PENDAHULUAN
1
Beban sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam 20 tahun belakangan ini, pengetahuan tentang dinamika transmisi IMS
telah berkembang sebagai dampak pandemi HIV dan peningkatan upaya untuk
mengendalikan infeksi lainnya. Model matematika dan riset menunjukkan peran
penting jejaring seksual dalam menentukan arah penyebaran berbagai jenis infeksi
tersebut. Pemahaman yang semakin baik terhadap dinamika penularan IMS
menimbulkan dampak pada rancangan strategi pencegahan dan intervensi
pengendaliannya.
Terdapat lebih dari 15 juta kasus IMS dilaporkan pertahun. Kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko
paling tinggi untuk tertular IMS, 2 juta kasus baru tiap tahun adalah dari
kelompok ini (Center for Disease Control and Preventation, 2004). Saat ini di
dunia terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dari 36.6 juta pada tahun
2002 menjadi 39.4 juta orang pada tahun 2004 sedangkan di Asia diperkirakan
mencapai 8,2 juta orang dengan HIV/AIDS.
Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tampak kecenderungan meningkatnya
prevalensi IMS misalnya prevalensi sifilis meningkat sampai 10% pada beberapa
kelompok WTS (Wanita Tuna Susila), 35% pada kelompok waria dan 2% pada
kelompok ibu hamil, prevalensi gonore meningkat sampai 30 – 40% pada
kelompok WTS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit.
Demikian juga prevalensi HIV pada beberapa kelompok perilaku risiko tinggi
meningkat tajam sejak tahun 1993.
Infeksi menular seksual ini tidak hanya berdampak pada diri wanita yang
menderita IMS, tetapi juga bisa menularkan kepada laki – laki yang menggunakan
jasanya kemudian bisa ditularkan keistrinya. Sehingga istrinya berisiko tertular
IMS dari suami yang sejak dulu atau sekarang menggunakan jasa pekerja seks
tanpa menggunakan kondom. Jika si istri kelak hamil bisa ditularkan kejanin yang
dikandungnya yang menyebabkan kelainan pada janin / bayi misalnya bayi berat
lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir
belum cukup umur.
2
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang infeksi menular
seksual kami melakukan survey terhadap pasien yang berobat jalan di Puskesmas
Simpang Tiga. Survey ini dilakukan oleh dokter Intership Puskesmas Simpang
Tiga.
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terutama pasien yang berobat
jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual.
3
BAB II
ANALISIS SITUASI
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
5
Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap
metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), perubahan pola distribusi
maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya, yaitu:
1. Faktor dasar
2. Faktor medis
b) Pengobatan modern
3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilan saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.
4. Faktor sosial
a) Mobilitas penduduk
b) Prostitusi
d) Kebebasan individu
e) Ketidaktahuan
6
sedangkan penderita gonore melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4
pasangan seksual.
Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), yang tergolong kelompok risiko
tinggi adalah:
1. Usia
2. Pelancong
4. Pecandu narkotik
5. Homoseksual
7
Sedangkan menurut Daili (2009), selain disebabkan oleh agen-agen diatas,
infeksi menular seksual juga dapat disebabkan oleh jamur, yakni jamur Candida
albicans
3. Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/ tidak sengaja.
6. Dari ibu kepada bayi: saat hamil, saat melahirkan, dan saat menyusui.
Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui
beberapa cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur
medis (iatrogenik), dan bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen
adalah infeksi yang berasal dari pertumbuhan organisme yang berlebihan secara
normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan
infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur
medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan proses
kelahiran bayi.
8
3.1.4. Gejala Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual
Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pria
maupun wanita. Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan gejalanya
berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi
(Lestari, 2008). Mayoritas infeksi menular seksual tidak memberikan gejala
(asimtomatik) pada perempuan (60-70% dari infeksi gonore dan klamidia). Pada
perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan kadang-kadang
bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan sepsis). Konsekuensi
juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika perempuan tersebut terinfeksi pada
saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan).
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar
alat kelamin, benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak disekitar alat
kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit
menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat
malam, pada wanita bisa keluar darah diluar masa menstruasi, rasa panas seperti
terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan disekitar alat kelamin, rasa sakit
pada perut bagian bawah pada wanita diluar masa menstruasi, dan adanya bercak
darah setelah berhubungan seksual.
