Anda di halaman 1dari 73

1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, terima kasih

kami ucapkan kepada Tim Dosen Blok DSP 4 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Padjadjaran yang telah memberikan arahan kepada kami dalam memperoleh data yang

kami butuhkan.

Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan mengenai mata kuliah DSP

4, khususnya tentang dental karies dan gingivitis. Selain itu makalah ini diajukan untuk

memenuhi tugas mata kuliah DSP 4 yang diberikan oleh Tim Dosen Blok DSP 4

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

Proses penyusunan menggunakan sumber data literature atau metode sekunder.

Data diperoleh dari buku Burket’s Oral Medicine, Clinical Periodontology, dan

beberapa referensi buku lainnya yang telah mendukung keabsahan makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan

saran yang konstruktif mengenai makalah ini.

Jatinangor, 24 Februari 2015

Tutor 2
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................2

BAB I..............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................................3

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................3

1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................................................4

1.4. Metode Penulisan.................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................................5

2.1 Definisi Karies dan White Spot.................................................................................................5

2.2 Klasifikasi Karies......................................................................................................................6

2.3 Etiologi Karies dan Yang Mempercepat Karies.......................................................................13

2.4 Mekanisme Terjadinya Karies................................................................................................15

2.5 Tanda-tanda, Gejala dan Gambaran Klinis Karies..................................................................16

2.6 Cara Pencegahan...................................................................................................................20

2.7 Treatment Karies...................................................................................................................22

2.8 Definisi Gingivitis dan Gambaran Klinis.................................................................................33

8. Perubahan Posisi Gingiva....................................................................................................40

9. Perubahan Kontur Gingiva...................................................................................................43


3

2.9 Etiologi Gingivitis...................................................................................................................44

2.10 Mekaniesme dan Patofisiologi Gingivitis.............................................................................53

2.11 Tanda dan Gejala Periodontitis Marginalis..........................................................................59

2.12 Treatment Gingivitis............................................................................................................66

2.13 Penulisan Karies Menurut ICD X..........................................................................................67

BAB III..........................................................................................................................................70

KASUS..........................................................................................................................................70

BAB IV.........................................................................................................................................71

PEMBAHASAN.............................................................................................................................71

BAB V..........................................................................................................................................73

KESIMPULAN...............................................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................74
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak

dijumpai pada anak-anak di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan

cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Dalam media Indonesia diungkapkan

bahwa 90% anak mengalami karies dan 80% menderita gingivitis. Karies gigi atau

gigi berlubang adalah kerusakan struktur gigi sehingga terbentuknya lubang pada

gigi. Gingivitis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plak yang

menyebabkan gingiva mengalami keradangan, membengkak dan mudah berdarah.

Apabila tidak ditangani segera, penyakit ini lama kelamaan dapat menimbulkan
nyeri, rasa sakit, dan kehilangan gigi bahkan menjadi pemicu timbulnya berbagai
penyakit berbahaya.

Dengan demikian, kami perlu lebih mengetahui tentang apa saja hal-hal yang
harus diketahui mengenai karies dan gingivitis yang dialami oleh pasien di dalam
kasus ini.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan karies?

b. Apa yang dimaksud dengan gingivitis?

c. Apa saja treatment karies?


5

d. Apa saja treatment gingivitis?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjadi laporan proses pembelajaran
dengan sistem tutorial dan juga berikut bahan pembelajaran pada materi DSP 4
(Infection of Oral Diseases)

1.4. Metode Penulisan


Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menggunakan metode literatur dan
studi pustaka. Metode ini dilakukan dengan cara mencari materi ataupun arikel yang
menunjang, baik melalui sumber sahih di internet maupun literatur yang berkaitan
dengan topik yang dibahas.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Karies dan White Spot


2.1.1 Definisi Karies
Karies gigi adalah penyakit kronik, prosesnya berlangsung sangat lama berupa
hilangnya ion-ion meniral secara kronis dan terus menerus dari permukaan enamel
pada mahkota atau permukaan akar yang sebagian besar distimulasi oleh adanya
beberapa flora bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya. Kehilangan ini pada
awalnya hanya akan terlihat secara mikroskopik tetapi lama kelamaan akan terus
terlihat pada enamel sebagai lesi bercak putih (white spon lession) atau melunaknya
sementum pada akar gigi. Menghentikan kehilangan mineral ini akan menyebabkan
kavitasi pada gigi, yang dapat berlanjut pada kerusakan irreversible pulpa pada gigi
oleh aktivasi bakteri, walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi
terjadi, pada stadium yang sangat dini karies masih dapat dihentikan.

2.1.2 White Spot Lession


Pada tahap awal, karies terlihat sebagai gambaran bercak putih kapur dipermukaan
gigi (white spon). Daerah white spon ini akan terlihat jelas pada gigi karena gigi
yang asli berwarna putih transparan dan mengkilat serta dilapisi pelikel (lapisan tipis
bening dan tipis pada gigi). Jika pelikel ditumbuhi oleh kuman maka terbentuklah
plak dan hal ini jika dibiarkan lama kelamaan akan terkalsifikasi (bercampur dengan
kalsium), mengeras dan membentuk karang gigi. Karang gigi inilah yang
mengganggu keseimbangan proses demineralisasi-remineralisasi tadi.

2.1.3 Penanganan White Spon Lession


Perawatan infiltration merupakan suatu perawatan yang memiliki konsep untuk
menghentikan proses demineralisasi email yang sudah terjadi. Prosedurnya diawali
7

dengan penggunaan etsa HCL untuk mengerosi permukaan lesi agar porositas lesi
terpapar. Langkah ini dilanjutkan dengan proses infiltrasi lesi tersebut menggunakan
unfilled low viscosity ligthcured resin material. Metode perawatan micro-invasive
ini menghasilkan barrier diffusion tidak hanya pada permukaan, tapi juga di dalam
jaringan keras gigi yang akan menstabilkan dan menghentikan proses perjalanan
karies.

2.2 Klasifikasi Karies


Ada 2 macam klasifikasi kerusakan gigi berdasarkan anatomi permukaan gigi
yaitu pit dan fissure, serta smooth surface. Lesi karies pit dan fissure dimulai pada
kedalaman dari pit dan fissure, dimana dibentuk dari fusi yang tidak sempurna dari lobus
enamel selama perkembangan gigi dan hampir dirasakan mustahil untuk dibersihkan.
Fissure dan pit banyak berlokasi di permukaan oklusal dari gigi posterior (molar dan
premolar), seperti halnya pada permukaan lingual dari molar maksila, permukaan buccal
molar mandibula, dan di lingual fossa dari incisivus maksila, umumnya di incisivus
lateral.

Lesi karies smooth surface terjadi pada permukaan yang halus pada mahkota gigi
yaitu pada daerah-daerah yang sulit untuk terkena pembersihan alami dari lidah, pipi,
dan bibir. Area ini mencakup permukaan proksimal dari gigi yaitu hanya dari cervical ke
kontak proksimal dan wajah serta permukaan lingual yaitu hanya dari cervical ke puncak
lekukan mahkota (sepertiga ginggiva mahkota). Root surface caries adalah tipe lain dari
karies smooth surface yang terjadi pada sementum, banyak ditemukan pada pasien
dengan penyakit periodontium, pasien dengan kekurangan aliran saliva. Tipe keries ini
melembutkan, proses destruktif yang tidak membutuhkan sebuah restorasi jika hanya
ada pengaruh yang minimal. Perawatan pada karies ini bisa dengan memoles akar,
menggunakan flouride dan menjaga akar bersih.
8

Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, karies terbagi menjadi karies primer


dan karies sekunder. Karies primer yaitu karies yang terjadi pada lokasi yang belum
pernah memiliki riwayat karies sebelumnya, sedangkan karies sekunder yaitu karies
yang rekuren, dimana karies timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies
sebelumnya. Karies ini ditemukan pada tepi tambalan.

Tahun 1908, Dr. G. V. Black mengembangkan suatu metode dalam


mengklasifikasikan karies. Klasifikasi originalnya adalah dalam kelas-kelas yaitu kelas
I, II, III, IV, dan V. Semua tipe karies pit dan fissure adalah kelas I, dimana kelas II, III,
IV dan V adalah karies smooth surface.

2.1.4 Identifikasi Karies Kelas I


9

Lesi kelas I terjadi pada pit dan fissure enamel. Analisis visual yang hati-
hati dimana bersih, kering, dan pencahayaan yang baik dapat memperlihatkan
karies tipe ini sebagai pit fissure yang dikelilingi enamel dimana terlihat pucat
dan lebih opak (kurang translusen) dibandingkan dengan enamel berdekatan.
Lesi kelas I sering tidak terdeteksi pada radiograf sampai ini cukup dalam ke
dentin karena lesi ini dilapiskan diantara permukaan buccal yang tebal dan
permukaan lingual dari enamel.

2.1.5 Identifikasi Karies Kelas II


Lesi kelas II terbentuk pada permukaan yang halus dari proksimal pada
gigi posterior yitu dari cervical ke kontak proksimal. Lesi ini dihasilkan dari
pemindahan plak yang tidak sempurna karena kesulitan dalam mencapai
permukaan interproksimal. Terdapat juga kehilangan translusensi, kemudian
overlying marginal ridge bisa menjadi bukti klinis pertama dari karies kelas II.
Lesi ini dapat meningkat dalam besarannya dan terlihat gelap dan lubangnya
dapat dideteksi dengan thin probe (explorer) pada embrasur buccal dan lingual.
Lesi kelas II yang sangat luas dapat menggali seluruh marginal ridge dan
memungkinkan seluruh ridge pada enamel hancur saat mastikasi. Lesi ini dapat
dideteksi dengan radiograf sebelum dapat dideteksi secara klinis.
10

2.1.6 Identifikasi Karies Kelas III

Lesi kelas III adalah lesi smooth surface yang berlokasi pada permukaan
proksimal dari gigi anterior, dimulai dari cervix ke kontak proksimal, tetapi tidak
berhubungan dengan sudut incisal gigi. Permulaan lesi kelas III dapat dideteksi
klinis secara hati-hati memaparkan enamel dari sisi fasial dan lingual dimana
terdapat perubahan translusensi dari cerviks ke kontak proksimal. Enamel dapat
terlihat sedikit lebih gelap dan lebih opak daripada enamel sekitarnya. Perubahan
ini terlihat jelas saat sumber cahaya (seperti fiber optics) ditempatkan lingual
terhadap proksimal enamel dari gigi, mengungkapkan perubahan translusensi
dari sisi fasial. Metode deteksi klinis ini dinamakan transillumination. Radiograf
periapikal dari gigi anterior dapat digunakan untuk mendeteksi lesi kelas III.
11

Gambaran radiografi periapikal

Kelas 4, 5, 6

Berdasarkan tingkat progresifitasnya atau kecepatan berkembangnya proses karies:

a. Karies akut yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat. Kadang-
kadang dapat dijumpai pada pulpa yang sudah terbuka. Dapat berupa kavitas
yang undermind dimana pada permukaan gigi, pit/fissure lesi kariesnya kecil,
sedangkan dalam dentin karies sudah meluas. Karies akut sering dijumpai pada
anak-anak dan remaja, dimana dentinal tubulae masih meluas dan terbuka.
Konsistensi lunak (caries humida).

b. Karies kronis, proses karies berjalan lambat dengan dengan penampakan warna
kecoklatan sampai hitam. Karies ini tidak memberi gangguan pada penderita.
Pada permukaan karies dijumpai nekrotik dentin lunak, dibawahnya terdapat
sekunder dentin yang keras dan warnanya coklat tua. Sering dijumpai pada orang
dewasa. Konsistensi keras dan kering (caries sicca).

c. Karies terhenti (Arrested Caries), dimana karies terhenti secara menyeluruh, lesi
karies tidak berkembang, dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan. Dentin
menjadi sangat keras dan secara klinis kadang-kadang sukar dibedakan dengan
karies kronis. Arrested caries dapat terjadi pada karies yang awal setelah karies
control yang efektif.

2.1.7 Identifikasi Karies Kelas IV


Lesi kelas IV berkaitan dengan permukaan proksimal dari gigi anterior seperti
halnya lesi kelas III tetapi ada penambahan yaitu lesi ini berkaitan dengan sudut
incisal. Lesi kelas IV seringkali hasil dari lesi kelas III yang menjadi lebih luas
dimana sudut gigi yang digali hancur. Bentuk kerusakan yang mirip terjadi saat
sudut gigi fraktur dikarenakan sentakan mulut. Kehilangan dari sudut incisal
jelas terlihat secara klinis. Radiograf tidak dibutuhkan untuk mendeteksi lesi
12

kelas IV ni, tetapi dapat berguna untuk menentukan kedalaman lesi relatif
terhadap proksimal rongga pulpa.

