Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di
negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya diberbagai
negara tidak diketahui dengan pasti. IMS merupakan satu kelompok penyakit
yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Berdasarkan laporan-
laporan yang dikumpulkan oleh WHO (World Health Organization), setiap tahun
diseluruh negara terdapat sekitar 250 juta penderita baru yang meliputi penyakit
gonore, sifilis, herpes genetalis dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO
cenderung meningkat dari waktu kewaktu.
Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi
menular seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun
penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar,
kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Dengan perkembangan di bidang sosial, demografik, serta meningkatnya
migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat.
Beban terbesar akan ditanggung negara berkembang, namun negara maju pun
dapat mengalami beban akibat meningkatnya IMS oleh virus yang tidak dapat
diobati, perilaku seksual berisiko serta perkembangan pariwisata IMS menempati
peringkat 10 besar alasan berobat di banyak negara berkembang, dan biaya yang
dikeluarkan dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Pelayanan untuk
komplikasi atau sekuele IMS mengakibatkan beban biaya yang tidak sedikit,
misalnya untuk skrining dan pengobatan kanker serviks, penanganan penyakit
jaringan hati, pemeriksaan infertilitas, pelayanan morbiditas perinatal, kebutaan
bayi, penyakit paru pada anak-anak, serta nyeri panggul kronis pada wanita.

1
Beban sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam 20 tahun belakangan ini, pengetahuan tentang dinamika transmisi IMS
telah berkembang sebagai dampak pandemi HIV dan peningkatan upaya untuk
mengendalikan infeksi lainnya. Model matematika dan riset menunjukkan peran
penting jejaring seksual dalam menentukan arah penyebaran berbagai jenis infeksi
tersebut. Pemahaman yang semakin baik terhadap dinamika penularan IMS
menimbulkan dampak pada rancangan strategi pencegahan dan intervensi
pengendaliannya.
Terdapat lebih dari 15 juta kasus IMS dilaporkan pertahun. Kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko
paling tinggi untuk tertular IMS, 2 juta kasus baru tiap tahun adalah dari
kelompok ini (Center for Disease Control and Preventation, 2004). Saat ini di
dunia terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dari 36.6 juta pada tahun
2002 menjadi 39.4 juta orang pada tahun 2004 sedangkan di Asia diperkirakan
mencapai 8,2 juta orang dengan HIV/AIDS.
Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tampak kecenderungan meningkatnya
prevalensi IMS misalnya prevalensi sifilis meningkat sampai 10% pada beberapa
kelompok WTS (Wanita Tuna Susila), 35% pada kelompok waria dan 2% pada
kelompok ibu hamil, prevalensi gonore meningkat sampai 30 – 40% pada
kelompok WTS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit.
Demikian juga prevalensi HIV pada beberapa kelompok perilaku risiko tinggi
meningkat tajam sejak tahun 1993.
Infeksi menular seksual ini tidak hanya berdampak pada diri wanita yang
menderita IMS, tetapi juga bisa menularkan kepada laki – laki yang menggunakan
jasanya kemudian bisa ditularkan keistrinya. Sehingga istrinya berisiko tertular
IMS dari suami yang sejak dulu atau sekarang menggunakan jasa pekerja seks
tanpa menggunakan kondom. Jika si istri kelak hamil bisa ditularkan kejanin yang
dikandungnya yang menyebabkan kelainan pada janin / bayi misalnya bayi berat
lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir
belum cukup umur.

2
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang infeksi menular
seksual kami melakukan survey terhadap pasien yang berobat jalan di Puskesmas
Simpang Tiga. Survey ini dilakukan oleh dokter Intership Puskesmas Simpang
Tiga.

1.2. Perumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat terutama pasien yang berobat
jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual.

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terutama pasien yang berobat
jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual.

1.3.1. Manfaat Penulisan


1.3.2. Dengan diketahuinya tingkat pengetahuan masyarakat terutama pasien
yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular
seksual diharapkan adanya upaya peningkatan pengetahuan dan
pencegahan infeksi menular seksual di masyarakat.
1.4.1. Laporan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pembelajaran dan
memberi masukan bagi pihak Puskesmas Simpang Tiga.

