Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian efek


kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri
dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh
gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan
orang dewasa.

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) juga merupakan defisiensi


yodium yang berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang
mengkonsumsi yodium sehingga akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang
secara perlahan menyebabkan kelenjar membesar sehingga menyebabkan gondok.

Yodium sendiri adalah adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di
tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium
diperlukan untuk membentuk Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan dan perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai
dewasa.

Defisiensi yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangi


produksi tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi
Thyroid Stimulating Horrmon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar
tiroid bekerja lebih giat sehingga fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada
saat ini efisiensi pemompaan yodium bertambah yang dibarengi dengan
percepatan pemecahan yodium dalam kelenjar.

Kekurangan yodium pada masa kehamilan dan awal kehidupan


menyebabkan perkembangan otak terhambat. Titik paling kritis GAKY adalah
trimester ke-2 kehamilan sampai dengan 3 tahun setelah lahir. GAKY merupakan
salah satu penyebab kerusakan otak yang dapat dicegah.

1
Faktor Penyebab Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah suatu penyakit yang


ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) dan
diderita oleh sejumlah besar penduduk yang tinggal di suatu daerah tertentu.

GAKY dapat sebabkan oleh beberapa faktor, yakni :

a) Defisiensi Iodium dan Iodium Excess


 Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah
GAKY. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan
proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam
makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
 Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar
secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di
Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam
jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi
akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin
dan proses coupling.

b) Lokasi (Geografis dan non geografis)


Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini
disebabkan kandungan yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita
GAKY secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan atau dataran
tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas terkikis oleh
banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di
wilayah ini mengandung yodium rendah bahkan tidak ada.

c) Asupan Energi dan Protein


Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat
disebabkan oleh asupan energi yang rendah, karena kebutuhan energi akan
diambil dari asupan protein. Protein (albumin, globulin, prealbumin)
merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport berfungsi
mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan

2
hormon. Dengan adanya defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap
berbagai tahap dalam sintesis hormon tiroid terutama tahap transportasi
hormone.

d) Pangan Goitrogenik
Zat goitrogenik adalah senyawa yang dapat mengganggu struktur
dan fungsi hormon tiroid secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung zat goitrogenik menghambat uptake yodida anorganik oleh
kelenjar tiroid. Seperti tiosianat dan isotiosianat menghambat proses
tersebut karena berkompetisi dengan yodium. Ada dua jenis zat
goitrogenik yang berasal dari bahan pangan yaitu:
 Tiosianat terdapat dalam sayuran kobis, kembang kol, sawi,
rebung, ketela rambat dan jewawut
 Isotiosianat terdapat pada kobis.
Berdasarkan mekanis kerjanya, zat goitrogenik dipengaruhi oleh proses
sintesis hormon dan kelenjar tiroid trhadap bahan – bahan goitrogenik.
Bahan tersebut adalah:
 Kelompok tiosianat, dimana mekanisme kerjanya memperngaruhi
transportasi yodium.
Misalnya : rebung, ubi jalar.
 Kelompok tiroglikosid, dimana mekanisme kerjanya
mempengaruhi oksidasi, organofikasi, dan coupling.
Misalnya : bawang merah, bawang putih, bassica dan yellow
turnips.
 Kelompok akses iodida, dimana mekanisme kerjanya
mempengaruhi protealisis, pelepasan, dan halogenasi.
Misalnya : gangguan asupan yodium lebih dari 2 gram sehari akan
menghambat sintesis dan pelepasan hormon.

e) Genetik
Faktor genetik dalam hal ini merupakan variasi individual terhadap
kejadian GAKY dan mempunyai kecenderungan untuk mengalami

3
gangguan kelenjar tiroid. Faktor genetic banyak disebabkan karena
keabnormalan fungsi faal kelenjar tiroid.
Penyebab genetic lain adalah sejumlah cact metabolic yang diturunkan,
yang melukiskan kepentingan berbagai tahapan dalam biosintesis hormon
tiroid. Cacat ini adalah cacat pada pengangkutan yodium, cacat pada
iodinasi, cacat perangkaian, defisiensi deiodinasi, dan produksi protein
teriodinasi yang abnormal.

