Anda di halaman 1dari 2

Tema: Pencemaran Lingkungan Laut

Sampah Plastik di Indonesia


Pada tahun 2018 peneliti dari Universitas Georgia di Amerika Serikat, Dr. Jenna Jambeck,
merilis temuan atas penelitiannya dan mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara
kedua penghasil sampah plastik terbanyak di dunia setelah China. Hal ini tentu saja merupakan
ancaman yang serius jika tidak segera di atasi. Menurut Asean Inter-Parliamentary Assembly
(AIPA), sampah plastik di laut bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia.
Sebagian besar sampah plastik yang dibuang ke laut berasal dari darat, jadi bukan berasal
dari kapal penangkap ikan atau kapal pesiar. Sampah plastik tersebut berasal dari sampah yang
tidak dikumpulkan dan dibuang dengan benar di tempat pembuangan akhir. Selain itu, Indonesia
juga tidak memiliki system daur ulang resmi. Dengan demikian, masalah sampah plastik di laut ini
akan tetap ada pada tahun-tahun mendatang. Padahal, plastik tidak hanya mencemati lingkungan
laut saja tapi juga membahayakan kehidupan makhluk laut, seperti kasus-kasus yang banyak
muncul belakangan ini.
Sampah di laut Indonesia diakibatkan oleh beberapa faktor. Secara jelas, bahwa faktor
pertama adalah konstelasi sebaran penduduk yang sebagian besar berada pada tepian badan air
seperti sungai dan laut. Hal ini juga diperparah dengan paradigma masyarakat bahwa “laut masih
bisa dianggap dapat mengelola sampah”. Kemudian, teknologi yang belum mumpuni. Industri
masih menganggap bahwa plastik adalah bahan yang murah, mudah dibuat, dan tahan lama.
Perubahan proses produksi dianggap tidak akan mampu mengembalikan modal dalam jangka
pendek. Terakhir adalah adanya kebijakan dan aturan yang tumpang tindih.
Permasalahan sampah ini sangat kompleks karena melibatkan budaya, kebijakan, tata kelola,
dan masuknya politik luar negeri. Jika melihat pada konteks global, Indonesia harusnya dapat
terlibat secara aktif dalam pengurangan dan penanganan sampah. Hal ini menjadi kewajiban
Indonesia dalam tataran global dalam mendukung tatanan laut dan sejalan dengan visi kebijakan
kelautan Indonesia dan program Nawacita yang diprakarsai oleh Bapak Presiden Joko Widodo.
Saat ini, masyarakat mulai sadar akan bahaya membuang sampah sembarangan. Sebagian
daerah mulai membuat konsep bagaimana mengelola sampah dengan benar. Dan terakhir adalah
mulai hilangnya ego-sektoral dalam pengelolaan sampah. Persepsi ini jelas menggambarkan
bagaimana setiap elemen mulai bekerja, namun yang penting lagi adalah bagaimana mengatur
dan mengevaluasi program tersebut. Peran dan kesadaran masyarakat yang lebih ditingkatkan
merupakan hal utama dari isu strategis tersebut. Tidak ada gunanya meningkatkan teknologi atau
melakukan koordinasi apabila kesadaran tersebut tidak nyata terlihat.
Pada Februari 2019 lalu, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan berencana melakukan penelitian sampah plastik di perairan Indonesia untuk
membantah data penelitian yang dilakukan oleh Dr. Jenna Jambeck. Menurut Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), penelitian Dr. Jenna Jambeck tersebut tidak memiliki parameter
yang jelas. Indonesia telah membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Sampah Laut
dengan dana sebesar USD 1 miliar dengan target pada tahun 2025 pengurangan sampah plastik
sebesar 70%. Perlunya dilakukan penelitian karena pihak KKP menyadari bahwa wilayah laut
Indonesia berbatasan langsung dengan negara seperti Australia, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Oleh karena itu, segala hal yang ada di laut bisa saling berhubungan tanpa ada batasan. Begitu
juga dengan sampah plastik, negara tetangga juga sama-sama memproduksi dan menggunakan
plastik dalam kesehariannya.
Sampah plastik di laut dan kawasan perairan lainnya telah terbukti menyebabkan kematian
puluhan ribu paus, anjing laut, dan penyu setiap tahunnya. Kebanyakan dari hewan-hewan
tersebut menyangka jika kantong plastik adalah ubur-ubur. Bangkai dari hewan-hewan tersebut
kemudian mengeluarkan kembali plastik yang pernah dimakannya dan kemungkinan besar
dimakan lagi oleh hewan lainnya. Sementara di daratan, sampah plastik bisa membuat burung
dan hewan ternak mati. Produksi kantong plastik menggunakan bahan bakar gas, minyak, dan
batu bara yang berbahaya bagi lingkungan dengan menghasilkan gas rumah kaca.
Untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi pencemaran lingkungan di laut, beberapa
upaya dapat dilakukan untuk menyelamatkan laut, salah satunya dengan melakukan konservasi
laut. Konservasi laut adalah upaya melindungi, melestarikan, menjaga, dan memanfaatkan
sumber daya yang ada di laut untuk menjamin ketersediaannya di masa mendatang. Konservasi
ini tidak terbatas pada lautnya saja, tetapi juga mencakup pulau kecil, serta pesisir. Indonesia
sebagai negara maritim mempunyai beberapa daerah konservasi laut, diantaranya Wakatobi dan
Derawan.
Selain itu, hal-hal kecil dapat dimulai dari kehidupan sehari-hari, misalnya dalam penggunaan
kantong plastik di rumah. Gunakan kantong plastik yang sama terus menerus dan jangan dibuang.
Lebih baik lagi untuk mengunakan kantong alternatif yang ramah lingkungan atau tas belanja
sendiri dan selalu dibawa saat hendak berbelanja. Solusi lain yaitu, membawa kotak makan
sendiri, mengurangi penggunaan tisu basah, menggunakan produk dengan kemasan beling kaca
atau karton, bawa botol minuman sendiri, tidak menggunakan sedotan plastik untuk minuman,
dan belajar cara daur ulang sampah plastik.
Perubahan besar selalu dimulai dengan tindakan sederhana. Pengendalian sampah bukan
hanya melalui kegiatan daur ulang. Mengurangi timbunan sampah plastik juga salah satu cara
untuk mengatasinya. Sudah saatnya kita memikirkan keberlanjutan lingkungan dengan
memperhatikan sampah yang kita hasilkan.

Anda mungkin juga menyukai