Lima orang nelayan laki-laki, umur 30-40 tahun pergi ke laut untuk menangkap ikan.
Setelah beberapa jam melaut kapal mengalami kerusakan dan tenggelam. Mereka
menyelamatkan diri dengan menggunakan skoci dan terombang-ambing dilaut selama 1 hari.
Semua merasa haus, lapar dan terasa lemas karena sudah tidak ada bekal makanan dan air
minum. Pada hari kedua nelayan A meminum air laut di siang hari sekitar jam 13.00
walaupun sebelumnya sudah diperingatkan jangan minum air laut. Sekitar jam 15.00 nelayan
A merasa lemas dan semakin haus. Sekitar jam 18.00, ke lima nelayan tiba di pantai dan
ditolong oleh penduduk dengan diberi air mineral dan dibawa ke Puskesmas, dokter yang
bertugas melakukan pemeriksaan dan dari hasil pemeriksaan ke lima nelayan dinyatakan
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan mineral dan asam-basa, kemudian diberi
cairan isotonis dan beberapa jam kemudian kembali normal.
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah nelayan A 130/80 mmHg dan keempat nelayan lain tekanan darah normal.
Pemeriksaan laboratorium nelayan A
Na 160 mEq/L ; Cl 122 mEq/L ; Glucose 70 mg/dL ; Protein total 7 g/dL
K 4 mEq/L ; HCO3- 20 meq/L ; PCO2 arteri 50 mmHg ; Hb 14 g/d
1. Klarifikasi Istilah
1. Skoci : Perahu kecil atau kapal api kecil (KBBI)
2. Dehidrasi : Kehilangan cairan tubuh (KBBI)
3. Gangguan keseimbangan : Perubahan yang terjadi dalam PCO2 arterial, serum
mineral dan asam-basa HCO3-, dan pH serum.(Merck Manual of Diagnosis
and Therapy)
4. Lemas : Suatu gejala atu sensasi kurang tenaga (KBBI)
5. Cairan Isotonis : larutan yang dapat digunakan untuk merendam sel
tubuh tanpa terjadi arus netto air yang melintasi
membran semi- permeabel (Dorland).
6. Puskesmas : Pusat kesehatan masyarakat, tempat rakyat
menerima layanan kesehatan (KBBI)
7. Lapar : Berasa ingin makan (karena perut kosong) (KBBI)
8. Terombang-ambing : Terapung-apung, turun naik ke kiri dan kanan
dibawah ombak (KBBI)
1|Page
9. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau
bagian tubuh tertentu yang dianggap penting oleh
tenaga kesehatan untuk memperoleh data
(poltektegal.ac.id)
10. Tekanan darah : Tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap
pembuluh darah (resipitory.usu.ac.id)
11. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan yang dilaksanakan di suatu tempat
atau kamar tertentu yang dilengkapi dengan
peraltan untuk mengadakan penelitian tertentu
(KBBI)
Nelayan A minum air laut di siang hari sekitar pukul 13.00, sehingga
2. + VV
pada pukul 15.00 nelayan A merasa lemas dan semakin haus
Main Problem : 5 orang nelayan mengalami dehidrasi dan gangguan mineral dan asam-
basa.
2|Page
III. Analisis Masalah
3|Page
merupakan gejala dari beberapa penyakit, gangguan atau kondisi yang
mendasarinya, seperti defisiensi aldosteron (hormon yang diproduksi kelenjar
adrenal), diabetes Tipe I, dan gagal ginjal. Cairan dalam tubuh bisa hilang
karena beberapa kondisi berikut:
- Mengonsumsi alkohol dan intoksikasi (keracunan)
- Suhu/cuaca yang sangat panas
- Olahraga yang menyebabkan keringat banyak keluar, seperti maraton
dan sepakbola
- Perdarahan
- Berada di elevasi tinggi
- Tingkat kelembaban rendah.
Dehidrasi juga bisa disebabkan karena suatu kondisi yang menyebabkan
hilangnya banyak cairan karena terlalu sering berkemih, kondisi-kondisi itu
antara lain:
- Diabetes
- Ketoasidosis diabetik
- Hyperosmolar hyperglycemic nonketotic syndrome (HHNS)
- Pengobatan dengan obat diuretik seperti furosemide (Lasix).
Juga banyak kondisi atau gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan
dehidrasi karena muntah atau diare. Beberapa kondisi tersebut antara lain:
- Infeksi bakteri atau virus pada saluran pencernaan, seperti keracunan
makanan atau gastroenteritis
- Gangguan makan (bulimia atau anoreksia)
- Gastroesophageal reflux disease (GERD)
- Radang usus (termasuk penyakit Crohn dan kolitis ulserativa)
- Influenza
d. Apa dampak dehidrasi terhadap fungsi tubuh?
Komplikasi terkait dehidrasi dapat berbeda-beda dan bersifat progesif, hal
ini tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Karena dehidrasi dapat
disebabkan oleh penyakit serius, tidak adanya pengobatan akan mengakibatkan
komplikasi menjadi lebih serius dan menyebabkan kerusakan permanen. Jadi
sangat penting bagi penderita dehidrasi sedang hingga berat untuk mendapatkan
bantuan medis. Setelah penyebab dehidrasi yang mendasarinya sudah ditemukan,
taati rencana pengobatannya demi menurunkan risiko komplikasi potensial
seperti di bawah ini:
4|Page
- Kerusakan otak
- Aritmia jantung (irama jantung abnormal)
- Koma
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Gagal ginjal
- Syok
6|Page
Ekskresi ion Ammonium (NH4+)
Mekanisme ini berjalan lambat, menghabiskan waktu beberapa jam
sampai hari
7|Page
Gejala lain: Anoreksia, berat badan turun, letargi, polidipsia dan poliuria
ringan
Magnesium
Hipomagnesemia: Peningkatan iritabilitas sistem saraf, tremor, diare,
pusing dan halusinasi, ketidaksadaran, serta dysrhythmia jantung
Hipermagnesemia: Depresi sistem saraf pusat, pelemahan otot, gangguan
ritme jantung, pusing, paralisis pernapasan.
Kalsium
Hipokalsemia: parathesia, kram abdominal, kram otot, perilaku
abnormal, konvulsi
Hiperkalsemia: pengurangan tonus otot, batu ginjal, perubahan status
mental, sakit tulang yang dalam
b. Gangguan asam-basa
8|Page
i. Berapa volume normal cairan dalam tubuh?
Cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki
dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu sesuai dengan
jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh
meliputi 50% dati total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini
relative lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
j. Apa saja mineral dan asam-basa yng dikandung dalam tubuh manusia?
Asam dan basa dalam tubuh manusia :
asam karbonat (H2CO3) dan ion bikarbonat ( HCO3-) fospat ( HPO42-), Amonia
(NH3) dan asam fospat (H2PO4) Asam klorida (HCl).
Mineral yang terdapat dalam tubuh :
Mineral Makro (Na, Cl, K, Ca, P, Mg, S) : > 100 mg/hari
Mineral Mikro (Fe, Zn, I, Se) : < 100 mg/hari
2. Nelayan A minum air laut di siang hari sekitar pukul 13.00, sehingga pada pukul
15.00 nelayan A merasa lemas dan semakin haus.
a. Apa komposisi mineral yang terkandung dalam air laut?
