi
memberikan gambaran tentang kekayaan dari mana sumbernya.

1
IKIT, Akuntansi Penghimpun Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Deepublish, 2015, h. 27
2
Secara etimologi, kata akuntansi berasal dari bahasa inggris yag berarti accounting,
dalam bahasa Arabnya disebut “muhasabah” yang berasal dari kata hasaba, hasibah,
muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya menimbang,
memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab. Yakni menghitung dengan
seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata “hisab” banyak
ditemukan dalam Alquran dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada
jumlah atau angka. Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau
perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, akuntansi
adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula lebih.

Akuntansi syariah dirumuskan sebagai sistem informasi yang membantu manusia


melaksanakan amanahnya dalam menyampaikan laporan yang benar tentang suatu lembaga
dan ikut berpartisipasi dalam menegakkan syariah dalam suatu organisasi yang
dilaporkannya. Akuntansi syariah harus mengacu pada tujuan keberadaan manusia di muka
bumi yang dimaksudkan sebagai “Hamba Allah”. Maka seharusnya akuntansi syariah juga
harus dapat berperan dalam membantu dan memperlancar tugas manusia dalam
melaksanakan fungsinya tersebut.

Menurut Prof. Dr. Omar Abdullah Zaid dalam buku Akuntansi Syariah halaman 57
mendefinisikan akuntansi sebagai berikut :

”Muhasabah, yaitu suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan


transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at
dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan
pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut untuk membentu pengambilan
keputusan yang tepat.

Dalam hal ini, Alquran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-
Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:

Artinya: ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang


merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan
kamu dan umat-umat yang dahulu.”

3
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umar
Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba
perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil.
Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti
yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat
atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan
sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan
membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan
pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi
pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan
dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Alquran, kita harus
menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca,
sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi:
Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam
konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Alquran, Sunah Nabwiyyah,
Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat
kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi
Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi
Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat

4
islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada
tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Sebagaimana telah dibahas, akuntansi merupakan sistem yang mengolah transaksi
menjadi informasi keuangan. Selanjutnya transaksi syariah adalah transaksi yang dilakukan
berlandaskan hukum Islam. Dengan demikian, akuntansi syariah mengolah secara syariah
terhadap transaksi-transaksi yang dijalankan sesuai syariah berdasarkan hukum Islam yaitu
Alquran dan Al-Sunnah2.
Berdasarkan pengertian di atas, maka saya simpulkan bahwa akuntansi syariah
adalah termasuk disiplin ilmu yang relatif masih sangat baru. Keberadaan akuntansi syariah
masih sering dipertanyakan. Akuntansi syariah pada dasarnya sama saja dengan akuntansi
pada umumnya. Kegiatan akuntansi seperti mencatat, menganalisa, menyajikan dan
menafsirkan data-data keuangan sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan. Hanya saja letak perbedaannya dalam transaksi-
transaksi muamalahnya disandarkan pada aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang
bersumber pada Alquran dan Hadits. Dalam kegiatannya setiap transaksi yang akan dicatat
harus sesuai dengan syariah. Artinya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini harus
berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT karena akuntansi syariah menuntut agar setiap
kegiatan keuangan memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Setiap orang yang
melakukan pelaporan keuangan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah
SWT.
B. SEJARAH AKUNTANSI SYARIAH
Sejarah Akuntansi Syariah Pada masa peradaban bangsa Arab, tampak sekali
betapa besarnya perhatian bangsa Arab pada akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap
pedagang Arab untuk mengetahui dan menghitung barang dagangannya. Sejak mulai
berangkat berdagang sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui
perubahan-perubahan pada keuangan, baik keuntungan maupun kerugian. Bangsa Quraisy
lebih mengandalkan perdagangan untuk mencari nafkah, baik musim panas maupun dingin.
Karena itu para pedagang Quraisy harus mengetahui dasar-dasar perhitungan (akuntansi)
dalam transaksi dagang mereka. Adapun tujuan akuntansi di kalangan bangsa Arab (yang
berdagang keliling) pada waktu itu adalah untuk mengetahui perubahan jumlah aset, dan
bagi pedagang yang menetap, mereka memakai akuntansi sebagai sarana untuk mengetahui
utang-utang dan piutang. Jadi pada waktu itu konsep akuntansi dapat dilihat pada