Dampak yang Ditimbulkan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(GAKY)

GAKY tidak hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga


berbagai macam gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu yang sedang hamil
dapat menyebabkan abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatkan
angka kematian prenatal, melahirkan bayi keratin. Kekurangan yodium yang
diderita anak-anak menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi
mental, dan perkembangan fisik.

Pada orang dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid,


dan gangguan mental. Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat
mengakibatkan cacat fisk dan mental, seperti tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan
terganggu, badan lemah, kecerdasan dan perkembangan mental terganggu. Akibat
yang sangat merugikan adalah lahirnya anak kretin. Kretin adalah keadaan
seseorang yang lahir di daerah endemic dan memiliki dua atau lebih kelainan-
kelainan berikut :

a) Perkembangan mental terhambat.


b) Pendengaran terganggu dan dapat menjadi tuli.
c) Perkembangan saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas,
mata juling, gangguan bicara sampai bisu dan reflek fisiologi yang
meninggi.
GAKY Merupakan salah satu masalah kesmas yg serius, karena dampaknya
mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas SDM, yang meliputi 3 aspek :

4
1. Aspek perkembangan kecerdasan.
2. Aspek perkembangan sosial.
3. Aspek perkembangan ekonomi.

Pembesaran kelenjar gondok Struma simplex ini adalah suatu pembesaran


kelenjar tirois yang timbul sebagai akibat rendahnya konsumsi yodium. Semakin
berat tingkat kekurangan yodiumnya, semakin besar ukuran kelenjarnya serta
semakin berat komplikasi yang ditimbulkannya.

Kekurangan yodium padaibu hamil akan menyebabkan kretin pada bayi yang
akan dilahirkannya. Slain itu juga akan disertai dengan kerusakan susunan syaraf
pusat dan hipotirodisme. Secara klinis kerusakan susunan syaraf pusat akan
berupa retardasi, gangguan pendengaran sampai bisu tuli, gangguan neuromotor
seperti gangguan bicara, dll.

Masalah besar lain yang diakibatkan oleh GAKY adalah gangguan


pertumbuhan dan perkembangan intelektualitas. Pada ibu hamil dengan GAKY
berat akan melahirkan anak cebol dengan intelektualitas yang rendah.

Dampak sosial lain yang lebih besar yaitu sulitnya penderita untuk dididik san
dimotivasi karena rendahnya perkembangan mentalsehingga apabila berada dalam
lingkungan yang buruk akan lebih cepat terpengaruh atau terlibat kriminalitas.

Berikut adalah table dari dampak Gangguan akibat kekurangan yodium


(GAKY) :

KELOMPOK RENTAN DAMPAK


Ibu Hamil Keguguran
Janin Lahir mati, Meningkatkan kematian
janin,Kematian bayi, Kretin (
Keterbelakangan mental, Tuli, Mata
juling, Lumpuh spatis ), Cebo;,
Kelainan fungsi psikomotor
Neonatus Gondok dan Hipotiroid