2.1.8 Identifikasi Karies Kelas V


Lesi kelas IV berlokasi pada sepertiga cervical dari fasial atau permukaan lingual
pada semua mahkota gigi baik anterior maupun posterior. Ini adalah lesi smooth
surface yang dihasilkan dari kesehatan yang buruk pada area cerviks ke puncak
lekukan buccal dan lingual, berdekatan dengan ginggiva, dimana aksi
pembersihan alami dari bibir, lidah, dan pipi tidak efektif. Area ini rentan
terhadap akumulasi plak dan pengumpulan karies. Ginggiva dan tulang
pendukung akan menyusut secara apikal, membuka permukaan akar lebih besar.
Dengan kekurangan aliran saliva dan/atau kesehatan mulut yang buruk, pengaruh
dan kepelikan karies meningkat pada area ini.
Lesi kelas V paling baik dideteksi dengan pemeriksaan visual secara hati-hati
pada daerah halus ginggiva pada mahkota gigi dengan pencahayaan yang baik
untuk melihat tampilan yang putih pucat dan nodanya, seringkali dengan kavitas
pada permukaan enamel. Lesi ini dapat meluas sedikit ke daerah apikal ke level
inflamasi ginggiva. Area kavitas atau depresi yang lain yang berlokasi pada
mahkota dan permukaan akar berdekatan mencakup kerusakan yang dibentuk
dari erosi asam atau dari abrasi dan prosesnya diketahui sebagai abfraksi
(kehilangan struktur kekasaran permukaan dimana muncul mirip abrasi tetapi ini
disebabkan oleh fleksura atau lekukan gigi yang disebabkan tekanan olusal yang
berat. Sejalan dengan akar terlihat pada lingkungan mulut karena resesi ginggiva,
sementum yng kurang dimineralisasi dibandingkan enamel, lebih rentan
13

terhadap karies daripada enamel. Hasilnya adalah karies akar, sebuah kondisi
yang terjadi lebih sering pada populasi kita.

2.1.9 Identifikasi Karies Kelas VI


Tipe karies gigi kelas VI didefinisikan dimana sebuah kavitas atau kerusakan
ditemukan pada ujung cusp atau sepanjang garis gigit incisivus.

Berdasarkan tingkat progresifitasnya atau kecepatan berkembangnya proses karies:

a. Karies akut yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat. Kadang-
kadang dapat dijumpai pada pulpa yang sudah terbuka. Dapat berupa kavitas
yang undermind dimana pada permukaan gigi, pit/fissure lesi kariesnya kecil,
sedangkan dalam dentin karies sudah meluas. Karies akut sering dijumpai pada
anak-anak dan remaja, dimana dentinal tubulae masih meluas dan terbuka.
Konsistensi lunak (caries humida).
b. Karies kronis, proses karies berjalan lambat dengan dengan penampakan warna
kecoklatan sampai hitam. Karies ini tidak memberi gangguan pada penderita.
Pada permukaan karies dijumpai nekrotik dentin lunak, dibawahnya terdapat
sekunder dentin yang keras dan warnanya coklat tua. Sering dijumpai pada orang
dewasa. Konsistensi keras dan kering (caries sicca).
c. Karies terhenti (Arrested Caries), dimana karies terhenti secara menyeluruh, lesi
karies tidak berkembang, dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan. Dentin
menjadi sangat keras dan secara klinis kadang-kadang sukar dibedakan dengan
karies kronis. Arrested caries dapat terjadi pada karies yang awal setelah karies
control yang efektif.
14

2.3 Etiologi Karies dan Yang Mempercepat Karies


Karies terjadi bukan disebabkan karena suatu kejadian saja tetapi disebabkan
oleh serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada tahu 1960-an
oleh Keyes dan Jordan menatakan bahwa karies merupakan sebuah penyakit
multifaktorial yaitu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies.
Ada tiga faktor utama yang memegang peran dalam karies yaitu faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor waktu.

1. Faktor host atau tuan rumah


Enamel merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan air) dan bahan organik
sebanyak 2%. Kepadatan kristal enamel dangan menentukan kelarutan enamel.
Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel padat dan
akan semakin resisten terhadap bakteri. Gigi desidu lebih mudah terserang karies
karena gigi desidu lebih banyak mengandung bahan organik dan air sedangkan
mineralnya sedikit.
2. Agen atau mikroorganisme
Proses terjadinya kerusakan pada jaringan keras gigi melalui suatu reaksi
kimiawi oleh bakteri, dimulai dengan proses kerusakan bagian anorganik,
kemudian berlanjut ke bagian organik. Bakteri berperan penting pada proses
terjadinya karies gigi. Terdapat beberapa spesies bakteri yang berkoloni di dalam
rongga mulut untuk menghasilkan asam yang dapat mendemineralisasi pada
jarigan keras gigi. Spesies bakteri tersebut seperti Strepcococcus mutans.
3. Substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Orang yang mengkonsumsi karrbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang
15

banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi.
4. Waktu
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang mejadi suatu kavitas
cukup bervariasi diperkirakan 6-48 bulan.

Faktor predisposisi :

1. Hipoplasia enamel
2. Penyakit sistemik
3. Pengaruh obat-obatan
4. Makanan kurang bereserat
5. Kebiasaan buruk
6. Penggunaan tembakau
7. Defisiensi vitamin

2.4 Mekanisme Terjadinya Karies


Karies gigi infeksi pada penyakit oral yang disebabkan oleh interaksi kompleks
dari biofilm dengan fermentasi karbohidrat pada permukaan gigi. Karies gigi merupakan
penyakit yang dapat merusak strukur gigi. Mekanisme proses karies gigi pada dasarnya
sama untuk semua jenis karies gigi . Bakteriendogen (kebanyakan mutans dari
streptococci [Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus] dan Lactobacillus spp.)
dalam biofilm memproduksi asam organic lemah sebagai hasil metabolism karbohidrat
yang dapat difermentasi. Asam ini akan menyebabkan pH rendah yaitu dibawah 5,5
maka proses demineralisasi akan lebih cepat dari pada proses remineralisasi. Hal
tersebut yang akan menyebabkan lebih banyak mineral yang luluh dan membuat lubang
pada gigi.

Karies gigi dihasilkan dari proses dynamic dari demineralisasi dan remineralisasi
dari sebuah gigi. Keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisai merupakan
ilustrasi dari faktor patologi dan factor protektif. Terlalu banyak demineralisai pada
enamel akan megahsilkan cavitasi pada permukaan enamel. Demineralisasi dari fase
16

inorganic dan denaturasi serta degradasi dari fase organic akan menghasilkan cavitasi
pada dentin.

Lesi karies gigi akan berkembangjika biofilm mulut ibiarkan menjadi matang
(menjadi kariogenik)danbertahanpada gigi dalam waktu yang lama. Jika kavitas
dibiarkan terus berkembang, daerah tersebut menjadi habitat sehingga organism dalam
biofilm berangsur—angsur beradaptasi terhadap penurunan pH. Lubang gigi merupakan
tempat perlindungan bagibiofilm, dan selama pasien tidak bisa membersihkan daerah
ini, proses karies gigi akan terus berjalan. Karies gigi pada email awalnya terlihat
sebagai lesi white spot, yaitu daerah kecil di bawah permukaan gigi yang mengalami
demineralisasi yang terjadi di bawah biofilm gigi.

Teori terjadinya karies

1. Teori Asam
Asam diproduksi oleh plak yang dihasilkan oleh bakteri di dalam demineralisasi
enamel
2. Teori Proteolysis-chealation
Demineralisai enamel dapat terjadi tanpa asam
3. Teori proteolytic
Karies diawal oleh enzim proteolitic
4. Teori phosphoprotein
Bakteri plak diproduksi enzim-enzim yang mampu untuk melepaskan phosphate
dari phosphoprotein

2.5 Tanda-tanda, Gejala dan Gambaran Klinis Karies


Tanda dan Gejala Karies

Tanda-tanda adanya karies dapat diketahui oleh pasien seperti :


17

 Adanya white spot leesion di permukaan gigi yang lama-kelamaan dapat berubah
menjadi kavitas pada gigi
 Paseian dapat merasakan adanya kavitas dengan sentuhan lidah
 Nyeri
 Jika karies sudah mencapai dentin, kadang-kadang tidak menimbulkan nyeri,
hanya akan terasa jika makanan memasuki kavitas
 Jika karies sudah mencapai pulpa maka akan terasa sangat nyeri, biasanya
menimbulkan pulpitis
 Pada pulpitis kronis bisa tidak menimbulkan gejala atau hanya gejala ringan
 Jika sudah pulpitis akut akan terasa sangat nyeri, seringa dipicu oleh rangsang
panas atau dingin. Nyeri tidak bisa dirasakan dengan tepat pada gigi yang mana.

Jenis Karies

A. Karies Menurut Progresifitas


1. Karies Akut atau Rampant Caries

Merupakan aktif karies, yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan
cepat. Ditandai dengan dentin yang basah, berwarna kuning atau coklat muda. Karies
dapat diambil lapis demi lapis dengan ekskavator. Mengenai beberapa gigi termasuk gigi
yang biasanya bebas karies Karies akut ini ditandai dengan rasa ngilu yang berat, tumpul
dan lama. Rasa ini sering datang pada saat akan tidur. Rasa ngilu datang tanpa adanya
rangsangan sebelumnya.

Pada karies akut, terkadang obat-obatan penghilang rasa ngilu sudah tidak
berfungsi lagi. Rampan karies terjadi karena ketidakseimbangan mineralisasi dalam
waktu lama di dalam rongga mulut diakibatkan peningkatan konsumsi karbohidrat atau
mungkin karena berkurangnya fluoride. Konsentrasi asam yang tinggi dapat cepat
menyebabkan demineralisasi dan menyebabkan karies.

2. Karies Kronis

Merupakan inaktif karies, yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan
lambat. Ditandai dengan dentin berwarna coklat tua sampai dengan hitam. Karies dapat
18

diambil dengan cara bor. Karies ini dicirikan dengan rasa ngilu yang ringan, tajam dan
singkat. Ngilu terasa akibat adanya rangsangan panas atau dingin, manis atau terkena
makanan.

Setelah rangsangan hilang maka rasa ngilu pun akan hilang dengan sendirinya.
Karena efek ngilunya hanya kecil, para penderita karies kronis terkadang tidak terlalu
ambil pusing. Padahal jika tidak segera mendapatkan perawatan oleh dokter gigi, maka
akan meningkat menjadi gejala akut.

3. Arrested Karies

Yaitu karies yang terhenti. Dimana lesi yang terjadi dalam kurun waktu yang
lama tidak berubah atau berkembang. Dijumpai jika lingkungan oral berubah dari yang
memungkinkan timbul karies menjadi keadaan yang cenderung menghentikan karies.

B. Klasifikasi Karies Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan etiologi, karies diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu rampant


caries dan baby bottle caries yang terjadi pada anak-anak.

1. Rampant Caries

Menurut Kamus Kedokteran Gigi, rampant caries yaitu suatu tipe karies yang
timbul secara tiba-tiba dan menyebar dengan cepat. Ada banyak faktor yang
menyebabkan karies jenis ini, diantaranya yaitu oral hygiene yang kurang baik,
gangguan emosional, kurangnya saliva, dan kurangnya nutrisi.

Oral hygiene yang kurang baik merupakan faktor penyebab paling sering dari
rampant caries ini. Kebersihan rongga mulut sangat penting agar jumlah bakteri yang
ada di rongga mulut tidak berlebih karena bisa menyebabkan karies. Menjaga kebersihan
rongga mulut harus dilakukan oleh setiap orang agar bisa mencegah adanya infeksi
seperti karies ini.
19

Faktor gangguan emosional dapat menyebabkan rampant caries karena


kecenderungan mengkonsumsi makanan yang manis pada saat emosi tidak stabil. Selain
itu, kebiasaan mengemil juga dapat menjadi penyebab terjadinya karies ini karena saliva
tidak memiliki waktu untuk melakukan system buffer dikarenakan adanya makanan
terus menerus di rongga mulut saat kita mengemil.

Sedikitnya jumlah saliva yang ada di mulut bisa menyebabkan karies. Saliva
memiliki kemampuan mengatur ph di rongga mulut agar tetap normal. Karena saat ph
saliva menjadi asam maka akan terjadi demineralisasi yang bisa menyebabkan lesi pada
gigi.

Gambaran klinis dari rampant caries ini diantaranya adalah keterlibatan


permukaan proximal gigi anterior rahang bawah dan perkembangan karies dengan tipe
cervical. Pada remaja biasanya karies terjadi pada bagian buccal dan lingual pada gigi
premolar dan molar, karies proximal dan labial pada incisivus rahang atas, dan karies
proximal pada incisivus rahang bawah. Baik pada fase gigi sulung maupun gigi
permanen, dekalsifikasi email biasanya terjadi meluas dan melingkari gigi.

2. Baby Bottle Caries

Baby bottle caries yaitu karies yang disebabkan oleh penggunaan botol
susu yang berkepanjangan. Hal ini biasanya terjadi pada saat bayi menggunakan
botol susu saat akan tidur sehingga saat bayi tertidur masih ada genangan susu di
dalam mulutnya untuk jangka waktu yang cukup lama. Baby bottle caries ini
biasanya terjadi pada anak usia 2 hingga 4 tahun.