NaCl = 77,70 %
MgCl2 = 10,88 %
MgSO4 = 4,74 %
CaSO4 = 3,60 %
K2SO4 = 2,64 %
CaCl3 = 0,34 %
MgBr = 0,22 %
Chlorin (Cl- ) 55,04 %
Natrium (Na+ ) 30,61
Magnesium (Mg2+) 3,69
Sulfur (SO4 2-) 7,68
Calcium (Ca2+) 1,16
Potassium (K+ ) 1,10
Bikarbonat (HCO3 - ) 0,41
Bromin (Br- ) 0,19
9|Page
b. Apa hubungan konsumsi air laut dengan kondisi tubuh nelayan A?
Melihat tingkat salinitas air laut yang mencapai 35, sedangkan untuk manusia
tingkat salainitas yang tepat adalah 9. Jika kita mengkonsumsi air laut yang telah
kita ketahui memiliki tingkat salinitas yang tinggi, garam itu akan dikeluarkan
tubuh melaui urin agar cairan tubuh kita tetap isotonis. Air laut sekitar tiga kali
lebih asin daripada darah. Minum air laut akan membanjiri tubuh dengan garam
dan menghancurkan keseimbangan zat di dalam dan di luar sel. Saat itulah tubuh
beralih ke mode krisis. Air dari dalam sel bocor keluar untuk mencairkan garam
dan mengalir keluar dari tubuh sehingga sel kehilangan terlalu banyak air dan
mengalami dehidrasi.
c. Bagaimana mekanisme timbulnya rasa haus?
Apabila kehilangan cairan terlalu banyak, osmoreseptor akan mendeteksi
kehilangan tersebut. Rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler,
sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan
yang mengakibatkan pernurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya
terjadi bersama dengan sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri.
Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh
tractus grastrointestinal
d. Apa saja faktor-faktor yang dapat menyebabkan tubuh manusia menjadi lemas?
Faktor fisiologis, di mana lemas disebabkan oleh situasi yang umumnya
menyebabkan kelelahan atau lemas pada sebagian besar orang. Contoh
penyebab lemas fisiologis adalah kurang tidur, bekerja berlebihan, latihan
fisik berlebihan, malnutrisi, dan paparan level suara yang tinggi. Lemas tipe
ini sering ditemukan pada remaja dan orang tua;
Efek samping obat – obatan dan zat seperti obat golongan sedatif, anti-
histamin, anti-depresan, dan alkohol.Gangguan persarafan atau otot, seperti
penyakit sklerosis multipel, Parkinson, distrofi otot, atau polio; Gangguan
medis lain, seperti hipotiroid, hipertiroid, diabetes, asma, penyakit paru
kronik, tuberkulosis, gagal jantung, stroke, anemia, lupus, hepatitis, infeksi
kronik seperti HIV-AIDS, atau kanker;
Gangguan kejiwaan, seperti depresi dan gangguan cemas.
Lemas kronik paling banyak disebabkan oleh gangguan kejiwaan, terutama
depresi. Sebanyak 20% penderita lemas kronik tidak memiliki penyebab yang
dapat diidentifikasi.
10 | P a g e
e. Apakah ada pengaruh suhu terhadap kondisi tubuh nelayan A?
nelayan A akan mengeluarkan banyak volume cairan, hal ini akan
menyebabkan sel-sel nelayan A mengalami krenasi akibat peningkatan osmoralitas
sehingga timbul rasa haus.
f. Apakah ada perbedaan komposisi air laut di siang dan pagi hari?
Tidak ada perbedaan pada komposisi air laut saat siang hari maupun saat
pagi hari, hanya saja yang membedakan adalah konsentrasi kandungan (salinitas)
pada garam-garam laut saat siang hari dan pagi hari.
Konsentrasi rata-rata seluruh garam-garaman yang terdapat dalam air lut
adalah salinitas. Salinitas adalah bilangan yang menunjukkan berapa gram
garam-garaman yang larut dalam air laut tiap-tiap kilo gram(gr/kg) biasanya
dinyatakan dalam persen (%) atau permil (%) Konsentrasi rata-rata seluruh garam
yang terdapat dalam air laut sebesar 3 % dari berat seluruhnya (berat air).
Komposisi air laut dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu :
1). pengupaan, semakin tinggi penguapan maka semakin tinggi pula
salinitas begitu pula sebaliknya semkin rendah penguapan maka semakin
rendah salinitas.
2). Curah hujan, makin banyak curah hujan maka salinitas makin rendah,
kebalikannya makin kecil curah hujan maka salinitasnya makin tinggi.
3). Air sungai yang bermuara ke laut, makin banyak air sungai yang
bermuara ke laut, maka salinitas air laut tersebut rendah.
4). Letak dan ukuran laut, laut-laut yang tidak berhubungan dengan laut
lepas dan terdapat di daerah arid maka salinitasnya tinggi.
5). Arus laut, laut-laut yang dipengaruhi arus panas maka salinitasnya akan
naik dan kebalikannya laut-laut yang dipengaruhi arus dingin maka
salinitasnya akan turun (rendah).
6). Angin, Kelembaban udara di atasnya, ini berhubungan dengan
penguapan dan penguapan berhubungan dengan besar kecilnya salinitas
air laut.
11 | P a g e
3-5 tahun <108/70 >116/76
6-9 tahun 114/74 122/78
10-12 tahun 122/78 >126/82
13-15 tahun 130/80 >136/86
16-20 tahun 136/84 >140/90
20-45 tahun 120-125/75-80 135/90
45-60 tahun 135-140/85 140/90-160/95
>65 tahun 150/85 160/90 (borderline)
12 | P a g e
lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan
risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller,
2010).
3. Olahraga
Di mana aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
4. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan dan menurunkan tekanan
darah.
5. Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.
6. Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor
predisposisi hipertensi
13 | P a g e
8) Perhatikan efek-emosi/ekspresi emosi klien (nampak sedih/gembira)
9) Amati cara bicara klien (hati-hati, spontan dalam menjawab, terputus-
putus diam/tidak mau bicara)
b. Lakukan Pemeriksaan Tanda-tanda Vital Klien sesuai dengan
Kebutuhan/kondisi Klien (pilih salah satu cara) dalam hal ini yaitu
pemeriksaan tekanan darah :
1) Atur posisi pasien, dimana posisi lengan yang akan diukur tekanan
darahnya sejajar jantung dengan telapak tangan menghadap ke atas
2) Perawat menempatkan diri sedemikian rupa sehingga dapat membaca
meniscus air raksa sejajar dengan garis mata
3) Pasang manset kira-kira 3 jari dari lipatan siku dan lilitkan pada lengan
kemudian kaitkan ujungnya sehingga ikatan tidak lepas atau rekatkan
velcrotapenya lilitan jangan terlalu longgar/terlalu sempit
4) Letakkan ujung jari diatas arteri brachialis dan raba denyutnya, atau
letakkan stetoskop dengan tepat diatas arteri brachialis dengan
penekanan sewajarnya
5) Tutup katup aliran udara dan pompakan balon sampai denyut nadi tak
teraba/terdengar. Pompakan udara lagi sampai air raksa naik ±20-30
mmHg diatas skala saat denyut nadi tidak terdengar/teraba
6) Buka katub aliran udara secukupnya, sehingga udara keluar dengan
kecepatan 2-3 mmHg perdenyut
7) Perhatikan skala angka pada manometer saat terdengar bunyi korotkof I
(suara yang pertama kali terdengar) dan catat sebagai tekanan sisolik.
