Mata Kuliah / Kelas : Pengantar Sosiologi / Kelas B2
FENOMENA PENYIMPANGAN SOSIAL
“WARIA”
Waria merupakan istilah yang menggabungkan kata ‘wanita’ dan ‘pria’.
Waria adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupa sehari-harinya. Secara seksual mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. (Wikipedia) Dofi (alias) adalah seorang warga Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember. Ia berusia 35 tahun. Kesehariannya bekerja sebagai pegawai di salah satu salon di Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember. Dalam kesehariannya sebagai pegawai salon, ia berpakaian layaknya laki-laki normal lainnya. Hanya saja tingkah laku dan tutur katanya lebih cenderung pada penggambaran gender perempuan. Dofi memang seseorang dengan seksualitas laki-laki pada umumnya. Namun, ia memiliki ketertarikan untuk berpenampilan layaknya seorang perempuan. Ia menggunakan make up dan pakaian feminim. Tutur kata dan tingkah lakunya pun cenderung menggambarkan gender perempuan. Selain penampilan, ia juga lebih tertarik untuk memiliki pasangan dengan seksualitas laki-laki seperti layaknya seorang perempuan. Bahkan, ia telah memiliki beberapa pasangan laki-laki yang pada umumnya berusia lebih muda darinya. Penggambaran gender perempuan yang dilakukan oleh Dofi hanya pada malam hari. Ia akan menggunakan make up dan berpakaian selayaknya perempuan untuk pergi bersama pacar lelakinya. Untuk tetap mengikat pasangan lelakinya, ia akan dengan senang hati menuruti semua kemauan pasangannya walaupun akan mengelaurkan biaya yang sangat besar. Ia bahkan menyanggupi semua kebutuhan hidup pasangannya, mulai dari pakaian, makanan, rokok, bahkan kebutuhan seksualitasnya. Penyimpangan yang terjadi kepada Dofi ini, berawal dari pengaruh lingkungan. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang kurang sehat dimana ia kurang mendapat perhatian dari keluarga dan tetangga sekitar yang berperilaku menyimpang. Penyimpangan yang dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya berupa konsumsi narkoba, seks bebas, kekerasan, dan lain sebagainya. Namun, tidak ada yang berperilaku menyimpang dengan menjadi seorang waria. Kehidupan yang digambarkan oleh lingkungan tempat tinggal Dofi adalah refleksi kerasnya kehidupan menjadi seorang laki-laki. Hal ini diperkuat dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami keluarganya. Dofi kemudian perlahan menyimpulkan bahwa citra seorang laki-laki adalah buruk. Oleh karenanya, ia berusaha untuk lari dari citra yang dibuat sendiri olehnya dengan menjadi seorang perempuan. Seiring berjalannya waktu, Dofi kemudian menemukan pergaulan dengan kodrat yang sama dengan dirinya. Ia kemudian mulai menemukan jati dirinya dengan menjadi seorang perempuan. Ia mulai mengembangkan keahlian-keahlian yang dimiliki oleh perempuan, seperti membuat kue, menata rambut, perawatan kulit, dan lain sebagainya. Kemudian dengan keahlian tersebut ia dapat menghasilkan rupiah yang akan digunakan untuk menghidupi dirinya, keluarganya, dan pasangannya. Dengan semua kenyamanan yang disajikan dengan merubah kodratnya dari laki-laki menjadi perempuan, ia bertekad untuk tetap mempertahankan keadaannya tanpa tahu pasti akan kembali normal.