Tahap awal dari baby bottle caries ini meliputi gigi anterior rahang atas,
kemudian ke gigi posterior rahang atas dan rahang bawah, dan menyebar ke gigi
caninus rahang bawah. Babby bottle caries jarang terjadi pada gigi incisivus
rahang bawah karena terlindung oleh lidah pada saat bayi menggunakan botol
susunya.
20

Gambaran klinis dari baby bottle caries ini yaitu terlihat bercak putih atau
coklat tua pada bagian serviks dari incisivus yang dapat berkembang sehingga
bisa menyebabkan fraktur.
C. Karies Gigi Menurut Kedalamannya (Djuita, 1983).
1. Karies Superfisialis yaitu kedalaman karies baru mengenai email saja
(sampai dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena.
2. Karies Media yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin.
3. Karies Profunda yaitu karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin
dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

2.6 Cara Pencegahan


A. Pencegahan Karies
Menurut Mansjoer (2009), pencegahan karies gigi dilakukan dengan:

 Perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan mempraktekkan instruksi berikut :
1) Sikatlah gigi sekurang – kurangnya dua kali sehari pada waktu – waktu
yang tepat yaitu waktu sesudah makan, sebelum tidur, ditambah dengan
sesudah bangun tidur.
2) Pilihlah sikat gigi yang berbulu halus, permukaan datar dan kepala sikat
kecil.
3) Gunakan dental gloss (benang gigi) sedikinya satu kali sehari.
4) Gunakan pencuci mulut anti plak yang mengandung antibiotic
(vancomycin), enzim (destronase) dan antiseptik (chlor hexidine 0,1 %).
5) Untuk anak yang masih kecil dan belum dapat menggunakan sikat gigi
dengan benar, dapat digunakan kain pembersih yang tidak terlalu tipis untuk
membersihkan bagian depan dan belakang gigi, gusi serta lidah. Cara
mempergunakan yaitu dengan melilitkan pada jari kemudian digosokkan
pada gigi.
6) Kunjungi dokter gigi sedikitnya 6 bulan sekali atau bila mengalami
pengelupasan gigi, luka oral yang menetap lebih dari dua minggu atau sikat
gigi.
21

 Diet
Karies dapat dicegah dengan menurunkan jumlah gula dalam makanan
yang dikonsumsi. Hindari kebiasaan makan makanan yang merusak gigi
(permen, coklat dan lain sebagainya) dan membiasakan mengkonsumsi
makanan yang menyehatkan gigi (buah dan sayur).
 Flouridasi
Flouridasi dilakukan dengan memungkinkan dokter gigi memberikan sel
dental pada gigi, menambahkan floiuride pada suplai air minum dirumah,
penggunaan pasta gigi yang mengandung floiuride atau menggunakan tablet,
tetesan atau hisap natrium floiuride. Karies gigi dapat dihindari/dicegah
apabila anak melakukan perawatan gigi dengan benar setelah mengkonsumsi
makanan kariogenik.

Pencegahan karies :

a. Pencegahan primer
1. Tahap pre patogenitas
Upaya :
- Meningkatkan kesehatan (health promotion) : menyikat
gigi minimal 2x sehari, cara menyikat gigi yang baik dan benar.
- Menggunakan benang gigi
b. Pencegahan sekunder
Menghambat atau mencegah panyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi
dengan diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Contoh : menambal pada lesi
karies yang kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.
c. Pencegahan tersier
Pelayanan ditujukan terhadap akhir dari pathogenesis penyakit, mencegah
kehilangan fungsi. Contoh : implan, gigi tiruan.

2.7 Treatment Karies


Restorasi Karies
22

Restorasi karies ini bertujuan untuk mengeliminasi organisme kariogenik dengan


menghilangkan karies dari semua lesi dan menempatkan restorasi sementara pada
perawatan awal. Ini sangat penting untuk menonaktifkan proses karies. Enamel
disisakan untuk dijadikan retensi pada restorasi, khususnya apabila restorasi melekat
pada struktur gigi.

Sebelum melakukan perawatan restorative sebaiknya dilakukan pengobservasian


respon pulpa dan melakukan perawatan endodontic terlebih dahulu jika perlu. Restorasi
melindungi pulpa terhadap seranga organisme kariogenik lebih jauh dan membantu
penyembuhan lesi dengan remineralisasi dentin yang terkena dan merangsang perbaikan
dentin.

A. Bahan Restorasi yang digunakan untuk restorasi karies


1. CaOH :
-bacteriocidal
-Merangsang perbaikan dentin
2. Zinc Oxide-eugenol :
-mengurangi sakit dan sensitivitas
- bacteriocidal untuk organisme yang berada di kavitas yang dalam
-seal margin untuk beberapa bulan, mencegah masuknya nutrisi untuk organism
3. GI :
-Melekat pada struktur gigi untuk meningkatkan retensi
-melepaskan fluoride untuk mengurangi organisme dan meningkatkan
remineralisasi
-margin seal yang baik
-estetik
4. Amalgam :
-memiliki kekuatan yang besar
-mempertahankan hubungan antara oklusal dan proximal
-margin seal yang cukup baik
-baik untuk restorasi jangka panjang

B. Indirect Pulp Capping

1. Indikasi dan Kontra indikasi Indirect Pulp Capping


23

Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda
yang kariesnya telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya adalah
untuk membuang lesi dan melindungi pulpanya sehingga jaringan pulpa dapat
melaksanakan perbaikannya sendiri dengan membuat dentin sekunder. Dengan
demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindarkan.

Indikasi :
• Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke pulpa
tetapi tidak mengenai pulpa.
•Pulpa masih vital.
• Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.

Kontra Indikasi :
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
• Peka terhadap perkusi.
• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.

2. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Indirect Pulp Capping


Alat :
• Bur bulat
Fungsinya :
a) Untuk membur email
b) Untuk menyingkirkan karies di dentin
c) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
24

• Ekscavator
Fungsinya :
a) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
b) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
• Hachet email atau pahat
• Pinset berkerat
Fungsinya :
a) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
• Plastis filling instrument
Fungsinya :
a) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan plastis
b) Aplikasi semen
c) Untuk mengurangi kelebihan bahan
• Alat pengaduk semen
Fungsinya :
a) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
• Stopper cement
Fungsinya :
a) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen

3. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Indirect Pulp Capping

 Faktor keberhasilan

Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya


rasa sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang
dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan. Kemudian pada
pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal akan tetap vital,
terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran radiografi pulpa,
25

berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.

 Faktor kegagalan

Pada saat pengeburan, ada kemungkinan mata bur membuat perforasi


atap pulpa. Hal ini perawatan pulp capping indirect berganti menjadi pulp
capping direct.

C. Direct Pulp Capping


1. Indikasi dan Kontraindikasi Direct Pulp Capping

Perawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka


karena karies atau trauma tetapi kecil dan diyakini keadaan jaringan di sekitar
tempat terbuka itu tidak dalam keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat
tetap sehat dan bahkan mampu melakukan upaya perbaikan sebagai respons
terhadap medikamen yang dipakai dalam perawatan pulp capping.

 Indikasi :
• Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar tidak
lebih dari 1mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta tidak ada
gejala.
• Gigi permanen dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena
karies dan lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.
• Pulpa masih vital.
• Hanya berhasil pada pasien di bawah usia 30 tahun, misalnya pulpa
terpotong oleh bur pada waktu preparasi kavitas dan tidak terdapat invasi
bakteri maupun kontaminasi saliva.
 Kontraindikasi
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
26

• Peka terhadap perkusi.


• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.
• Terbukanya pulpa secara mekanis dan instrumen yang dipakai telah
memasuki jaringan pulpa.
• Perdarahan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa.
• Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa.

2. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Direct Pulp Capping


 Alat :
1. Bur bulat
Fungsinya :
d) Untuk membur email
e) Untuk menyingkirkan karies di dentin
f) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
2. Ekscavator
Fungsinya :
c) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
d) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
3. Hachet email atau pahat
4. Pinset berkerat
Fungsinya :
b) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
5. Plastis filling instrument
Fungsinya :
d) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan
plastis
27

e) Aplikasi semen
f) Untuk mengurangi kelebihan bahan
6. Alat pengaduk semen
Fungsinya :
b) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
7. Stopper cement
Fungsinya :
b) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen

3. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Direct Pulp Capping


 Keberhasilan perawatan

Bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari gigi dengan pulpa
terbuka dapat dipertahankan. Kondisi ini sangat tergantung pada diagnosis
yang tepat sebelum perawatan, tidak ada bakteri yang mencapai pulpa dan
tidak ada tekanan pada daerah pulpa yang terbuka.
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa
sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang
dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan. Kemudian pada
pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal akan tetap vital,
terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran radiografi
pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.

 Kegagalan perawatan
Perdarahan yang terjadi dapat berperan sebagai penghalang sehingga
tidak terjadi kontak antara bahan kalsium hidroksida dengan jaringan pulpa.
Hal ini menyebabkan proses penyembuhan pulpa terhambat.
Kegagalan perawatan ditandai dengan pemeriksaan subjektif yaitu timbulnya
keluhan, misalnya gigi sensitive terhadap rangsang panas dan dingin atau
gejala lain yang tidak diinginkan. Kemudian pada pemeriksaan objektif
28

dengan radiografi dilihat adanya gambaran radiolusen yang menunjukkan


gumpalan darah atau terjadinya resorpsi internal.

D. Prosedur Perawatan Pulp Capping


 Kunjungan pertama
1. Asepsis

Berbagai bahan kimia dan teknik telah digunakan untuk membuag


dan mengahancurkan kontaminan bakteri dari dari permukaan gigi,
cengkeram, dan karet sekelilingnya. Bahan kimia yang dipakai antara
lainalkohol, senyawa ammonium kuaterner, natrium hipoklorit, ioium
organic, garam-garam merkuri, dan hydrogen peroksida.

2. Pembersihan jaringan karies

Bila ragangan preparasi hampir selesai dibuat maka dilakukan


evaluasi pengukuran penetrasi lateral dari karies dengan menggunakan sonde.
Jika ada karies dentin yang besar, eksavasi tidak menghilangkan karies yang
terletak didekat pulpa. Lesi ini dapat dibersihkan dengan menggunakan bur
bulat atau eksavator genggam. Bila digunakan dengan bur, sebaiknya bur
kecepatan rendah untuk mencegah pembuangan yang berlebihan. Ukuran
mata burnya harus besar dan disesuaikan dengan besar gigi dan besar karies
dentin yang tertinggal. Sewaktu karies dentin ini disingkirkan, warna dan
tekstur dentin yang tinggal dapat digunakan sebagai penuntun untuk
mengetahui preparasi yang tepat.

3. Membersihkan permukaan preparasi

Setelah preparasi kavitas, permukaan email dan dentin biasanya ditutupi


oleh sisa selapis tipis debris yang melekat erat. Penyingkiran lapisan tipis ini
dapat mengganggu kemapuan adaptasi terhadap dinding kavitas. Keadaan ini
dapat terdeteksi pada waktu penempatan restorasi, atau yang lebih buruk lagi,
29

tidak begitu nyata terlihat sampai beberapa waktu kemudian. Demikian pula,
sifat optimal semen gigi, khususnya semen polikarboksilat sangat dipengaruhi
oleh kebersihan permukaan preparasi pada waktu penambalan.

Natrium hipoklorit (NaOCl) dalam berbagai konsentrasi adalah irigan


yang paling popular dan paling dianjurkan. Larutan ini tidak mahal, mudah
diperoleh, mudah dipakai dan memperoleh rating yang tinggi dalam penelitian.
Penelitian in vitro mengindikasikan bahwa NaOCl melarutkan jaringan dengan
mudah, eksperimen pada gigi cabutan dan penggunaan kliniknya tidak begitu
mengesankan. Didalam saluran akar, irigan tidak akan berkontak secara luas dan
intim dengan semua daerah jaringan.

4. Menempatkan Subbase :
• Ca(OH)2

Sampai saat ini, kalsium hidroksida merupakan bahan direct pulp


capping yang paling populer sebagai terapi pulpa vital. Bahan ini mempunyai
banyak kekurangan di antaranya pada pH 12,5 menyebabkan terjadi nekrosis
likuidasi terutama pada lapisan superfisial pulpa. Efek toksik dari kalsium
hidroksida yang kelihatannya dinetralisir pada lapisan pulpa yang lebih
dalam, justru menyebabkan nekrosis koagulasi yang berbatasan dengan
jaringan vital, menyebabkan iritasi ringan pada pulpa. Pada proses
kesembuhan, terjadi tunnel defectt pada pembentukan jembatan dentin yang
akan memudahkan masuknya bakteri dan memperlambat proses kesembuhan.
Untuk mencegah terjadinya infeksi, perlu mempercepat kesembuhan dengan
memicu proses regenerasi sel.

5. Melapisi subbase dengan base


30

Base (basis) adalah bahan yang digunakan dalam bentuk yang relative
tebal untuk menggantikan dentin yang sudah rusak dan untuk melindungi
pulpa dari iritasi kimia dan fisik. (Eccles & Greene, 1994 : 78).

Liner merupakan lapisan tipis material yang digunakan sebagai


barrier untuk melindungi dentin dari reaktan residual yang berdifusi keluar
dari restorasi/cairan rongga mulut yang dapat menembus interface gigi-
restorasi. Liner juga sebagai penyekat elektrik material metalik, memberikan
perlindungan thermal dan medikasi pulpa.

