Anda di halaman 1dari 53

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL


PENDERITA TB PARU DI DESA DANDER
WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN 2019

SETIYONO
NIM.P27823118035

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2019

i
GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL
PENDERITA TB PARU DI DESA DANDER
WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Kepada :
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Surabaya
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mendapatkan Sebutan
Ahli Madya Kesehatan ( AMd.Kes )

Oleh :
SETIYONO
NIM.P27823118035

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2019

ii
Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :

GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL PENDERITA TB


PARU DI DESA DANDER, WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2019

Disusun oleh :SETIYONO/ NIM. P27823118035

Telah siap diajukan dan dipertahankan pada Seminar Karya Tulis Ilmiah Program
Studi D-III Kesehatan Lingkungan Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya dalam rangka Ujian akhir Program
untuk memperoleh sebutan profesional Ahli Madya Kesehatan (AMd.Kes )

Surabaya, Mei 2019

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

DEMES NURMAYANTI, ST, M.Kes NGADINO, S.Si, M.Psi.


NIP. 19760706 200604 2 015 NIP.19600612 198303 1 002

iii
Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :
GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL PENDERITA TB
PARU DI DESA DANDER, WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2019

Disusun Oleh : SETIYONO / NIM. P27823118035

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah


Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan Jurusan Kesehatan Lingkungan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya dalam rangka ujian akhir
untuk memperoleh sebutan profesional Ahli Madya Kesehatan.

Pada tanggal :Mei 2019

Mengesahkan :
Ketua Jurusan D-III Kesling Surabaya Ketua Prodi D-III Kesling Surabaya
Poltekkes Kemenkes Surabaya Poltekkes Kemenkes Surabaya

Ferry Kriswandana, SKM, M.Kes Nurhaidah, SKM, M.Kes


NIP. 19700711 199403 1 003 NIP. 19720208 199602 2 001

Dewan Penguji
1. HADI SURYONO, ST, MPPM ...........................................
NIP. 19620930 198503 1 004
Ketua
2. NGADINO, S.Si, M.Psi. ...........................................
NIP. 19600612 198303 1 002

3. DEMES NURMAYANTI, ST, M.Kes. ...........................................


NIP. 19760706 200604 2 015

iv
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar/sebutan akademik
di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak ada
karya/pendapat yang pernah ditulis oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar acuan.
Apabila ditemukan suatu jiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima
akibatnya berupa sanksi akademis dan sanksi lain yang diberikan oleh yang
berwenang.

Surabaya, Mei 2019

Yang membuat pernyataan,

Materai
Rp 6000,-

SET IYONO
NIM P27823118035

v
Kementerian Kesehatan Ri
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Program Studi D-Iii Kesehatan Lingkungan
Karya Tulis Ilmiah Juli 2019

ABSTRAK

Setiyono

GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL


PENDERITA TB PARU DI DESA DANDER
WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO
TAHUN 2019

Vii + 52 Halaman + 10 tabel + 7 lampiran

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Sebagian besar TB tidak
hanya menyerang paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya.Infeksi TB
terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil Tuberkulosis yang berasal dari orang yang terinfeksi. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan lingkungan fisik rumah tinggal penderita TB
Paru di Desa Dander Wilayah Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro
Jenis penelitian yang digunakan adalah case control dengan sampel terdiri
dari 19 sampel kasus , yaitu responden penderita TB Paru BTA (+) yang tercatat
dalam buku register TB Paru, dan Observasi terhadap Kondisi Lingkungan Fisik
Rumah Tinggal Penderita TB Paru.
Saran bagi petugas Puskesmas Dander untuk meningkatkan upaya promosi
kesehatan, khususnya sanitasi lingkungan rumah, penyuluhan tentang TB paru
dan melakukan pemantauan fisik rumah secara berkala untuk mencegah penularan
serumah terhadap kejadian TB Paru.

Kata Kunci : TB Paru, Lingkungan Fisik Rumah

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya menjadi


sempurnalah semua kebaikan. Tak lupa kami panjatkanPuji Syukur Alhamdulillah
kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang dengan segala nikmat yang telah
diberikan kepada hambanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
proposalKarya Tulis Ilmiah ini, dengan judul :
GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TINGGAL PENDERITA TB
PARU DI DESA DANDER, WILAYAH PUSKESMAS DANDER
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2019
Penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan
guna menyelesaikan program Diploma III Kesehatan Lingkungan Surabaya.
Terselesaikannya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang terlibat baik berupa materi, moral dan
spiritual. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
2. Ferry Kriswandana, SST, MT. selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah
3. Nur Haidah, SKM. M.Kes. selaku Ketua Program Studi D-IIIJurusan
Kesehatan Lingkungan Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melaksanakan penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. Demes Nurmayanti, ST, M.Kes..selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan segala waktu, tenaga dan upayanya untuk memberikan bimbingan
kepada penulis hingga terselesainya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ngadino,S.Si, M.Psi.selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
segala waktu, tenaga dan upayanya untuk memberikan bimbingan kepada
penulis hingga terselesainya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
6. Hadi Suryono, ST, MPPM, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan terhadap Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Dr. Diah Ngesti Kumalasari selaku Kepala UPTD Puskesamas Dander
kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro yang telah memberikan kesempatan
kepada peniliti untuk melakukan penelitian dan penyusunan Karya Tulis ini.
8. Kepada semua pihak yang tersebut maupun yang tidak tersebut di atas, semoga
mendapatkan imbalan yang lebih baik dari Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala yang telah dilakukan demi terselesainya Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan.
Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis menerima dengan
tangan terbuka. Akhirnya saya berharap Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi para pembaca umumnya dan
perkembangan dunia pendidikan di Akademi pada masa yang akan datang.

Surabaya,Mei 2019
Penulis

viii
DAFTAR ISI

Judul Halaman Halaman


HALAMAN JUDUL................................................................................... i
LEMBARPERSYARATAN GELAR ......................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................ v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL .................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ............................. 3
1. Identifikasi Masalah ............................................................ 3
2. Batasan Masalah ................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1. Tujuan Umum ...................................................................... 3
2. Tujuan Khusus...................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
1. Bagi Penulis.......................................................................... 4
2. Bagi Masyarakat ................................................................... 4
3. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan ................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5
A. Tuberkulosis ............................................................................ 5
1. Pengertian Tuberkulosisi ..................................................... 5
2. Kuman Tuberkulosis............................................................ 5
3. Patogenesis Tuberkulosis .................................................... 6
4. Grjala Tuberkulosis ............................................................. 6
5. Diagnosis Tuberkulosis ....................................................... 6
6. Klasifikasi Penyakit ............................................................. 8
7. Tipe Penderita ...................................................................... 8
8. Upaya Pencegahan ............................................................... 8
B. Faktor Resiko yang behubungan dengan kejadian TB Paru .... 9
1. Lingkungan Fisik ................................................................. 10
2. Ventilasi ............................................................................... 10
3. Pencahayaan ........................................................................ 10
4. Jenis Lantai .......................................................................... 10
5. Kelembaban Ruangan .......................................................... 11
6. Kepadatan Hunian ............................................................... 11
C. Kerangka Konsep ................................................................... 11

ix
BAB III METODE PENELITIAN ..................................... ……………… 21
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 21
B. Lokasi Waktu Penelitian ......................................................... 21
C. Populasi, Sampel, Besar Sampel Dan Pengambilan Sampel. .. 21
D. Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 21
E. Sumber Data ............................................................................ 30
F. Pengumpulan Data .................................................................. 30
G. Metode Analisis Data .............................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Tabel II.1 ........................................................................................ 7
2. Tabel II.2 ........................................................................................ 8
3. Tabel III.1 ....................................................................................... 21