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada
beberapa literature dan kuesioner.

3
BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1. Visi dan Misi Puskesmas

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Infeksi Menular Seksual


3.1.1. Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual
Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di
antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin
majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat,
banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai
lagi dan diubah menjadi sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit
Menular Seksual (PMS).
Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang
semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok
penyakit kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum
dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma
akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial vaginosis,
hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-lain. Sejak tahun
1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection),
agar dapat menjangkau penderita asimtomatik.
Peningkatan insidens IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat
diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan
program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling
tidak insidennya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara, insiden
IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta
komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan,
gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian memerlukan
penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan. Selain itu
pola infeksi juga mengalami perubahan, misalnya infeksi klamidia, herpes genital,
dan kondiloma akuminata di beberapa negara cenderung meningkat dibanding
uretritis gonore dan sifilis. Beberapa penyakit infeksi sudah resisten terhadap
antibiotik, misalnya munculnya galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae,

5
Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap
metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), perubahan pola distribusi
maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya, yaitu:
1. Faktor dasar

a) Adanya penularan penyakit

b) Berganti-ganti pasangan seksual

2. Faktor medis

a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis

b) Pengobatan modern

c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko


resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko
penyebaran infeksi.

3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilan saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.

4. Faktor sosial

a) Mobilitas penduduk

b) Prostitusi

c) Waktu yang santai

d) Kebebasan individu

e) Ketidaktahuan

Peningkatan insidens tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku risiko


tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita sifilis melakukan hubungan seks
rata-rata sebanyak 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya,

6
sedangkan penderita gonore melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4
pasangan seksual.

Menurut Hakim (2009) dalam Daili (2009), yang tergolong kelompok risiko
tinggi adalah:
1. Usia

a) 20-34 tahun pada laki-laki

b) 16-24 tahun pada wanita

c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin

2. Pelancong

3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila

4. Pecandu narkotik

5. Homoseksual

3.1.2. Penyebab Infeksi Menular Seksual


Menurut Handsfield (2001), infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan
menurut agen penyebabnya, yakni:
a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Haemophilus ducreyi,
Calymmatobacterium granulomatis, Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp., Shigella
sp., Campylobacter sp., Streptococcus grup B., Mobiluncus sp.

b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba


histolytica, Giardia lamblia, dan protozoa enterik lainnya.

c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan


2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human Papiloma Virus (banyak
tipe), Cytomegalovirus, Epstein-Barr Virus, Molluscum contagiosum
virus, dan virus-virus enterik lainnya.

d. Dari golongan ekoparasit, yakni Pthirus pubis, Sarcoptes scabei.

7
Sedangkan menurut Daili (2009), selain disebabkan oleh agen-agen diatas,
infeksi menular seksual juga dapat disebabkan oleh jamur, yakni jamur Candida
albicans

3.1.3. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual


Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak
dengan eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan
hubungan seksual dengan pasangan yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas
ataupun tidak terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena
hubungan seksual (vaginal, oral, anal).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu melalui darah, dengan
cara :
1. Transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV.

2. Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba.

3. Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/ tidak sengaja.

4. Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril.

5. Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika


terluka dan menyisakan darah pada alat).

6. Dari ibu kepada bayi: saat hamil, saat melahirkan, dan saat menyusui.
Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui
beberapa cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur
medis (iatrogenik), dan bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen
adalah infeksi yang berasal dari pertumbuhan organisme yang berlebihan secara
normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan
infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur
medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan proses
kelahiran bayi.

