Anda di halaman 1dari 5

Manifestasi Klinis Kolestasis Intrahepatik dan

Ekstrahepatik

Tidak jarang kolestasis ekstrahepatik sukar dibedakan dengan kolestasis intrahepatik, padahal
membedakan keduanya sangat penting dan urgen. Gejala awal terjadinya perubahan warna urin yang
menjadi lebih kuning, gelap tinja pucat, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh adalah tanda klinis adanya
kolestasis. Kolestasis kronik bisa menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus,
perdarahan diatesis, sakit tulang, dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran
seperti di atas tidak tergantung penyebabnya. Keluhan sakit perut gejala sistemik (seperti, anoreksia,
muntah, demam atau tambahan tanda gejala mencerminkan penyebab penya dasarnya daripada
kolestasisnya dan karenanya dapat memberi petunjuk etiologinya.

DIAGNOSIS

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan jasmani sangat penting, karena kesalahan diagnosis
terutama dikarenakan penilaian klinis yang kurang atau penilaian gangguan laboratorium yang
berlebihan. Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung
empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian kepala/kaput) sering
timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang bila
bilirubin telah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering warna kuning sklera mata memberi kesan
berbeda di mana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis
ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.

TES LABORATORIUM

Mempunyai keterbatasan diagnosis. Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian nilai fosfatase
alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesis daripada gangguan ekskresi, namun tetap belum
bisa menjelaskan penyebabnya. Nilai bilirubin juga mencerminkan beratnya tetapi bukan penyebab
kolestasisnya, juga fraksionasi tidak menolong membedakan keadaan intrahepatik dari ekstrahepatik.
Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun seringkali
meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena ses patoselular, namun kadang-
kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumbatan
akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus koledokus.

Peningkatan amilase serum menunjukan ekstrahepatik. Perbaikan waktu protrombin


setelah pemberian vitamin K mengarah kepada adanya ekstrahepatik, namun hepatoselular juga dapat
Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer.

PENCITRAAN

Pemeriksaan saluran bilier sangat penting. Pem sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya
saluran bilier, yang menunjukkan adanya s mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti
sumbatan intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut. Penyebab adanya sumbatan mungkin bisa
diperlihatkan, umumnya batu kandung empedu dipastikan dengan ultrasonografi, lesi pankreas dengan
CT. Kebanyakan pusat menggunakan terutama USG untuk mendiagnosis kolestasis karena biayanya yang
rendah.
Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP) memberikan kemungkinan untuk
melihat secara langsung saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan sebab sumbatan
ekstrahepatik Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC) dapat pula dipergunakan untuk
maksud ini. Kedua cara tersebut diatas mempunyai potensi terapeutik. Pemeriksaann MRCP dapat pula
untuk melihat langsung saluran empedu dan mendeteksi batu dan kelainan duktus lainnya dan
merupakan cara non-invasif alternatif terhadap ERCP

BIOPSI HATI

Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis intrahepatik; walaupun demikian, bisa timbul
juga kesalahan, terutama jika penilaian dilakukan oleh yang kurang berpengalaman. Umumnya, biopsi
aman pada kasus dengan kolestasis, namun berbahaya pada keadaan obstruksi ekstra-hepatik yang
berkepanjangan, karenanya harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum biopsi
dilakukan.
Kecuali pasien dalam keadaan kolangitis kolesta supurativa, bukan keadaan emergensi. Diagnosis
sebaiknya ditegakkan melalui penilaian klinis, dengan bantuan alat penunjang khusus jika ada. Jika
diagnosis tidak pasti ultrasonografi atau CT akan sangat membantu. Obstruksi mekanis dapat ditegakkan
jika ditemukan tanda pelebaran saluran bilier, terutama pada pasien dengan kolestasis progresif.
Pemeriksaan lebih lanjut dengan kolangiografi langsung (ERCP PTC, MRCP) dapat dipertimbangkan.
Jika pada pemeriksaan ultrasonografi tidak ditemukan pelebaran saluran empedu, sangat mungkin lebih
cenderung ke masalah intrahepatik, dan biopsi sangat dianjurkan. Jika alat penunjang tersebut di atas
tidak terdapat maka laparoskopi diagnosis harus dipertimbangkan pertimbangan klinis lebih menjurus
ke sumbatan kstrahepatik dan kolestasis memburuk progresif.