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 .......................................................................................... 13
Gambar 2.2 ........................................................................................... 14
Gambar 2.3 ............................................................................................ 18

xii
Daftar Lampiran
Lampiran Halaman
Lampiran 2.1 ....................................................................................... 13
Lampiran 2.2 ........................................................................................ 14
Lampiran 2.3 ........................................................................................ 18

xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

DaftarSingkatan :
TB = Tuberkulosis
Permenkes = Peraturan menteri Kesehatan
Depkes = Departemen Kesehatan
WHO = World Health Organization
BTA = Basil Tahan Asam
TU = Tuberkulosa Unit
SPS = Sewaktu Pagi Sewaktu
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
BCG = Bacillus Calmette Guerin
Kepmenkes = Keputusan menteri Kesehatan
RI = Republik Indonesia
HIV = Human imunno virus
AIDS =Aquaired Imunno Defisiensi Syndrome
RI = Republik Indonesia
PPD = Purivied protein derivative
PPI = Program pengembangan Imunisasi
EPI = Expandedprogramme of Immunization
NTP = National Tuberkolusis Programme
GDSC = Gerakan Desa Sehat Dan Cerdas
Perbup = Peraturan Bupati
Perda = Peraturan Daerah
Dinkes = Dinas Kesehatan

Daftar Simbol:
(+) = Positif
≤ = kurang dari atau sama dengan
≥ = Lebih dari atau sama dengan
% = Persen
0
C = Derajat Celcius
cc = cubic centimeter
mm = mili meter
m2 = meter persegi

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan
umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, yang
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan
dan atau dapat menjadi tempat penyebab penularan penyakit (Permenkes
RI No.75 tahun 2014)
Dalam hal ini di wilayah Puskesmas Dander sebagai ujung
tombak pelayanan dan pembangunan bidang kesehatan di wilayah
kerjanya berfungsi :
1. Pusat pemberdayaan masyarakat
2. Pusat pelayanan kesehatan primer perorangan dan masyarakat
3. Pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan
Dalam memberikan pelayanan di wilayahnya, Puskesmas Dander juga
melakukan program pengawasan lingkungan perumahan, agar aman dan
tidak berdampak masalah kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas
Dander.Salah satu kegiatan Puskesmas Dander adalah upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit TB paru.
Penyakit tubercolusis paru merupakan penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium Tubercolosis ).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat mengenai organ
tubuh lainnya. Pada waktu batuk bersin,penderita menyebarkan kuman
ke udara dalambentuk droplet ( percikan dahak ). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam.Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab (Depkes RI, 2010 )
Penyakit TB saat ini diakui sebagai penyakit yang berbahaya dan
mematikan.Untuk meminimalkan adanya penderita TB,diperlukan
seorang petugas kesehatan atau kader untuk menekan kasus TB Paru.

1
Seorang petugas kesehatan menekan tersangka penderitasedini mungkin
mengingat tuberculosis adalah penyakit menular yang dapat
mengakibatkan kematian ( Depkes RI, 2010 ).
Berdasarkan WHO pada tahun 2014 terdapat 9,6 Juta penduduk
dunia terinfeksi kuman TB, Dan jumlah kasus TB paru terbanyak pada
wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara(25%), dan wilayah
Mediterania Timur (17%) sedangkan jawa Timur merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang angka kejadian TB paru BTA + cukup tinggi
21.446 penderita dan capaian suspek TB paru hanya 27.600 (54%),
sedangka wilayah kabupaten bojonegoro penemuan kasus TB Paru
positif tahun 2018 terdapat 1824 penderita , sedangakan penemuan kasus
TB BTA positif di kecamatan Dander terdapat 70 kasus dan suspect
kasus (Dinkes Bojonegoro,2018) dan dari 9 desa yang ada di wilayah
Puskesmas di kecamatan Dander, Desa Dander termasuk penemuan
kasus yang paling tinggi sebanyak 12 penderita pada tahun 2018.
Penyakit Tuberkulosis termasuk penyakit menular kronis dengan
pengobatan yang panjang dan jenis obat yang lebih dari satu.Diberbagai
Negara yang tergolong high bourden country, jumlah kasus TB terus
meningkat dengan angka kesembuhan yang tergolong rendah.Dalam
upaya diadakan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Selain itu,semua kontak
penderita TB Paru BTA Positif dengan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya. Upaya untuk meningkatkan angka penemuan kasus TB di
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat termasuk
salah satu peran kader yang perlu di perkuat,salah satunya melalui
edukasi kepada kader. Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang
di percaya untuk menjadi pengelola upaya kesehatan masyarakat (
Notoatmodjo,2010).
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif,artinya
penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang
berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan penderita TB yang
dilakukan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan dan peran

2
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita.Cara ini biasa
dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.
Menemukan kasus TB diperlukan juga peran kader kesehatan
sangat aktif untuk meminimalkan terjadinya peningkatan dari kasus TB
atau penderita TB.Upayanya diadakan penyuluhan-penyuluhan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat memeriksakan diri ke unit
pelayanan kesehatan.
Keberadaan kader kesehatan TB Paru di masyarakat dalam
penemuan kasus TB Paru sangat penting karena dapat berperan sebagai
penyuluh, membantu menemukan tersangka penderita secara dini,
merujuk penderita untuk periksa pelayanan kesehatan.Wilayah
Puskesmas Dander mempunyai 3 kader TB sejak maret tahun 2016
sampai sekarang.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Gambaran Lingkungan Fisik Rumah Tinggal
penderita TB di Desa Dander Wilayah Kerja Puskesmas Dander
Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dari latar belakang, menurut WHO
pada tahun 2014 terdapat 9,6 Juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB,
Dan jumlah kasus TB paru terbanyak pada wilayah Asia Tenggara
sejumlah 25% dari jumlah penduduk. Sedangkan jawa Timur merupakan
salah satu provinsi di Indonesia yang angka kejadian TB paru BTA +
cukup tinggi 21.446 penderita dan capaian suspek TB paru hanya 27.600
(54%).
Wilayah kabupaten bojonegoro penemuan kasus TB Paru positif
tahun 2018 terdapat 1824 penderita. penemuan kasus TB BTA positif di
kecamatan Dander terdapat 70 kasus dan suspect kasus (Dinkes
Bojonegoro,2018), dari 9 desa yang ada di wilayah Puskesmas di
kecamatan Dander, Desa Dander termasuk penemuan kasus yang paling
tinggi sebanyak 19 penderita pada tahun 2019

3
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latarbelakang tersebut maka yang menjadi rumusan
masalah penelitian ini adalah “bagaimanakah gambaran lingkungan fisik
rumah tinggal penderita dengan TB paru di Desa Dander Wilayah Kerja
Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun
2019”
D. TujuanPenelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran lingkungan fisik rumah Tinggal
penderita TB paru di Desa Dander Wilayah Kerja Puskesmas Dander
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019.
2. TujuanKhusus
a. Mengidentifikasi Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019
b. Mengukur ventilasi rumah, pencahayaan, jenis lantai, kelembaban
ruangan penderita TB Parudi Desa Dander Wilayah Kerja
Puskesmas Dander Kecamatan Dander Tahun 2019
c. Menghitung kepadatan hunian kamar penderita TB Paru di Desa
Dander Wilayah Kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander
Tahun2019.
d. Mendeskripsikan kondisi lingkungan fisik rumah tinggal penderita
TB yaitu ventilasi rumah, pencahayaan, jenis lantai, kelembaban
rumah, dan kepadatan hunian penderita di Desa Dander Wilayah
Kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander Tahun2019.
E. Manfaat Penelitian
1. BagiPenulis
Menambah wawasan bagi penulis tentang penelitian dalam
bidang kesehatan dan sebagai syarat unruk menyelesaikan pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes RI JurusanKesehatan
Lingkungan Surabaya serta mengetahui hubungan lingkungan fisik
rumah dengan kejadian TBParu.