Basis memberikan perlindungan bagi pulpa :


- Protective base : melindungi pulpa sebelum peletakkan bahan restorasi
- Insulating base : melindungi pulpa dari shock termal
- Sedative base : medikasi pulpa yang mengalami injury
(Gatot Sutrisno, 2006)

6. Penumpatan sementara
Keutuhan struktur berperan amat penting dalam mempertahankan seal
hermetik yang baik di atas pulpa. Penempatan restorasi sementara yang stabil
tanpa mengganggu bagian oklusal dan periodontal gigi tidak selalu mudah
dicapai. Restorasi sementara harus protektif, rapat, dan bagus estetik serta
fungsinya.
Tujuan restorasi sementara :
• Menutupi dentin yang terbuka dan mencegah kerusakan pulpa dan sakit
atau ketidaknyamanan bagi pasien. Jadi semen sementara juga harus non-
iritasi sehingga menjaga kenyamanan pasien selama periode waktu yang
singkat.
• Mencegah kontaminasi kavitas dari saliva dan benda asing lainnya.
• Mencegah pergerakan gigi atau gigi-gigi sekitarnya baik ke lateral, dengan
cara merestorasi titik kontak, atau ke oklusal dengan merestorasi stop sentrik.
31

• Memungkinkan kelanjutan fungsi gigi.


• Mempertahankan kondisi periodontal dan kebersihan mulut. Tidak
mempersulit pembersihan mulut dengan menutupi kavitas gigi. Jika kavitas
dibiarkan terbuka akan timbul masalah gingiva akibat sulit menjaga
kebersihan mulut.

7. Melakukan control seminggu kemudian


 Kunjungan II:
1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka tumpatan
sementara
a. Tes termal panas

Tes termal digunakan untuk melihat apakah gigi masih dalam keadaan
vital atau tidak. Rangsangan yang menyebabkan ekspansi pulpa panas dapat
diperoleh dari guta perca yang dipanaskan. Lokasi yang diperiksa adalah
daerah servikal gigi, karena tubuli dentin lebih banyak dan lapisan enamel
lebih tipis sehingga rangsangan mudah dihantarkan. Bila timbul reaksi nyeri
nyeri hebat akibat tes termal, maka dapat dikurangi dengan melakukan tes
termal yang berlawanan.

b. Tes termal dingin

Tes termal dingin akan menyebabkan vaso kontriksi. Rangsangan


yang dapat menyebabkan kontraksi pulpa diperoleh dari bulatan kapas kecil
yang disemprot etil klorida atau es berbentuk batang kecil. Bulatan kapas
yang disemprot klor etil akan diletakkan didaerah servikal.
32

c. Perkusi

Mengetuk mahkota gigi dengan menggunakan pangkal kaca mulut


untuk mengetahui nyeri dengan melihat ekspresi penderita.

d. Druk

Mengetahui penjalanan keradangan dengan cara meletakan pangkal


kaca mulut di atas mahkota gigi kemudian penderita di minta menggigit
perlahan-lahan untuk mengetahui nyeri dengan melihat ekspresi penderita
(Bila gigi lawan tidak cukup ditekan dengan pangkal kaca mulut).

2. Menanyakan Keluhan penderita


Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu tanyakan
keluhan penderita, apabila sudah tidak ada keluhan maka langsung
dilanjutkan dengan tumpatan tetap sesuai dengan lesi kariesnya.

2.8 Definisi Gingivitis dan Gambaran Klinis


Definisi gingivitis

Gingivitis adalah keadaan gingiva yang mengalami inflamasi. Gingivitis dibagi menjadi
gingivitis akut dan kronis.

 Gingivitis akut : peradangan gusi yang muncul secara tiba-tiba , disertai rasa
sakit yang hebat, dan dalam waktu yang singkat.
 Gingivitis kronis : inflamasi non spesifik di marginal gingiva yang diakibatkan
adanya serangan dari bakteri pada host saat dental plak berakumulasi di celah
gusi.
33

Tanda Klinis yang Ditemukan pada Penderita Gingivitis

Pemeriksaan klinis secara sistematis menuntut sebuah pemeriksaan yang teratur


pada ginggiva untuk warna, ukuran dan bentuk, konsistensi, tekstur permukaan, posisi,
banyaknya perdarahan, dan nyeri.

1. Perdarahan Gingiva Saat Probing


Dua gejala paling awal dalam inflamasi gingival, yang mendahului ginggivitis,
adalah peningkatan produksi cairan ginggiva dan perdarahan dari sulkus ginggiva.

Perdarahan ginggiva memiliki banyak variasi dalam tingkat keparahannya dan


durasi. Perdarahan dalam pemeriksaan mudah dideteksi secara klinis dan oleh karena itu
memiliki arti yang sangat besar dalam diagnosis awal dan pencegahan gingivitis yang
lebih parah. Hal ini ditunjukkan pada perdarahan dalam pemeriksaan terlihat lebih awal
daripada perubahan warna atau tanda visual lainnya dalam inflamasi, lebih jauh lagi,
fungsi dari perdarahan dibandingkan perubahan warna untuk mendiagnosis inflamasi
ginggiva awal lebih menguntungkan karena perdarahan merupakan tanda yang lebih
objektif, diperlukan estimasi dengan kesubjektifan sekecil mungkin dari pemeriksa.

Pengukuran melalui pemeriksaan kedalaman poket terbatas nilainya untuk


menaksir luas dan tingkat keparahan gingivitis. Sebagai contoh, resesi gusi dapat
mengakibatkan reduksi pada pemeriksaan kedalaman dan menyebabkan penaksiran yang
tidak akurat pada dtatus periodontal. Oleh karena itu, perdarahan pada pemeriksaan lebih
sering digunakan oleh petugas kesehatan dan epidemiologis untuk mengukur hasil akhir
perawatan.

Pada dasarnya, perdarahan pada pemeriksaan mengindikasikan adanya lesi


inflamatori pada epitel dan jaringan ikat yang memperlihatkan perbedaan histology yang
spesifik dibandingkan dengan gingiva sehat.
34

2. Pendarahan Gingiva Karena Faktor Lokal


Faktor pendukung terjadinya gingivitis termasuk bentuk anatomis dan variasi
perkembangan gigi, karies, frenum pull, factor iatrogenic, gigi yang malposisi, bernafas
melalui mulut, overhang, gigi tiruan sebagian, ketiadaan attached gingival dan resesi.

Pendarahan kronis dan berulang. Penyebab pendarahan gingiva yang paling


sering adalah inflamasi kronis. Pendarahan bersifat kronis atau dapat terulang kembali
dan didukung oleh trauma mekanis seperti penyikatan gigi, atau karena menggigit
makanan yang keras.

Pada inflamasi gingiva, dikuti dengan pendarahan gingiva yang abnormal,


dilatasi kapiler serta penyempitan atau ulserasi dari epithelium sulculer. Karena kapiler
menjadi lebih dekat ke permukaan, epithelium yang mengalami degenerasi menjadi
kurang protektif, stimulus yang luar biasa dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah kapiler dan pendarahan gingiva.

Hebat atau ringannya pendarahan tergantung dari intensitas inflamasi. Setelah


pembuluh darah pecah, maka mekanismenya adalah hemostatis. Dinding pembuluh
darah berkontraksi, platelet darah menempel pada pinggiran dan gumpalan fibrosa
dihasilkan pada tepi daerah yg mengalami jejas. Pendarahan dapat terjadi lagi jika
daerah tersebut teriritasi.

Pada kasus periodontitis sedang dan lanjut, adanya pendarahan merupakan


pertanda destruksi jaringan aktif.

Pendarahan akut. Pendarahan gingiva akut dapat disebabkan oleh jejas atau
terjadi dengan spontan pada penyakit gingival akut. Luka pada gingival yang
diakibatkan oleh bulu sikat gigi selama penyikatan gigi yang terlalu keras atau oleh
potongan tajam dari makanan keras, dapat menyebabkan pendarahan gingiva.
35

Pendarahan spontan atau pendarahan ringan dapat terjadi pada gingivitis ulseratif
nekrotik. Pembuluh darah pada jaringan konektif inflamasi terekspose oleh ulserasi
epithelium permukaan nekrotik.

3. Pendarahan Gingiva yang Terkait Dengan Faktor Sistemik


Pada beberapa gangguan sistemik, hemoragi gingiva terjadi dengan spontan,
tidak didorong oleh iritasi mekanis, atau dapat juga terjadi setelah iritasi, berlebihan
serta sulit untuk dikontrol. Penyakit hemoragi ini menunjukkan berbagai keadaan
dengan berbagai penyebab serta manifestsi klinisnya. Beberapa kondisi mempunyai ciri
umum, yaitu: pendarahan abnormal pada kulit, organ dalam, dan jaringan lain, seperti
yang terjadi pada membran mukosa oral.

Gangguan hemoragi dimana terjadi pendarahan gingiva abnormal, ditemukan


juga abnormalitas vascular, gangguan platelet, hipoprothrombinemia, dan efek koagulasi
yang lainnya. Pendarahan dapat terjadi karena konsumsi obat yang mengandung salisilat
dan antikoagulan seperti dicumarol dan heparin, dalam jumlah yang besar.

4. Perubahan Warna Pada Gingiva


Perubahan warna dari ginggivitis diperngaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketopisan epitelial, kuantitas dari keratinisasi dan
pigmentasi dalam epitelium

Perubahan warna pada gingivitis. Perubahan warna merupakan tanda klinis


yang penting pada penyakit gingiva. Warna gingiva normal adalah pink dan diproduksi
oleh pembuluh darah jaringan dan dimodifikasi oleh lapisan epithelium. Karena alasn
inilah, gingiva menjadi lebih merah ketika ada peningkatan vaskularisasi atau karena
keratinisasi epitelial berkurang atau tidak terlihat dan berlaku juga sebaliknya.

Dengan demikian, inflamasi kronis dapat meningkatan derajat kemerahan, ini


akibat proliferasi vaskuler dan berkurangnya keratinisasi yang diakibatkan tekanan
36

jaringan yang terinflamasi. Vena stasis akan menambahkan warna menjadi agak
kebiruan, yang asalnya merah terang, warna tersebut berubah menjadi agak kebiruan dan
biru gelap dengan peningkatan kekronisan dari proses inflamasi. Perubahan dimulai dari
papila interdental, tepi gingival, dan juga attached gingiva. Diagnosis dan perawatan
yang tepat memerlukan pemahaman perubahan jaringan yang merubah warna gusi pada
tingkatan klinis.

Pada tepi gingiva akan terlihat kecil, bentuk seperti bulan sabit, dan berwarna
merah. Hal tersebut akan terjadi pada satu waktu melengkapi trauma dari oklusi, tetapi
sekarang telah diketahui bahwa lesi inflamasi kronis disebabkan oleh iritan lokal.

Perubahan warna pada gingivitis akut. Perubahan warna pada inflamasi


gingiva akut dapat terjadi pada tepi, menyebar, atau berupa bintik-bintik tergantung pada
kondisinya. Pada gingivitis ulcerative nekrotik akut, terjadi pada tepi; pada herpetic
gingivostomatitis, terjadi menyebar; dan sebagai reaksi akut terhadap iritasi kimia ,
terjadi berupa bintik-bintik atau menyebar.

Perubahan warna sesuai dengan intensitas inflamasi. Pada semua hal, diawali
dengan adanya erithema merah terang. Jika kondisinya tidak memburuk, maka hanya
ada perubahan warna sampai gingiva kembali normal. Pada beberapa inflamasi akut,
warna merah berubah menjadi abu-abu berkilau dan berangsur-angsur menjadi abu-abu
agak keputihan. Warna abu-abu dihasilkan oleh nekrosis jaringan, dibatasi dengan
perbatasan gingiva oleh daerah tipis sehingga menegaskan daerah erithema.

Pigmentasi metalik. Logam berat yang terserap secara sistemik melalui


penggunaan obat maupun lingkungan pekerjaan, dapat mewarnai gingiva dan daerah lain
pada mukosa oral. Ini berbeda dengan yang dihasilkan saat melekatkan amalgam atau
logam lain.
37

Bismuth, arsenic, dan mercury menghasilkan garis hitam pada gingiva yang
mengikuti garis luar tepi. Pigmentasi dapat juga terlihat seperti bintik hitam pada tepi,
interdental, dan attached gingiva. Warna lebam dihasilkan pada pigmentasi garis tepi
gingiva berwarna merah atau biru gelap. Terpapar oleh perak dapat mrngakibatkan garis
tepi berwarna ungu, sering juga diikuti dengan warna abu-abu yang meyebar di mukosa
oral.

Pigmentasi gingiva yang berasal dari penyerapan logam secara sistemik


dihasilkan dari presipitasi perivaskular pada logam sulfida dalam jaringan penghubung
epithelial. Pigmentasi gingiva bukanlah merupakan hasil keracunan sistemik. Hal ini
hanya terjadi pada daerah inflamasi, dimana peningkatan permeabelitas pembuluh darah
yang mengalami iritasi membuat jaringan disekitarnya menjadi terpapar logam juga.
Tambahan untuk inflamasi gingiva, mukosa oral teriritasi karena gigitan atau kebiasaan
mengunyah yang abnormal merupakan daerah yang umum terjadi pigmentasi.

Pigmentasi gingiva atau mukosa dapat dihilangkan dengan menyingkirkan faktor


iritasi lokal dan memelihara jaringan sehat, beberapa obat yang mengandung logam
yang dibutuhkan untuk tujuan penyembuhan, tidak perlu dihentikan.