2
Sony Warsono, Akuntansi Transaksi Syariah, Yogyakarta: Asgard Chapter, 2011, h. 26- 27.
5
pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-
aturan penjumlahan dan pengurangan.3
Setelah Islam muncul di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW,
serta telah terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah. Mulailah perhatian Rasulullah untuk
membersihkan muamalah maliah (keuangan) dan unsur-unsur riba dan dari segala bentuk
penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan segala usaha untuk
mengambil harta orang lain secara batil. Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan
keuangan. Ia mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini
dan mereka diberi sebutan khusus yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan).
Para sahabat rasul dan pemimpin umat Islam juga menaruh perhatian yang tinggi
terhadap pembukuan (akuntansi) ini, sebagaimana yang terdapat dalam sejarah
Khulafaurrasyidin. Adapun tujuan pembukuan bagi mereka di waktu itu adalah untuk
mengetahui utang-utang dan piutang serta keterangan perputaran uang, seperti pemasukan
dan pengeluaran. Juga difungsikan untuk merinci dan menghitung keuntungan atau
kerugian, serta menghitung harta keseluruhan untuk menentukan kadar zakat yang harus
dikeluarkan oleh masing-masing individu. 4
Islam telah mulai melakukan akuntansi sejak abad pertama Islam diajarkan
Rasulullah, sebagaimana dibawah ini:
a. Umar Ibnul-Khatab berkata: Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab dan
timbanglah kamu sebelum kamu di timbang dan bersiaplah untuk menghadapi hari
dimana semua amal dibeberkan.
b. Imam Syafii berkata: Siapa yang mempelajari hisab atau perhitungan, luaslah
pikiranya.
c. Berkata Ibnu Abidin: Catatan atau pembukuan seseorang agen (makelar) dan kasir
bisa menjadi bukti berdasarkan kebiasaan yang berlaku.5
Islam membentuk perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda
pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi administratif yang hampir tidak mungkin
dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi. Pada tahun 16 H Abu Hurairah, Amil
Bahrain, mengunjungi Madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj itu adalah jumlah
yang besar sehingga khalifah mengadakan pertemuan dengan majliss hura untuk menanyai
mereka dan kemudian di putuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk

3
Husen Syehatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi dalam Islam, Jakarta: Akbar, 2001, h. 18 – 19.
4
Ibid., h. 2.
5
Ibid., h.12
6
didistribusikan melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat yang berkaitan dengan
ummah.
ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan
Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di
lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan
untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal”
(pengawas keuangan). Bahkan di dalam kitab Alquran sendiri dapat kita temukan dalam
ayat terpanjangnya yaitu surah Al-Baqarah ayat 282 yang membicarakan hal yang
berhubungan dengan akuntansi yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah)
dalam bermuamalah (bertransaksi) penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-
dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum
yang harus dipedomani dalam hal tersebut dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata
Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Alquran telah diturunkan pada
tahun 610M, yakni 800 tahun jauh lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan
bukunya pada tahun 1494M. Dalam akuntansi islam terdapat tiga nilai atau prinsip
akuntansi yang secara umum yaitu pertanggung jawaban, keadilan dan kebenaran yang
selalu melekat dalam sistem akuntansi islam tersebut. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah
menjadi prinsip dasar yang operasional dalam prinsip akuntansi islam.
Untuk menyimpan dana tersebut baitulmaal yang reguler dan permanen didirikan
untuk pertama kalinya di abi kota dan kemudian dibangun di cabang-cabangnya.
Baitulmaal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam
dan khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut.6 Walaupun uang dan properti
baitulmaal dikontrol oleh pejabat keuangan atau disimpan dalam penyimpanan seperti
zakat mereka tidak memeiliki wewenang untuk membuat keputusan kekayaan negara itu
ditujukan untuk kelas-kelas tertentu dalam masyarakat dan harus di belanjakan sesuai
dengan prinsip-prinsip Alquran. Properti baitulmaal dianggap sebagai harta kaum muslim.
Sedangkan khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi merupakan
tanggung jawab negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk
janda, anak yatim, anak terlantar, dan sebagainya.7