4
2. Bagimasyarakat
Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat untuk mengetahui
cara penularan dan cara pencegahan agar tidak tertular penyakit TB
paru dan dapat menambah wawasan masyarakat dalam melakukan
upaya penyehatan lingkungan khususnya penyehatan lingkungan
rumah.
3. Bagi Puskesmas dan DinasKesehatan
Sebagai bahan pertimbangan dan pertimbangan dalam membuat
program untuk menyelesaikan kasus penyakit berbasis lingkungan
khususnya penyakit TB paru.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis
1. PengertianTuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang termasuk genus Mycobacterium.
Diantara 30 lebih anggota Mycobacterium diperkirakan ada tiga jenis
yang dapat menyebabkan masalah kesehatan, salah satu diantaranya
adalah Mycobacterium tuberculosis(Achmadi,2008).
Menurut Yunus dalam Achmadi (2008), sebagian besar bakteri
Tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ lain
di dalam tubuh selain paru. Secara khas, bakteri dapat membentuk
granuloma di dalam paru sehingga dapat menimbulkan kerusakan
jaringan paru atau nekrosis paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan bakteri M.
tuberculosis, yaitu bakteri aerob yang dapat hidup di dalam tubuh
manusia terutama di paru atau di organ tubuh yang lain yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini dapat
beristirahat (dorman) dalam organ tubuh manusia dan dapat aktif
kembali ketika daya tahan tubuh host rendah. Bakteri ini dapat tahan
terhadap asam dan pertumbuhan bakteri juga berjalan lambat karena
pada membran sel bakteri ini terdapat kandungan lemak yang tinggi
(Rab,2010).
2. Kuman Tuberkulosis
Karakteristik kuman Mycrobacterium adalah berbentuk batang,
tidak bergerak, aerob, gram negatif, dinding sel mengandung: lipid,
fosfatida, polisakarida, pertumbuhan kuman lambat, ukuran 1-4
mikron x 0,2 – 0,5 mikron, tidak berspora, tumbuh secara optimal
pada suhu 37○C, sifat istimewanya yaitu tahan terhadap penghilangan
warna dengan asam (BTA) dan untuk berkembang biak melakukan
pembelahan diri, dari satu basil membelah menjadi dua dibutuhkan

6
waktu 14-20 jam lamanya (Tabrani, 1996). Kuman Tuberkulosis cepat
mati dengan sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat tidur(dormant),tertidur selama beberapa tahun
(Depkes RI,2002).
3. Patogenesis Tuberkulosis
Tuberkulosis mempunyai patogenesis penyakit.Penularan
Tuberkulosis terjadi melalui udara.Pada umumnya terdapat pada udara
dalam rumah yang pengap dan lembab.Sumber penularannya adalah
dari penderita TB paru dengan BTA+.Ketika penderita batuk, bersin,
atau berbicara, maka ribuan bakteri M. tuberculosis keluar bersama
dengan percikan ludah dari napas si penderita. Daya penularan dari
satu orang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dan berdasarkan patogenesitas dari bakteri tersebut.
Selain itu, daya penularan juga dipengaruhi oleh lamanya seseorang
menghirup udara yang telah bercampur dengan bakteri tersebut
(Achmadi, 2008).Basil Tuberkulosis yang masuk ke dalam paru-paru
melalui bronkus pertama sekali secara langsung tanpa sengaja disebut
primary infection.Infeksi primer terjadi ketika pertama kali seseorang
tanpa sengaja kemasukan basil atau bakteri dan tanpa gejala. Pada
sebagian orang, ketika bakteri masuk tubuhnya akan merespon bakteri
yang masuk tersebut dengan memberikan perlawanan terhadap bakteri
oleh makrofag. Akan tetapi, pada sebagian orang yang lain, bakteri
berkembang biak dan melakukan pembelahan diri di dalam paru-
parunya sehingga orang tersebut mulai terinfeksi dan mengakibatkan
peradangan dalam paru-paru. Oleh karena itu, selanjutnya disebut
sebagai kompleks primer.Infeksi terjadi dimulai ketika bakteri masuk
hingga terjadi pembentukan kompleks primer dalam waktu 4-6
minggu.Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada tes
tuberkulin (Achmadi, 2008).
Menurut Miller dalam Rusnoto (2006), penyakit TB paru
sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang terkena infeksi primer

7
saat kecil dan tidak ditangani dengan baik.Biasanya angka kesakitan
pada penderita terjadi akibat tidak terdeteksi secara dini, tidak
mendapatkan pengobatan atau keterlambatan pengobatan dan
ketidaktahuan atau ketiadaan informasi yang lengkap mengenai
pencegahan yang tepat.
4. Gejala Tuberkulosis
Ada beberapa gejala yang dapat ditemui pada penderita TB
paru yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik. Menurut Harrisons
dalam Achmadi (2008), secara sistemik penderita umumnya akan
mengalami demam yang berlangsung pada sore dan malam hari yang
disertai dengan keringat dingin meskipun tidak ada melakukan
kegiatan dan kadang-kadang demamnya menghilang. Gejala seperti
ini akan timbul lagi setelah beberapa bulan seperti demam influenza
biasa dan kemudian juga seolah-olah sembuh seperti tidak ada
demam. Gejala lain yang timbul adalah malaise yaitu perasaan lesu
yang bersifat kronik atau berkepanjangan yang disertai dengan rasa
tidak enak badan, lemas, pegal- pegal, nafsu makan menurun, berat
badan semakin menurun atau berkurang, pusing, dan mudah letih
(Achmadi, 2008). Gejala sistemik ini dapat terjadi pada penderita TB
paru dan penderita TB organ lainnya.Selain gejala sistemik, ada pula
gejala respiratorik atau gejala sistem saluran pernapasan yaitu batuk.
Batuk dapat berlangsung secara terus- menerus selama lebih dari 3
minggu. Terkadang batuk yang berlangsung disertai dengan darah
atau disebut batuk darah.Batuk darah dapat terjadi karena pecahnya
pembuluh darah di dalam alveoli akibat luka yang sudah lanjut.Gejala
respiratorik lainnya adalah batuk produktif yaitu batuk dalam upaya
pengeluaran sputum atau dahak dari saluran pernapasan.Dahak ini
kadang mempunyai sifat mukoid atau purulent. Apabila kerusakan
sudah parah dan melebar, maka akan timbul sesak napas dan apabila
sudah sampai mengenai pleura, maka dada akan terasa nyeri
(Achmadi, 2008).

8
5. Diagnosis Tuberkulosis

Seseorang yang telah mengalami batuk lebih dari 2 minggu,


berat badan menurun, berkeringat ketika tidur di malam hari tanpa ada
aktivitas, maka orang tersebut dapat dicurigai terkena TB paru.Orang
yang dicurigai terkena TB paru harus segera diperiksa. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan foto toraks
Pada pemeriksaan radiologi atau foto toraks akan tampak
gambaran radiologi berupa infiltrat atau bayangan berwarna putih
seperti awan pada paru- paru unilateral yang disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa di bagian infiltrat berada atau tampak
gambaran infiltrat atau nodular pada hampir kedua lapang atas paru
(Rab, 2010).
2. Pemeriksaan tes kulit
Pemeriksaan Tuberkulosis dapat dilakukan dengan tes kulit
atau tes tuberkulin. Tes tuberkulin diberikan dengan menyuntikkan
0,1 cc PPD (derivat protein murni) secara intradermal. Kemudian
diameter indurasi yang timbul dibaca 48-72 jam setelah tes.
Dikatakan positif biladiameter indurasi lebih besar dari 10 mm. Tes
dengan hasil indurasi yang kurang dari 10 mm masih dapat
mempunyai kemungkinan terkena Tuberkulosis yaitu jika pada
keadaan buruk, Tuberkulosis miliar (50% tes negatif), Tuberkulosis
pleura (lebih dari 33% tes negatif), Tuberkulosis denganHIV positif
(diameter indurasi berukuran antara 5-10 mm), dan kasus
Tuberkulosis yang baru (Rab, 2010). Tuberkulin dalam jumlah
besar disuntikkan ke dalam host yang hipersensitif dapat
menimbulkan reaksi lokal yang berat dan pandangan yang hebat
dan nekrosis pada tempat infeksi. Berdasarkan dasar ini, tes
tuberkulin menggunakan 5 TU dan pada orang yang disangka
hipersensitif hebat tes kulit dimulai denagn 1 TU.Bahan yang lebih
pekat (250 TU) hanya diberikan bila reaksi terhadap 5 TU