8) Perhatikan skala angka pada manometer saat terdengar bunyi korotkof V
(suara yang terakhir kali terdengar) dan catat sebagai tekanan diastolik
9) Keluarkan sisa udara dengan cepat, lepaskan manset dan pasien dirapikan
kembali
10) Catat hasil pengukuran tekanan darah tersebut
Sistol/Diastole = Korotkof I/Korotkof V = 120/80 mmHg
11) Cuci tangan
12) Rapikan klien dan kembalikan alat-alat ketempat semula
14 | P a g e
f. Apa saja yang diperiksa saat pemeriksaan fisik?
pemeriksaan vital : Tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan
suhu tubuh
Pemeriksaan kesadaran : Mata, verbal dan motorik
Teknik Auskultasi
Teknik auskultasi adalah teknik pengukuran tekanan darah dengan cara
mendengarkan dengan suatu alat atau tidak. Adapun cara teknisnya dalam
melakukan pengukuran dengan teknik ini adalah sebagai berikut.
15 | P a g e
1. Jelaskan prosedur pada pasien.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Letakkan lengan pasien yang hendak diukur pada posisi terlentang.
5. Lengan baju dibuka.
6. Pasang manometer pada lengan kanan/kiri atas, sekitar 3 cm diatas fossa
cubiti (Siku lengan bagian dalam). Jangan terlalu ketat atau longgar.
7. Tentukan denyut nadi arteri radialis (nadi pada siku bagian dalam)
dekstra/sinistra dengan jari tangan kita.
8. Pompa balon udara manset sampai denyut arteri radialis tidak teraba.
9. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg lebih tinggi dari titik
radialis tidak teraba.
10. Letakkan diafragma stetoskop diatas arteri brakhialis dan dengarkan.
11. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan
dengan memutar sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
12. Catat mmHg manometer saat pertama kali denyut nadi terdengar nilai ini
menunjukkan tekanan sistolik dan catat mmHg denyut nadi yang terakhir
terdengar, niali ini menunjukkan tekanan dastolik.
Suara Korotkoff I : Menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara
auskultasi.
Suara Korotkoff IV/V: Menunjukkan besarnya tekanan diastolik
secara auskultasi.
13. Catat hasilnya pada catatan pasien.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
16 | P a g e
d. Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk
corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah
lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri
brakialis muncul Utara diantara kedua kaput otot biseps.
e. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik,
sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan
tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff
yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah
tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang.
4. Hasil pemeriksaan laboratorium
a. Apa saja yang diperiksa pada saat kondisi pasien seperti ini?
Pemeriksaan laboratorium dengan cara melakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk dilakukan Pemeriksaan Hematologi, yaitu Pemeriksaan panel
hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit,
indeks eritrosit dan trombosit, Pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah
Pemeriksaan mineral (elektrolit), utamanya dilakukan pada kadar Natrium
(Na), Kalium (K), dan Klorida (Cl). Tujuan pemeriksaan dengan ketiga indikator
ini adalah:
18 | P a g e
c. Glukosa (70 mg/dL. Normal: 70−115 mg/dL)
Pemeriksaan glukosa berada pada kondisi normal tetapi cukup rendah (batas
bawah).
d. Protein total (7 g/dL. Normal: 6,6−8,7 g/dL)
Pemeriksaan protein total tidak menunjukkan ketidaknormalan.
e. K (4 mEq/L. Normal: 3,5−5,2 mEq/L)
Pemeriksaan Kalium tidak menunjukkan ketidaknormalan.
f. HCO3- (20 mEq/L. Normal: 22−26 mEq/L)
Nilai ion bikarbonat sedikit di bawah nilai normal. Hal ini dapat menyebabkan
mual, muntah, kebingungan, hiperventilasi (pernapasan cepat), dan kelelahan
(fatigue).
g. PCO2 arteri (50 mmHg. Normal: 38−44 mmHg)
PCO2 nelayan A cukup tinggi (hipercapnia). Apabila pada kondisi PCO2 yang
naik terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka
terjadi koma.
h. Hb (14 g/dL. Normal: 13,4−18 g/dL)
Pemeriksaan Hemoglobin tidak menunjukkan ketidaknormalan.
i. pH (Normal: 7,35-7,45)
𝐻𝐶𝑂3−
𝑝H = pK + 𝑙𝑜𝑔 ( )
0,03𝑥𝑃𝐶𝑂2
20
= 6,1 + log (0,03𝑥50)
= 6,1 + 1,25
= 7,225 (Asidosis)
j. Tekanan Osmotik Darah (Normal: 282 – 295 mOsm/kgH2O)
Osmolalitas Darah
= (2 x [Na + K]) + (BUN / 2.8) + (glucose / 18)
= 2(160+4) + (7/2.8) + (70/18)
= 328 + 2.5 + 3.89
= 334.39 mOsm/kgH2O (Hipertonis)
19 | P a g e
Nafsu makan dan rasa lapar muncul sebagai akibat perangsangan beberapa
area di hipotalamus yang menimbulkan rasa lapar dan keinginan untuk mencari
dan mendapatkan makanan. Sinyal yang menuju hipotalamus dapat berupa sinyal,
neural, hormon, dan metabolit. Informasi dari organ viseral, seperti distensi
abdomen, akan dihantarkan melalui nervus vagus ke sistem saraf pusat. Sinyal
hormonal seperti leptin, insulin, dan beberapa peptida usus seperti peptida YY dan
kortisol & peptida usus ghrelin akan merangsang nafsu makan (senyawa
orexigenic). Hal ini ditandai dengan kontraksi perut.
b. Bagaimana mekanisme terjadinya lemas?
Adanya penumpukan asam laktat akibat kurangnya pasokan oksigen untuk
melakukan glikolisis sehingga tubuh pun menjadi lemas.
c. Apa saja faktor penyebab haus, lapar, dan lemas?
Penyebab haus:
Keringnya membran faring dan mulut, angiotensin II, kehilangan kalium,
dan faktor-faktor psikologis.
Penyebab lapar:
Ada aspek biologi dan psikologis yang mempengaruhi. Dari sisi aspek
biologi, Kemudian, muncul teori gula darah yang menyatakan bahwa manusia
merasa lapar ketika tingkat gula dalam darah menjadi rendah. Dari sisi aspek
psikologis, tampilan dan rasa makanan mempengaruhi keinginan manusia untuk
makan.
Penyebab lemas:
Faktor fisiologis, umumnya pada situasi yang menyebabkan kelelahan pada
sebagian besar orang. Contoh penyebab lemas fisiologis adalah kurang
tidur, bekerja berlebihan, latihan fisik berlebihan, malnutrisi, dan paparan
level suara yang tinggi. Sering ditemukan pada remaja dan orang tua;
Efek samping obat – obatan dan zat seperti golongan sedatif, anti-histamin,
anti-depresan, dan alkohol. Gangguan persarafan atau otot, seperti sklerosis
multipel, Parkinson, distrofi otot, atau polio; Gangguan medis lain, seperti
hipotiroid, hipertiroid, diabetes, asma, penyakit paru kronik,
tuberkulosis, gagal jantung, stroke, anemia, lupus, hepatitis, infeksi kronik
seperti HIV-AIDS, atau kanker;
20 | P a g e
Gangguan kejiwaan, seperti depresi dan cemas. Lemas kronik paling banyak
disebabkan oleh gangguan kejiwaan, terutama depresi. Sebanyak 20%
penderita lemas kronik tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi.
V. Sintesis
1. Dehidrasi
a. Pengertian
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena
hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasinya.