PENDEKATAN KLINIS

Warna kekuningan pada kulit atau telapak tangan (oseudoikterus) dapat terjadi karena memakan terlalu
banyak makanaan yang mengandung beta-carotin (seperti squash, melon, pepaya, dan wortel); berbeda
dengan ikterus yang sesungguhnya, keadaan di atas (karotenemi) tidak mengakibatkan warna kuning di
sclera atau peningkatan bilirubin.
Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin. Ikterus
dapat disebabkan oleh karena berbagai sebab mulai dari yang bersifat jinak sampai kepada keadaan
yang bisa membahayakan jiwa. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien
dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat terkonjugasi atau tak
terkonjugas
Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak, dan
kemudian dipastikan oleh pemeriksaan bilirubin dalam darah. Pemeriksaan jasmani awal harus
memusatkan terhadap keluhan utama dan perjalanan penyakitnya, kemudian dilihat adanya tanda-
tanda penyakit akut atau kronik. Jika icterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus dipikirkan
kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirek yang mungkin disebabkan oleh penyakit sindrom Gilbert
dan bukan oleh karena penyakit hepatobilier. Keadaan icterus yang lebih berat dengan disertai warna air
seni yang gelap jelas menandakan penyakit hati atau bilier.
Pembagian diagnosis banding ke dalam penyebab prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik
walaupun mempunyai kekurangan namun masih dapat membuat penatalaksanaan menjadi lebih
mudah. Misalnya penyebab kterus yang tergolong prehepatik termasuk hemolisis dan penyerapan
hematom, akan menyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi (indirek). Kelainan intrahepatik
dapat berakibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi maupun konjugasi. Peningkatan bilirubin konjugasi
(direk) bisa diakibatkan hepatitis infeksiosa, alkohol, reaksi obat dan kelainan autoimun. Kelainan
posthepatik dapat pula meningkatkan bilirubin konjugasi. Pembentukan batu merupakan keadaan yang
paling sering yang bersifat jinak dalam kelompok kelainan posthepatik yang menyebabkan
kuning.
Diagnosis banding akan mengikutsertakan juga berbagai keadaan lain seperti infeksi di saluran
empedu, pankreatitis, dan keganasan. Jika terdapat penyakit hepatobilier, apakah kondisinya akut atau
kronik. Apakah penyakitnya disebabkan penyakit hati primer atau diakibatkan penyakit sistemik yang
mengikutkan hati. Apakah penyakit penyebab kuning ini adalah hepatitis virus, alkohol atau karena obat.
Jika mengarah ke kolestasis apakah intra atau ekstrahepatik. Apakah dibutuhkan tindakan operasi.
Apakah ada komplikasi anamnesis. Riwayat penyakit yang rinci sangat dibutuhkan, sebab kesalahan
diagnosis dapat terjadi akibat keputusan klinis yang kurang tepat dan terlalu mempercayai data
laboratorium
Jika terdapat tanda-tanda adanya hipertensi portal, asites, perubahan kulit seyogyanya
mengarah ke penyakit kronis daripada proses akut. Seringkali pasien melihat gejala warna gelap air seni
lebih dahulu dari pada warna kuning kulit, karenanya warna gelap urin lebih bisa dipakai sebagai ukuran
awal mulainya penyakit. Jika terdapat keluhan mual dan muntah yang mendahului terjadinya warna
kuning pada kulit, keadaan tersebut lebih menandakan ke arah hepatitis akut atau sumbatan duktus
koledokus oleh karena batu. Jika ada sakit perut atau menggigil lebih cenderung yang terakhir. Adanya
anoreksia dan malaise yang timbul perlahan dan tidak begitu nyata lebih menjurus ke hepatitis kronis.
Penyakit sistemik patut dicurigai, misalnya, jika terdapat peninggian tekanan vena jugularis yang
menjurus ke adanya dekompensasi kordis atau perikarditis konstriktif pada pasien dengan hepatomegali
dan asites. Status gizi kurang yang menjurus kepada keadaan kakeksia dengan hati yang membesar dan
keras dan iregular sering disebabkan oleh keganasan daripada sirosis.
Limfadenopati yang difus mengarah kepada adanya mononukleosis infeksiosa pada kasus
ikterus yang akut dan leukemia pada penyakit kronis. Adanya hepatosplenomegali tanpa tanda adanya
penyakit hati kronik bisa diakibatkan oleh penyakit infiltratif (seperti limfoma, amiloidosis), walaupun
biasanya ikterus bersifat minimal atau bahkan tidak ada; dalam keadaan ini perlu dipikirkan
skistosomiasis dan malaria yang sering memberikan gambaran seperti itu jika terjadi di daerah endemik.
Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu dipikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke
arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).