9
negatif.Tes tuberkulin menjadi positif dalam 4-6 minggu setelah
infeksi (Jawetz, dkk, 2013).
3. Pemeriksaan BTA+ pada sputum atau dahak
Pemeriksaan dahak sedikitnya dilakukan 3 kali yaitu
pengambilan dahak sewaktu penderita datang ke tempat pengobatan
dan dicurigai menderita TB paru (suspek), pemeriksaan kedua
dilakukan keesokan harinya, yang diambil dahak pagi dan
pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan
dirinyasambil membawa dahak pagi. Oleh karena itu, disebut
pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).Diagnosis TB paru pada
orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA (Basil
tahan Asam) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila paling tidak 2 dari 3
pemeriksaan spesimen sputum SPS ditemukan BTA atau BTA
positif. Apabila hanya 1 spesimen yang menunjukkan hasil positif
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu rontgen dada atau
foto toraks (Achmadi, 2010).
Menurut Djojodibroto (2012), ada sebagian besar pasien TB
paru yang\ tidak menunjukkan adanya basil Tuberkulosis pada
pemeriksaan bakteriologiknya, namun gejala klinis dan foto
toraksnya mengarah kepada gejala Tuberkulosis. Pada pasien yang
seperti ini tidak dapat ditegakkan diagnosis pasti. Oleh karena itu,
agar pasien tersebut dapat diberi terapi sesuai dengan penyakit TB
paru dan penularan penyakitnya terbatas, perlu dibuat cara
klasifikasi khusus untuk diagnosis TB paru. Penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe penderita Tuberkulosis memerlukan suatu definisi
yang memberikan batasan baku setiap kalasifikasi dan tipe
penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
defenisi kasus,yaitu:
1. Organ tubuh yang sakit paru atau ekstra paru

10
2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung BTA
positif atau BTA negatif
3. Riwayat pengobatan sebelumnya:baru atau sudah pernah diobati
4. Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat
6. Klasifikasi Penyakit
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang menyerang
jaringan paru,tidak termasuk pleura(selaput paru).
a. Tuberkulosis Paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hanya BTA
positif.Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis aktif
b. Tuberkulosis Paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan
foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis
aktif.TB paru BTA negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,yaitu bentuk
berat dan ringan.Bentukberat bila gambaran foto rontgen dda
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya
proses “far advanced”atau miller, dan atau keadaan umum
penderita buruk(Depkes RI,2007).
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosisyang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura,selaput otak,selaput jantung
(paericardium),kelenjar lymfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.TB ekstra paru dibagi
berdsarkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu:
a. TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya :TB kelenjar limphe,pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) sendi,dan kelenjar
adrenal.

11
b. TB Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis,milier,perikarditis,perionitis, pleuritis
eksudativa duplex,TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kencing dan alat kelamin (Depkes RI,2007).
7. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a. KasusBaru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan /30 dosis harian
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Pindahan (Transferin)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian berobat ke kabupaten ini.Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/dropout)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhentibulan atau lebih, kemudian datang kembali
berobat.Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTApositif.
e. Lain-lain
1. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan
sebelum akhir pengobatan atau lebih).Adalah penderita dengan
hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke 2pengobatan.

12
2. Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 ( Depkes RI,2007).
8. Upaya Pencegahan TB
a. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Dalam menangani masalah Tuberkulosis di suatu Negara
seperti Indonesia diperlukan program penanggulangan yang
terencana baik, dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada, dapat dievaluasi dan dapat memberikan hasil yang
optimal dalam menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat
penyakit ini, belum semua negara di dunia memiliki program
penanggulangan Tuberkulosis yang berskala nasional
Tuberkulosis Control Programme (NTP).
b. Berskala Nasional dan Terintegrasi
Badan Kesehatan Nasional dunia (WHO) telah
menggariskan beberapa hal yang patut dilakukan oleh suatu
program nasional penanggulanggan Tuberkulosis.Program ini
seyogyanya benar-benar berskala nasional mengingat
Tuberkulosis biasanya tersebar secara luas di seluruh daerah di
suatu negara, dan untuk mendapatkan dampak yang bermakna,
maka program tersebut harus dikerjakan dalam cakupan yang
luas.Selain harus berskala nasional, WHO juga menganjurkan
agar program penanggulangan Tuberkulosis ini bersifat
permanen, menetap, terus-menerus dilakukan dan jangan terputus
di tengah jalan. Dalam proses pelaksanaan program maka kasus
Tuberkulosis baru masih akan tetap muncul, dan karena itu perlu
tersedianya pelayanan kesehatan. Guna mendapatkan hasil yang
optimal, diharapkan agar program penanggulangan Tuberkulosis
berintegrasi dengan program pelayanan kesehatan yang ada di
negara itu.Khususnya dalam pelayanan kesehatan primer.Jadi
untuk mendapatkan pelayanan bagi penyakit
Tuberkulosis.Seseorang cukup datang ke Puskesmas setempat.

13
c. Program
1. Imunisasi BCG
Penanggulangan Tuberkulosis mencakup berbagai
kegiatan guna menurunkan jumlah penderita dan kematian
akibat penyakit ini.Imunisasi BCG adalah salah satunya
mencegah timbulnya Tuberkulosis berat yang dapat
mematikan.Cakupan imunisasi BCG di berbagai belahan dunia
kini telah cukup baik, berkisar antara 80 % sampai 90%.
Secara organisatoris, program pemberian sis ini imunisasi
BCG ini ditangani bersama-sama dengan pemberian
immunisasi yang lain, yang tergabung dalam suatu program
yang disebut Progran pengembangan Imunisasi/PPI (expanded
Programme of immunization/EPI
2. Case Finding(Penemuan Kasus)
Bagian terpenting lainya adalah penemuan
penderita.Dengan berbagai upaya perlu dilakukan agar kita
dapat menemukan penderita sedini mungkin.Untuk dilakukan
diagnosis secara benar, dan dilakukan penyuluhan kesehatan
yang luas dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, agar
semua perlu tahu perannya dalam membantu upaya penemuan
penderita.Setelah ditemukan penderita kemudian dilanjutkan
dengan pengobatan (Aditama, 2000).
B. Faktor Resiko Yang Berbuhungan Dengan Kejadian TB Paru
1. Lingkungan Fisik Rumah
Lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya penyakit sebab
lingkungan merupakan media transmisi penularan penyakit.Menurut
Winslow dalam Chandra (2006), rumah yang sehat adalah rumah yang
memenuhi kriteria sebagai rumahsehat.
Salah satu kriteria rumah sehat adalah dapat memenuhi
kebutuhan fisiologis atau lingkungan fisik rumah Menurut
Departemen Kesehatan RI (2002), rumah sehat adalah rumah yang
dapat memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan dan

14
ventilasi, memenuhi kebutuhan psikologis seperti komunikasi yang
sehat antar penghuni rumah dan anggota keluarga, memenuhi
persyaratan pencegahan penularan penyakit seperti penyediaan air
bersih, dan memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan
baik yang muncul dari luar maupun dari dalam rumah.Yang termasuk
lingkungan fisik rumah adalah ventilasi, pencahayaan, kelembaban
ruangan, jenis lantai dan suhu ruangan.
2. Ventilasi
Ventilasi sangat penting bagi suatu rumah.Ada banyak fungsi
ventilasi rumah. Fungsi yang pertama adalah sebagai tempat
masuknya udara segar ke dalam rumah sehingga udara dalam rumah
dapat bersirkulasi dengan baik dan udara dalam rumah menjadi sejuk.
Penghuni di dalam rumah memerlukan oksigen untuk bernafas. Jika
ventilasi rumah berkurang, maka jumlah oksigen yang masuk ke
dalam rumah akan menjadi berkurang, sehingga kadar karbondioksida
meningkat dalam rumah dan dapat menjadi racun bagi manusia.
Fungsi ventilasi yang kedua adalah sebagai pembebas udara dari
bakteri seperti bakteri patogen misalnya M. Tuberculosis.Bakteri
dapat tumbuh dan berkembang karena tidak ada aliran udara di dalam
ruang sehingga udara hanya berputar-putar di dalam rumah. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, ventilasi
yang kurang juga akanmenyebabkan meningkatnya kelembaban
udara dalam rumah. Hal ini dapat terjadi karena adanya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan oleh tubuh. Apabila
kelembaban udara dalam rumah meningkat, maka bakteri-bakteri
patogen juga akan semakin cepat berkembang biak. Kelembaban
merupakan syarat berkembang biaknya bakteri (Utami, 2003).Ada dua
jenis ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.Ventilasi
alamiah yaitu merupakan sumber masuknya udara ke dalam rumah
yang terjadi secara alamiah misalnya jendela, pintu, dan lubang
angin.Ventilasi buatan adalah ventilasi yang dibuat secara sengaja
untuk mengalirkan udara di dalam rumah misalnya kipas angin dan