Dehidrasi juga dapat didefinisikan sebagai kehilangan air tubuh yang sering diikuti
oleh kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam tubuh.
Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat penurunan
asupan cairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna
atau insensible water loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh.
Berkurangnya volume total cairan tubuh menyebabkan penurunan volume cairan
intrasel dan ekstrasel. Manifestasi klinis dehidrasi erat kaitannya dengan deplesi
volume cairan intravaskuler. Proses dehidrasi yang berkelanjutan dapat
menimbulkan syok hipovolemia yang akan menyebabkan gagal organ dan kematian.
21 | P a g e
Cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki
dewasa dengan pembagian:
Cairan intraselular; Berada di dalam sel, meliputi sekitar 2/3 total cairan tubuh atau
40% massa tubuh. Merupakan bagian dari protoplasma dan menjadi tempat proses
metabolisme
Cairan ekstraselular; Berada di luar sel, meliputi sekitar 1/3 total cairan tubuh atau
20% massa tubuh. Terbagi tiga, yaitu cairan interstitial (10−15%), intravascular
(5%), dan transelular (1-3%). Berfungsi memberi bahan makanan bagi sel dan
mengeluarkan sampah sisa metabolisme.
Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu sesuai dengan jenis kelamin
dan umur individu tersebut.
b. Penyebab
Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan yang
buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss (IWL), atau
kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi volume intravaskuler.
Keberhasilan terapi membutuhkan identifi kasi penyakit yang mendasari kondisi
dehidrasi. Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering:
Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke,
tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fibrosis sistik, diabetes insipidus, dan luka
bakar. Penyebab timbulya dehidrasi bermacam-macam, selain penyebab timbulnya
dehidrasi dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu :
a. Eksternal (dari luar tubuh )
Penyebab dehidrasi yang berasal luar tubuh yaitu :
1. Akibat dari berkurangya cairan akibat panas yaitu kekurangan zat
natrium; kekurangan air; kekurangan natrium dan air.
22 | P a g e
2. Latihan yang berlebihan yang tidak dibarengi dengan asupan minuman.
3. Sinar panas matahari yang panas.
4. Diet keras dan drastis.
5. Adanya pemanas dalam ruangan.
6. Cuaca/musim yang tidak menguntungkan (terlalu dingin).
7. Ruangan ber AC , walaupun dingin tetapi kering.
8. Obat-obatan yang digunakan terlalu lama.
b. Internal (dari dalam tubuh)
Sedangkan penyebab terjadinya dehidrasi yang berasal dari dalam
tubuh disebabkan terjadinya penurunan kemampuan homeostatik. Secara
khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik
dan hiperosmolaritas. Disamping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan
penurunan respons ginjal terhadap vasopresin. Selain itu fungsi penyaringan
ginjal melemah, kemampuan untuk menahan kencing menurun, demam,
infeksi, diare, kurang minum, sakit, dan stamina fisik menurun.
c. Tipe dehidrasi
Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit.
Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya.
Kadar natrium serum merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula
darah normal.
Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang,
dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik,
dan dehidrasi hipotonik. Variasi kadar natrium mencerminkan jumlah cairan yang
hilang dan memiliki efek patofisiologi berbeda.
1. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Merupakan tipe yang paling sering (80%).
Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang
hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam
ruang intraseluler. Kadar natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-145
mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak
daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar
natrium serum (kurang dari 135 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum
(kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan intravaskuler
berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan
23 | P a g e
intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan
koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian
mielinolisis pontin sentral.
3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada
natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum
(lebih dari 145 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari
295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari
ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan
merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air kembali ke
sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat
untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel
tersebut akan menyebabkan infl uks cairan berlebihan yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah
konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48
jam dapat meminimalkan risiko ini.
d. Gejala
Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau
lebih)
Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian kembali 2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
kapiler
Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar
atau tidak teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera kembali
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
Mata Normal Cekung Sangat cekung
e. Penatalaksanaan
- Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang
24 | P a g e
Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui
pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan
volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis.12 Selama terjadi
gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya.
Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif
dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Jenis ORS yang
diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan glukosa 2-3 g/dL,
natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas
200-310 mOsm/L.
Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya
jus apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu
tinggi dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan
menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi
dehidrasinya.
Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS,
kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka
rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defisit cairan harus segera
dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi
sering, untuk meminimalkan distensi lambung dan refl eks muntah. Secara
umum, pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan
baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl
0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi
rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan, asupan oral dapat segera
diberikan.
- Dehidrasi Derajat Berat
Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi
rehidrasi intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik.
Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:
Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu
syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat
diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9%
sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari
perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien.
Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan
hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi
25 | P a g e
laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan
inotropik dapat diindikasikan.
Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan
pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan
cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja)
ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan
tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar
kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:
- Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
- Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat
badan di atas 10 kg
- Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan
di atas 20 kg
- Dehidrasi Isotonik
Pada kondisi isonatremia, defisit natrium secara umum dapat dikoreksi
dengan mengganti defisit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan
dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat
ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan
kadar kalium serum berada dalam rentang aman.
- Dehidrasi Hipotonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau
RL 20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat
berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan
rehidrasi. Koreksi defisit natrium melalui perhitungan = (Target natrium -
jumlah natrium saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang
cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9% sebagai
cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan
disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam).
Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk
mencegah mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi
cepat secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L)
direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.
26 | P a g e
- Dehidrasi Hipertonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% 20
mL/ kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap kedua, tujuan
utama adalah memulihkan volume intravaskuler dan mengembalikan kadar
natrium serum sesuai rekomendasi, akan tetapi jangan melebihi 10 mEg/L/24
jam. Koreksi dehidrasi hipernatremia terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi
neurologis, termasuk edema serebral dan kematian. Pemberian cairan harus
secara perlahan dalam lebih dari 48 jam menggunakan dextrose 5% dalam
NaCl 0,9%. Apabila pemberian telah diturunkan hingga kurang dari 0,5
mEq/L/jam, jumlah natrium dalam cairan rehidrasi juga dikurangi, sehingga
koreksi hipernatremia dapat berlangsung secara perlahan
28 | P a g e
Penurunan kadar gula dalam darah akan menimbulkan rasa lapar,
yang menimbulkan suatu perilaku yang disebut teori glukostatik
pengaturan rasa lapar dan perilaku makan, teori lipostatik dan teori
aminostatik.
Peningkatan kadar glukosa darah akan meningkatkan kecepatan
bangkitan neuron glukoreseptor di pusat kenyangdi nucleus ventro
medial dan paraventrikulat hipotalamus.
Peningkatan kadar gula juga secara bersamaan menurunkan
bangkitan neuron glukosensitif di pusat lapar hipotalamus lateral.
Pengaturan suhu dan asupan makan
Saat udara dingin, kecendrungan untuk makan akan meningkat.
Sinyal umpan balik dari jaringan adipose mengatur asupan
makanan.
Lapar dapat terjadi karena adanya stimulasi dari suatu faktor lapar, yang akan
mengirimkan impuls tersebut ke pusat lapar di otak, yakni hipotalamus bagian
lateral, tepatnya di nucleus bed pada otak tengah yang berikatan serat
pallidohypothalamus. Otak inilah yang akan menimbulkan rasa lapar pada manusia.