PENEMUAN LABORATORIUM
perbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan osfatase alkali yang normal menunjukan
kemungkinan proses hemolisis atau penyakit sindrom Gilbert; ini dipastikan dengan fraksionasi bilirubin.
Sebaliknya beratnya ikterus dan fraksionasi bilirubin tidak bisa membantu untuk membedakan ikterus
hepatoselular dari keadaan ikterus kolestatik. Peninggian aminotransferase 500 U lebih mengarah
kepada hepatitis atau keadaan hipoksia akut; peninggian fosfatase alkali yang tidak proporsional
mengarah kepada kolestatik atau kelainan infiltratif. Pada keadaan yang disebut belakangan bilirubin
biasanya normal atau hanya naik sedikit saja. Bilirubin di atas 25 sampai 30 mg/dL (428-513 umol/L)
seringkali disebabkan adanya hemolisis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan penyakit
hepatobilier berat. Penyakit yang disebut terakhir saja jarang mengakibatkan keadaan ikterus yang berat
Konsentrasi albumin yang rendah dan globulin yang tinggi menunjukan adanya penyakit kronis.
Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vitamin K (5-10 mg IM selama 2-3
hari) lebih mengarah kepada keadaan kolestatik daripada proses hepatoselular Namun hal ini tidak bisa
terlalu dipastikan karena pada pasien dengan penyakit hepatoselular pun pemberian vitamin K bisa juga
memberikan perbaikan.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN

Pemeriksaan pencitraan (imaging) sangat berharga untuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan
kolestatik. Pemerikasaan sonografi perut, CT, dan MRI sering bisa menemukan metastatik dan penyakit
fokal pada hati dan telah menggantikan pemeriksaan nuklir scan untuk maksud tersebut. Namun
demikian pemeriksaan ini kurang bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit hepatoselular
(seperti sirosis) sebab penemuannya bersifat tidak spesifik
Pemeriksaan biopsi hati perkutan mempunyai arti yang sangat penting, namun jarang
dibutuhkan pada pasien ikterus. Pemeriksaan peritoneoskopi (laparoskopi) memungkinkan untuk
memeriksa langsung hati dan kandung empedu dan bermanfaat untuk pasien tertentu
Laparatomi diagnostik jarang diperlukan pada pasien dengan kolestatik atau hepatosplenomegali yang
belum bisa diterangkan penyebabnya.

PENGOBATAN

Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup
mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intra- hepatik, pengobatan penyakit
dasarnya sudah mecukupi Pruritus pada keadaan ireversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya
responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat
garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya
membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/ hari sk untuk 2-3 hari.
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D Dalam keadaan kolestasis yang ireversibel, namun
pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vit A dapat mencegah kekurangan
vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian
lemak dalam diet dengan chain trigliceride.
Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya mem- butuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu
empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untue striktur (sering keganasan) atau
daerah penyemempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel drainase bilier paliatif
dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik.
Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan
batu di duktus koledokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu
pengeluaran batu di saluran empedu.