6
Adi Warman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002, h. 45.
7
Ibid., h. 45-46.
7
Mempelajari sejarah akuntansi dan perkembangan akuntansi merupakan hal yang
sangat penting untuk memahami dan mengapresiasikan praktik sekarang, masa depan dan
struktur institusional bidang sains akuntansi. Globalisasi perekonomian dunia
menyebabkan peningkatan perkembangan dunia usaha di Indonesia, selain itu era
reformasi juga menuntut adanya peningkatan transparansi informasi dunia usaha kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, standar akuntansi yang mutahir dan selalu sesuai dengan perkembangan
lingkungan yang mempengaruhinya mutlak diperlukan. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk mengidentifikasi tempat dan waktu lahirnya sistem pembukuan berpasangan. Ada
berbagai skenario yang dihiaskan oleh usaha-usaha tersebut.
Sebagian besar skenario tersebut mengakui bahwa sistem pencatatan telah ada
dalam berbagai peradaban sejak kurang lebih tahun 8000 BC. Di antaranya adalah
peradaban Kaldea, Babilonia, Asiria dan Samaria yang merupakan pembentuk sistem
pemerintahan pertama di dunia, pembentuk sistem bahasa tulisan tertua dan pembuat
catatan usaha tertua, peradaban Mesir, dimana para penelitimembentuk poros tempat
berputarnya seluruh mesin keuangan dan departemen, peradaban Cina dengan akuntansi
pemerintahan yang memainkan peran kunci dan canggih. 8
Menurut sejarahnya, telah di ketahui bahwa sistem pembukuan double entry book
keeping(akuntansi pencatatan berganda) muncul di Italia pada abad ke-13, pada tahun 1494
M, namun double entry gagal untuk menjadi suatu hal yang penting pada waktu itu
kendatipun persyaratan-persyaratan yang diperlukan sudah ada sebab energi dan intensitas
yang diperlukan masih kurang.Setelah satu skenario yang masuk akal tentang akuntansi
adalah, apabila menelusuri asal mula sejarah sains (akuntansi) yang penting ini, secara
alamiah kita akan menganggap bahwa penemuan pertama akuntansi adalah oleh para
pedagang dan tidak ada orang yang memiliki klaim yang lebih utama dari pada bangsa
Arabia. Bangsa Mesir yang selama beberapa abad menguasai perdagangan dunia,
menurunkan gagasan pertama tentang perdagangan dan hubungan mereka dengan orang-
orang yang jujur ini dan konsekuensinya mereka harus menerima bentuk pertama dan
perakuntanan, yang mendalam cara perdagangan yang alamiah, dikomunikasikan kepada
semua kota Meditarania.9
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntan senantiasa tanggap
terhadap perkembangan masyarakat khususnya dunia usaha.Sejak berdirinya pada tahun

8
Ahmad Riahi Belkoui, Teori akutansi, Jakarta: Salemba Empat, 2000, h. 1.
9
Ibid., h. 2.
8
1957, Ikatan Akuntansi Indonesia telah tiga kali menyusun dan merevisi standar akuntansi
keuangan secara signifikan. Menjelang diaktifkannya pasar modal pada tahun 1973, untuk
pertama kali IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di
Indonesia dalam satu buku yang terkenal dengan nama prinsip akuntansi Indonesia.10
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa akuntansi syariah berasal
dari adanya aktivitas perekonomian pada waktu itu. Maka pencatatan dan perhitungan
akuntansi sangat dibutuhkan. Terlebih lagi karena adanya perluasan perdagangan dan
adanya transaksi yang dilakukan tidak secara tunai. Hal inilah yang menyebabkan
akuntansi dibutuhkan untuk mengetahui utang-utang dan piutang serta keterangan
perputaran uang, seperti adanya pemasukan dan pengeluaran.
Selain itu akuntasi juga dibutuhkan untuk perincian keuntungan dan kerugian dari
setiap aktivitas ekonomi, agar dapat diketahui harta keseluruhan yang dimiliki setiap
individu untuk menentukan kadar zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing
individu. Jadi pada dasarnya akuntansi merupakan kebutuhan atau unsur pokok pada
perekonomian dalam bentuk apapun, sebagai sarana untuk memperlancar jalannya sistem
perekonomian yang ada.
Bangkitnya akuntansi syariah di Indonesia, dipicu oleh berbagai hal, yaitu adanya
skandal akuntansi di perusahaan-perusahaan besar seperti wordlcom, dan adanya kesadaran
dari para akuntan untuk bekerja lebih jujur, adil dan tidak bertentangan dengan ajaran al
quran dan al hadis. Beberapa isu lain yang ikut mendorong perkembangan terhadap kajian
akuntansi syariah adalah adanya harmonisasi standar akuntansi internasional di negara –
negara islam, usulan pemformatan laporan badan usaha islami, dan kajian ulang filsafat
tentang konstruksi etika dalam pengetahuan akuntansi serta penggunaan syariah sebagai
petunjuk dalam pengembangan teoari akuntansi syariah