Diagnosis infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti
pemeriksaan fisik, dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
9
perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh infeksi menular seksual.
Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan
untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta
pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi
menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut:
a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).
10
1. Ekonomi dan demografi
Dampak ekonomi dari IMS dan HIV/ AIDS dapat memberikan kerugian,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung
melalui kegiatan pencegahan, pengobatan, dan penelitian. Sedangkan
kerugian secara tidak langsung antara lain kehilangan harapan hidup yang
diakibatkan oleh IMS/ AIDS itu sendiri.
Upaya untuk menilai kerugian yang ditimbulkan oleh IMS serta HIV/
AIDS sangat luar biasa, dimana hal ini perlu dilakukan seiring dengan
kebutuhan akan pengukuran “value of person’s life” terhadap pendapatan
seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa dampak dari IMS serta HIV/ AIDS
adalah kehilangan pendapatan.
2. Produktivitas
Dampak dari IMS, HIV/ AIDS terhadap tingkat produktivitas tidak hanya
meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, tetapi juga meningkatkan
ketidakhadiran pekerja karena kesakitan. Pada beberapa kasus AIDS
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan dan otomatis menjadi member atau langganan dari pusat
pelayanan kesehatan tersebut.
Selain itu IMS/ AIDS dapat menurunkan produktivitas. Adanya
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang terinfeksi HIV, tidak
hanya akan meniadakan pendapatan pekerja tersebut, tetapi juga kesempatan
berkontribusi di sektor ekonomi, diskriminasi di tempat kerja. Hal ini
dilaporkan hampir terjadi di semua bagian.
11
seluruh sistem ekologi yang ada serta kerugian sosial yang tidak terukur
dengan nilai.
2. Upaya preventif
12
e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.
3. Upaya kuratif
4. Upaya rehabilitatif
13
BAB IV
PEMBAHASAN
100.00%
80.00%
60.00% Tahu
87.50% Tidak Tahu
40.00%
20.00%
12.50%
0.00%
Tahu Tidak Tahu
14
HIV/AIDS, 29 orang hanya mengetahui HIV/AIDS saja, 2 orang hanya
mengetahui sifilis saja.
HIV AIDS
100%
80%
60% Tahu
85% Tidak Tahu
40%
20%
15%
0%
Tahu Tidak Tahu
15
Dari 34 koresponden yang mengetahui cara penularan IMS, 26 orang hanya
mengetahui penularan IMS melalui hubungan seksual saja, 2 orang mengetahui
melalui jarum suntik saja,5 orang mengetahui melalui hubungan seksual dan
jarum suntik, 1 orang mengetahui melalui hubungan seksual dan jalan lahir.
16
Hubungan Seksual Berganti-Ganti
Pasangan Dapat Menular IMS
70.00%
60.00%
50.00%
Tahu
40.00% 67.50%
30.00% Tidak Tahu
20.00% 32.50%
10.00%
0.00%
Tahu Tidak Tahu
60%
50%
40% Setuju
30% 55%
45% Tidak Setuju
20%
10%
0%
Setuju Tidak Setuju
17
8 orang setuju penularan infeksi menular seksual dapat melalui beciuman dan
32 orang tidak setuju.
80%
60%
Setuju
80%
40% Tidak Setuju
20%
20%
0%
Setuju Tidak Setuju
18
30 koresponden berpendapat bahwa bacaan/gambar/film porno dapat
menambah pengetahuan tentang seks dan 10 orang berpendapat tidak.
80%
60%
Ya
75%
40% Tidak
20% 25%
0%
Ya Tidak
70.00%
60.00%
50.00%
Ya
40.00% 67.50%
Tidak
30.00%
20.00% 32.50%
10.00%
0.00%
Ya Tidak
19
19 koresponden setuju bahwa tayangan tv berperan dalam peningkatan kasus
hubungan seksual pra nikah dan 21 koresponden tidak setuju
54.00%
52.00%
Setuju
50.00%
52.50% Tidak Setuju
48.00%
46.00% 47.50%
44.00%
Setuju Tidak Setuju
20
Pengetahuan Tentang Kesehatan
Reproduksi Dalam Kurikulum Sekolah
80%
60%
Cukup
40% 70% Tidak Cukup
20% 30%
0%
Cukup Tidak Cukup
100.00%
80.00%
60.00% Perlu
87.50% Tidak Perlu
40.00%
20.00%
12.50%
0.00%
Perlu Tidak Perlu
21
2 koresponden yang pernah menderita IMS, 31 koresponden tidak pernah
menderita IMS dan 7 koresponden tidak menjawab.