15
mesin pengisap udara.Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999
tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas lubang ventilasi
alamiah yang permanen minimal 10% dari luaslantai.
3. Pencahayaan
Menurut Chandra (2006), rumah yang sehat memerlukan
cahaya yang cukup, tidak kurang dan juga tidak berlebih. Setiap
ruangan diupayakan mendapatkan sinar matahari terutama di pagi
hari. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, khususnya
cahaya matahari, akan menyebabkan beberapa gangguan pada
penghuninya misalnya gangguan penglihatan, gangguan kenyamanan,
dan gangguan kesehatan seperti tumbuh dan berkembangnya bakteri
sebagai bibit penyakit seperti bakteri M. Tuberculosis.
Cahaya yang berlebih juga dapat mempengaruhi kesehatan
misalnya kesehatan mata karena terlalu silau melihat. Menurut Utami
(2003), cahaya dapat dibedakan menjadi duayaitu:
a. Cahaya alamiah, yaitu cahaya matahari.
Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen yang ada di dalam rumah, misalnya basil M.
Tuberculosis. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai
celah sebagai jalan masuk cahaya matahari ke dalam
rumah.Sebaiknya luas jalan masuknya cahaya seperti jendela
minimal 15% sampai 20% dari luas lantai rumah. Usahakan agar
cahaya matahari yang masuk harus maksimal dan tidak terhalang
oleh bangunan lain dan usahakan agar cahaya matahari lama
menyinari lantai rumah agar bakteri yang ada di lantaimati.
b. Cahaya buatan,
Yaitu dengan menggunakan sumber cahaya lain selain
matahari seperti lampu. Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999
tentang persyaratan kesehatan perumahan, pencahayaan alam maupun
buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.

16
4. Jenis Lantai
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah,
konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah
dibersihkan dari kotoran dan debu, selain itu dapat menghindari
naiknya tanah yang dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban
dalam ruangan.Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan, lantai yang baik harus bersifa
tkedap air dan mudah dibersihkan yaitu terbuat dari keramik, ubin,
atau semen.Lantai juga harus sering dibersihkan karena lantai yang
basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit. Lantai tanah
cenderung menimbulkan kelembaban dan menyebabkan bakteri
Tuberkulosis dapat bertahan hidup. Lantai yang tidak memenuhi
syarat dapat dijadikan tempat hidupdan berkembangbiaknya
mikroorganisme patogen dan vektor penyakit, menjadikan udara
dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering
sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.Oleh karena itu, keadaanlantai rumah perlu dibuat dari
bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen ataukeramik.
Menurut Deny (2014) yang mengutip pendapat Fahdhienie,
rumah dengan jenis lantai tidak kedap air mempunyai risiko 2,85 kali
lebih besar dibandingkan dengan rumah dengan jenis lantai kedapair.
5. Kelembaban Ruangan
Kelembaban ruangan sangat penting diperhatikan karena jika
rumah terlalu lembab maka akan menjadi tempat yang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme khususnya mikroorganisme
patogen. Menurut Kepmenkes No. 829 Tahun 1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan, kelembaban ruangan yang baik
untuk kesehatan adalah 40% - 70%. Kelembaban rumah bisa dijaga
oleh penghuninya yaitu dengan lantai harus ditutupi dengan bahan
yang kedap air seperti keramik, dinding harus diplester semen agar
tidak lembab, dan ruangan dalam rumah harus selalu disinari oleh
cahaya matahari (Utami, 2003).

17
6. Kepadatan Hunian Rumah
Rumah harus menciptakan rasa nyaman bagi
penghuninya.Rumah yang sehat adalah rumah yang memberikan
kenyamanan bagi penghuninya. Rumah yang terlalu padat (over
crowded) dapat mengurangi kenyamanan penghuninya dan juga dapat
menularkan penyakit dengan cepat. Luas rumah yang tidak sebanding
denganjumlah penghuninya akan menyebabkan terlalu padat
(overcrowded). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan
memberikan pengaruh kesehatan bagi penghuninya. Hal ini tidak
sehat karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen,
dapat pula menyebabkan terjadinya penularan penyakit dengan cepat
terutama apabila terdapat salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi terutama Tuberkulosis, maka penyakit tersebut akan mudah
menular kepada anggota keluarga yanglain, dimana seorang penderita
rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.
Semakin padat suatu rumah maka perpindahan penyakit khususnya
penyakit yang menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat.
Oleh karena itu, kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal
merupakan variabel yang berperan dalam kejadian Tuberkulosis..
Luas bangunan yang baik adalah dapat menyediakan luas 2,5 m
x 3 m untuk setiap anggota keluarga (Utami,2003). Luas kamar tidur
yang memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan keputusan menteri
kesehatan No. 829 Tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan

perumahan adalah minimal 8m2 dan untuk 1 orang yang tidur.

18
C. Kerangka Konsep

Masyarakat penderita

bakteriM. tuberculosis

Gejala :
- Batuk lebih dari 2 minggu
- nafsu makan berkurang
- berat badan menurun
- keringat dingin malam hari

Lingkungan Fisik Rumah :


- LuasVentilasi
Kejadian - Pencahayaan
Tuberkulosis - JenisLantai
Paru - Kelembaban ruangan
- Kepadatan hunian rumah

Pencegahan :
1. Imunisasi BCG
2. Case finding :
a. Active promotive
case finding
b. Passive promotive
case finding

- Perbup. Kab.Bojonegoro No. 47


Th.2014 tentang GDSC
- Perda.Kab. Bojonegoro No.12
Th.2017 tentang Penanggulangan
Tubercolusis dan HIV AIDS
-

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :
: Di Teliti
: Tidak di teliti

19
Penjelasan : Penderita TB Paru bisa menularkan kuman M tuberculosis ke
orang/masyarakat melalui udara atau dengan kontak serumah. Gejala awal
penderita yang tertular M tuberculosis ditandai dengan :
- Batuk lebih dari 2 minggu
- nafsu makan berkurang
- berat badan menurun
- keringat dingin malam hari
kejadian tersebut diatas adalah merupakan kejadian TB Paru .
Kejadian TB Paru dan perkembangan kuman M.Tuberculosis dapat
dipengaruhi oleh lingkunga Fisik rumah antara lain :
- LuasVentilasi
- Pencahayaan
- JenisLantai
- Kelembaban ruangan
- Kepadatan hunian rumah
Dalam upaya mencegah terjadinya TB Paru dan perkembangan M yuberculosis
yaitu dengan program antara lain :
1. Imunisasi BCG
2. Case finding :
a. Active promotive case finding
b. Passive promotive case finding
Yang diatur melaluiPerda.Kab. Bojonegoro No.12 Th.2017 tentang
Penanggulangan Tubercolusis dan HIV AIDS
3. Lingkungan Fisik rumah sehat yang diatur melalui Perbup. Kab.Bojonegoro
No. 47 Th.2014 tentang Gerakan Desa Sehat Dan Cerdas ( GDSC )

20
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskriptifyang bersifat
observasional, yaitu untuk mengetahui gambaran lingkungan fisik rumah
tinggal penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019.
B. Lokasi Dan Waktupenelitian
1. Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas
Dander Kecamatan Dander Tahun 2019.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2bulan , yaitu dari Januari 2019 sampai
dengan bulan Maret 2019.
C. Populasi Penelitian
Sebagai Kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
Tuberkulosis yang tercatat dalam buku regester dan rekam medis TB
Paru BTA (+) di Desa Dander Wilayah Puskesmas Dander periode
2019 yaitu 19 orang.
D. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Penderita TB Paru
2. Luas Ventilasi
3. Pencahayaan
4. Jenis Lantai
5. Kelembaban Ruangan
6. Kepadatan Hunian Kamar