5. Perubahan Warna Terkait Dengan Faktor Sistemik


Beberapa penyakit sistemik dapat menyebabkan perubahan warna pada mukosa
oral, termasuk gingiva. Pada umumnya, pigmentasi abnormal ini tidak bersifat spesifik
dan harus distimulasi oleh upaya diagnostik yang lebih jauh atau dengan penyerahan
pada spesialis yang tepat.

Pigmentasi oral dapat terjadi karena melanin dan bilirubin. Pigmentasi oral
melanin dapat menjadi pigmentasi fisiologi normal. Penyakit yang dapat meningkatkan
pigmentasi melanin, termasuk penyakit Addison yang disebabkan oleh disfungsi adrenal
dan memproduksi potongan-potongan pewarna yang merubah dari hitam menjadi
38

cokelat; sindrom peutz-jeghers yang memproduksi poliposis intestinal dan pigmentasi


melanin pada muosa oral dan bibir; dan sindrom albright’s serta penyakit von
Recklinghausen, yang keduanya memproduksi daerah pigmentasi melanin oral.

Kulit dan membran mukosa dapat di nodai oleh pigmen empedu. Penyakit
kuning dapat dideteksi paling baik dengan pemeriksan sclera, tetapi di mukosa oral
dapat ditemukan warna kekuning-kuningan. Deposisi zat besi pada hemokromatosis
dapat memproduksi warna abu-abu kehijauan pada mukosa oral. Beberapa endokrin dan
kekacauan proses metabolisme, termasuk diabetes dan kehamilan, dapat menghasikan
perubahan warna.

Rokok dapat menyebabkan hiperkeratosis abu-abu pada gingiva. Daerah


berwarna hitam biasanya dhasilkan dari implan amalgam pada mukosa.

6. Perubahan konsistensi gingiva


Inflamasi kronis dan akut, keduanya menghasilkan perubahan pada konsistensi
normal gingiva Sebagai catatan, pada gingivitis kronis destruktif (edematous) dan
reparatif (fibrotik), secara bersama-sama dapat mengubah konsistensi gingiva, dan
konsistensi ini ditentukan oleh predominan relatifnya.

Proses kalsifikasi di gingiva

Proses kalsifikasi secara mikroskopik dapat ditemukan di gingiva. Proses ini


dapat terjadi sendiri-sendiri atau berkelompok, dengan berbagai ukuran, lokasi, bentuk,
dan struktur. Beberapa massa dapat terkalsifikasi dari gigi dan berpindah ke gingiva
selama proses pengeboran, seperti sisa akar, potongan sementum, atau sementikel.
Inflamasi kronis dan fibrosis dan terkadang aktivitas foreign body giant cell terjadi
dalam hubungannya dengan massa ini. Terkadang mereka menyelubungi matriks seperti
39

osteoid. Crystalline foreign bodies juga terdapat di gingiva namun asalnya belum dapat
ditentukan.

7. Perubahan Tekstur Permukaan Gingiva


Permukaan dari gusi normal umumnya menunjukkan banyak depresi dan elevasi
kecil, yang memberikan gambaran seperti kulit jeruk yang biasa disebut stippling.
Stippling ini terbatas hanya pada bagian attached ginggiva dan secara dominan dibatasi
pada area sub papilari, tetapi ini akan memperluas ke tingkatan papila interdental.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tipisnya atau kehilangannya
stippling ini merupakan sebuah tanda tanda gejala ginggivitis dini. Tetapi ini harus di
sesuaikan pula dengan perbedaan area mulut seseorang, dan umur seseorang.

Dalam inflamasi kronik permukaan pada gusi juga serupa halusnya, mengkilap,
padat dan bernodul, tergantung apakah perubahan dominan nya ber eksudat atau
berfibrosis. Tekstur permukaan halus juga dihasilkan oleh atropi epitel dalam atropi gusi,
dan kupasan kulit pada permukaan terjadi dalam ginggivitis desquamative kronis.
Hiperkeratosis dihasilkan pada susunan kulit, dan non-inflamasi hperplasia gingival
menghasilkan permukaan nodular

8. Perubahan Posisi Gingiva


Traumatic Lesion. Salah satu faktor yang menyebabkan penyakit gingiva adalah
ketidaksadaran akan plak yang menyebabkan lesi sebagai kondisi yang jelas pada trauma
gingiva. Pada lesi traumatic, faktor chemical, physical, atau termal dapat menyebabkan
lesi pada mulut. Chemical injuries diantaranya aspirin, hidrogen peroxida, silver nitrat,
phenol, dan material endodontik. Physical injuries bisa meliputi bibir, oral, dan tounge
piercing, yang bisa menyebabkan resesi gingiva. Thermal injuries bisa dihasilkan dari
makanan dan minuman panas. Pada kasus akut, timbul slough (necrotizing ephitelium),
40

erosi, ulserasi, dan disertai dengan eritem. Pada kasus kronik, kerusakan permanen pada
gingiva biasanya berbentuk resesi gingiva. Biasanya, lesi terbatas pada suatu tempat dan
kurangnya gejala-gejala pada kondisi sistemik yang mungkin memperlihatkan erosi atau
ulserasi lesi oral.

Gingival Recession. Resesi merupakan terlihatnya permukaan akar dengan


bagian apex pada posisi gingiva. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan resesi,
salah satunya dengan membedakan antara posisi gingiva yang sebenarnya dengan posisi
yang terlihat. Posisi sebenarnya adalah bagian di mana terdapat pelekatan epitel pada
gigi, sedangkan posisi yang terlihat adalah bagian puncak batas gingiva. Tingkat
kekerasan resesi ditentukan dengan adanya posisi yang sebenarnya, bukan posisi yang
terlihat.

Terdapat dua jenis resesi: Visible, yang secara klinis bisa terlihat, dan Hidden
(tersembunyi), yang tertutupi oleh gingiva dan hanya bisa diukur dengan memasukkan
sebuah alat pada bagian yang berepitel. Sebagai contoh, penyakit periodontal pada akar
yang tertutup oleh dinding pocket yang inflamasi; dengan demikian beberapa dari resesi
ini tersembunyi, dan beberapa diantaranya terlihat.

Resesi merujuk pada lokasi gingiva, bukan pada kondisinya. Gingiva yang
menyusut selalu mengalami inflamasi, tapi mungkin normal, kecuali untuk posisinya.
Resesi bisa terdapat pada salah satu gigi atau suatu kelompok gigi atau dapat secara
umum pada keseluruhan mulut.

Etiologi Resesi. Resesi gingiva meningkat seiring usia; peristiwa ini bervariasi
dari 8% pada anak-anak sampai 100% setelah usia 50 tahun. Hal ini membuat beberapa
peneliti berasumsi bahwa resesi merupakan sebuah proses fisiologis yang berkaitan
dengan usia. Namun, bukti yang meyakinkan untuk bagian physiologic pada perlekatan
gingiva tidak pernah ada. Pergantian bagian apikal sedikit demi sedikit mungkin akan
menghasilkan efek kumulatif keterlibatan dari patologik ringan dan/atau trauma
41

langsung minor berulang pada gingiva. Pada beberapa populasi tanpa fasilitas dental
care, bagaimanapun resesi mungkin menyebakan meningkatnya penyakit periodontal.

Faktor-faktor berikut ini memiliki implikasi pada etiologi resesi gingival : teknik
menyikat gigi yang salah (abrasi gingiva), malposisi gigi, pergeseran dari jaringan lunak
(ablasi gingiva), peradangan gingiva, pelekatan frenum yang abnormal, dan iatrogenic
dentistry. Trauma oklusi juga telah diungkapkan, tapi mekanisme dari tindakan ini tidak
pernah ditunjukkan. Sebagai contoh, deep overbite berhubungan dengan inflamasi
gingiva dan resesi. Incisal overlap yang berlebihan dapat menyebakan traumatic injury
pada gingiva. Pergerakan orthodontik pada arah yang berhubungan dengan bibir telah
ditunjukkan pada monyet yang menghasilkan hilangnya tulang marginal dan pelekatan
jaringan ikat, sebagaimana dengan resesi gingiva.

Standar prosedur kebersihan mulut, diantaranya menyikat gigi dan flossing, yang
dapat meminimalisir gingival injury. Walaupun menyikat gigi sangat penting untuk
kesehatan gingiva, menyikat gigi dengan teknik yang salah atau menyikat terlalu keras
bisa menyebabkan injury. Tipe dari injury ini diantaranya, laserasi, abrasi, keratosis, dan
resesi, dengan bagian marginal gingiva yang sering terjangkit. Maka, pada kasus ini,
resesi cenderung jarang pada pasien dengan gingiva yang sehat secara klinis, sedikit
bakteri plak, dan kebersihan mulut yang baik.

Kerentanan pada resesi dipengaruhi oleh posisi gigi pada bagian lengkungan,
sudut tulang akar, dan lengkungan mesiodistal pada permukaan gigi. Pada arah berputar,
miring atau gigi yang digantikan yang berhubungan dengan muka, pelat tulang bisa
menipis atau berkurang secara berat. Tekanan dari kunyahan atau menyikat gigi secara
bisa menjauhkan gingiva yang tidak mendukung dan menghasilkan resesi. Efek dari
sudut akar pada tulang dalam resesi selalu diamati dengan adanya wilayah geraham
maxillary. Jika inklinasi lingual dari palatal root menonjol atau akar buccal melebar,
maka tulang pada wilayah servikal akan menipis atau memendek, dan resesi dihasilkan
dari trauma pada marginal gingiva yang tipis.
42

Kesehatan jaringan gingiva juga bergantung pada design dan penempatan


material restorasi yang baik. Tekanan dari seluruh bagian gigi buatan yang tidak bagus
dapat menyebabkan trauma gingiva dan resesi. Restorasi dental yang overhanging dapat
menjadi faktor gingivitis karena menyebabkan retensi plak. Secara klinis, kesalahan
dalam menentukan ukuran secara biologis, dapat bermanifestasi sebagai inflamasi
gingiva, periodontal pocket yang dalam, atau resesi gingiva.

Signifikansi Klinis. Beberapa aspek resesi gingiva membuatnya signifikan


secara klinis. Permukaan akar yang terlihat akan rentan terhadap karies. Pemakaian
cementum yang terlihat oleh resesi meninggalkan permukaan dentinal dasar yang sangat
sensitif, terutama saat disentuh. Hiperemi pada pulpa dan gejala yang berkaitan juga bisa
dihasilkan dari permukaan akar yang terlihat. Resesi interproksimal menciptakan ruang
di mana plak, makanan, dan bakteri bisa berakumulasi.

9. Perubahan Kontur Gingiva


Perubahan pada kontur gingiva untuk sebagian besar bagian berkaitan dengan
pembesaran gingiva, tapi beberapa perubahan demikian juga muncul dalam kondisi lain.

Stillman’s clefts merupakan lekukan berbentuk apostrof yang meluas sampai ke


batas gingiva dengan berbagai ukuran. Celah ini secara umum muncul pada seluruh
permukaan. Satu atau dua mungkin muncul berhubungan dengan gigi tunggal. Batas dari
celah ini berputar di bagian bawah celah linear pada gingiva dan sisa batas gingiva
bersifat kasar bahkan berbatas pisau. Secara umum digambarkan oleh Stillman dan
dianggap sebagai hasil dari trauma occlusal, celah ini berikutnya digambarkan oleh Box
sebagai sebuah kantung patologis di mana proses ulcerative meluas pada permukaan
wajah gingiva. celah bisa diperbaiki secara spontan atau berlangsung lama seperti halnya
luka permukaan pada kantung periodontal bagian dalam yang masuk pada jaringan
pendukung. Asosiasi dengan trauma oklusi ini tidaklah kuat.
43

Celah dibagi menjadi celah sederhana, di mana pembelahan terbentuk dengan


arah tunggal (sebagian besar jenis), dan celah komponen, di mana pembelahan terjadi
lebih dari satu arah. Celah memiliki panjang yang bervariasi dari yang sedikit pada batas
gingiva sampai ke kedalaman 5 sampai 6 mm sampai lebih.

McCall’s Festoons adalah terbentuk dari pembesaran gingiva marginal yang


sering terbentuk pada gigi caninus dan premolar pada permukaan wajah. Pada tahap
awal, warna dan konsistensi gingiva bersifat normal. Namun, akumulasi dari debris
makanan akan mengakibatkan inflamasi sekunder.

2.9 Etiologi Gingivitis


Etiologi Gingivitis

Faktor Etiologi Gingivitis

Initiating factor : plak

Predisposition factor : kalkulus, overhang, impaksi makanan, erupsi gigi, dan


maloklusi

Modifying factor : sistemik dan hormonal

Plaque
44

Akumulasi bacterial plaque pada gigi, yang memancing terjadinya respon imun, yang
lama kelamaan akan menyebabkan destruksi jaringan gingival, dan komplikasi ,
termasuk diantaranya hilangnya gigi.

Dental plaque adalah biofilm yang terakumulasi secara alami pada gigi. Biasanya
membentuk koloni bakteri yang menempel pada permukaan gigi.