Setelah tubuh mendapat cukup nutrisi yang ditentukan oleh berbagai faktor, maka
akan mengirim impuls ke pusat kenyang yakni di nucleus ventromedial di
hipotalamus. Kemudian tubuh akan merasa puas akan makan, sehingga kita akan
berhenti makan.
f. Faktor yang mempengaruhi lapar
1. Hipotesis Lipostatik
Leptin yang terdapat di jaringan adiposa akan menghitung atau mengukur
persentase lemak dalam sel lemak di tubuh, apabila jumlah lemak tersebut rendah,
maka akan membuat hipotalamus menstimulasi kita untuk merasa lapar dan
makan.
2. Hipotesis Hormon Peptida pada Organ Pencernaan
Contohnya kolesitokinin. Kolesitokinin berperan dalam menyerap nutrisi
makanan. Apabila jumlah kolesitokinin dalam GI rendah, maka hipotalamus akan
menstimulasi kita untuk memulai pemasukan makanan ke dalam tubuh.
29 | P a g e
3. Hipotesis Glukostatik
Jika dalam darah kekurangan glukosa,maka tubuh kita akan memerintahkan
otak untuk memunculkan rasa lapar dan biasanya ditandai dengan pengeluaran
asam lambung.
4. Hipotesis Termostatik
Apabila suhu dingin atau suhu tubuh kita di bawah set point, maka
hipotalamus akan meningkatkan nafsu makan kita.
5. Neurotransmitter
Misalnya saja, adanya norepinephrine dan neuropeptida Y akan membuat kita
mengkonsumsi karbohidrat. Apabila adanya dopamine dan serotonine, maka kita
tidak mengkonsumsi karbohidrat.
6. Kontraksi di Duodenum dan Lambung
Kontraksi yaitu kontraksi yang terjadi bila lambung telah kosong selama
beberapa jam atau lebih. Ketika kontraksi sangat kuat, kontraksi ini bersatu
menimbulkan kontraksi tetanik yang kontinius selama 2-3 menit.
7. Psikososial
Bau, rasa, dan tekstur makanan juga memicu rasa lapar. Warna makanan juga
memperngaruhi rasa lapar. Stres juga dapat berpengaruh terhadap nafsu makan,
tetapi ini bergantung pada masing-masing individu.
g. Pengertian lemas
Lemas adalah suatu gejala atau sensasi kurangnya tenaga.Lemas dapat
dirasakan pasien sebagai rasa kurang berenergi atau tidak sanggup melakukan
pekerjaan sehari – hari. Pada lemas sekunder akibat penyakit saraf atau gangguan
medis, ditemukan gejala lain selain lemas yang lebih menonjol.Lemas yang
dirasakan lebih dari 6 bulan (kronik) umumnya disertai gejala lain di samping lemas,
antara lain gangguan ingatan atau konsentrasi, nyeri menelan, pembesaran kelenjar
getah bening leher atau ketiak, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, tidur yang tidak
nyenyak, dan rasa tidak enak badan setelah beraktivitas.
h. Penyebab lemas
Lemas dapat disebabkan oleh:
Faktor fisiologis, di mana lemas disebabkan oleh situasi yang umumnya
menyebabkan kelelahan atau lemas pada sebagian besar orang. Contoh penyebab
lemas fisiologis adalah kurang tidur, bekerja berlebihan, latihan fisik berlebihan,
30 | P a g e
malnutrisi, dan paparan level suara yang tinggi. Lemas tipe ini sering ditemukan
pada remaja dan orang tua;
Efek samping obat – obatan dan zat seperti obat golongan sedatif, anti-histamin,
anti-depresan, dan alkohol.Gangguan persarafan atau otot, seperti penyakit
sklerosis multipel, Parkinson, distrofi otot, atau polio; Gangguan medis lain,
seperti hipotiroid, hipertiroid, diabetes, asma, penyakit paru kronik,
tuberkulosis, gagal jantung, stroke, anemia, lupus, hepatitis, infeksi kronik
seperti HIV-AIDS, atau kanker;
Gangguan kejiwaan, seperti depresi dan gangguan cemas.
Lemas kronik paling banyak disebabkan oleh gangguan kejiwaan, terutama
depresi. Sebanyak 20% penderita lemas kronik tidak memiliki penyebab yang
dapat diidentifikasi.
i. Mekanisme lemas
Mekanisme lemas yaitu tubuh awalnya akan merasakan kurang tenaga dan
sulit untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Saat merasakan lemas seseorang
bisa sampai pada penglihatannya yang berkunang-kunang. Lemas pada seseorang ini
bisa berbeda-beda dan tak jarang lemas juga bisa mengidentifikasikan seseorang
mengalami gangguan. Misalnya yaitu diabetes melitus. Saat seseorang mengalami
tingginya gula darah pada tubuh bisa menyebabkan seseorang diabetes melitus.
Berbeda pula dengan kasus yang lain misalnya anemia yaitu bisa lemas karena fungsi
ginjal menurun sehingga menyebabkan adanya perasaan tidak seimbang dan lemas.
j. Penatalaksanaan lemas
Secara umum, pasien dengan lemas dapat disarankan untuk:
Tidur cukup selama 7 – 8 jam per malam;
Mengatur waktu bangun pagi yang teratur;
Menambah kegiatan fisik pada siang hari;
Menghindari kegiatan fisik berat pada sore dan malam hari menjelang waktu
tidur;
Meningkatkan paparan terhadap cahaya terang;
Mandi air hangat 2 jam sebelum tidur;
Menghindari kafein, rokok, alkohol, dan makan berlebihan pada malam hari;
Tidur siang maksimal selama 1 jam.
31 | P a g e
3. Keseimbangan mineral dan asam-basa
a. Sistem keseimbangan mineral tubuh
Tarwoto (2009: 41−44) menyatakan bahwa keseimbangan elektrolit sangat
penting karena total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbangan cairan,
regulasi asam basa, proses fasilitasi kerja enzim, dan transmisi reaksi neuromuscular.
Berikut adalah proses keseimbangan beberapa elektrolit dalam tubuh:
a. Natrium
Pengaturan konsentrasinya dilakukan oleh ginjal, jika konsentrasi natrium
serum menurun, ginjal akan mengeluarkan cairan sehingga konsentrasi
natrium akan meningkat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan konsentrasi
natrium serum akan terjadi pelepasan ADH dan ginjal akan menahan cairan
b. Kalium
Pengaturannya dipengaruhi perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel,
perubahan pH, dan hormon aldosteron
c. Kalsium
Pengaturannya dilakukan melalui hormon kalsitonin yang dihasilkan kelenjar
tiroid dan hormon paratiroid. Jika kadar kalsium darah rendah, maka hormon
paratiroid dilepaskan sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi kalsium tulang
dan jika kadar kalsium darah tinggi, hormone paratiroid digantikan tugasnya
oleh hormon kalsitonin yang menghambat reabsorbsi kalsium tulang
d. Magnesium
Diabsorpsi dari usus halus, peningkatan absorpsi dipengaruhi vitamin D dan
hormon paratiroid
e. Fosfat
Pengaturan konsentrasinya dilakukan oleh hormon paratiroid dan
berhubungan dengan kadar kalsium. Jika kadar kalsium meningkat akan
menurunkan kadar fosfat, dan sebaliknya.
f. Klorida
Disekresi dan direabsorbsi bersama Natrium di ginjal dalam bentuk
NaCl.Pengaturannya dilakukan oleh hormon aldosteron.