5
Anak dan Remaja Gondok, Gangguan pertumbuhan
fisik dan mental, Hipotiroid juvenile
Dewasa Gondok dan Hipotiroid

Tanda dan Gejala

Gejala Penyakit Gondok

GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena
dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antaralain
;Gondok, Kretenisme, Reterdasi Mental dll. Penyakit gondok biasanya dapat
dilihat secara kasatmata dengan munculnya pembengkakan pada leher bagian
depan bawah, pada posisi dimana kelenjar tiroid berada.Pada bayi dan anak- anak
gejala tambahan yang dapat dilihat adalah gangguan tumbuh kembang dan
kretinisme (kekerdilan). Gejala yang timbul akibat kekurangan iodium secara
terus-menerus dalam jangka waktu lama disebut sebagai GAKY (Gangguan
Akibat Kurang Iodium). Penderita kurang iodium ringan dapat tidak menunjukkan
gejala apa-apa sehingga sering tidak disadari. Disamping itu karena tak terasa
sakit, kadang penyakit gondok ini sering diabaikan. Padahal hasil penelitian di
berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 42 juta penduduk di
Indonesia tinggal di daerah endemis gondok, yaitu daerah yang tanahnya
kekurangan iodium.

Perkembangan penyakit gondok dapat dikategorikan dalam lima tahapan


yaitu:

1. Grade 0 : Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal,
dan dengan palpasi tidak teraba.
2. Grade IA
Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah
maksimal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari
penderita.
3. Grade IB

6
Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat
dengan tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari
Grade IA.
4. Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan
dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IB.
5. Grade III
Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat padajarak 6 meter atau
lebih.

Pengukuran Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Pengukuran Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine


Deficiency Disorders (IDD) dalam populasi mengindikasikan tingkat dan
keparahan masalah. Hal tersebut juga mengindikasikan kemajuan dalam
berkurangnya penderita GAKY. Pengukuran GAKY dipakai sebagai informasi
penting dalam memutuskan apakah suatu program pemberantasan GAKY masih
diperlukan untuk menunjukkan keefektifannya dalam mengurangi jumlah
penderita GAKY. (Gatie, 2006)

Beberapa metode diterapkan dalam mengklasifikasi tingkat dan keparahan


GAKY dapat diketahui sebagai berikut : (Stanbury dalam Gatie, 2006)

1. Pengukuran Tiroid dengan Palpasi


Pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur
gondok. Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi
terhadap perubahan masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak
sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
perkiraan besaran GAKY di masyarakat pada suatu daerah (Arisman,
2004).
Survei epidemiologis untuk gondok endemik prevalensi gondok
endemik diperoleh dari survei pada anak sekolah dasar didasarkan atas
klasifikasi dalam Tabel 1.

7
Tabel 1

Klasifikasi Pembesaran Kelenjar Tiroid

Grade Keterangan
0 Tidak teraba/tidak terlihat
1 Teraba dan tidak terlihat pada posisi kepala biasa
2 Terlihat pada posisi kepala biasa
Sumber: Joint WHO/UNICEF/ICCIDD, 1992

Klasifikasi tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di


antara survei di setiap wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak
membutuhkan palpasi untuk diagnosis. Prevalensi gondok endemik dari
grade 1 sampai dengan grade 2 dinamakan Total Goiter Rate (TGR)
sedangkan grade 2 dan grade 3 dinamakan Visible Goiter Rate (VGR)
(WHO dalam Gatie, 2006)
Terdapat beberapa kelebihan palpasi sebagai suatu metode
pengukuran, palpasi adalah suatu teknik yang tidak memerlukan
instrumen, bisa mencapai jumlah yang besar dalam periode waktu yang
singkat, tidak bersifat invasif dan hanya menuntut sedikit ketrampilan.
(Gatie, 2006)
Meskipun demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang
menonjol di antaranya antar pemeriksa dengan kemampuan dan
pengalaman yang berbeda-beda khususnya dalam gondok endemic grade 0
dan grade 1. Hal ini telah ditunjukkan oleh penelitian-penelitian para
peneliti yang berpengalaman di mana kesalahan klasifikasi bisa sebesar
40%. Palpasi sangat berguna sebagai suatu tanda awal bahwa GAKY
mungkin ada dan sebagai suatu indicator maka diperlukan penilaian yang
lebih baik. (Gaitan dan Dunn dalam Gatie, 2006)

2. Pengukuran volume tiroid dengan Ultrasonografi (USG) Tiroid


Objektivitas bisa didapatkan dalam survei gondok dengan
pengukuran-pengukuran ultrasonografi seperti yang digunakan dalam
penelitian medis lainnya, contohnya dalam perawatan antenatal. Teknik ini