Penyebab gingivitis yang lain adalah sebagai berikut:

1. Maloklusi dan tidak digantinya gigi yang hilang - Pencabutan gigi yang tidak
disetai penggantian dengan gigi tiruan dapat menimbulkan serangkaian
perubahan yang menimbulkan dampak bagi periodonsium. Apabila gigi molar
pertama dicabut, perubahan awal yang terjadi adalah drifting ( bergesernya) dan
tilting (miring) gigi molar kedua dan ketiga mandibula, dan ekstrusinya molar
pertama maksila. Tilting gigi posterior juga menyebabkan berkurangnya dimensi
vertical dan bertambahnya overbite anterior. Gigi anterior mandibula meluncur
pada gingival sepanjang permukaan oral gigi anterior maksila dengan akibat
posisi mandibula bergeser ke distal. Selain itu, terjadi impaksi makanan dan
pembentukan saku pada gigi anterior. Drifting premolar kedua mandibula ke
distal menyebabkan terjadinya impaksi makanan.

Gigi-geligi yang tidak teratur menyebabkan control plak sukar bahkan tidak
mungkin dilakukan. Resesi gingival bias terjadi pada gigi labioversi. Disharmoni
oklusal yang disebabkan maloklusi dapat mencederai periodonsium. Overbite
yang berlebihan sering menyebabkan iritasi gingival pada rahang antagonis.
Openbite bisa menjurus ke perubahan periodontal yang disebabkan penumpukan
plak dan hilangnya fungsi.

2. Impaksi makanan - Impaksi makanan adalah terdesaknya makanan secara paksa


ke jaringan periodonsium. Hubungan kontak proksimal yang utuh dan ketat
45

mencegah terdesaknya makanan secara paksa ke daerah interproksimal. Lokasi


kontak proksimal yang optimal dalam arah serviko oklusal adalah pada diameter
mesio distal terbesar dari gigi, dekat ke Krista marginal ridge. Tidak adanya
kontak atau kontak proksimal yang tidak baik kondusif bagi terjadinya impaksi
makanan.

3. Penggunaan orthodontic appliances - Perawatan ortodonti bisa berperan dalam


menimbulkan penyakit atau kelainan pada periodonsuim dengan berbagai cara :
Retensi plak
Piranti ortodonti tidak saja cendrung mempermudah penumpukan plak dental dan
debris makanan dengan akibat timbulknya gingivitis, tetapi bisa pula
memodofikasi ekosistem gingiva. Dilaporkan bahwa setelah pemasanagn cincin
ortodonti terjadi peningkatan proporsi Prevotella melaninogenica, Prevotela
intermedia, dan Actinomyces odontolyticus, dan pengurangan flora
anaerob/fakultatif di dalam sulkus gingiva.

Iritasi dari cincin ortodonti

Pemasangan cincin ortodonti yang dipaksakan terlalu jauh ke daerah subgingiva


bisa menyebabkan terpisahnya gingiva dari akibat migrasi epitel penyatu ke arah
apikal sehingga timbul resesi gingiva.

Tekanan dari piranti ortodonti

Tekanan ortodonsi yang normal dapat diadaptasi periodonsuim berupa


remodeling. Tekanan yang berlebihan bisa menimbulkan nekrose jaringan
periodontal dan tulang alveolar, yang pada umumnya bisa mengalami perbaikan
apabila tekanannya dikurangi. Namun demikian, apabila kerusakan melibatkan
ligamen periodontal yang berada pada krista tulang alveolar, kerusakannya
adalah irreversible. Tekanan ortodonsi yang terlalu berlebihan dapat pula
menyebabkan resopsi pada apkes akar gigi.
46

4. Faktor iatrogenik - Faktor-faktor iatrogenik adalah kesalahan pada restorasi atau


protesa yang bisa berperan dalam menyebabkan inflamasi gingiva dan perusakan
jaringan periodontal.

Jenis-Jenisnya
Tepi Restorasi

Tepi tumpatan yang overhanging berperan dalam terjadinya inflamasi


gingiva dan perusakan periodontal karena merupakan lokasi yang ideal bagi
penumpukan plak serta dapat mengubah keseimbangan ekologis sulkus gingiva
ke arah yang menguntungkan bagi organisme anaerob gram-negatif yang
menjadi penyebab penyakit periodontal.

Meskipun restorasinya dibuat dengan standard kualitas yang tinggi,


apabila tepinya ditempatkan subgingival akan meningkatkan penumpukan plak
dan laju aliran cairan sulkular. Adanya kekasaran pada daerah subgingiva akibat
penempatan tepi restorasi pada daerah subgingiva merupakan penyebab
penumpukan plak dengan akibat respon inflamasi yang ditimbulkannya.

Kontur Restorasi

Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured)


cenderung mempermudah penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah
mekanisme self-cleansing oleh pipi, bibir, dan lidah. Kontak proksimal yang
inadekuat, tidak dikembalikannya anatomi occlusal marginal ridge dan
developmental groove cenderung menimbulkan impaksi makanan.

Oklusi

Restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menimbulkan disharmoni
yang bisa mencederai jaringan periodontal pendukung.
47

Bahan Restorasi
Pada umumnya bahan restorasi tidak mencederai jaringan periodontal, kecuali
bahan akrilik self-curing. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles
dengan baik agar tidak mudah ditumpuki plak.

Desain GTSL

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama


apabila desainnya menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang
siang dan malam akan menginduksi lebih banyak pembentukan plak
dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan pada siang hari saja. Oleh karena
itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan sangat penting
untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta
jaringan periodonsiumnya.

Prosedur Kedokteran Gigi

Penggunaan klem rubber dam, cincin untuk matriks, dan disc yang tidak baik
bisa mencederai gingiva dengan akibat terjadinya inflamasi. Separasi gigi yang
terlalu memaksa dapat menimbulkan cedera pada jaringan periodontal
pendukung.

5. Perubahan hormonal – yang dapat terjadi selama pubertas, menopause, siklus


menstruasi dan kehamilan. Gingiva menjadi lebih sensitif, dan rentan mengalami
inflamasi.
6. Penyakit – seperti kanker, diabetes, dan HIV yang rentan mengalami gingivitis.

Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai


faktor etiologi penyakit gingiva dan periodontal, antara lain:
48

1. Terjadinya penebalan membran basal. Pada penderita DM membran basal


kapiler gingiva mengalami penebalan sehingga lumen kapiler menyempit.
Menyempitnya lumen kapiler akibat penebalan tersebut menyebabkan
terganggunya difusi oksigen, pembuangan limbah metabolisme, migrasi lekosit
polimorfonukleus, dan difusi faktor- faktor serum termasuk antibody.

2. Perubahan biokimia. Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada


penderita DM menurun, hal mana diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya
inflamasi gingiva pada penderita DM.

3. Perubahan mikrobiologis. Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular


dapat mempengaruhi lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan
kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan
periodontal.

4. Perubahan imunologis. Meningkatnya kerentanan penderita diabetes


melitus terhadap inflamasi diduga disebabkan oleh terjadinya defisiensi
fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya
khemotaksis, kelemahan daya fagositosis, atau terganggunya
kemampuannya untuk melekat ke bakteri.

5. Perubahan berkaitan dengan kolagen . Peningkatan level glukosa bisa


pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen. Di samping itu,
terjadi pula peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.

7. Pengobatan – kesehatan mulut dipengaruhi oleh beberapa


pengobatan, khususnya apabila produksi saliva berkurang. Dilantin dan
beberapa pengobatan anti-angina dapat menyebabkan pertumbuhan
abnormal jaringan gusi.
49

Obat kumur yang terlalu keras efeknya, tablet aspirin yang diletakkan
pada kavitas gigi yang sedang berdenyut, obat-obatan dengan efek
membakar, dan kontak tidak sengaja dengan bahan kimia seperti fenol
dan perak nitrat bisa menimbulkan inflamasi akut dengan ulserasi pada
gingiva.

8. Efek radiasi - khususnya dijumpai pada penderita kanker rongga


mulut atau disekitar kepala dan leher yang mendapat perawatan dengan
radiasi. Radiasi bisa menyebabkan pembentukan eritema dan deskuamasi
mukosa termasuk gingiva. Apabila radiasinya berlangsung lama bisa
menyebabkan atrofi epitel, jaringan ikat menjadi fibrous dengan
pembuluh darah yang berkurang jumlahnya. Pada tulang alveolar bisa
terjadi degenerasi dan berkurangnya osteoklas dan osteoblast. Akibat
perubahan tersebut tulang menjadi tempat masuknya infeksi dengan
akibat terjadinya osteoradionekrosis. Radiasi juga menyebabkan atrofi
kelenjar saliva sehingga terjadi xerostomia dengan akibat perubahan flora
oral yang menjurus ke pembentukan karies.

9. Merokok – perokok lebih beresiko mengalami gingivitis daripada


yang bukan perokok.Kebiasaan ini berupa kebiasaan merokok atau
kebiasaan menguntah tembakau. Berperannya kebiasaan merokok sebagai
factor etiologi bisa karena :
- Mempermudah penumpukan kalkulus
- Asap rokok bisa memperlemah kemampuan khemotaksis dan fagositosis
netrofil
- Kandungan nikotin rokok dapat memperlemah kemampuan fagositosis,
menekan proliferasi osteoblas, dan kemungkinan juga mengurangi aliran
darah ke gingival.
10. Kebiasaan menyikat gigi yang salah - penyikatan yang terlalu
agresif, baik dengan gerak horizontal atau rotasi, bisa mencederai
50

gingival secara langsung. Akibat buruk tersebut akan lebih parah apabila
digunakan pula pasta gigi yang terlalu abrasive yang dapat meyebabkan :
- Perubahan Akut Gingiva, yaitu terkelupasnya epitel gingival,
pembentukan vesikel, atau eritema yang difus.
- Perubahan Kronis Gingival beruoa resesi gingival disertai tersingkapnya
akar gigi dan tepu gingival sedikit menggembung. Penggunaan tusuk gigi
yang berlebihan menyebabkan terbukanya ruang interproksimal yang
akan menjurus ke penumpukan debris dan perubahan inflamatoris.

11. Hereditas – individu yang memiliki riwayat keturunan gingivitis dalam keluarga
lebih rentan mengalami gingivitis.

12. Nutrisi – faktor asupan makanan dan gizi berpengaruh dalam


penjangkitan gingivitis.

Ada dua kesimpulan dari hasil-hasil penelitian mengenai efek nutrisi


terhadap jaringan periodonsium, yaitu ada defisiensi nutrisi tertentu yang
menyebabkan perubahan pada jaringan periodonsium, perubahan mana
dikategorikan sebagai manifestasi penyakit nutrisi pada periodonsium, dan
tidak ada defisiensi nutrisi yang sendirian saja dapat menimbulkan
gingivitis atau pembentukan saku periodontal. Namun demikian, ada
defisiensi nutrisi yang mempengaruhi kondisi periodonsium, sehingga
memperparah efek dari iritan local dan tekanan oklusal yang berlebihan.

Defisiensi Vitamin C. Disamping dapat menyebabkan scurvy, defisiensi


vitamin C sering dikaitkan dengan penyakit periodontal. Defisiensi
vitamin C memperhebat respon gingival terhadap plak dan memperparah
oedema, pembesaran dan pendarahan yang terjadi akibat inflamsi yang
disebabkan plak. Ada beberapa hipotesa mengenai mekanisme
berperannya vitamin C pada penyakit periodontal :
51

1. Level vitamin C yang rendah akan mempengaruhi metabolism kolagen


dalam periodonsium, sehingga mempengaruhi kemampuan regenerasi dan
perbaikan jaringan, namun belum ada hasil penelitian yang mendukung
hipotesa ini.

2. Defisiensi vitamin C menghambat pembentukan tulang yang akan


menjurus ke kehilangan tulang.

3. Defisiensi vitamin c meningkatkan permeabilitas epitel krevikular


terhadap dekstran tertritiasi; vitamin C dalam level yang tinggi dibutuhkan
untuk memelihara fungsi penghalang dari epitel terhadap produk bakteri.

4. Peningkatan level vitamin C meningkatkan aksi kemotaksis dan aksi


migrasi lekosit, tanpa mempengaruhi aksi fagositosisnya; tampaknya
diperlukan megadosis vitamin c untuk memperbaiki aktivitas bakterisidal
lekosit.
5. Level vitamin C yang optimal diperlukan untuk memelihara integritas
mikrovaskulatur periodonsium, demikian juga respon vascular terhadap
iritasi bacterial.
6. Penurunan level vitamin C yang drastic bias mengganggu
keseimbangan ekologis bakteri dalam plak sehingga meningkatkan
patogenitasnya.

Defisiensi Protein :
1. Terhambatnya aktivitas pembentukan tulang yang normal
2. Semakin parahnya efek destruktif dari iritan local dan trauma oklusal
52

terhadap jaringan periodonsium. Namun untuk dimulainya gingivitis dan


keparahannya adalah tergantung pada iritan lokal.

2.10 Mekaniesme dan Patofisiologi Gingivitis


Mekanisme Gingivitis

Stage 1 (initial lession). Terjadi perubahan vaskuler berupa dilatasi kapiler dan
peningkatan aliran darah. Leukosit terutama PMN (Poly Morpho Nuclear)
meninggalkan kapiler dengan cara migrasi melalui dinding. Terjadi eksudasi protein
serum dari pembuluh darah dentogingiva ke jaringan ikat di sekitarnya. Kolagen di
sekeliling pembuluh darah maupun koronal epitel penyatu tersingkirkan. Deposisi fibrin
dan degenerasi sel-sel inflamatoris. Klinis belum nampak. Mikroskopis terlihat
gambaran inflamasi akut pada jaringan ikat di bawah JE (Junctional Epithelium).
Perubahan pada pembuluh darah dan penempelan netrofil pada dinding pembuluh darah,
terjadi 2-4 hari.