21
E. Definisi operasional
Tabel : III.1.Definisi Operasional variabel Penelitian

Alat
No Variabel Defenisi Ukur Krietria Penilaian
1. Penderita TB Orang yang telah
Paru diperiksa secara klinis Pemerik 1 : Penderita TB Paru
di puskesmas dander saan
menderita TB Paru Klinis
BTA(+) periode th 0 : Bukan TB Paru
2019
2. Luas Lubang penghawaan - Tidak
Ventilasi udara yang berfungsi Meteran memenuhisyarat jika
sebagai tempat keluar luas lubangventilasi≤
masuknya udara ke 10% dari luas lantai.
rumah. - Memenuhi syarat jika
luas lubang ventilasi
≥10 % dari luas
lantai.
3 Pencahayaan Pencahayaan alami atau - Tidak memenuhi
intensitas cahaya alami Lux syarat jika
yang diperoleh dari sinar Meter pencahayaan <60
matahari Lux
- Memenuhi syarat
jika pencahayaan ≥
60 Lux.
4 Jenis Lantai Bahan bangunan yang Observ - Tidak memenuhi
dipakai sebagailantai asi syarat bila kondisi
tidak kedapair
- Memenuhi syarat
bila kondisi
kedapair
5 KelembabanRu Kadar air di udara Hygro Memenuhu syarat
angan dalam ruanganrumah meter bila 40 -70 %
6 Kepadatan Luas Kamar tidur - Tidak memenuhi
Hunian yang diperuntukkan Meteran syarat bila ≤ 8
bagi setiap m2/orang
penghuninya - memenuhi syarat bila
≥ 8 m2 /orang
7 Kondisi Menilai Kondisi Fisik
Lingkungan Rumah Penderita TB Observasi - Tidak memenuhi
Fisik Rumah Paru meliputi : Luas syarat jika nilai ya ˂ 3
penderita TB Ventilasi, Pencahayaan,
Paru Jenis Lantai, - Memenuhi syarat jika
Kelembaban Ruangan, nilai Ya ≥ 3
dan Kepadatan Hunian

22
F. Jenis Pengumpulan Pengolahan Dan Analisa Data
1. Jenis Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan
menjadi dua, yatiu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh/diambil
sipeneliiti yaitu dengan mengadakan wawancara dan pengukuran
dan secara observasional untuk melihat lingkungan kondisi fisik
rumah.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang akan digunakan adalah data rekam medis
Puskesmas Dander mengenai data penyakit Tuberkulosis paru pada
periode tahun 2018 – tahun 2019 yang diperoleh dari Puskesmas.
2. Pengolahan dan Analis Data
a. Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan kemudian dilaksanakan editing
(untuk pengecekan data, kesinambungan data dan keseragaman
data sehingga data dapat terjamin).Kemudian dilaksanakan coding
untuk memudahkan pengolahannya termasuk dalam pemberian
skor dan dilanjutkan dengan mengentry data kemudian data
dianalisa dengan menggunakan komputer secara manual.
b. Analisa Data
Data yang di peroleh, di olah ,di analisa dan dideskrpsikan
dalam bentuk tabel dengan menganut Kepmenkes RI No. 829
Tahun 1999.

23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Dander kecamatan .Dander merupakan kecamatan yang berada di
Kabupaten Bojonegoro dengan jarak tempuh 12 KM dari kota, adapun batas
batas Desa Dander kecamatan Dander :
1. Sebelah Utara Desa Mojoranu
2. Sebelah timur Desa Growok
3. Sebelah Selatan Desa Cancung Kecamatan Bubulan
4. Sebelah Barat Desa Ngunut.

Desa Dander secara administrasi pemerintahan Desa terdiri dari 3 Dusun dari
40 RT dan 4 RW Jumlah Penduduk Dander menurut data profil desa
sebanyak 9464 Jiwa yang terdidri dari jumlah laki-laki sebanyak 4765 jiwa
dan jumlah perempuan sebanyak 4699 Jiwa.
Tabel IV.1
Data Penduduk berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

UMUR (Thn ) L AKI LAKI PEREMPUAN JUMLAH


0 – 5 thn 306 303 609
6 – 10 thn 339 301 640
11 – 15 thn 377 324 701
16 – 20 thn 385 364 749
21 – 25 thn 369 309 678
26 – 30 thn 274 308 582
31 – 35 thn 327 336 663
36 – 40 thn 414 400 814
41 – 45 thn 404 415 819
41 – 45 thn 365 368 733
41 – 45 thn 325 350 675
56 – 60 thn 234 258 492
61 – 65 thn 204 189 393
66 – 70 thn 164 155 319
71 Thn ke Atas 278 319 597

Sumber : Data sekunder Profil Desa Dander

24
Tabel IV.2
Data Penduduk berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Laki laki Perempuan Jumlah

SD 1206 1306 2512


SLTP 866 827 1693
SLTA 951 727 1678
S1 150 148 298
S2 12 4 16
Sumber : Data sekunder Profil Desa Dander

Tabel IV.3
Data penduduk berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Laki Laki Perempuan Jumlah


PNS 105 57 162
POLRI 26 1 27
TNI 42 0 42
Kerja Swasta 346 157 503
Wiraswasta 935 456 1391
Petani 1125 876 2001
Sumber : Data sekunder Profil Desa Dander

Sarana Sosial yang ada di desa Dander antara lain :


1. Sarana Pendidikan :
a. TK/RA : 3 Unit
b. SD/MI : 4 Unit
c. SLTP :-
d. SMA :-
2. Sarana Ibadah
a. Mushola : 19 Unit
b. Masjid : 5 Unit
c. Gereja : 1 Unit

25
3. Sarana Kesehatan
a. Posyandu Balita : 8 Pos
b. Posyandu Lansia : 2 Pos
c. Puskesmas : 1 Unit
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian tentang kondisi fisik dan sarana sanitasi rumah di
pemukiman Desa Dander sebagai berikut :
1. Penderita TB Paru.
Tabel IV.4
Distribusi Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah Puskesmas
Dander Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2019

No NAMA L/P UMUR ALAMAT


11 1 Edi Priyo L 54 Desa Dander Rt 03/01
L/P
2 Siti Aminah P 55 Desa Dander Rt 10/01
3 Kamisih P 62 Desa Dander Rt 10/01
4 Sungkowo L 62 Desa Dander Rt 15/02
5 Yatmi P 79 Desa Dander Rt 02/01
6 Lasiman L 43 Desa Dander Rt 40/04
7 Manijan L 64 Desa Dander Rt 07/01
8 Harwati P 36 Desa Dander Rt 32/04
9 Rindani P 17 Desa Dander Rt 02/01
10 Suwarno L 52 Desa Dander Rt 22/04
11 Aditya Prwanto L 21 Desa Dander Rt 25/03
12 Yayuk Pancasila P 31 Desa Dander Rt 16/02
13 RinaTriskawati P 25 Desa Dander Rt 19/02
14 Ginavita P 33 Desa Dander Rt 27/03
15 Munasih P 36 Desa Dander Rt 11/01
16 Erieko L 21 Desa Dander Rt 20/02
17 Samini P 62 Desa Dander Rt 10/01
18 Slamet L 23 Desa Dander Rt 20/02
19 Karsidi L 67 Desa Dander Rt 26/03
Sumber: Data Skunder Regester Pederita TB Paru di Puskesmas Dander

26
Berdasar Tabel IV.4 Menunjukkan bahwa Jumlah penderita TB Paru di Desa
Dander Wilayah Puskesmas Dander sebanyak 19 orang terdiri dari jumlah
penderita Laki laki sebanyak 9 orang dan jumlah penderita perempuan
sebanyak 10 orang.
2. Kondisi Ventilasi
Tabel IV.5
Distribusi Kondisi Ventilasi Rumah di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2019

N No Kondisi Ventilasi Jumlah Prosentase (%)

11 1 Memenuhi Syarat 8 42

22 2 Tidak Memenuhi Syarat 11 58

Total 19 100,0

Sumber: Data Primer


Berdasar Tabel IV.5 Menunjukkan bahwa Kondisi ventilasi rumah yang
memenuhi syarat sebanyak 8 orang ( 42% ) dan ventilasi rumah yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 11 orang ( 58%).
3. Intensitas Pencahayaan
Tabel IV.6
Distribusi Intensitas Pencahayaan Rumah di Desa Dander wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019

NoNo Intesitas Pencahayaan Jumlah Prosentase (%)