8
mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran tiroid lebih luas dan bebas
dari bias pengukuran. Prosedurnya tidak invasif dan bisa digunakan untuk
mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut bisa dipelajari
dengan baik dalam beberapa hari. (Gatie, 2006)
Kelebihan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah
memberikan suatu pengukuran objektif dari volume tiroid, dalam beberapa
kasus mungkin bisa menunjukkan pertimbangan terhadap GAKY dan
karenanya program pencegahan yang mahal bisa dihindarkan,
ultrasonografi dengan cepat menggantikan palpasi. Pemeriksaan USG juga
merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk melihat pembesaran
volume tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume tiroid yang dihitung
berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari kedua cuping, volume yang
dihitung dibandingkan dengan standar dari suatu populasi dengan masukan
iodium yang cukup. Pengukuran volume tiroid dengan menggunakan
Ultrasonografi untuk saat ini hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli yang
sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan volume tiroid pada
sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid kanan dan kiri (Untoro
Y dan Gutekunts dalam Gatie, 2006)

WHO (1997) merekomendasikan Thyromobil data yang diterbitkan


untuk menilai volume tiroid pada anak-anak umur 6 – 15 tahun.
Thyromobil yang dilengkapi dengan alat ultrasonografi untuk memproses
pengukuran yang gondok dengan fasilitas untuk menyimpan contoh urin.
Volume tiroid yang dihitung berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari
kedua cuping, volume yang dihitung dibandingkan dengan standar dari
populasi yang memiliki masukan yodium yang cukup (Djokomoeljanto,
2001). Tyromobil mengacu standar dari WHO/ICCIDD (1997) untuk batas
normal volume tiroid Indonesia berdasarkan pengukuran USG dapat
dilihat pada Tabel 2.

9
Tabel 2

Batas Normal Volume Tiroid Berdasarkan USG

Laki-laki Perempuan
Umur
WHO 2001 WHO 2001 Indonesia
(tahun) Indonesia (ml)
(ml) (ml) (ml)
6 3,8 2,4 3,6 4,0
7 4,0 3,9 4,2 4,1
8 4,3 4,6 4,9 6,1
9 4,8 5,9 5,7 6,7
10 5,5 6,8 6,5 7,5
11 6,4 7,8 7,4 8,0
12 7,4 8,1 8,3 9,9
Sumber : WHO/ICCIDD (1997)

Kelemahan dari ultrasonografi di antaranya harus ada pelatihan, biaya


instrumen yang mahal dan masalah transportasi dari pusat ke wilayah survei.

1. Kadar Yodium dalam Urin (UIE/Urinary Iodine Excretion)


Kecukupan yodium tubuh dinilai dari yodium yang masuk lewat
makanan dan minuman, sebab tubuh manusia tidak dapat mensintesis
yodium. Yodium dengan mudah diabsorpsi dalam bentuk iodida. Ekskresi
dilakukan melalui ginjal dan jumlahnya berkaitan dengan konsumsi.
Penilaian jumlah asupan yodium dalam makanan sulit dilakukan , karena
kandungan yodium dalam makanan mempunyai variasi yang sangat luas,
dan sangat tergantung dari kandungan yodium dalam tanah tempat mereka
tumbuh, oleh karena yodium yang kita butuhkan amat sedikit (dalam
ukuran mikro) dan kandungan yodium dalam makanan sukar diperiksa,
maka sebagai gantinya penilaian asupan yodium dapat diperiksa dengan
cara yang lebih praktis atau mudah dilaksanakan yaitu berdasarkan
pengukuran ekskresi yodium dalam urin, sedangkan ekskresi yodium di
dalam feses dapat diabaikan (Syahbuddin dalam Gatie, 2006)