Stage 2 (Early lession). Klinis : eritema arena proliferasi kapiler dan peningkatan
pembentukan lup kapiler di antara rete peg atau ridge. Perdarahan pada saat probing
Mikroskopis : infiltrasi leukosit pada jaringan ikat di bawah JE (Junctional Epithelium).
Terdiri dari limfosit tetapi juga tersusun dari netrofil yang migrasi seperti makrofag, sel
plasma, dan sel mast. JE menjadi padat karena infiltrasi netrofil. Peningkatan jumlah
kerusakan kolagen. PMN tertarik ke bakteri dan menelan melalui proses fagositosis. Bila
penumpukan plak dibiarkan 7-14 hari reaksi inflamatoris akan berubah. Perubahan
vaskuler dan penumpukan limfosit lebih mencolok dibanding lesi inisial. Infiltrat sel
terutama mengandung limfosit terlokalisir di bawah epitel penyatu. Fibroblas yang
berada di daerah yang terinfiltrasi akan mengalami degenerasi.
53

Stage 3 (Establish lession). Klinis : gingiva kebiruan karena terjadi gingival anoxemia.
Pembuluh darah penuh dan alirannya melambat atau statis. Ekstravasasi sel darah merah
ke dalam jaringan ikat dan kerusakan hemoglobin menjadi komponen-komponen
pigmennya merubah warna jaringan gingiva yang terinflamasi kronis. Peningkatan
jumlah sel plasma. Aktivitas lisis kolagen meningkat pada jaringan gingiva terinflamasi
oleh karena enzim kolagenase. Kolagenase secara normal berada pada jaringan gingiva
yang dihasilkan oleh bakteri rongga mulut dan PMN. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada epitel dan jaringan ikat menyebabkan bertambah dalamnya sulkus gingiva sehingga
memudahkan bakteri unutuk berkolonisasi.

Stage 4 (advance lession). Perubahan pada epitel sehingga epitel tidak melekat lagi ke
gigi dan berubah menjadi epitel saku yang memungkinkan plak subgingiva mengkoloni
daerah subgingiva lebih jauh ke arah apikal. Didominasi sel plasma meski dijumpai
makrofag dan limfosit. Kolagen semakin banyak yang rusak dan akhirnya serat-serat
utama ligamen periodontal terinfiltrasi dan mengalami degradasi.

Pembentukan poket diawali dengan peradangan pada jaringan ikat dinding sulkus
gingiva. Sel dan cairan eksudasi inflamasi menyebabkan degenerasi dari jaringan ikat
sekitar termasuk gingival fiber. Pada dasar JE kolagen fiber dirusak dan terisi sel-sel
radang yang oedema. Mekanisme yang menyertai hilangnya kolagen :
1. Kolagenase dan enzim lain disekresi oleh beberapa sel sehat dan jaringan inflamasi
seperti fibroblas, PMN, dan makrofag keluar sel dan merusak kolagen. Enzim ini
mendegradasi kolagen dan matriks makromolekul lain menjadi peptida kecil yang
disebut MMP.

2. Fibroblas memfagosit serat kolagen dengan memperpanjang proses sitoplasmik pada


penghubung ligamen sementum dan mendegradasi perlekatan serat kolagen dan serat
54

matriks sementum. Akibat hilangnya kolagen sel-sel pada dasar JE berproliferasi


sepanjang akar.

Klasifikasi gingivitis Berdasarkan Perjalanan, Lama, dan Penyebaran

1. Gingivitis akut
Timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu yang pendek.
1. Gingivitis subakut
Tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut.
2. Gingivitis reccurent
Peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah dibersihkan dengan
perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali.
3. Gingivitis kronis
Timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Tidak terasa sakit apabila
tidak ada komplikasi dari gingivitis akut. Apabila dibiarkan lama dapat
menyebabkan periodontitis.

Gingivitis kronis merupakan bentuk gingivitis yang umum terdapat dan sering
tidak dikeluhkan. Beberapa keadaan dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
gingivitis kronis. Apabila penyebabnya tidak segera dihilangkan maka akan
mengakibatkan periodontitis.

Patofisiologi Gingivitis

1. Patofisiologi Gingivitis Akut

Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan merupakan
respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung.Hal ini disebabkan karena adanya
akumulasi plak karena kebersihan mulut buruk, kalkulus, dan dapat terjadi karena
adanya iritasi mekanis atau trauma seperti tergigit. Trauma merupakan salah satu
penyebab dari gingivitis akut.
55

Plak akan berakumulasi dalam jumlah yang banyak di daerah interdental yang
sempit dan kemudian menyebar ke leher gigi. Gingivitis berawal dari daerah margin gusi
yang disebabkan oleh invasi bakteri atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim
dilepaskan oleh bakteri Gram negatif yang kemudian menghancurkan substansi
interseluler epitel dan menyebabkan ulser pada epitel sulkus. Enzim dan toksin
menembus jaringan pendukung di bawahnya, kemudian menyebabkan dilatasi pembuluh
darah yang ditandai dengan peradangan. Gusi akan terlihat merah, terjadi perdarahan,
dan dapat disertai eksudat.

Gambar 2.26 Akumulasi plak menyebabkan gingivitis

Berbeda dengan gingivitis kronis, gingivitis akut akan menimbulkan rasa sakit
yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba. Apabila iritan dari gingivitis ini dihilangkan,
gingiva akan kembali sehat. Sedangkan pada gingivitis kronis, sudah melibatkan
nekrosis pulpa maka tidak timbul rasa sakit. Gingivitis akut biasa ditandai dengan
adanya sel PMN yang aktif dalam peradangannya.
56

Gambar 2.27 Perjalanan Gingivitis

2. Patofisiologi Gingivitis Kronis


Gingivitis kronis merupakan peradangan kronis yang terjadi pada jaringan lunak
disekitar gigi yang disebabkan oleh akumulasi plak, materi alba dan kalkulus. Flora awal
pada plak adalah kokus Gram positif dalam waktu 4-7 hari, kemudian diikuti organisme
Gram negatif filamen dan fusiform setelah 2 minggu.

Gingivitis kronis merupakan peradangan kronis yang terjadi pada jaringan lunak
di sekitar gigi yang disebabkan oleh akumulasi plak, materi alba dan kalkulus. Salah satu
tanda klinis yaitu adanya pembengkakan pada gusi serta pendarahan pada gusi,
contohnya saat menyikat gigi (Neville, dkk, 1991; hircsh 2004;Stephen 2004). Gingivitis
kronis pada anak ditandai oleh hilangnya serat kolagen di area sekitar epitel junction.
57

Gambar 2.28 Gingivitis Kronik pada Gusi Labial Atas

(Orthodontic and Pediatric Dentistry, Colour Guide, Hal. 144)

Gejala lainnya dapat berupa:

1. Adanya perubahan warna gusi, dari yang normalnya berwarna pink/ merah
muda menjadi merah tua yang di mulai dari margin gingiva sampai attached
gingiva.
2. Perubahan pada kontur gusim dari yang berbentuk seperti kerah baju (margin
gingiva) menjadi membulat dan datar.
3. Perubahan pada tekstur yang awalnya berstippling banyak menajdi kurang
berstippling.
4. Konsistensi berubah dari konsistensi yang kenyal/lunak menjadi fibrotik.
Untuk prevalensinya pada anak umur tiga tahun sekitar 5%, anak umur 6 tahun
50% dan anak umur 11-17 tahun sekitar 80-90%. Gingivitis yang tidak dirawat akan
berkembang menjadi periodontitis.
58

Gambar 2.29 Gingivitis pada Gigi yang sedang Erupsi

((Orthodontic and Pediatric Dentistry, Colour Guide, Hal. 144)

2.11 Tanda dan Gejala Periodontitis Marginalis


Pengertian
Periodontitis adalah penyakit inflamasi periodontium, yang menyebabkan kerusakan
ligamen periodontal (Brahm, 2008) Periodontitis adalah peradangan atau infeksi
pada jaringan penyangga gigi (= jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan
penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada,
dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam
kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang).
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal
dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (= tulang yang
menyangga gigi) juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari
gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan
59

meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan
yang lebih luas pada jaringan periodontal. (Dibar, 2010)

Etiologi dan Patogenesis


Periodontitis disebabkan oleh bakteri plak yang terkalsifikasi disekitar gigi yang
selanjurnya membentuk kalkulus. Bakteri plak dapat menghasilkan enzim, kolagen
yang dapat menyebabkan destruksi dari jaringan gingiva dan tulang. Periodontitis
umumnya disebabkan oleh plak.Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung
bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.Lapisan ini melekat pada permukaan gigi
dan berwarna putih atau putih kekuningan.Plak yang menyebabkan gingivitis dan
periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya
dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah
periodontitis. (Dibar, 2010) Adanya inflamasi akibat akumulasi bakteri plak dalam
mulut dapat menstimulasi pelepasan sel netrofil (PMNs) menuju bakteri. Tubuh juga
melepaskan mediator kimia sebagai respon dari invasi bakteri seperti cytokin IL1-
Beta dan prostaglandin menuju target bakteri plak dan mencegah infeksi periodontal.
Aktifasi berlebih dari mediator ini dapat menyebabkan destruksi dan kerusakan lebih
lanjut terhadap perlekatan tulang dan jaringan ikat.
Periodontitis secara umum diartikan sebagai inflamasi yang melibatkan struktur periodontal
pendukung. Terlibatnya struktur periodontal pendukung oleh inflamasi bisa akibat: 1)
kelanjutaninflamasi dari gingivitis kronis yang tidak dirawat atau tidak tuntas perawatannya, atau
2)penjalaran inflamasi dari pulpa gigi melalui foramen apikalis ke ruang ligament periodontal
dibagian apical.Untuk membedakan kedua bentuk periodontitis tersebut, digunakan terminology
yang berbeda yaitu:
1) Periodontitis Marginalis, berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi padagusi) yang
tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehinggamenyebabkan kerusakan
yang lebih luas pada jaringan periodontal.dan
2) Periodontitis Apikalis, yaitu peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa.
1. Periodontitis Marginalis
60

Klinis, terlihat keradangan kronis pada gingiva, poket periodontal dan hilangnya
tulang. Pada kasus lanjut terjadi, migrasi gigi patologis dan gigi goyang. Penyebab
adalah plak gigi. Akumulasi plak dapat disertai oleh iritasi lokal seperti karang gigi,
restorasi yang kurang baik dan impaksi makanan. Berdasarkan pada laju kerusakan
jaringan dari penampakan klinis, periodontitis marginalis dapat di subklasifikasikan
sebagai berikut :

Periodontitis dengan laju perkembangan yang lambat (Slowly Progressing Periodontitis)

Periodontitis dengan laju perkembangan yang cepat (Rapidly Progressing Periodontitis)

Refractory periodontitis.

Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Lambat


Periodontitis ini disebut pula periodontitis tipe dewasa (adult type periodontitis) dan
mempunyai hubungan dengan pengendapan plak gigi dan karang gigi.
Stadium lanjut terjadi pada usia 50 - 60 tahunan. Pada umumnya tidak memberi
keluhan rasa sakit, tetapi kadang-kadang akar gigi yang terbuka (tidak tertutup
gingiva) menjadi sensitif. Gejala akut dapat terjadi karena terbentuknya abses
periodontal dan caries pada akar gigi. Penyakit ini dapat mengenai beberapa gigi
atau seluruh gigi dalam mulut.
Lesi memberi respon yang baik terhadap bentuk perawatan konvensional. Bila
disertai trauma oklusi, kondisi yang ada disebut compound periodontitis atau
traumatic periodontitis.
Terlihat adanya poket nifraboni dengan insiden yang tinggi, kehilangan tulang lebih
banyak bentuk angular daripada horizontal, gigi goyang lebih dini dan lebih parah.

Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Cepat


Pada periodontitis ini akumulasi plak tidak sepadan dengan keparahan penyakit.
Kondisi penyakit dijelaskan oleh Page dkk, sebagai berikut : “pada umumnya terjadi
pada individu dewasa muda usia dua puluhan tetapi dapat juga terjadi di atas usia 35
tahun”.
61

Tampak keradangan mencolok pada gingiva, marginal gingiva ploriferasi, eksudasi


dan kehilangan tulang sangat cepat (dalam beberapa minggu/bulan).
Sebagian besar penderita mempunyai antibodi untuk berbagai spesies Bacteroides,
Actinobacillus atau keduanya dan menunjukkan defek pada fungsi fagositosis.
Penampakan klinik tipe periodontitis lambat dan cepat kadang-kadang sukar
dibedakan kecuali diobservasi dalam waktu yang lebih lama terhadap laju
perkembangan dan responnya terhadap perawatan.

Refractory Periodontitis

Kasus-kasus yang tidak memberi respon terhadap perawatan dan/atau kambuh segera
setelah perawatan yang memadai tanpa diketahui penyebabnya disebut refractory
periodentitis. Menurut Page pada periodontitis tersebut di atas terjadi mekanisme
sebagai berikut : “respon host abnormal, organisme yang resisten atau masalah
morfologi yang tidak dirawat”.