10
IAI. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, 1999, h. 5.
9
C. KONSEP AKUNTANSI SYARIAH
Secara normative, masyarakat muslim mempraktikkan akuntansi berdasarkan pada
perintah Allah dalam QS. Al-Baqarah (282:2). Perintah ini sesungguhnya bersifat universal
dalam arti bahwa praktik pencatatan harus dilakukan dengan benar atas transaksi yang
dilakukan oleh seseorang dengan orang lainnya. “Substansi” dari perintah ini adalah :
praktik pencatatan yang harus dilakukan dengan benar (adil dan jujur). Substansi dalam
konteks ini, sekali lagi, berlaku umum sepanjang masa, tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu.
Sementara yang selalu terkait dengan “substansi” adalah “bentuk”. Berbeda dengan
“substansi”, “bentuk” selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu “bentuk” akan
selau berubah sepanjang masa mengikuti perubahan itu sendiri. Yang dimaksud dengan
“bentuk” di sini adalah teknik dan prosedur akuntansi, perlakukan akuntansi, bentuk
laporan keuangan dan lain-lainnya. Bentuk praktik akuntansi di negara Arab akan berbeda
dengan bentuk praktik akuntansi di Indonesia. Demikian juga, bentuk praktik akuntansi di
Amerika Serikat pada tahun 1700 an akan berbeda dengan praktik akuntansi pada tahun
2000 an sekarang ini. “Bentuk” selalu melekat dengan kondisi objektif (lingkungan sosial,
ekonomi, politik, budaya, dan lain-lainnya) dari masyarakat di mana akuntansi tadi
dipraktikkan. Oleh karena itu, sangat wajar bila”bentuk” akuntansi di masing-masing
negara / bangsa selalu berbeda. Bahkan di satu negara pun akan berbeda bentuknya jika
dilihat dari masa ke masa.
Perintah normatif Alquran di atas perlu dioperasionalkan dalam bentuk aksi /
praktik. Sehingga perinah alquran dapat membumi (dapat dipraktikan) dalam masyarakat.
Selama ini masyarakat muslim secara umum terperangkap pada aspek normative dalam
memahami perintah-perintah agama, dan sebaliknya melupakan praktiknnya. Sebagai
contoh misalnya umat muslim sering mednapatkan ceramah bahwa “bersih itu adalah
sebagian dari iman”, tetapi ternyata dalam praktinya umat muslim tidak dapat
mengerjakannya. Hal ini dibuktikan dengan keadaan masjid yang selalu kotor, rumah sakit
Islam yang juga kotor, dan masih banyak contoh lainnya.
Di sini terlihat adanya jurang pemisah (gap) antara perintah normatif dengan
praktiknya. Dalam kaitannya dengan ini Kuntowidjojo (1991) mengusulkan perlunya “ilmu
sosial profetik”. Yang dimaksud dengan ilmu sosial profetik di sini adalah ilmu yang
diturunkan dari alquran dan hadis (sunnah nabi) dengan menggunakan kaidah-kaidah
ilmiah yang nantinya digunakan untuk menjembatani antara perintah normative dengan
praktik. Dengan ilmu ini, perintah-perintah normative menjadi lebih operasional dan dapat
10
dipraktikkan dalam dunia nyata. Dalam konteks ini, akuntansi syariah yang sedang kita
bicarakan sebetulnya merupakan bagian dari upaya kita dalam membangun ilmu sosial
profetik di bidang akuntansi. Perintah normative telah ada dalam alquran, berikutnya
adalah menerjemahkan alquran dalam bentuk tori Akuntansi Syariah yang pada gilirannya
digunakan untuk memberikan arah (guidance) tentang praktif akuntansi yang sesuai
dengan syariah.
Akuntansi Islam dalam Tinjauan Sejarah Akuntansi sebagai ilmu bukanlah hal yang
baru dalam Islam. Beberapa bukti yang memperkuat bahwasanya akuntansi telah
berkembang sejak awal peradaban Islam. Filosofi yang mendasarinya tiada lain bahwa
dalam Islam, pertanggung jawaban menjadi salah satu doktrin mendasar dari ajarannya
secara teologis dan sosiologis. Filosofi manusia dalam Islam dipahami sebagai pemegang
amanah sehingga dengannya pertanggung jawaban kepada sang pemilik menjadi niscaya.

Perintah tersebut merupakan manifestasi dari filosofi dasar manusia sebagai


makhluk yang secara fitrah adalah baik, yang memiliki kecenderungan dalam menegakkan
keadilan, kebenaran, kepastian sebagai bentuk esensi manusia sebagai mahkluk yang
bertanggung jawab. Perintah mencatat dalam Islam bukanlah merupakan asumsi
sebagaimana dipahami dalam akuntansi konvensional yang membangun filosofi dalam teori
agency, dengan memandang manusia sebagai mahkluk yang selalu bertindak atas naluri yang egois
dan serakah. Ketidakseimbangan (asimetri) informasi dianggap sebagai awal munculnya moral
hazard.

Dengannya akuntansi sebagai sebuah sistem dibangun untuk menekan sisi


kenaluriaan manusia. Dengan demikian akuntansi Islam dan konvensional memiliki akar
perbedaan secara mendasar. Meskipun dalam rentang sejarah perkembangan akuntansi
Barat yang dianggap ditemukan oleh Lucas Pacioli (1491) tidak lepas dari pengaruh
sejarah perkembangan ilmu dalam Islam11 . Dalam Islam, akuntansi dikenal dengan nama
ilmu hisab (ilmu hitung) atau dikenal juga dengan istilah Muhasabah, sedangkan profesi
akuntan dikenal dengan sebutan Al-Muhtasib. Kedua istilah diatas mempunyai akar kata
yang sama yaitu berasal dari kata ”hasaba”, yang bermakna menghitung dan menimbang