8
3.1.4. Gejala Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual
Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pria
maupun wanita. Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan gejalanya
berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi
(Lestari, 2008). Mayoritas infeksi menular seksual tidak memberikan gejala
(asimtomatik) pada perempuan (60-70% dari infeksi gonore dan klamidia). Pada
perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan kadang-kadang
bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan sepsis). Konsekuensi
juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika perempuan tersebut terinfeksi pada
saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan).
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar
alat kelamin, benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak disekitar alat
kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit
menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat
malam, pada wanita bisa keluar darah diluar masa menstruasi, rasa panas seperti
terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan disekitar alat kelamin, rasa sakit
pada perut bagian bawah pada wanita diluar masa menstruasi, dan adanya bercak
darah setelah berhubungan seksual.
Diagnosis infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti
pemeriksaan fisik, dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

3.1.5. Komplikasi Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan,
merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada
bayi, rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan
kematian.

3.1.6. Pencegahan Infeksi Menular Seksual


Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua
bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer
terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom.
Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan

9
perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh infeksi menular seksual.
Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan
untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta
pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi
menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut:
a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).

b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.

c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.

Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat


dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa
kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-
hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar,
mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang
tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir
penularan.

3.2. Bahaya dan Dampak Sosial Terhadap Penderita Infeksi Menular


Seksual
Sepuluh tahun terakhir, IMS (terutama HIV/ AIDS) meningkat jumlahnya
dan sangat mempengaruhi kehidupan berjuta-juta orang di seluruh dunia. Pada
beberapa orang dan rumah tangga, efek dari HIV/ AIDS menjadi berlipat ganda.
Selain meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, juga mengakibatkan
kelumpuhan total yang dapat mengancam produktivitas di sektor ekonomi
keluarga maupun secara makro.
Secara garis besar, dampak sosial terhadap penderita IMS (Infeksi Menular
Seksual) terutama HIV/ AIDS terbagi beberapa kategori, yaitu: Ekonomi dan
Demografi, produktivitas pembangunan dan produksi pertanian, penekanan pada
sektor kesehatan, rumah tangga dan keluarga, anak-anak, wanita, diskriminasi
HIV/AIDS serta dampak HIV/AIDS terhadap seseorang.

10
1. Ekonomi dan demografi
Dampak ekonomi dari IMS dan HIV/ AIDS dapat memberikan kerugian,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung
melalui kegiatan pencegahan, pengobatan, dan penelitian. Sedangkan
kerugian secara tidak langsung antara lain kehilangan harapan hidup yang
diakibatkan oleh IMS/ AIDS itu sendiri.
Upaya untuk menilai kerugian yang ditimbulkan oleh IMS serta HIV/
AIDS sangat luar biasa, dimana hal ini perlu dilakukan seiring dengan
kebutuhan akan pengukuran “value of person’s life” terhadap pendapatan
seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa dampak dari IMS serta HIV/ AIDS
adalah kehilangan pendapatan.

2. Produktivitas
Dampak dari IMS, HIV/ AIDS terhadap tingkat produktivitas tidak hanya
meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, tetapi juga meningkatkan
ketidakhadiran pekerja karena kesakitan. Pada beberapa kasus AIDS
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan dan otomatis menjadi member atau langganan dari pusat
pelayanan kesehatan tersebut.
Selain itu IMS/ AIDS dapat menurunkan produktivitas. Adanya
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang terinfeksi HIV, tidak
hanya akan meniadakan pendapatan pekerja tersebut, tetapi juga kesempatan
berkontribusi di sektor ekonomi, diskriminasi di tempat kerja. Hal ini
dilaporkan hampir terjadi di semua bagian.

3. Pembangunan dan produksi pertanian


Seperti juga di sektor-sektor lain diatas, perusahaan dan sumber mata
pencaharian di bidang pertanian juga terkena dampak dari terjadinya
penyakit menular seksual seperti HIV/ AIDS, antara lain dapat
mengakibatkan kemiskinan seseorang maupun masyarakat pertanian di

11
seluruh sistem ekologi yang ada serta kerugian sosial yang tidak terukur
dengan nilai.