1 Memenuhi Syarat 11 58

222 2 Tidak Memenuhi Syarat 8 42

Total 19 100,0
Sumber : Data Primer

27
Berdasar Tabel IV.6 Menunjukkan bahwa Kondisi Intensitas Pencahayaan
rumah yang memenuhi syarat sebanyak 11 orang ( 58% ) dan Intensitas
Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 8 orang ( 42% )
4. Jenis Lantai
Tabel IV.7
Distribusi Jenis Lantai Rumah di Desa Dander Wilayah Puskesmas
Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019

N NO Lantai Rumah Jumlah Prosentase (%)

11 1 Memenuhi Syarat 13 68

22 2 Tidak Memenuhi Syarat 6 32

Total 19 100
Sumber: Data Primer
Berdasar Tabel IV.7 Menunjukkan bahwa Kondisi Lantai rumah yang
memenuhi syarat sebanyak 13 rumah ( 68% ) dan Lantai rumah yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 6 rumah ( 32% ).
5. Kelembaban
Tabel IV.8
Distribusi Kelembaban Rumah di Desa Dander Wilayah Puskesmas
Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019

N NO Kelembaban Rumah Jumlah Prosentase (%)

11 1 Memenuhi Syarat 7 37

22 2 Tidak Memenuhi Syarat 12 63

Total 19 100
Sumber: Data Primer
Berdasar Tabel IV.8 Menunjukkan bahwa Kondisi Kelembaban rumah
yang memenuhi syarat sebanyak 7 rumah ( 37% ) dan Kelembaban rumah
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 12rumah ( 63% ).

28
6. Kepadatan Hunian
Tabel IV.8
Distribusi Kepadatan Hunian Rumah di Desa Wilayah Puskesmas
Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019

N NO Kepadatan Hunian Jumlah Prosentase (%)

11 1 Memenuhi Syarat 10 57

22 2 Tidak Memenuhi Syarat 9 43

Total 19 100,0
Sumber: Data Primer
Berdasar Tabel IV.8 Menunjukkan bahwa Kondisi Kelembaban rumah
yang memenuhi syarat sebanyak 10 rumah ( 57% ) dan Kelembaban rumah
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 9 rumah ( 43% ).
7. Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
Tabel IV.9
Distribusi Kondisi Lingkungan Fisik Rumah di Desa Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019

N NO Kondisi Lingk.Fisik Rumah Jumlah Prosentase (%)

11 1 Memenuhi Syarat 10 57

22 2 Tidak Memenuhi Syarat 9 43

Total 19 100,0
Sumber: Data Primer
Berdasar Tabel IV.9 Menunjukkan bahwa Kondisi Lingkungan Fisik rumah
yang memenuhi syarat sebanyak 10 rumah ( 57% ) dan Kondisi lingkungan
fisik rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 9 rumah ( 43% )

29
BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil Wawancara dan Observasi kepada Responden


Penderita TB Paru tentang Gambaran Lingkungan Fisik rumah tinggal penderita
TB Paru di Desa Dander Wilayah Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro
pada bulan Pebruari 2019 maka dapat dianalisa dan dibahas sebagai berikut:
1. Penderita TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang termasuk genus Mycobacterium. Diantara
30 lebih anggota Mycobacterium diperkirakan ada tiga jenis yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah
Mycobacterium tuberculosis(Achmadi,2008).
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan bakteri M.
tuberculosis, yaitu bakteri aerob yang dapat hidup di dalam tubuh manusia
terutama di paru atau di organ tubuh yang lain yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini dapat beristirahat (dorman) dalam
organ tubuh manusia dan dapat aktif kembali ketika daya tahan tubuh host
rendah. Bakteri ini dapat tahan terhadap asam dan pertumbuhan bakteri juga
berjalan lambat karena pada membran sel bakteri ini terdapat kandungan
lemak yang tinggi (Rab,2010).
Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah kerja Puskesmas Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 sebanyak 19 orang dari jumlah penduduk
desa Dander sebanyak 9464 orang terdiri dari penderita TB Paru Perempuan
sebanyak 10 orang dan penderita laki-laki sebanyak 9 0rang.
2. Ventilasi
ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baikalamiah maupun
secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untukmenghindari pengaruh
buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan
kediaman yang tertutup atau kurang ventilasi.
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

30
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Halini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumahtersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnyaO2 di dalam rumah yang
berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagipenghuninya menjadi meningkat.
Disamping itu tidak cukupnya ventilasiakan menyebabkan kelembaban udara
di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-
bakteri salah satunya bakteri patogen.Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk
membebaskan udararuangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen,
karena disitu selaluterjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udaraakan selalu mengalir. Fungsi tetap dalam kelembaban yang
optimum.
Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangankurang
memenuhi syarat, sehingga udara dalam ruangan akan berbaupengap, maka
diperlukan suatu system pembaharuan mekanis. Untukmemperbaiki keadaan
ruang dalam ruangan, system mekanis ini harusbekerja terus menerus selama
ruangan yang dimaksud digunakan. Alat mekanis yang biasa digunakan atau
dipakai untuk system pembaharuanudara mekanis adalah kipas angin
(ventilating, fan atau exhauster), atau air conditioning.
Agar ventilasi memenuhi syarat kesehatan makan harusnya
luasventilasi di tambah hingga lebih dari 10% dari luas lantai. Ventilasi
dapatmempengaruhi pencahayaan, suhu dan kelem baban, oleh sebab itu
pentingsuatu rumah memiliki ventilasi yang memenuhi syarat.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik rumah adalah dengan
memperlebar luas ventilasi. Dan untuk puskesmas dapat bekerja samadengan
kader yang ada diwilayah kerja puskesmas Dander seperti memberikan
penyuluhan tentang pentingnya meningkatkan penyehatan rumah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat bahwa dari 19 rumah
penderita TB Paru kondisi ventilasi yang memenuhi syarat adalah 8 rumah
(42% ) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 11 rumah (58% ).

31
3. Pencahayaan
Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri. Selain itu
perlumendapat perhatian tingkat terangnya cahaya itu. Kurangnya
pencahayaan kan menimbulkan beberapa akibat pada mata, kenyamanan dan
sekaligusproduktifitas seseorang. Kecelakaan-kecelakaan di rumah
seringdisebabkan oleh pencahayaan atau penerangan yang kurang. Cahaya
dianggap sebagai suatu alat perantara, dengan mana benda-benda dapat
terlihat oleh mata.
Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang di dalam
rumahmerupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat
diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar
mataharikedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian
bangunanyang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan,
pohonpohonmaupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna
selain untuk penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang,mengusir
nyamuk, membunuh kuman-kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC,
influenza, penyakit mata dan lain-lain.
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral PPM &
PLTahun 2002, penerangan dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya Alami
dan cahaya Buatan
Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari
kedalam ruangan melalui jendela celah-celah atau bagian ruangan yang
terbuka. Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon
maupun tembok pagar yang tinggi.
Pencahayaan BuatanUntuk penerangan pada rumah tinggal dapat
diatur dengan memilih sistem penerangan dengan suatu pertimbangan
hendaknya penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasana rumah yang
lebih menyenangkan.
Agar pencahayaan memenuhi persyaratan, maka salah satu caranya
adalah menambahkan atap kaca. Karena dengan pencahayaan yang alami
dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat pada rumah. Dan

32
untukpuskesmas dapat bekerja sama dengan kader yang ada diwilayah kerja
puskesmas Dander seperti memberikan penyuluhan tentang pentingnya
meningkatkan penyehatan rumah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Dander
dapat dilihat bahawa dari 19 rumah kondisi Pencahayaan yang memenuhi
syarat adalah 11 rumah ( 58%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 8
rumah (42 %).
4. Jenis Lantai.
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah,
konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah
dibersihkan dari kotoran dan debu, selain itu dapat menghindari naiknya
tanah yang dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam
ruangan.Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999 tentang persyaratan
kesehatan perumahan, lantai yang baik harus bersifatkedap air dan mudah
dibersihkan yaitu terbuat dari keramik, ubin, atau semen.Lantai juga harus
sering dibersihkan karena lantai yang basah dan berdebu menimbulkan sarang
penyakit. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban dan
menyebabkan bakteri Tuberkulosis dapat bertahan hidup. Lantai yang tidak
memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidupdan berkembangbiaknya
mikroorganisme patogen dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam
ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat
menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.Oleh karena itu,
keadaanlantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti
tegel, semen ataukeramik. Peran Petugas Puskesmas dalam Pembinaan
perumahan sehat sangat penting karena dalam upaya mengadvokasi kepala
Desa untuk melaksanakan Perbub Kabupaten Bojonegoro N0.47 th. 2014
tentang Gerakan Desa Sehat dan Cerdas ( GDSC )
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat bahawa dari 19
rumah dengan Jenis lantai yang memenuhi syarat adalah 13 rumah (68%)
danyangtidak memenuhi syarat adalah 6 rumah (32 %).