g. Bikarbonat
Disekresi dan direabsorbsi oleh ginjal dan berkaitan erat dengan mekanisme
menjaga keseimbangan asam-basa tubuh
32 | P a g e
b. Sistem keseimbangan asam dan basa tubuh
Dalam upaya menjaga fungsi selular, tubuh mengembangkan mekanisme
untuk menjaga konsentrasi H+ dalam kisaran yang sempit, sekitar 37 to 43 nmol/L
(pH 7.43 to 7.37) dan idealnya pada 40 nmol/L (pH = 7.40). Gangguan pada
mekanisme ini dalam menimbulkan konsekuensi klinis yang berbahaya. Porter
(2011: 987−988) menyatakan bahwa keseimbangan asam-basa diatur oleh larutan
penyangga kimia, paru-paru, dan eliminasi zat oleh ginjal dengan mekanisme:
a. Penyangga kimiawi:
Penyangga kimiawi ekstraseluler terpenting adalah sistem HCO3-/CO2,
ditunjukkan dengan persamaan: described by the equation:
H+ + HCO3-↔ H2CO3↔ CO2 + H2O
Peningkatan konsentrasi H+mendorong reaksi ke arah kanan dan menghasilkan
CO2.Konsentrasi CO2 diatur oleh ventilasi alveolar, sementara konsentrasi H+
and HCO3- dapat diatur oleh ekskresi renal. Hubungan antara HCO3-dan
CO2dalam sistem ini dapat dijelaskan oleh persamaan Henderson-Hasselbalch:
H+ = 24 × PCO2/HCO3-
Persamaan ini menggambarkan bahwa keseimbangan asam-basa bergantung
pada rasio PCO2 and HCO3-, bukan pada nilai absolut satu sama lain. Dengan
formula ini, salah satu nilai (H+atau PCO2) dapat digunakan untuk menghitung
nilai yang lain (biasanya HCO3-).
Larutan penyangga fisiologis lain meliputi fosfat dan protein
(organik/anorganik) intraselular, termasuk Hb di eritrosit. Contoh larutan
penyangga lain adalah fosfat dan protein plasma ekstraselular. Tulang juga
dapat menjadi laruta penyangga setelah konsumsi HCO3- ekstraselular.Dalam
prosesnya, tulang melepaskan Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dan Kalium
Bikarbonat (KHCO3) untuk proses pertukaran H+. Dengan penambahan asam
secara berkepanjangan, tulang melepaskan kalsium karbonat (CaCO3) and
kalsium fosfat (CaPO4).Apabila asidemia terus terjadi, tulang dapat mengalami
demineralisasi dan osteoporosis.
b. Pulmonary regulation:
Konsentrasi CO2diatur oleh perubahan volume udara pernapasan biasa
(tidal) dan respiratory rate (minute ventilation).Perubahan pH dirasakan
kemoreseptor arterial dan meningkatkan volume tidal atau respiratory rate.Hal
ini menyebabkan CO2dihembuskan dan pH darah bertambah (respon keadaan
33 | P a g e
asidosis), dan sebaliknya pada keadaan alkalosis. Proses ini umunya
berlangsung cukup lama dengan efektivitas 50−75%.
c. Regulasi renal:
Ginjal mengatur pH dengan mengatur jumlah HCO3-yang direabsorbsi dan
jumlah H+ yang diekskresikan (peningkatan HCO3-sebanding dengan ekskresi
H+). Perubahan ini terjadi beberapa jam atau harisetelah perubahan status
asam-basa tubuh. Berikut ini mekanismenya:
Reabsorpsi HCO3-terjadi paling banyak di tubulus proksimal dan sedikit di
tubulus kolektivus,
H2O dalam sel tubular berdisosiasi menjadi H+ and hidroksida (OH-).
Dengan kehadiran enzim karbonik anhidrase, OH-bergabung dengan
CO2untuk membentuk HCO3- dan ditransportasikan kembali ke kapiler
peritubular, dimana H+disekresikan ke dalam lumen tubular dan bergabung
dengan HCO3-tersaring untuk membentuk CO2dan H2O yang juga
direabsorbsi
Ion HCO3-yang direabsorbsi diregenerasi dan menjadi tidak sama dengan
HCO3- tersaring. Peningkatan proses ini terjadi bila ada penurunan
efektivitas volume sirkulasi (seperti terapi diuretik). Selain itu, peningkatan
PCO2juga meningkatkan reabsorpsi HCO3-, dan sebaliknya pengurangan
Cl- meningkatkan reabsorpsi Na+ serta regenerasi HCO3- oleh tubulus
proksimal.
Asam diekskresikan secara aktif ke dalam tubulus proksimal dan distal dan
digabungkan dengan penyangga urine (HPO42-, kreatinin, asam urat, dan
amonia/NH3). Sistem buffer ammonia penting karena buffer lain dapat
disaring pada konsentrasi tetap dan habis dalam kondisi asam tinggi,
berbeda dengan amonia yang dihasilkan sel tubular untuk merespon
masuknya asam.
34 | P a g e
Natrium Hiper- Haus, kulit kering dan Dehidrasi dan Pemasukan
(135−145) natremia(>14 kerut,penurunan volume hilangnya cairan (konsumsi) air
5) darah dan tekanan darah, hipotonis. atau infus
dan kolaps sistem intravena larutan
sirkulasi. hipotonis.
35 | P a g e
kalsemia intestinum, detak jantung D, gagal ginjal, kalsium dan
(<4,5) lemah, a arrhythmia hipo- vitamin D
jantung, osteoporosis paratiroidisme,
hipomagnesemia
Magnesium Hiper- Pusing, letargi (penurunan Overdosis Infus larutan
(1,4–2,0) magnesemia( kesadaran), depresi suplemen hipotonis untuk
>2,0) pernapasan, hipotensi magnesium menurunkan
atauantasida konsentrasi Mg
(jarang) plasma
Hipo- Hipokalsemia, pelemahan Diet buruk, Infus intravena
magnesemia otot, arrhythmia jantung, alkoholisme, larutan kaya
(<1,4) hipertensi diare parah, Mg2+
penyakit ginjal,
sindrom
malabsorpsi,
ketoasidosis
Fosfat Hiper- Tak ada gejala khusus. Diet tinggi fosfat, Pengurangan
(1,8–3,0) fosfatemia(> Pada keadaan kronis dapat hipo- diet fosfat,
3,0) menyebabkan kalsifikasi paratiroidisme suplementasi
jaringan halus. PTH
Hipo- Anoreksia, pusing, Diet buruk, Peningkatan
fosfatemia pelemahan otot, kardio penyakit ginjal, diet,
(<1,8) myopati, osteoporosis sindrom suplementasi
malabsorpsi, vitamin D dan
hiper- ataukalsitriol
paratiroidisme,
defisiensi vitamin
D
Klorida (100- Hiper- Asidosis, hiperkalemia Diet berlebih, Infus larutan
108) kloremia peningkatan hipotonis untk
(>108) retensi klorida menurunkan
konsentrasi Cl
plasma
36 | P a g e
Hipo- Alkalosis, anoreksia, kaku Muntah, Penggunaan
kloremia otot, apathy hipokalemia diuretik dan
(<100) infus larutan
garam hipertonis
4. Air laut
a. Pengertian
Air laut adalah zat pelarut yang bersifat sangan berdaya guna, yang mampu
melarutkan zat-zat lain dalam umlah yang bebih besar dari pada zat cair lain. Sifat ini
dapat dilihat dari banyaknya unsur-unsur pokok yang terdapat dalam air laut.
Diperkirakan hampir sebesar 48.000 triliun ton garam yang larut dalam air laut.