80%
70%
60%
50% Pernah
40% 77.50%
Tidak Pernah
30%
Tidak Ada Jawaban
20%
10% 17.50%
5%
0%
Pernah Tidak Pernah Tidak Ada
Jawaban
22
Manusia :
Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai Lingkungan
infeksi menular seksual khususnya macam-macam Pembahasan mengenai
IMS dan cara penularan IMS kesehatan reproduksi dan
infeksi menular seksual masih
Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa
dianggap tabu oleh masyarakat.
berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan Keengganan masyarakat
penularan IMS menggunakan kondom dalam
Anggapan bahwa bacaan, gambar, dan film porno pencegahan IMS.
dapat menambah pengetahuan tentang seks
Rendahnya
tingkat
pengetahuan
pasien yang
berobat jalan di
Puskesmas
Simpang Tiga
tentang IMS
Material Metode
Promosi kesehatan mengenai infeksi
Mudahnya mendapatkan
menular seksual ke masyarakat masih
DVD/CVD/majalah porno kurang
Kurikulum sekolah mengenai kesehatan
Kurangnya media seperti leaflet atau pamlet
reproduksi masih belum mencukupi
mengenai bahaya infeksi menular seksual. Penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada
kelompok resiko tinggi yang masih kurang.
Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap
partner seksual pasien IMS yang masih
kurang.
23
BAB V
RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM
Meningkatkan keharmonisan
hubungan suami/istri.
24
Keengganan masyarakat
4. Penyuluhan terhadap masyarakat
menggunakan kondom dalam
tentang pencegahan IMS.
pencegahan IMS.
25
11. Penyuluhan dan pemeriksaan pada Penyuluhan terhadap masyarakat
partner seksual pasien IMS masih tentang IMS tentang penularan
kurang. serta pengadaan konseling tentang
IMS di puskesmas
26
Tabel 2. Prioritas alternatif pemecahan masalah
2. Pengenalan kondom 4 4 4 64 4
kepada masyarakat
untuk pencegahan IMS
4. Penyuluhan Penyuluhan 4 5 4 80 3
dan pemeriksaan rutin
pada kelompok resiko
tinggi secara berkala.
5. pengadaan konseling 3 5 4 60 5
tentang IMS di
puskesmas
27
Keterangan :
- Poin 1 dan 3 : prioritas alternatif pemecahan masalah
- Poin 2, 4 dan 5 : saran untuk puskesmas
28
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Sesuai dengan kondisi dan situasi yang ditemui, pengetahuan pasien yang
berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual dapat
disimpulkan bahwa masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien
yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, manusia,
material, dan metode.
Pemecahan masalah dalam upaya peningkatan pengetahuan pasien yang
berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual
diupayakan dari faktor manusia dan lingkungan, seperti Penyuluhan terhadap
masyarakat terutama pasien yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga
tentang kesehatan reproduksi, bahaya IMS dan seks bebas. Dari segi faktor
material, perlunya pengadaan media seperti leaflet, pamflet, poster mengenai
bahaya IMS dan Seks bebas. dilakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama
pasien yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga sesuai waktu yang telah
ditentukan dan menggunakan media yang menarik.
1.2. Saran
1. Penyuluhan berkelanjutan kepada pasien yang berobat jalan di Puskesmas
Simpang Tiga.
2. Kerjasama lintas sektor dengan kepolisian untuk melakukan razia
DVD/CVD/majalah porno.
3. Kerjasama dengan lintas sektor dinas pendidikan mengenai kurikulum
kesehatam reproduksi
4. Pengadaan konseling tentang IMS di Puskesmas Simpang Tiga Kota
Pekan Baru.
29
DAFTAR PUSTAKA
30