Pemerikasaan fisik

Ikterus yang bewarna seperti kulit jeruk lemon menunjukan ikterus yang dissertai anemia, yang
mengarah pada ikterus prahepatik (ikterus hemolitik), sedangkan ikterus yang bewarna kuning tua
mengarah pada ikterus hepatis dan hipertensi portal.
Pada hepatitis akut, didapatkan hati yang membesar disertai nyeri tekan; pada sirosis hepatis,
tepi hati agak keras tanpa disertai nyeri tekan (walaupun sering kali tepi hati tidak dapat diraba karena
hati mengecil). Pembesaran hati dengan benjolan keras menunjukkan tumor maligna primer atau
sekunder. Jika kandung empedu membesar disertai pembesaran hati dengan tepi tumpul tanpa nyeri
tekan, ikterus obstruktif mungkin disebabkan oleh tumor (tanda Courvoisier) Tumor kaput pankreas
jarang dapat dipalpasi. Splenomegali memberikan kesan sirosis hepatis, penyakit darah, malaria, atau
retikulosis. Terasa Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan faal hati
terutama didasarkan pada merabolisme pigmen empedu dan ekskresinya. Eritrosit dirusak oleh sistem.
retikuloendotelial dan hemoglobin terurai membentuk kompleks bilirubin-ferum-globin. Ferum
kemudian dilepas untuk dipakai lagi pada sintesis hemoglobin dalam sumsum merah. Bagian bilirubin-
globin yang bersifat larut lemak (nonkonjugasi dan tidak larut air) dikonjugasikan di dalam hati sehingga
bersifat larut air dan diekskresi melalui empedu. Di dalam usus, bilirubin direduksi oleh bakteri menjadi
urobilinogen yang tidak berwarna. Kebanyakan urobilinogen diekskresi di dalam feses dan diubah
menjadi sterkobilin yang memberi warna kepada feses. Sebagian kecil urobilin diserap kembali dari usus
masuk ke sistem vena porta dan dibawa ke hati, kemudian diekskresikan lagi dalam empedu kembali ke
usus. Sebagian kecil urobilin yang kembali ke sistem vena porta mencapai ginjal melalui peredaran darah
dan diekskresi melalui kemih. Bilirubin tidak diekskresi oleh ginjal kecuali dalam bentuk larut air (yang
dikonjugasi). Oleh karena itu, bilirubin tidak ditemukan pada kemih penderita ikterus prahepatik. Pada
ikterus prahepatik, banyak bilirubin diekskresi ke dalam usus sehingga sterkobilin banyak di feses. Oleh
karena itu, jumlah yang diserap dari usus bertambah dan ekskresi melalui kemih juga lebih banyak.
Pada ikterus hepatik, kadar urobilin darah juga meningkat karena hati tidak mampu mengekskresi akibat
gangguan faal sel hati.
Pada ikterus pasahepatik,bilirubin tidak dapat masuk usus karena obstruksi saluran empedu
oleh karena itu, kadar sterkobilin fases maupun urobilin urin menjaddi rendah sekali. Pada keadaan
normal, bilirubin tidak dijumpai didalam jurin karena hanya bilirubinterkojugasi yang larut dalan air dan
dapat keluar melalui urin, oleh karena itu, bilirubinuria lebih mungkin disebabkan oleh hambatan aliran
empedu dari pada kerusakan sel hati. Feses yang berubah warna menjadi akolis menunjukan
terhambatnya aliran empedu ke usus sehingga sterkobilin tidak dapat mencapai usus. Pengukuran kadar
enzimdan enzim lainnya membantu menentukan ikterus akibat gangguanparenkim hati, sedangkan
alkali fosfatase meninggi pada ikterus obstruktif.
Pencitraan menggunakan sonografi (USG) merupakan pemeriksaan penunjang pilihan pertama
melalui sonografi, dapat ditentukan secara tepat adanya batu empedu, pelebaran duktus, massa tumor,
atau kelainan parenkim hati. Bila tidak ditemukan tanda pelebaran saluran empedu, dapat diperkirakan
bahwa penyebab ikterus bukanlah sumbatan saluran empedu, pelebaran saluran empedu memperkuat
diagnosis ikterus obstruktif. Keuntungan lain pemeriksaan ini adalah aman dan tidak invasive.

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang bermanfaat karena sebagian besar batu empedu bersifat
radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada penderita ikterus karena zat kontras tidak
diekskresikan oleh sel hati yang sakit. Pemeriksaan radiologi yang bermanfaat untuk diagnosis ialah
kolangiopankreatikografi retrograde secara endoskopik (endoscopic retrograde cholangiopan-
creaticography, ERCP). Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater*, kontras dimasukkan ke
dalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keun- tungan lain pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat
menilai adanya kelainan pada muara papila Vater, seperti tumor atau adanya penyempitan Sumbatan
saluran empedu bagian distal dapat dicitrakan dengan gambaran kolangiografi transhepatik perkutan
(percutaneous transhepatic cholangiography PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyuntikkan
kontras dari sisi kanan penderita. Diagnosis kelainan primer hati dan pemastian adanya keganasan
dilakukan melalui biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila
terdapat tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit berupa kebocoran
saluran empedu.

Anda mungkin juga menyukai