33
5. Kelembaban
Menurut Permenkes Nomor : 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah kelembaban yang memenuhi
persyaratan adalah 40 – 60%. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah
dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme.
Faktor yang mempengaruhi kelembababn adalah konstruksi rumah yang
tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak
kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami.
Ventilasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhitingkat
kelembaban. Ventilasi yang kurang dapat menyebabkankelembaban
bertambah. Kelembaban di luar rumah secara alami dapatmempengaruhi
kelembaban di dalam rumah. Ruang yang lembabmemungkinkan tumbuhnya
mikroorganisme patogen. Untuk mendapatkan tingkat kelembaban yang baik
hendaknya mengatur agar pertukaran udaraselalu lancar serta sinar matahari
dapat masuk yaitu dengan perbaikanventilasi karena ventilasi berkaitan erat
dengan kelembaban.
Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya
penyehatan seperti membuka jendela rumah, menambah jumlah dan luas
jendela rumah, dan memodifikasi fisik bangunan. Dan jika kelembaban udara
lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan seperti memasang
genteng kaca, dan menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban.
Selain membuka jendela, peran puskesmas dan kader juga sangat
penting disini untuk memberika penyuluhan pentingnya rumah sehat terutama
kelembaban yang optimal agar tidak mudahnya mikroorganisme patogen
penyebab penyakit berkembangbiak di dalam rumah.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 19
rumahdengan kelembaban yang memenuhi syarat adalah 7 rumah ( 37%)
danyang tidak memenuhi syarat adalah 12 rumah ( 63 %).

34
6. Kepadatan Hunian
Rumah harus menciptakan rasa nyaman bagi penghuninya.Rumah
yang sehat adalah rumah yang memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
Rumah yang terlalu padat (over crowded) dapat mengurangi kenyamanan
penghuninya dan juga dapat menularkan penyakit dengan cepat. Luas rumah
yang tidak sebanding denganjumlah penghuninya akan menyebabkan terlalu
padat (overcrowded). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan
memberikan pengaruh kesehatan bagi penghuninya. Hal ini tidak sehat karena
di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, dapat pula
menyebabkan terjadinya penularan penyakit dengan cepat terutama apabila
terdapat salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi terutama
Tuberkulosis, maka penyakit tersebut akan mudah menular kepada anggota
keluarga yanglain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Semakin padat suatu rumah maka
perpindahan penyakit khususnya penyakit yang menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat. Oleh karena itu, kepadatan hunian dalam rumah
tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian
Tuberkulosis..
Luas bangunan yang baik adalah dapat menyediakan luas 2,5 m x 3 m untuk
setiap anggota keluarga (Utami,2003). Luas kamar tidur yang memenuhi syarat
kesehatan sesuai dengan keputusan menteri kesehatan No. 829 Tahun 1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan adalah minimal 8m2 dan untuk 1 orang yang
tidur. Jumlah penghuni rumah juga harus disesuaikan dengan luas rumah agar rumah
tidak menjadi padat. Menurut Tobing (2009), potensi penularan TB paru 3 kali lebih
besarpada rumah dengan kepadatan hunian yangpadat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat bahawa dari 19
rumah dengan Kepadatan Hunian yang memenuhi syarat adalah 10 rumah (
57 %) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 9 rumah ( 43 %).

35
7. Kondisi Lingkungan Fisik.
Salah satu kriteria rumah sehat adalah dapat memenuhi kebutuhan
fisiologis atau lingkungan fisik rumah Menurut Departemen Kesehatan RI
(2002), rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
seperti pencahayaan dan ventilasi, memenuhi kebutuhan psikologis seperti
komunikasi yang sehat antar penghuni rumah dan anggota keluarga,
memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit seperti penyediaan air
bersih, dan memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik
yang muncul dari luar maupun dari dalam rumah.Yang termasuk lingkungan
fisik rumah adalah ventilasi, pencahayaan, kelembaban ruangan, jenis lantai
dan suhu ruangan.
Secara keseluruhan kondisi Lingkungan Fisik rumah Penderita TB Paru
di Desa Dander Wilayah Kerja Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2019 yang memenuhi syarat sebanyak 10 rumah dengan prosentase 57
% dan tidak memenuhi syarat sebanyak 9 rumah dengan prosentase 43 %.

36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah kerja Puskesmas Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 sebanyak 19 orang dari jumlah
penduduk desa Dander sebanyak 9464 orang dan penderita TB Paru
Perempuan sebanyak 10 orang
2. Ventilasi Rumah Tinggal Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019 yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 11 rumah dengan prosentase 58%
3. Pencahayaan rumah tinggal Penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019 yang memenuhi
persyaratan rumah sehat sebanyak 11 rumah dengan prosentase 58%
4. Lantai Rumah tinggal penderita TB Paru di Desa Dander Wilayah Kerja
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019 yang memenuhi
syarat sebanyak 13 rumah dengan prosentase 68%
5. Kelembaban ruangan rumah tinggal Penderita TB Paru di Desa Dander
Wilayah Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2019 yang
tidak memenuhi syarat sebanyak 12 rumah dengan prosentase 63
6. Kepadatan Hunian Rumah tinggal Penderita TB Paru di Desa Dander
Wilayah Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 yang
memenuhi syarat sebanyak 10 rumah dengan prosentase 57 %
7. Secara keseluruhan kondisi Lingkungan Fisik rumah Penderita TB Paru di
Desa Dander Wilayah Kerja Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2019 yang memenuhi syarat berdasar Permenkes Nomor :
1077/Menkes/Per/V/2011, sebanyak 10 rumah dengan prosentase 57 %

37
B. Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Menerapkan upaya pencegahan penularan TB Paru oleh keluarga
melalui perbaikan sanitasi lingkungan rumah dengan cara menerapkan
kepadatan hunian yang memenuhi syarat yaitu kamar tidur berukuran 8m²
tidak dihuni lebih dari 2 orang, mengkodisikan kamar tidur bagi penderita
yang tidak bersedia tidur terpisah dengan cara memberi jarak tidur dan
membedakan peralatan tidur (bantal, selimut, sprei, kasur, dll),
memperbaiki ventilasi rumah sehingga memenuhi syarat dan membuka
ventilasi rumah yang tertutup untuk memaksimalkan sirkulasi udara
didalam ruangan, dan diharapkan kepada masyarakat untuk
memaksimalkan masuknya pencahayaan matahari ke dalam seluruh
ruangan dengan cara membuka jendela dan gorden pada rumah setiap hari
agar sinar matahari dapat masuk kedalam ruangan secara merata sehingga
dapat membunuh bakteri mycobacterium tuberclosa penyebab penyakit
TBparu.
2. Bagi masyarakat
Diharapkan untuk memperbaiki praktik higiene menjadi lebih baik,
dengan upaya pencegahan penularan TB Paru dengan pola hidup bersih
dan sehat dengan cara mengubah praktik higiene masyarakat agar
membuang dahak ditempat khusus atau tidak sembarangan, menggunakan
masker saat batuk, menutup mulut dengan tisu maupun sapu tangan ketika
bersin, tidur terpisah dengan orang sehat ketika sakit pernapasan,
menjemur peralatan tidur dibawah sinar matahari minimal 2 hari sekali,
dan penggunaan perlengkapan secara terpisah dengan penderita untuk
mencegah terjadinya penularan TB paru kepada orangsehat
3. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit TB paru, terutama bagi masyarakat yang memiliki
pendidikan rendah dengan upaya promosi kesehatan tentang penyakit TB
Paru baik penyebab,gejala, pengobatan, dan pencegahannya melalui
penyuluhan, pembagian poster,leaflet maupun media informasilainnya.

38
1

Anda mungkin juga menyukai