Pengukuran yodium yang paling dapat dipercaya atau diandalkan


adalah median kadar yodium dalam urin sampel yang mewakili, karena
sebagian besar (lebih dari 90%) yodium yang diabsorpsi dalam tubuh
akhirnya akan diekskresi lewat urin (Stanbury, 1996). Dengan demikian
UIE jelas dapat menggambarkan intake yodium seseorang. Kadar UIE

10
dianggap sebagai tanda biokimia yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya defisiensi yodium dalam suatu wilayah (Dunn dan Stanbury dalam
gatie, 2006)

Sampel terbaik untuk pemeriksaan UIE adalah urin selama 24 jam


karena dapat menggambarkan fluktuasi yodium dari hari ke hari. Tetapi,
pengambilan sampel urin 24 jam ini tidak mudah dilakukan di lapangan.
Beberapa peneliti kemudian menggunakan sampel urin sewaktu dan
mengukur kadar kreatinin dalam serum, Ialu dihitung sebagai rasio UIE
per gram kreatinin. Hal ini dilakukan dengan asumsi ekskresi kreatinin
relatif stabil. Tetapi ternyata cara ini mempunyai kelemahan karena kadar
kreatinin serum sangat tergantung pada massa otot, jenis kelamin dan berat
badan seseorang (Rachmawati dalam Gatie, 2006)

Pada Conggres Consultation tahun 1992 oleh WHO, UNICEF,


ICCIDD telah disepakati bahwa pengambilan sampel urin untuk
pemeriksaan UIE cukup menggunakan urin sewaktu dan tidak perlu lagi
menggunakan rasio dengan kreatinin. Urin dapat ditampung dalam botol
penampung yang tertutup rapat, tidak perlu dimasukkan dalam lemari es
selama masa transportasi dan tidak perlu ditambahkan preservasi
(pengawet urin). Setelah sampai laboratorium kemudian urin disimpan
dalam lemari es. Dengan penyimpanan dalam lemari es sebelum diperiksa,
urin dapat tahan sampai beberapa bulan (Dunn dalam Gatie, 2006)

Oleh WHO, UNICEF dan ICCIDD pada Tahun 1994 akhirnya


disepakati bahwa metoda yang direkomendasikan untuk dipakai di seluruh
dunia adalah metoda Acid Digestion. Pertimbangan pemilihan metoda ini
adalah mudah, cepat dan tidak memerlukan alat yang terlalu mahal.
Metoda ini menggunakan spektrofotometer dengan prinsip kolorimetri.
Metode ini dapat mendeteksi kadar yodium dalam urin sampai 5 μg/L
(Rachmawati, 1997). Klasifikasi tingkat kelebihan dan kekurangan
yodium dalam suatu wilayah, berdasarkan median kadar yodium dalam
urin/Urinary Iodine Excression (UIE) pada Tabel 3.

11
Tabel 3

Klasifikasi kecukupan Yodium Berdasarkan Median UIE

Kecukupan Yodium Median UIE (µg/L)


Defisiensi Berat <20
Defisiensi Sedang 20-49
Defisiensi Ringan 50-99
Optimal 100-200
Lebih dari Cukup 201-300
Kelebihan (Excess) >300
Sumber : ICCIDD/WHO, 2001

Nilai median UIE dalam suatu populasi dapat digunakan untuk mengukur
derajat endemisitas GAKY (Rachmawati, 1993). Klasifikasi endemisitas
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium berdasarkan median UIE ditunjukan
dalam Tabel 4.