3.3. Upaya Pengendalian IMS


IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk
dikendalikan secara cepat dan tepat, karena mempunyai dampak selain pada aspek
kesehatan juga politik dan sosial ekonomi. Kegagalan diagnosa dan terapi pada
tahap dini mengakibatkan terjadinya komplikasi serius seperti infertilitas,
kehamilan ektopik, disfungsi seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kecacatan bahkan kematian.
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai
penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya.
Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana
untuk kegiatan pengendalian IMS, termasuk HIV/ AIDS.
Upaya tersebut meliputi:
1. Upaya promotif

a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang


seksualitas dan IMS.

b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak


berhubungan seks selain pasangannya.

c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk


meningkatkan ketahanan keluarga.

2. Upaya preventif

a. Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan


pekerja seks komersial (WTS).

b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.

c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom.

d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko


tinggi.

12
e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.

3. Upaya kuratif

a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat.

b. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif


baik simtomatik maupun asimtomatik.

4. Upaya rehabilitatif

a. Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak


mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk
mendukung kesembuhannya.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Idenifikasi masalah


Identifikasi masalah dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada pasien
yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga, dimulai pada tanggal 2 Juni 2015
sampai dengan 5 Juni 2015. Selama penyebaran kuesioner tersebut didapakan
sebanyak 40 koresponden. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai pengetahuan,
sikap dan perilaku pasien yang berobat jalan di Puskesmas Simpang tiga tentang
infeksi menular seksual.
Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada pasien yang berobat jalan di
Puskesmas Simpang Tiga, dimulai pada tanggal 2 Juni 2015 sampai dengan 5 Juni
2015 didapatkan sebanyak 40 koresponden. Dari hasil kuesioner tersebut 35 orang
mengetahui tentang infeksi menular seksual dan 5 orang tidak mengetahui.

Mengetahui Tentang IMS

100.00%

80.00%

60.00% Tahu
87.50% Tidak Tahu
40.00%

20.00%
12.50%
0.00%
Tahu Tidak Tahu

Grafik 1. Pengetahuan pasien yang berobat jalan tentang IMS

Dari 35 koresponden yang mengetahui IMS, hanya 1 orang yang mengetahui


herpes, gonoroe, sifilis, dan HIV/AIDS merupakan penyakit menular seksual.1
orang mengetahui herpes, sifilis dan HIV/AIDS, 2 orang mengetahui sifilis dan

14
HIV/AIDS, 29 orang hanya mengetahui HIV/AIDS saja, 2 orang hanya
mengetahui sifilis saja.

Jenis Penyakit Menular Seksual


90.00% Herpes, Gonore, Sifilis
80.00%
70.00% dan HIV AIDS
60.00%
50.00% Herpes, Sifilis dan HIV
40.00% 82.85%
30.00% AIDS
20.00% Sifilis dan HIV AIDS
10.00% 2.85% 2.85% 5.71% 5.71%
0.00%
Sifilis dan HIV AIDS

HIV AIDS

Grafik 2. Pengetahuan tentang jenis-jenis IMS

Dari 40 koresponden, 34 orang mengetahui cara penularan infeksi menular


seksual dan 6 orang tidak mengetahui.

Mengetahui Penularan IMS

100%

80%

60% Tahu
85% Tidak Tahu
40%

20%
15%
0%
Tahu Tidak Tahu

Grafik 3. Pengetahuan penularan IMS

15
Dari 34 koresponden yang mengetahui cara penularan IMS, 26 orang hanya
mengetahui penularan IMS melalui hubungan seksual saja, 2 orang mengetahui
melalui jarum suntik saja,5 orang mengetahui melalui hubungan seksual dan
jarum suntik, 1 orang mengetahui melalui hubungan seksual dan jalan lahir.

Cara Penularan IMS


80.00%
70.00%
60.00% Hubungan Seksual
50.00%
40.00% 76.47%
30.00% Jarum Suntik
20.00%
10.00% 5.88% 14.70%
0.00% 2.94%
Hubungan Seksual dan
Jarum Suntik
Hubungan Seksual dan
Jalan Lahir

Grafik 4. Pengetahuan cara penularan IMS

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 27 orang mengetahui hubungan


seksual berganti-ganti pasangan dapat menjadi sumber penularan IMS dan 13
orang tidak mengetahui.