11
Watt (1995) menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa tidak akan berkembang
seperti ketika pertama kali mengembangkannya, melainkan keluasan eksprimen dan pikiran serta tulisan
orang Arablah yang mempengaruhinya. Penemuan Barat layaknya akuntansi tidak lepas dari perkembangan
ilmu pengetahuan Islam Arab. Russel (1986) menegaskan bahwa sebelum dikenal double entry oleh Pacioli,
sudah ada sistem double entry Arab yang lebih canggih yang merupakan dasar kemajuan bisnis di Eropa pada
abad pertengahan yang dikenal dengan istilah Kitabat Alamwal (pencatatan uang). Lihat: Harahap, op. cit., h.
6 dan h. 139
11
semua amalan manusia dan tingkah lakunya sesuai dengan apa yang tercatat dan terdaftar.
Kata ”hisab” juga mempunyai arti lain dalam bahasa, yaitu merupakan akar dari kata kerja
”hasaba”, yang berarti mengkalkulasikan dan mendata.12 Hayashi (1995) mengemukakan
bahwa peran akuntan (mutasahib) di masyarakat Islam tidak hanya sekadar melakukan
praktik pencatatan, melainkan bagaimana ia dapat memastikan berjalannya prosedur
institusi yang jujur, adil sesuai Syariah, disamping memastikan ada tidaknya penimbunan
dan penyimpangan yang terjadi. Dengan demikian terdapat keselarasan tujuan antara Islam
dan akuntansi yakni berperan dalam menjaga kebenaran dan keadilan, kepastian dan
keterbukaan serta kejujuran.13

D. DASAR HUKUM AKUNTANSI SYARIAH


Dasar Hukum Akuntansi Syariah Akuntansi merupakan praktik transformatif yang
memiliki potensi kuat untuk mengubah segala sesuatu di dunia, menciptakan perbedaan atas
kehadiran atau ketiadaannya, dan mempengaruhi pengalaman hidup individu-individu lain.
Akuntan yang berada dibalik akuntansi, dengan demikian memiliki kemampuan besar untuk
menciptakan dan membentuk akuntansi yang pada gilirannya memiliki kekuatan untuk mengubah
dunia.14

Islam sangat memperhatikan aspek-aspek muamalah seperti perhatiaannya terhadap ibadah,


dan mengkombinasikan antara keduanya dalam kerangka yang seimbang. Syariat Islam juga
mengandung hukumhukum sya’i yang umum, yang mengatur muamalah keuangan dan non
keuangan.Setiap muslim diatur oleh ketentuan syariah (hukum Islam) yang bersumber pada alquran
dan hadist Nabi Muhammad al-Musahamah SAW.

Tujuannya untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan


perintah Allah SWT. Al-Ghazali mengatakan bahwa tujuan syariah adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menjamin kepercayaan, kehidupan,
kecerdasan, keturunan dan kesejahteraan.15 Dasar munculnya akuntansi syariah adalah
alquran. Alquran adalah sumber pokok bagi pandangan Islam. Ia merupakan kalam ilahi
yang bersifat abadi yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad al-Musahamah SAW.
Pandangan Islam dengan segala aspeknya bertumpu dan berpegangan pada petunjuk
alquran, baik dalam hal yang berkaitan dengan akidah akhlak atau syariah.Perintah

12
Lihat: majalah IAI edisi no. 20/ tahun III/ oktober 2009, kolom opini, Konsep Hitungan Laba
Akuntansi Syariah, h. 48.
13
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2004), h. 117-122
14
Iwan Triyuwono, Akuntansi Syariah, Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora
Amanah, Jakarta: Salemba Empat, 2001, h. 25
15
Ibid., h. 25..
12
melakukan pencatatan perhitungan (akuntansi) secara tegas dinyatakan dalam surat al-
Baqarah ayat 282:

‫ب َكاتِبٌ أَن‬ َ ‫ب بِ ۡٱلعَ ۡد ِل َو ََل يَ ۡأ‬ ُ ُۢ ِ‫سمى فَ ۡٱكتُبُوهُ َو ۡليَ ۡكتُب ب َّۡينَ ُك ۡم َكات‬ َ ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَ ۡي ٍن إِلَ َٰٓى أ َ َج ٖل ُّم‬
َ ‫َس ِم ۡنهُ ش َۡيا فَإِن َكانَ ٱلَّذِي‬
‫علَ ۡي ِه‬ ۡ ‫ٱللَ َربَّۥهُ َو ََل َي ۡبخ‬ َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫علَ ۡي ِه ۡٱل َح ُّق َو ۡليَت‬
َ ‫ٱللُ فَ ۡل َي ۡكت ُ ۡب َو ۡليُمۡ ِل ِل ٱلَّذِي‬ َّ ُ‫علَّ َمه‬ َ ‫ب َك َما‬ َ ُ ‫َي ۡكت‬
‫ش ِهيدَ ۡي ِن ِمن ِر َجا ِل ُك ۡۖۡم فَإِن‬ َ ْ‫ٱست َۡش ِهدُوا‬ ۡ ‫ض ِعيفًا أ َ ۡو ََل يَ ۡست َِطي ُع أَن ي ُِم َّل ُه َو فَ ۡليُمۡ ِل ۡل َو ِليُّهۥُ بِ ۡٱلعَ ۡد ِل َو‬ َ ‫س ِفي ًها أ َ ۡو‬ َ ‫ۡٱل َح ُّق‬
‫ض َّل ِإ ۡحدَى ُه َما فَتُذَ ِك َر ِإ ۡحدَى ُه َما ۡٱۡل ُ ۡخ َرى‬ ِ َ ‫ش َهدَآَٰ ِء أَن ت‬ ُّ ‫ض ۡونَ ِمنَ ٱل‬ َ ‫َان ِم َّمن ت َۡر‬ ِ ‫ل َوٱمۡ َرأَت‬ٞ ‫لَّ ۡم َي ُكونَا َر ُجلَ ۡي ِن فَ َر ُج‬
‫ٱللِ َوأ َ ۡق َو ُم‬
َّ َ‫ط ِعند‬ ُ ‫س‬َ ‫يرا ِإلَ َٰٓى أ َ َج ِل ِهۦ ذَ ِل ُك ۡم أ َ ۡق‬ً ‫يرا أ َ ۡو َك ِب‬ ً ‫ص ِغ‬ َ ُ‫عواْ َو ََل ت َۡس ُم َٰٓواْ أَن ت َۡكتُبُوه‬ ُ ُ‫ش َهدَآَٰ ُء ِإذَا َما د‬ ُّ ‫ب ٱل‬ َ ‫َو ََل يَ ۡأ‬
‫علَ ۡي ُك ۡم ُجنَا ٌح أ َ ََّل ت َۡكتُبُوه َۗا‬ َ ‫س‬ َ ‫يرونَ َها بَ ۡينَ ُك ۡم فَلَ ۡي‬ ُ ‫اض َرة ت ُ ِد‬ ِ ‫َل أَن ت َ ُكونَ تِ َج َرة ً َح‬ َٰٓ َّ ِ‫ش َهدَةِ َوأ َ ۡدن ََٰٓى أ َ ََّل ت َۡرت َاب َُٰٓواْ إ‬َّ ‫ِلل‬
ُ‫ٱلل‬ َّ ‫ٱللُ َو‬ۗ ۡۖ َّ ْ‫وق ِب ُك ۡۗم َوٱتَّقُوا‬
َّ ‫ٱللَ َويُ َع ِل ُم ُك ُم‬ ُۢ
ُ ‫س‬ ُ ُ‫ َو ِإن ت َ ۡف َعلُواْ فَإِنَّهۥُ ف‬ٞ‫ش ِهيد‬ َ ‫ب َو ََل‬ٞ ‫ضا َٰٓ َّر َكا ِت‬ َ ُ‫َوأ َ ۡش ِهد َُٰٓواْ ِإذَا ت َ َبا َيعۡ ت ُ ۡم َو ََل ي‬
َ ٍ‫ِب ُك ِل ش َۡيء‬
‫يم‬ٞ ‫ع ِل‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika
mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Rasulullah SAW bersabda, “Yang pertama dihisab di hari kiamat nanti ialah sholat,
maka jika sholat itu dikerjakan dengan benar, benarlah semua perbuatannya, tetapi jika
sholat itu rusak, rusaklah semua perbuatannya. (HR. Thabrani). Umar ibnul Khaththab r.a
berkata, “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab, dan timbanglah amalanmu
sebelum kamu ditimbang, dan bersiaplah untuk menghadapi hari di mana semua amal
perbuatan dibeberkan.Imam Syafi’i berkata, “siapa yang mempelajari hisab atau
perhitungan, luaslah pikirannya” Berkata Ibnu Abidin, “catatan atau pembukuan seorang
13
agen (makelar) dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Kalau si
pembeli atau kasir maupun makelar itu tidak menggunakan catatan khusus, itu bisa
merugikan orang lain, karena biasanya barang-barang dagangan itu tidak dilihat, seperti
halnya barang-barang yang dikirim ke koneksi-koneksinya di daerah jauh. Jadi, dalam
keadaan seperti ini, mereka biasanya berpegang pada ketentuanketentuan yang tertulis di
dalam daftar-daftar atau surat-surat yang dijadikan pegangan ketika timbul risiko atau
kerugian. 16
Berdasarkan uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa setiap transaksi harus
adanya pencatatan. Allah melarang tidak menuliskan transaksitransaksi secara tegas.
Karena akuntansi memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menegakkan keadilan dan
kesejahteraan sesuai dengan aturan Allah SWT.