Garam-garaman tersebut terdiri dari sodium chlorida 38.000 triliun ton, sulphates
3.000 triliun ton , magnesium 1.600 triliun ton, potassium 480 triliun ton dan bromide
83 triliun ton. Clorida merupakan zat yang paling banyak terkandung dalam air laut.
Sedangkan zat sodium (NaCl) atau garam dapur merupakan zat clorida yang
persentasenya paling besar.
b. Salinitas
Seluruh barang padat yang laut dalam air laut disebut garam-garaman.
Konsentrasi ratarata seluruh garam-garaman yang terdapat dalam air lut adalah
salinitas. Salinitas adalah bilangan yang menunjukkan berapa gram garam-garaman
yang larut dalam air laut tiap-tiap kilogram (gr/kg) biasanya dinyatakan dalam persen
(%) atau permil (%0). Konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat dalam air laut
38 | P a g e
sebesar 3 % dari berat seluruhnya (berat air). Pada laut-laut yang berhubungan
biasanya perbedaan salinitas kecil, namun perbedaan tersebut akan nampak pada laut-
laut tertentu yang terpisah dari laut lepas. Berikut ini faktorfaktor yang mempengaruhi
besar-kecilnya salinitas air laut, yaitu :
1. Penguapan, penguapan makin besar maka salinitas makin tinggi,
kebalikannya makin kecil penguapan maka salinitasnya makin rendah.
2. Curah hujan, makin banyak curah hujan maka salinitas makin rendah,
kebalikannya makin kecil curah hujan maka salinitasnya makin tinggi.
3. Air sungai yang bermuara ke laut, makin banyak air sungai yang bermuara
ke laut, maka salinitas air laut tersebut rendah.
4. Letak dan ukuran laut, laut-laut yang tidak berhubungan dengan laut lepas
dan terdapat di daerah arid maka salinitasnya tinggi.
5. Arus laut, laut-laut yang dipengaruhi arus panas maka salinitasnya akan
naik dan kebalikannya laut-laut yang dipengaruhi arus dingin maka
salinitasnya akan turun (rendah).
6. Angin, kelembaban udara di atasnya, ini berhubungan dengan penguapan
dan penguapan berhubungan dengan besar kecilnya salinitas air laut.
c. Komposisi air laut
NaCl = 77,70 %
MgCl2 = 10,88 %
MgSO4 = 4,74 %
CaSO4 = 3,60 %
K2SO4 = 2,64 %
CaCl3 = 0,34 %
MgBr = 0,22 %
Chlorin (Cl- ) 55,04 %
Natrium (Na+ ) 30,61
Magnesium (Mg2+) 3,69
Sulfur (SO4 2-) 7,68
Calcium (Ca2+) 1,16
Potassium (K+ ) 1,10
Bikarbonat (HCO3 - ) 0,41
Bromin (Br- ) 0,19
39 | P a g e
5. Pemeriksaan fisik (tekanan darah)
a. Pengertian pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan tubuh pasien secara
keseluruhan/hanya bagian tertentu yang dianggap penting oleh tenaga kesehatan.
Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk
mengidentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari
keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala
pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah
kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam
medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuantemuan klinis
yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.
b. Teknik pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pengkajian data dengan caramelihat/observasi.Inspeksi juga menggunakan
indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas
dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau
yang berasal dari pasien.
Palpasi
Pengkajian data dengan cara meraba. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan
memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal,
Perkusi
40 | P a g e
Pengkajian data dengan cara mengetuk. Perkusi adalah menepuk permukaan
tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas
struktur atau cairan atau udara di bawahnya.
Auskultasi
Pengkajian data dengan cara mendengarkan suatu alat/tidak. Umumnya,
auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan.
Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara
dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran
darah yang melalui sistem kardiovaskular. Auskultasi dilakukan dengan
stetoskop.
c. Mekanisme pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik tentulah memiliki mekanismenya yaitu
sebagai berikut.
1. Temui Klien Saudara, dapatkan informasi tentang: nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, alamat, kebangsaan. Komunikasikan kepada klien saudara tentang
rencana pemeriksaan yang akan dilakukan (bila memungkinkan) atau
komunikasikan kepada keluarganya.
2. Jelaskan tentang maksud dan tujuan dilakukan pemeriksaan fisik prosedur,
waktu dan tempat pemeriksaan. Kalau perlu kosongkan kandung kemih/rektum
(anjurkan klien untuk BAB/BAK lebih dahulu).
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan (sesuai dengan kebutuhan).
4. Siapkan lingkungan yang aman dan nyaman.
5. Ambil status klien dan lakukan pemeriksaan di bawah ini :
a. Lakukan pemeriksaan keadaan/penampilan umum klien :
1) Amati bentuk tubuh klien dan temukan kelainan-kelainan yang ada
2) Amati sikap dan cara berjalan klien
3) Kaji hygiene dan pemeliharaan kebersihan tubuh klien
4) Amati kebersihan pakaian dan kedudukannya pada badan/tubuh klien
5) Hirup bau badan klien(berbau/tidak)
6) Perhatikan status kesehatan klien
7) Tanyakan dan dengarkan keluhan-keluhan klien/apa yang dirasakan
oleh klien
8) Perhatikan afek-emosi/ekspresi emosi klien (nampak sedih/gembira)
9) Amati cara bicara klien (hati-hati, spontan dalam menjawab, terputus-
putus diam/tidak mau bicara)
41 | P a g e
b. Lakukan Pemeriksaan Tanda-tanda Vital Klien sesuai dengan
Kebutuhan/kondisi Klien (pilih salah satu cara) dalam hal ini yaitu
pemeriksaan tekanan darah :
1) Atur posisi pasien, dimana posisi lengan yang akan diukur tekanan
darahnya sejajar jantung dengan telapak tangan menghadap ke atas
2) Perawat menempatkan diri sedemikian rupa sehingga dapat
membaca meniscus air raksa sejajar dengan garis mata
3) Pasang manset kira-kira 3 jari dari lipatan siku dan lilitkan pada
lengan kemudian kaitkan ujungnya sehingga ikatan tidak lepas atau
rekatkan velcrotapenya lilitan jangan terlalu longgar/terlalu sempit.
4) Letakkan ujung jari diatas arteri brachialis dan raba denyutnya, atau
letakkan stetoskop dengan tepat diatas arteri brachialis dengan
penekanan sewajarnya
5) Tutup katub aliran udara dan pompakan balon sampai denyut nadi
tak teraba/terdengar. Pompakan lagi udara sampai air raksa naik
sekitar 20-30 mmHg diatas skala saat denyut nadi tidak
terdengar/teraba
6) Buka katub aliran udara secukupnya, sehingga udara keluar dengan
kecepatan 2-3 mmHg perdenyut
7) Perhatikan skala angka pada manometer saat terdengar bunyi
korotkof I (suara yang pertama kali terdengar) dan catat sebagai
tekanan sisolik.
8) Perhatikan skala angka pada manometer saat terdengar bunyi
korotkof V (suara yang terakhir kali terdengar) dan catat sebagai
tekanan diastolik
9) Keluarkan sisa udara dengan cepat, lepaskan manset dan pasien
dirapikan kembali
10) Catat hasil pengukuran tekanan darah tersebut Sistol/Diastole =
Korotkof I/Korotkof V = 120/80 mmHg
11) Cuci tangan
12) Rapikan klien dan kembalikan alat-alat ketempat semula
d. Faktor-faktor yang memengaruhi tekanan darah
A. Ras
Data dari Thierd National hearth and Nutriti survey ( NHANES III, 1988-
1991) menunjukkan bahwa orang dengan ras kulit hitam cenderung memiliki
42 | P a g e
tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang berkulit putih. Diantara orang
berusia 18 tahun keatas, perbandingan jumlah penderita hipertensinya adalah
32,4% berkulit hitam dan 23,3% berkulit putih (Sheps, 2005).