16
Hubungan Seksual Berganti-Ganti
Pasangan Dapat Menular IMS

70.00%
60.00%
50.00%
Tahu
40.00% 67.50%
30.00% Tidak Tahu
20.00% 32.50%
10.00%
0.00%
Tahu Tidak Tahu

Grafik 5. Hubungan seksual berganti-ganti pasangan dapat menularkan


IMS

Sebanyak 22 orang setuju kondom dapat mencegah infeksi menular seksual


dan 18 orang tidak setuju.

Kondom Dapat Mencegah IMS

60%
50%
40% Setuju
30% 55%
45% Tidak Setuju
20%
10%
0%
Setuju Tidak Setuju

Grafik 6. Kondom dapat mencegah IMS

17
8 orang setuju penularan infeksi menular seksual dapat melalui beciuman dan
32 orang tidak setuju.

Penularan IMS Dapat Melalui


Berciuman

80%

60%
Setuju
80%
40% Tidak Setuju

20%
20%
0%
Setuju Tidak Setuju

Grafik 7. Berciuman dapat menularkan IMS

Sumber informasi seksual koresponden terbanyak dari media seperti


VCD/DVD/Majalah porno sebanyak 25 orang, 7 orang dari sekolah, 3 orang dari
pacar, dan 5 orang dengan jawaban lebih dari satu.

Sumber Informasi Seksual


70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00% 62.50%
VCD/DVD/Majalah Porno
20.00%
10.00% 17.50% 7.50% 12.50% Sekolah
0.00%
Pacar
Jawaban Lebih Dari Satu

Grafik 8. Sumber informasi seksual

18
30 koresponden berpendapat bahwa bacaan/gambar/film porno dapat
menambah pengetahuan tentang seks dan 10 orang berpendapat tidak.

Bacaan/Film/ Gambar Porno dapat


menambah pengetahuan Seks

80%

60%
Ya
75%
40% Tidak

20% 25%

0%
Ya Tidak

Grafik 9. Bacaan/gambar/film porno dapa menambah pengetahuan seks

13 koresponden berpendapat bahwa membicarakan tentang kesehatan


reproduksi adalah hal yang tabuh dan 27 orang berpendapat tidak.

membicarakan tentang kesehatan


reproduksi adalah hal yang tabuh

70.00%
60.00%
50.00%
Ya
40.00% 67.50%
Tidak
30.00%
20.00% 32.50%
10.00%
0.00%
Ya Tidak

Grafik 10. Membicarakan kesehatan reproduksi adalah hal yang tabuh

19
19 koresponden setuju bahwa tayangan tv berperan dalam peningkatan kasus
hubungan seksual pra nikah dan 21 koresponden tidak setuju

Tayangan TV Berperan Dalam


Peningkatan Kasus Hubungan Seksual
Pra Nikah

54.00%
52.00%
Setuju
50.00%
52.50% Tidak Setuju
48.00%
46.00% 47.50%

44.00%
Setuju Tidak Setuju

Grafik 11. Tayangan TV berperan dalam meningkatnya jumlah remaja


yang melakukan hubungan seksual pra nikah

12 koresponden merasa kurikulum di sekolah sudah cukup memberikan


pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan 18 koresponden merasa tidak
cukup.

20
Pengetahuan Tentang Kesehatan
Reproduksi Dalam Kurikulum Sekolah

80%

60%
Cukup
40% 70% Tidak Cukup

20% 30%

0%
Cukup Tidak Cukup

Grafik 12. Pengetahuan kesehatan reproduksi dalam kurikulum di


sekolah

35 koresponden merasa perlunya penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di


sekolah dan 5 koresponden merasa tidak perlu penyuluhan kesehatan reproduksi
di sekolah.

Penyuluhan Tentang Kesehatan


Reproduksi di Sekolah

100.00%
80.00%
60.00% Perlu
87.50% Tidak Perlu
40.00%
20.00%
12.50%
0.00%
Perlu Tidak Perlu

Grafik 13. Penyuluhan kesehatan reproduksi di sekolah

21
2 koresponden yang pernah menderita IMS, 31 koresponden tidak pernah
menderita IMS dan 7 koresponden tidak menjawab.