16
Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam...,h. 1.
14
E. PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH
Prinsip akuntansi syariah yang merupakan prinsip yang dirumuskan dari syariat
Allah. Adapun prinsip akuntansi syariah menurut Husein Syahatah di antaranya adalah
mengakui hak-hak Allah artinya semua yang ada di alam semesta ini baik berupa langit,
bumi beserta sumber sumber alam, bahkan semua kekayaan yang dimiliki oleh manusia itu
semuaya milik Allah karena Dia lah yang menciptakan semuanya. Tugas manusia hanya
mengelola, mengurus dan memanfaatkan alam semesta ini beserta isinya untuk
kelangsungan dan kesejahteraan makhluk hidup, menjaga prinsip keadilan artinya
pelaksanaan akuntansi syariah harus menjamin tegaknya keadilan dan kebenaran dalam
segala sisi di operasional organisasi atau perusahaan.17
Harga sekarang, materialitas, objectivity artinya akuntansi syariah harus
memelihara suatu sistem dimana informasi harus disajikan secara objektif dan bukti
transaksi juga harus ditunjukkan secara objektif sehingga semua pihak yang melihat dan
memiliki persepsi yang sama dalam menilai keabsahannya dan dapat ditelusuri oleh siapa
saja yang berkepentingan. Realibility merupakan informasi yang disajikan harus
memberikan kebenaran yang sesungguhnya dan tidak boleh ditutupi atau dimodifikasi.
Artinya dalam memberikan informasi harus dikatakan atau disajikan dengan sejujur-
jujurnya.
Social commitment artinya akuntansi syariah harus memberikan dan tanggung
jawab tentang kondisi sosial masyarakat.Harmonisasi prinsip sehingga dapat dibandingkan
(comparability) consistency artinya akuntansi syariah harus diterapkan secara terus
menerus tidak berubah untuk menjamin kejujuran, keadilan, dan kebenaran informasi yang
disajikan dan transparancy merupakan laporan akuntansi syariah dapat mengungkapkan
secara penuh informasi yang diinginkan dan yang dianggap diperlukan oleh pengguna.
Laporan akuntansi diharapkan dapat memberikan tentang situasi organisasi secara
transparan atau terungkap secara penuh tidak ada yang sengaja disembunyikan untuk
mengelabui pihak luar yang dapat merugikan.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya
adalah sebagai berikut:
1) Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan
musyarakah.

17
IKIT, Akuntansi Penghimpun Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Deepublish, 2015, h. 38-
15
2) Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan
istishna.
3) Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
4) Transaksi yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
5) Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn
Prinsip Umum Akuntansi Islam, Berdasarkan Surat Al Baqarah 282 :
1. Prinsip Pertanggungjawaban (accountability)
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala
praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah
diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
2. Prinsip Keadilan
Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-
Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang
dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Dengan kata lain
tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
3. Prinsip Kebenaran
Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan & pengukuran
laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan
pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan
dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam
ekonomi.
Akuntansi Syariah (dalam hal ini adalah knowledge) digunakan untuk memandu
praktik akuntansi (action). Dari keterkaitan ini kita bisa melihat bahwa teori Akuntansi
Syariah (knowledge) dan praktik Akuntansi Syariah (action) adalah dua sisi dari satu uang
logam yang sama. Keduanya tidak dapat dipisahkan, keduanya juga tidak boleh lepas dari
bingkai keimanan/tauhid (faith) yang dalam hal ini bisa digambarkan sebagai sisi lingkaran
pada uang logam yang membatasi dua sisi lainnya untuk tidak keluar dari keimanan.
Dalam konteks lingkaran keimanan tadi, maka secara filosofis Akuntansi Syariah
(sebagai salah satu ilmu sosial profetik) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: 18
1. Humanis
2. Emansipatoris
3. Transendental
4. Teleological
Humanis memberikan suatu pengertian bahwa teori Akuntansi Syariah bersifat
manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat dipraktikkan sesuai dengan kapasitas
yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang selalu berinteraksi dengan orang lain
(dan alam) secara dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Emansipatoris mempunyai