Tabel 4

Kriteria Epidemiologi untuk Penentuan Derajat Endemisitas GAKY


berdasarkan Median UIE

Derajat Endemisitas Median UIE (µg/L)


Non Endemis ≥100
Endemis Ringan 50-99
Endemis Sedang 20-49
Endemis Berat <20
Sumber : WHO, 1994

Angka kejadian GAKY

Angka kejadian GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan, hal


ini dikarenakan komponen tanahnya yang sedikit mengandung yodium.
Kandungan yodium yang rendah di pegunungan disebabkan terjadinya pengikisan
yodium oleh salju atau air hujan, sehingga hal tersebut menyebabkan pula
kandungan yodium dalam makanan juga sangat rendah. Air tanah, air dari sumber
mata air, atau air dari sungai di daerah pegunungan tidak mengandung yodium
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia, demikian pula halnya
dengan ternak serta tanaman yang tumbuh di pegunungan hampir tidak
mengandung yodium sama sekali. Karena sebab itulah, maka angka kejadian

12
GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan dibandingkan dengan
daerah pantai.

Secara global, GAKY telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara
yang mencederai 1,572 juta orang, sekitar 12% penduduk dunia (sekitar 655 juta
orang) menderita gondok, 11,2 juta mengalami kretin, dan 43 juta menderita
gangguan mental dengan berbagai tingkatan. Hasil survey nasional evaluasi
Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY) di Indonesia tahun 2003,
menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten endemis ringan, 13,1% kabupaten endemis
sedang, dan 8,2% kabupaten endemis berat.

Menurut Freddy pada tahun 1999 prevalensi gondok berdasarkan letak


geografis yang diolah berdasarkan prevalensi gondok pada anak sekolah
menunjukkan bahwa prevalensi gondok tertinggi ditemukan di daerah dataran
tinggi sebesar 30.3%, disusul daerah dataran rendah(8.7%) dan di daerah rawa
hanya sebesar 2.8%. Dengan uji proporsi ditemukan perbedaan yang bermakna
antara prevalensi gondok di daerah dataran tinggi dan rendah serta perbedaan
bermakna antara dataran tinggi dan rawa.

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan persentase cakupan garam cukup


yodium di Jawa Tengah sebanyak 80,1%. Survey Dinas Kesehatan Kabupaten
Wonosobo tahun 2013 menunjukkan masih terdapat desa atau kelurahan di
wilayah kerja Puskesmas Kertek II dengan cakupan garam cukup yodium kurang
dari 90%, yaitu Desa Purbosono (87,3%) dan Desa Pagerejo (83,3%).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10 WUS (Wanita Usia
Subur) di wilayah kerja Puskesmas Kertek II, dari hasil pemeriksaan palpasi
terdapat 6 WUS (60%) teridentifikasi gondok grade 1 dan 1 WUS (10%)
teridentifikasi gondok grade 2, dan dari hasil pengujian garam beryodium
menggunakan Iodine Test, 30% garam yang dikonsumsi mengandung kadar
yodium kurang dari 30 ppm dan 10% garam tidak mengandung yodium. Dari 7
WUS yang mengalami gondok, 3 diantaranya menggunakan garam tidak cukup
yodium yaitu kadar yodium kurang dari 30 ppm (Lestari dkk, 2013).

13
Determinan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

1. Lokasi
Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini
disebabkan kandungan yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita
GAKY secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan atau dataran
tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas terkikis oleh
banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di
wilayah ini mengandung yodium rendah bahkan tidak ada (Kodyat dalam
Rusnelly, 2006)
Menurut data Departemen Kesehatan Tahun 1990 daerah pantai
atau dataran rendah bebas dari penderita GAKY. Daerah pantai atau
dataran rendah secara teoritis mengandung cukup yodium, dengan
demikian maka tanaman sumber air minum dan hewan mengandung
yodium lebih banyak (Adriani dkk dalam Rusnelly, 2006)
2. Asupan Energi dan Protein
Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat
disebabkan oleh asupan energi yang rendah, karena kebutuhan energy
akan diambil dari asupan protein. Protein (albumin, globulin, prealbumin)
merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport berfungsi
mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan
hormon. (Rusnelly, 2006)
3. Status Gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKY masih belum banyak
diteliti, namun secara teoritis cadangan lemak merupakan tempat
penyimpanan yodium. Jumlah simpanan yodium di dalam tubuh setiap
individu akan berbeda sesuai dengan kondisi status gizinya (Oenzil dalam
Rusnelly, 2006)
Kadar yodium urin anak dengan status gizi baik lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurang setelah diberikan
kapsul yodium selama 3 hari berturut-turut (Prihartini dalam Rusnelly,
2006)