Menderita IMS Sebelumnya

80%
70%
60%
50% Pernah
40% 77.50%
Tidak Pernah
30%
Tidak Ada Jawaban
20%
10% 17.50%
5%
0%
Pernah Tidak Pernah Tidak Ada
Jawaban

Grafik 14. Menderita IMS sebelumnya

4.2 Analisa Masalah


Berdasarkan hasil kuesioner tersebut, didapatkan beberapa masalah yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan catin mengenai infeksi menular seksual,
tampak pada diagram ishikawa (diagram tulang ikan) di bawah ini:

22
Manusia :
 Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai Lingkungan
infeksi menular seksual khususnya macam-macam  Pembahasan mengenai
IMS dan cara penularan IMS kesehatan reproduksi dan
infeksi menular seksual masih
 Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa
dianggap tabu oleh masyarakat.
berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan  Keengganan masyarakat
penularan IMS menggunakan kondom dalam
 Anggapan bahwa bacaan, gambar, dan film porno pencegahan IMS.
dapat menambah pengetahuan tentang seks

Alternatif Pemecahan Masalah

Rendahnya
tingkat
pengetahuan
pasien yang
berobat jalan di
Puskesmas
Simpang Tiga
tentang IMS

Material Metode
 Promosi kesehatan mengenai infeksi
 Mudahnya mendapatkan
menular seksual ke masyarakat masih
DVD/CVD/majalah porno kurang
 Kurikulum sekolah mengenai kesehatan
 Kurangnya media seperti leaflet atau pamlet
reproduksi masih belum mencukupi
mengenai bahaya infeksi menular seksual.  Penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada
kelompok resiko tinggi yang masih kurang.
 Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap
partner seksual pasien IMS yang masih
kurang.

Gambar. Diagram Ishikawa

23
BAB V
RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM

5.1 Alternatif Pemecehan Masalah

Berdasarkan analisa masalah tersebut, maka upaya pemecahan masalah pada


program serta kegiatan yang belum tercapai pada tabel 1:

Tabel 1. Alternatif pemecahan masalah

No. Permasalahan Alternatif pemecahan masalah

1. Rendahnya pengetahuan masyarakat Penyuluhan terhadap masyarakat


mengenai infeksi menular seksual tentang IMS secara luas serta
khususnya macam-macam IMS da pengadaan konseling tentang IMS
cara penularannya di puskesmas

2. Meningkatnya perilaku berganti- Pengenalan kondom kepada


ganti pasangan seksual masyarakat untuk pencegahan IMS

Meningkatkan keharmonisan
hubungan suami/istri.

Meningkatkan pemahaman dan


pelaksanaan untuk tidak
berhubungan dengan selain
pasangannya.

3. Anggapan bahwa bacaan, gambar, Penyuluhan tentang kesehatan


dan film porno dapat menambah reproduksi dan pengetahuan seks
pengetahuan tentang seks yang benar kepada masyarakat

24
Keengganan masyarakat
4. Penyuluhan terhadap masyarakat
menggunakan kondom dalam
tentang pencegahan IMS.
pencegahan IMS.

5. Pembahasan mengenai kesehatan Penyuluhan tentang kesehatan


reproduksi dan infeksi menular reproduksi dan pengetahuan seks
seksual masih dianggap tabu oleh yang benar kepada masyarakat
masyarakat

6. Mudahnya mendapatkan Kerjasama lintas sektor dengan


DVD/CVD/majalah porno kepolisian untuk melakukan razia
DVD/CVD/majalah porno

7. Kurangnya media seperti leaflet atau Pengadaan media seperti leaflet,


pamlet mengenai bahaya infeksi pamflet, poster mengenai bahaya
menular seksual IMS dan Seks bebas

8. Promosi kesehatan mengenai infeksi Penyuluhan terhadap masyarakat


menular seksual ke masyarakat tentang bahaya IMS dan seks
masih kurang bebas

9. Kurikulum sekolah mengenai Kerjasama dengan lintas sektor


kesehatan reproduksi masih belum dinas pendidikan mengenai
mencukupi kurikulum kesehatam reproduksi

10. Penyuluhan dan pemeriksaan rutin Penyuluhan dan pemeriksaan rutin


pada kelompok resiko tinggi masih pada kelompok resiko tinggi
kurang. secara berkala.