PEMERIKSAAN

1. Inflamasi gingiva dan pendarahan

Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu kebersihan mulut;
bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan
atau bahkan pendarahan spontan. Bila penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup
terkontrol tetapi ada deposit subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adnya
penyakit periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila
dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan riwayat
pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin membersihkan giginya.

2. Poket
62

Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis periodontal


tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi gingiva dan
pembengkakan.

Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm
menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi
pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu muda usia sehingga poket
sedalam 3-4mm dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.
Pemeriksaan kedalaman poket.

3. Resesi gingival

Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis kronis tetapi tidak
selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket
hanya merupakan cerminan sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.

4. Mobilitas gigi

Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada gigi yang sehat,
berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah yang lebih kecil mobil
daripada gigi berakar jamak.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang bersangkutan
dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya pada sisi gigi yang
berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman sehingga
gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas (walaupun tidak
megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.
63

5.Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan : Grade 1.Hanya dirasakan.


Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas dan
kebawah pada arah aksial.

6. Nyeri

Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari
jaringan penopang, yang paling akut bila ada pembentukan abcess dimana gigi
sangan sensitif terhadap sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin
kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa.

DIAGNOSIS

Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinik dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusimudah
berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri
penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran
radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa memperlihatkan
kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun horizontal sepanjang
permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi
processus alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).

PENATALAKSANAAN
1. Skaling dan root planning. Skaling sub ginggiva adalah metode paling konservatif
dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang
perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih,
diperlukan perawatan tambahan. Ayng pain gsering adalah root planing dengan atau
tanpa kuretase subginggiva.
64

Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit


lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi
kembali dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun
kalkulus subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar
gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan
gigi.

2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di
bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung
metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan
amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya
memuaskan.

3. Kumur-kumur antiseptic
Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah chlorhexidin atau
heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada
jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat
meghambat terbentuknya plak.

4. Bedah periodontal

Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh
lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak
berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy.
Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas,
dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan
jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di
65

bawahnya.

5. Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan
ektraksi gigi.

PENCEGAHAN PERIODONTITIS

• Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum
tidur.
• Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi - geligi.
• Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dalam
mulut, misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat kumur tersebut.
•Berhenti merokok.
• Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol
rutin dan pembersihan.

2.12 Treatment Gingivitis


Perawatan Gingivitis, diantaranya yaitu :

1. Berkumur

a. Obat kumur antimikrobial yang efektif untuk kondisi ini adalah 0,12 %
Chlorhexidine. Pasien dapat berkumur dengan 1/2 ons larutan 2 x sehari setelah sikat
gigi.
b. Obat kumur lainnya yaitu segelas penuh 3 % hidrogen peroksida dan air hangat
dengan bagian-bagian sama banyak. Kumur-kumur dilakukan dengan kekuatan
66

penuh selama 3 - 4 menit. Ini dapat dilakukan tiap 2 atau 3 jam selama 24 sampai
48 jam pertama. Setelah itu dapat dikurangi menjadi 3 kali sehari, biasanya
setelah
makan. Bila timbul efek-efek yang tidak diinginkan dan hidrogen peroksida, dapat
digunakan air panas biasa untuk membilas.
c. Kumur dengan air panas dilakukan dengan teknik yang santa seperti kalau pasien
tidak memakai air panas biasa untuk berkumur. Panas air yang digunakan tergantung
pada daya tahan tubuh pasien.

2. Sikat gigi dengan bulu – bulu halus dan sebaiknya dengan metode Bass.

3. Pentingnya diet. Makanan yang lunak dianjurkan selama hari – hari pertama
perawatan agar pasien merasa enak ketika makan. Sebaiknya diberi tambahan vitamin
jika makanannya masih kurang bergizi.

4. Flossing dianjurkan untuk merapikan interdental segera setelah hilangnya symptom


akut.

5. Perangsangan interdental diharapkan terjadi setelah pembersihan seluruh kalkulus


untuk membantu mengembalikan kontur gingival interdental yang berbentuk kawah.

6. Tindakan profilaksis yang baik dilakukan secara kontrol teratur.

2.13 Penulisan Karies Menurut ICD X


ICD-10 adalah revisi ke-10 dari International Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD) yang merupakan klasifikasi medis yang dibua toleh World
Health Organization (WHO). Klasifikasi ini memiliki kode untuk penyakit-penyakit,
tanda dan gejala, penemuan abnormal, komplen, dan penyebab eksternal dari suatu
penyakit.
67

ICD-10 terdiri dari lebih 14.400 kode berbeda dan bias dikembangkan menjadi
16.000 kode berbeda dengan menggunakan sub-klasifikasi.

Di dalam ICD-X terdiri dari beberapa volume yaitu:

1) Volume 1 : berisi klasifikasi utama atau tabulasi.


2) Volume 2 : berisi petunjuk penggunaan ICD.
3) Volume 3 : berisi indeks afabetik penyakit.
Didalam ICD X volume 3 terdiri dari 3 section yaitu:
1) Section 1 : berisi indeks penyakit
2) Section 2 : berisi indeks sebab penyakit / akibat cidera luar.
3) Section 3 : berisi indeks akibat penggunaan obat-obatan dan bahan kimia.
68

Untuk permasalahan pada bagian oral kavitas pada ICD-X dimasukkan pada
penyakit digestive dengan kode K00-K14 (Diseases of oral cavity, salivary glands
and jaws)
Caries dikodekan dengan kode K02, sedangkan gingivitis dan penyakit periodontal
dikodekan K05.
69

BAB III
KASUS
Mr. Carry Pulpy

Seorang laki-laki pegawai bank umur 25 tahun datang ke klinik di RSGM dengan
keluhan kerusakan gigi depan yang meluas sejak 3 tahun yang lalu dan sangat
mengganggu penampilan serta gigi posterior kanan bawah yang sering sakit apabila
menggigit makanan yang keras. Gigi 36 sudah pernah dilakukan penumpatandengan
amalgam kurang lebih 4 tahun yang lalu.Terdapat riwayat sebagai peminum coca-cola
lebih dari 7 tahun.Terdapat kebiasaan membiarkan minuman coca cola berada dalam
rongga mulut selama beberapa detik untuk menikmati rasa minuman sebelum ditelan.

Pasien menyangkal adanya riwayat medik, alergi, kebiasaan makan yang ekstrim, dan
masalah gigi dalam keluarga, termasuk penyakit gastroesophageal reflux, xerostomia,
dan diabetes melitus.

Pada pemeriksaan intra oral ditemukan lesi karies berbentuk bulan sabit pada region
servikal di bukal gigi geligi.Tidak terdapat lesi pada permukaan lingual dan palatal gigi
anterior. Berbagai tahap lesi terlihat pada gigi, kerusakan parah terlihat pada gigi
insisivus dan caninus sedangkan lesi sedang terlihat pada gigi premolar dengan keluhan
sakit meskipun tidak sedang makan, pada gigi 36 terlihat tambalan dan pada
pemeriksaan Ro terlihat ada gambaran radioopak pada saluran akar.

Tampak dentin karies yang melunak, pada permukaan gigi pada dinding pulpa berwarna
kecoklatan, dan tidak tampak keterlibatan pulpa.Tidak ada keluhan nyeri atau sensitive
padagigi premolar yang mengalami karies.Gigi premolar rahang atas, asimtomatik pada
tes perkusi, palpasi, dan tes dingin.

Pada pemeriksaan periodontal terdapat sedikit perdarahan pada saat probing, namun
tidak terdapat attachment loss. Gingival pada gigi 36 tampak berwarna agak merah
edematous, stippling +, soft konsistensi lunak dan terdapat kedalam pocket 1-4 mm.
terdapat kalkulus pada gigi – gigi rahang bawah anterior dan sekitar gigi molar kiri atas
dan bawah.

Tidak terdapat pembesaran kelenjar lymph bilateral. Saliva tampak bening dan mengalir
dengan lancer dari saluran ludah. Genangan saliva tampak dalam batas normal pada
dasar mulut. Pemeriksaan jaringan lunak lainnya normal.
70

BAB IV
PEMBAHASAN
Nama : Mr. Carry Pulpy

Umur : 25 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

KeluhanUtama:

 Kerusakan gigi depan yang meluas sejak 3 tahun lalu


 Gigi posterior kanan bawah sering sakit bila menggigit makanan keras

Riwayat :

 Peminum coca-cola lebih dari 7 tahun, menunda penelanan coca-cola


 Tidak ada riwayat medis, alergi, kebiasaan makanan yang ekstrim, dan masalah
gigi dalam keluarga
 Gigi 36 pernah ditumpat amalgam 4 tahun lalu

Intra Oral Examination :

 Lesi Karies berbentuk bulan sabit ada region servikal di bukal gigi geligi
 Premolar RB sakit meskipun tidak makan
 Premolar RA asimtomatik pada tes perkusi, palpasi, dan tes dingin
 Pemeriksaan periodontal  perdarahan saat probing, tidak ada attachment loss
 Gingival 36 agak merah odematous, stippling +, konsistensi lunak, pocket 1-
4mm
 Terdapat kalkulus gigi geligi RB anterior dan sekitar molar kiri atas danbawah
 Tumpatan gigi 36 overhang daerah mesial

Hipotesis : Caries dan Gingivitis Kronis


71

Mekanisme :

Kebiasaan menunda penelanan


coca-cola (high sugar)

Akumulasi gula dalam mulut

Bakteri streptococci
fermentasigula Akumulasi plak pada gigi tertentu

Menghasilkan lingkungan asam


Gingivitis Kronis
(pH<4)

Terjadi demineralisasi

Dental Caries

Diagnosis Akhir : Dental Caries dan Gingivitis Kronis

Treatment :

 Penambalan gigi dengan bahan sesuai indikasi masing-masing


 Pemberian Obat Gingivitis berupa obat kumur clorhexidine 2%
 Merapikan ulang gigi 36 dengan tumpatan yang overhang mesial
 Peningkatan Oral Hygiene pasien dengan edukasi pasien mengenai kebersihan
mulut
72

BAB V
KESIMPULAN
Dental Caries merupakan salah satu penyakit oral yang ditandai dengan adanya
lubang yang pada awalnya ditandai dengan adanya white spote lesions. Dental caries
diklasifikasikan dalam berbagai pandangan yaitu kedalamannya, lokasi, dan klasifikasi
yang paling sering digunakan saat ini adalah klasifikasi Black dimana terdapat kelas-
kelas dalam terjadinya karies. Dental caries antara lain disebabkan oleh faktor-faktor
etiologinya antara lain bakteri asidogenik, diet (polamakan), kebersihan mulut.

Proses terjadinya dental caries adalah bakteri asidogenik akan


memfermentasikan sukrosa dari pola makan dan cara makan yang kurang baik sehingga
menghasilkan suasana asam di lingkungan mulut. Suasana asam ini akan memicu
terjadinya remineralisasi email oleh enzim tertentu sehingga menyebabkan lapisan email
tipis dan pada akhirnya terjadi dental caries. Lubang pada gigi ini sebenarnya dapat
dicegah dengan menjaga oral hygien yang baik dengan sikat gigi 2 kali sehari dan
penggunaan dental floss untuk membersihkan bagian interdental. Dalam kasus yang
parah, karies harus mendapatkan perwatan yang intensif sebelum karies mengenai
saluran pulpa dan mengenai saraf. Pada karies superfisialis dan media masih dapat
ditambal dengan bahan tambal tetap tanpa harus melakukan pulp capping, namun
apabila caries sudah menjalar ke bawah besar kemungkinan pulp capping harus
dilakukan.

Sedangkan gingivitis adalah peradangan gingiva yang disebabkan oleh banyak


hal, pada kasus ini gingivitis disebabkan oleh plak yang menumpuk akibat pola dan cara
makan yang buruk. Gingivitis dapat dibedakan menjadi gingivitis kronis dan akut. Pada
kasus ini karena gusi spontan berdarah pada probing namun tidak ada attachment loss
dan stippling + maka dapat dikatakan penyakit yang diderita pasiena dalah gingivitis
bukan periodontitis. Selanjutnya, cara membedakan gingivitis kronis dapat dibedakan
dari warna gusi, warna gusi gingivitis kronis adalah merah tua sedangkan akut berwarna
merah muda. Gingivitis dapat disembuhkan dengan obat kumur dan obat topikal. Obat
kumur yang diberikan berkisar antara clorhexidine atau hidrogenperoksida.

Pada akhirnya, Mr. Carry Pulpy seharusnya menjaga oral hygienenya lebih lagi
sehingga tidak terjadi karies yang sangat banyak, dan gingivitis pada gigi tertentu. Oral
hygiene ini dapat ditingkatkan dari edukasi dokter gigi kepada pasiennya akan betapa
pentingnya merawat kesehatan gigi dan mulut.
73

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, S. Pathway of the Pulp. 7th. Ed. 2006


Greenberg, M.S., Glick, M. Ship, J.A(2008) : Burket’s Oral Medicine. 11th ed. BC

Decker Inc.
Newman, MG., Takei, HH., Klollevold, PR, Carranza, FA. (2006). : Carranza’s Clinical

Periodontology, 10th. Ed. Saunders-Elsevier : St. Louis.

Anda mungkin juga menyukai