14
Status gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis
hormon tiroid karena kurangnya TBP (Thyroxin binding Protein),
sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang (Djokomoejanto dalam
Rusnelly, 2006)
4. Pangan Goitogenik
Ada dua jenis zat goitrogenik yang berasal dari bahan pangan
yaitu:
 Tiosianat terdapat dalam sayuran kobis, kembang kol, sawi,
rebung, ketela rambat dan jewawut, singkong
 Isotiosianat terdapat pada kobis
Zat goitrogenik adalah senyawa yang dapat mengganggu struktur dan
fungsi hormon tiroid secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
zat goitrogenik menghambat up take yodida anorganik oleh kelenjar tiroid.
Seperti tiosianat dan isotiosianat menghambat proses tersebut karena
berkompetisi dengan yodium. Menghambat oksidasi yodida anorganik dan
inkorporasi yodium yang sudah teroksidasi dengan asam amino tirosin
untuk membentuk monoiodotyrosine (MIT) dan diodotyrosine (DIT) serta
menghambat proses coupling yang dimediasi oleh enzim thyroid
peroxidase (TPO). Menghambat pelepasan hormon tiroid (T3 dan T4) ke
dalam sirkulasi darah. Secara tidak langsung hormon thyrotropin dapat
menurunkan sintesis dan pelepasan T4 dan T3 serta involusi kelenjat tiroid
(Kartasurya dalam Rusnelly, 2006)
5. Pangan Kaya Yodium
Konsumsi pangan kaya akan yodium dipengaruhi oleh ketersediaan
bahan pangan tersebut dan lokasi tempat tinggal. Penelitian Fatimah
Tahun 1999 menemukan rata-rata frekuensi konsumsi pangan kaya
yodium pada penduduk di desa-desa lereng gunung daerah endemis
GAKY di Pati dan Jepara 1-2 kali dalam seminggu, sedangkan frekuensi
konsumsi pangan kaya yodium di dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4
kali dalam seminggu.
Macam dan jumlah makanan yang dikonsumsi secara individu
maupun kelompok masyarakat tertentu setiap hari dapat disebut “Pola

15
Konsumsi Makanan”. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan
pola konsumsi di suatu daerah atau masyarat adalah:
 Faktor yang berhubungan dengan ketersediaan atau pengadaan
pangan yang juga dapat dipengaruhi oleh letak geografis, iklim,
kesuburan tanah, transportasi atau distribusi, teknologi.
 Faktor kebiasaan atau sosial budaya, sosial ekonomi masyarakat
setempat cukup berperan dalam memberikan gambaran pola
konsumsinya (Kardjati dalam Rusnelly, 2006)

16
DAFTAR PUSTAKA

Wijayanti, Gratiana E. Penyakit Gondok penyebab, gejala dan konsekuensinya


bagi perkembangan janin, anak-anat, dan remaja dan
penanggulangannya. Purwokerto : Universitas Soedirman.

Mutiara Kasih, Lestari dkk. 2013. Hubungan Antara Kadar Yodium Garam
Dengan Kejadian Gondok Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Desa
Purbosono Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. STIKES Ngudi
Waluyo.

Ritanto, Mus Joko. 2003. Faktor Risiko Kekurangan Yodium pada Anak Sekolah
Dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Thesis Universitas
Diponegoro.

Rusnelly. 2006. Determinan Kejadian GAKY pada Anak Sekolah Dasar di


Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Kota pagar Alam Propinsi Sumatera
Selatan. Thesis Universitas Diponegoro.

17

Anda mungkin juga menyukai