25
11. Penyuluhan dan pemeriksaan pada Penyuluhan terhadap masyarakat
partner seksual pasien IMS masih tentang IMS tentang penularan
kurang. serta pengadaan konseling tentang
IMS di puskesmas

5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

Penetapan Prioritas alternatif pemecahan masalah ditetapkan berdasarkan teknik


scoring. Kriteriah nilai yang digunakan adalah waktu pelaksanaan , dana untuk
kegiatan dan SDM pelaksana sebagai berikut :
1. Waktu
a. nilai 1 = sangat lama
b. nilai 2 = lama
c. nilai 3 = cukup
d. nilai 4 = cepat
e. nilai 5 = sangat cepat
2. Dana
a. nilai 1 = sangat maksimal
b. nilai 2 = maksimal
c. nilai 3 = cukup
d. nilai 4 = minimal
e. nilai 5 = sangat minimal
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. nilai 1 = tidak memadai
b. nilai 2 = kurang memadai
c. nilai 3 = cukup
d. nilai 4 = memadai
e. nilai 5 = sangat memadai

26
Tabel 2. Prioritas alternatif pemecahan masalah

No. Alternatif pemecahan Waktu Dana SDM Hasil Ranking


masalah (WxDxS)

1. Penyuluhan terhadap 5 5 5 125 1


masyarakat terutama
pasien yang berobat
jalan di Puskesmas
Simpang Tiga tentang
kesehatan reproduksi,
bahaya IMS dan seks
bebas

2. Pengenalan kondom 4 4 4 64 4
kepada masyarakat
untuk pencegahan IMS

3. Pengadaan media seperti 5 4 5 100 2


leaflet, pamflet, poster
mengenai bahaya IMS
dan Seks bebas

4. Penyuluhan Penyuluhan 4 5 4 80 3
dan pemeriksaan rutin
pada kelompok resiko
tinggi secara berkala.

5. pengadaan konseling 3 5 4 60 5
tentang IMS di
puskesmas

27
Keterangan :
- Poin 1 dan 3 : prioritas alternatif pemecahan masalah
- Poin 2, 4 dan 5 : saran untuk puskesmas

28
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Sesuai dengan kondisi dan situasi yang ditemui, pengetahuan pasien yang
berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual dapat
disimpulkan bahwa masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien
yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, manusia,
material, dan metode.
Pemecahan masalah dalam upaya peningkatan pengetahuan pasien yang
berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga tentang infeksi menular seksual
diupayakan dari faktor manusia dan lingkungan, seperti Penyuluhan terhadap
masyarakat terutama pasien yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga
tentang kesehatan reproduksi, bahaya IMS dan seks bebas. Dari segi faktor
material, perlunya pengadaan media seperti leaflet, pamflet, poster mengenai
bahaya IMS dan Seks bebas. dilakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama
pasien yang berobat jalan di Puskesmas Simpang Tiga sesuai waktu yang telah
ditentukan dan menggunakan media yang menarik.

1.2. Saran
1. Penyuluhan berkelanjutan kepada pasien yang berobat jalan di Puskesmas
Simpang Tiga.
2. Kerjasama lintas sektor dengan kepolisian untuk melakukan razia
DVD/CVD/majalah porno.
3. Kerjasama dengan lintas sektor dinas pendidikan mengenai kurikulum
kesehatam reproduksi
4. Pengadaan konseling tentang IMS di Puskesmas Simpang Tiga Kota
Pekan Baru.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. Pedoman Bersama


ILO/WHO tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV/AIDS. Jakarta. 2005
2. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta.
2005
3. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011.
Jakarta. 2011

30

Anda mungkin juga menyukai