18
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2004), h. 7
16
pengertian bahwa teori Akuntansi Syariah mampu melakukan perubahan-perubahan yang
signifikan terhadap teori dan praktik akuntansi modern yang eksis saat ini.
Perubahan-perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan yang membebaskan
(emansipasi). Transendental mempunyai makna bahwa teori Akuntansi Syariah melintas
batas disiplin ilmu akuntansi itu sendiri. bahkan melintas batas dunia materi (ekonomi).
Dengan prinsip filosofis ini teori Akuntansi Syariah dapat memperkaya dirinya sendiri
dengan mengadopsi disiplin ilmu lainnya (selain ilmu ekonomi), seperti: sosiologi,
etnologi, fenomenologi, antropologi, dan lain-lainnya bahkan dapat mengadopsi nilai
ajaran “agama lain”. Kemudian aspek transedental ini sebetulnya tidak terbatas pada
disiplin ilmu, tetapi juga menyangkut aspek ontology, yaitu tidak terbatas pada objek yang
bersifat materi (ekonomi), tetapi juga aspek non-materi (mental dan spiritual). Demikian
juga pada aspek epistemologinya, yaitu dengan melakukan kombinasi dari berbagai
pendekatan. Sehingga dengan cara semacam ini, teori akuntansi syariah benar-benar akan
bersifat emansipatoris.
Teleological memberikan suatu dasar pemikiran bahwa akuntansi tidak sekadar
memberikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga memiliki tujuan
transendental sebagai bentuk pertanggung jawaban manusia terhadap Tuhannya, kepada
sesama manusia, dan kepada alam semesta. Prinsip filosofis ini menjadi bagian yang sangat
penting dalam konstruksi Akuntansi Syariah, karena di dalamnya terkandung karakter yang
unik yang tidak dapat ditemukan dalam wacana akuntansi modern. Teori Akuntansi
Syariah memberikan guidance tentang bagaimana seharusnya Akuntansi Syariah itu
dipraktikkan.

F. NILAI-NILAI AKUNTANSI ISLAM DALAM ALQURAN


Berikut adalah kandungan nilai dalam Alquran yang menjadi asumsi filosofis
akuntansi Islam: Pertama, Keadilan. Keadilan adalah konsepsi yang mengatur pola
pemetaan distribusi hak dan kewajiban, yang pengimplementasiannya menurut Abu Ubaid
akan membawa kesejahteraan sosial dan keselarasan sosial.19 Kesejahteraan suatu tatanan
masyarakat tidak lepas dari peran apakah sistem yang terbentuk berdasarkan keadilan atau
tidak, sebab keadilan dapat dianggap sebagai tiang dari kesejahteraan. Islam sangat
menegaskan pentingnya keadilan, bahkan dianggap sebagai bagian dari hakikat penciptaan
manusia dengan amanah menegakkan keadilan di muka bumi .

Akuntansi memegang peranan penting dalam menegakkan keadilan, apakah dalam


struktur akuntansi, metode penilaian, pengakuan maupun pencatatan mencerminkan
keadilan atau sebaliknya. Kedua, Kebenaran prinsip kebenaran tidak lepas perannya

19
Karim, Adiwarman. 2006. Bank Islam-Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
17
terhadap penegakan nilai yang lain. Kebenaran bagi manusia identik dengan kejujuran dan
komitmen moral dalam bertindak dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

Nilai-nilai tersebutlah yang menjadi differensia antara akuntansi Islam dan


konvensional, disamping menjadi kekuatan dalam mencapai orientasi akuntansi Islam yang
selaras dengan tujuan ekonomi Islam yakni pemerataan kesejahteraan bagi seluruh ummat,
sebagai wujud masyarakat Islam sebagai masyarakat komunal. Kesejahteraan ummat baik
materil maupun non materil dalam Islam dianggap sebagai bagian dari sistem sosial.
Kesejahteraan tidak diserahkan pada ‘’kebaikan’’ personal, melainkan terjabarkan dalam
sistem sosial yang mengikat secara hukum.

18
KESIMPULAN

Dengan penelusuran arus akuntansi dan aplikasinya di zaman saat pertama


perkembangan islam. ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di
bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang
kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi
yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi
wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal”
(pengawas keuangan). Bahkan di dalam kitab al-qur’an sendiri dapat kita temukan dalam
ayat terpanjangnya yaitu surah Al-Baqarah ayat 282 yang membicarakan hal yang
berhubungan dengan akuntansi yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah)
dalam bermuamalah (bertransaksi) penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-
dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum
yang harus dipedomani dalam hal tersebut dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata
Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Alquran telah diturunkan pada
tahun 610M, yakni 800 tahun jauh lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan
bukunya pada tahun 1494M. Dalam akuntansi islam terdapat tiga nilai atau prinsip
akuntansi yang secar umum yaitu pertanggung jawaban, keadilan dan kebenaran yang
selalu melekat dalam sistem akuntansi islam tersebut. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah
menjadi prinsip dasar yang operasional dalam prinsip akuntansi islam. Prinsip pertanggung
jawaban, Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing
lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep
amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan
sang khalik mulai dari alam kandungan.
Prinsip keadilan, jika ditafsirkan lebih lanjut, surat Al-Baqarah ayat 282
mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja
merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan
nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada
dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek
kehidupannya. Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-
Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh
perusahan harus dicatat dengan benar. Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak
19
dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita kan selalu
dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat
dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran, kebenaran ini dapat
menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan tansaksi-transaksi
dalam ekonomi. Pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi.

20

Anda mungkin juga menyukai