B. Faktor keluarga
Mereka yang anggota keluarganya mempunyai sejarah tekanan darah tinggi,
penyakit kardiovaskuler atau dibetes, biasanya penyakit itu juga akan menurun
ke pada anak-anaknya. Dugaan ini dengan sendirinya hendak membuktikan
bahwa 12 faktor genetik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tekanan
darah (Rusdi & Isnawati, 2009).
C. Umur
Sering bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit hipertensi
juga semakin meningkat. Meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala
usia, namun paling sering di jumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas.
Diantara orang Amerika baik yang berkulit hitam maupun berkulit putih yang
berusia 65 tahun keatas, setengahnya menderita penyakit hipertensi (Sheps,
2005). Sementara itu menurut Muhammadun AS (2010) bahwa sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah,
tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah
diastoliknya sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun secara drastis.
D. Jenis kelamin
Pada pria umumnya lebih banyak memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada
perempuan (Muhammadun AS, 2010). Tetapi bagi wanita yang telah
mengalami monopause lebih bervariasi tekanan darahnya. Para pakar menduga
perubahan hormon berperan besar dalam perubahan tekanan darah di kalangan
wanita usia lanjut ( Muhammadun AS, 2010).
E. Viskositas Darah
Viskositas darah juga dapat juga mempengaruhi tekanan darah seseorang.
Tahanan yang diberikan oleh arteriole dari ukuran tertentu bergantung pada
viskositas darah. Darah yang merupakancairan kental, lengket, yang
memberikan tekanan dua sampai tiga kali lebih besar dari pada air biasa atau
13larutan garam. Viskositas darah bergantung pada plasma dan sebagaimana
pada jumlah sel darah merah yang ada. Viskositas darah biasanya konstan,
tetapi merupakan cairan kental.Pengurangan dalam jumlah sel darah merah
yang beredar sedikit berpengaruh pada viskositas, akan tetapi akan meningkat
43 | P a g e
pada polisetemia. Viskositas darah yang rendah akan berhubungan dengan
tekanandarahrendah dan darah berviskositas tinggi dengan tekanan darah tinggi
(Green, 2008).
F. Cepat lambatnya jantung bergerak
Pada umumnya ketika jantung berdetak maka tekanan darah pun akan
meningkat. Ketika detak jantung menurun, makanya tekanan darah pun akan
menurun. Bukan hanya tekanan darah yang dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal, detak jantung juga di pengaruhi oleh beberapa hal termasuk sistem saraf,
hormon, suhu tubuh, medikasi dan penyakit.
G. Jumlah volume cairan (darah) yang dipompa jantung pada setiap detaknya
(stroke volume)
Ketika kita sedang beristirahat, volume gerakannya sama dengan jumlah darah
yang dibawa pembuluh vena kembali ke jantung, Tetapi, bila di bawah kondisi
yang menegangkan, sistem saraf bisa meningkatkan Stroke volume dengan
membuat pompa jantung menjadi lebih keras
H. Hambatan aliran darah
Peredaran darah dalam pembuluh-pembuluh yang lebih sempit menghadapi
lebih banyak resistensi dari pada peredaran darah melalui pembuluh darah
yang lebih besar
e. Teknik pengukuran tekanan darah
Adapun teknik pengukuran tekanan darah yakni sebagai berikut:
Teknik Palpasi
Teknik palpasi yaitu teknik pengukuran tekanan darah dengan cara meraba. Adapun
rangkaian pelaksanaan tekniknya yaitu sebagai berikut.
1. Jelaskan prosedur pada pasien.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Letakkan lengan pasien yang hendak diukur pada posisi terlentang.
5. Lengan baju dibuka.
6. Pasang manometer pada lengan kanan/kiri atas, sekitar 3 cm diatas fossa cubiti
(Siku lengan bagian dalam). Jangan terlalu ketat atau terlalu longgar.
4. Tentukan denyut nadi arteri radialis (nadi pada siku bagian dalam)
dekstra/sinistra dengan jari tangan kita.
5. Pompa balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba.
44 | P a g e
6. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg lebih tinggi dari titik radialis
tidak teraba.
7. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan dengan
memutar sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
8. Catat mmHg manometer saat pertama kali denyut nadi teraba. Nilai ini
menunjukkan tekanan sistolik secara palpasi dan tak mungkin dengan cara ini
menemukan tekanan diastolik.
9. Catat hasil.
10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Teknik Auskultasi
Teknik auskultasi adalah teknik pengukuran tekanan darah dengan cara
mendengarkan dengan suatu alat atau tidak. Adapun cara teknisnya dalam
melakukan pengukuran dengan teknik ini adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan prosedur pada pasien.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Letakkan lengan pasien yang hendak diukur pada posisi terlentang.
5. Lengan baju dibuka.
6. Pasang manometer pada lengan kanan/kiri atas, sekitar 3 cm diatas fossa cubiti
(Siku lengan bagian dalam). Jangan terlalu ketat atau terlalu longgar.
7. Tentukan denyut nadi arteri radialis (nadi pada siku bagian dalam)
dekstra/sinistra dengan jari tangan kita.
8. Pompa balon udara manset samapi denyut nadi arteri radialis tidak teraba.
9. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg lebih tinggi dari titik radialis
tidak teraba.
10. Letakkan diafragma stetoskop diatas arteri brakhialis dan dengarkan.
11. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan dengan
memutar sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
12. Catat mmHg manometer saat pertama kali denyut nadi terdengar nilai ini
menunjukkan tekanan sistolik dan catat mmHg denyut nadi yang terakhir
terdengar, niali ini menunjukkan tekanan dastolik.
Suara Korotkoff I : Menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara
auskultasi.
45 | P a g e
Suara Korotkoff IV/V: Menunjukkan besarnya tekanan diastolik secara
auskultasi.
13. Catat hasilnya pada catatan pasien.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pengertian
Pemeriksaan laboratorium adalah tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus
dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine, darah,
sputum, dan sebagainya untuk menentukan diagnosis atau membantu menentukan
diagnosis penyakit bersama dengan tes penunjang lainya, anamnesis, dan
pemeriksaan lainya.
b. Tujuan pemeriksaan laboratorium
Skrining/uji saring adanya penyakit subklinis
46 | P a g e
Konfirmasi pasti diagnosis
Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis
Membantu pemantauan pengobatan
Menyediakan informasi prognostic atau perjalan penyakit
Memantau perkembangan penyakit
Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit yang banyak dijumpai dan potensial
membahayakan
Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati
penyakit
c. Mekanisme
1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung
darah lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri
dari neutrofi l (segmente dan bands), basofi l, eosinofi l, limfosit dan monosit.
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan
remaja,umumnya lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun
kemudian.Nilai pada orang dewasa umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga
kelompok umurdi atas. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi digunakan
untuk mendiagnosisdan memantau pasien dengan perdarahan, gangguan
pembekuan darah, cederavaskuler atau trauma.
2. Pemeriksaan Elektrolit
• Natrium (Na+)
• Kalium (K+)
• Klorida (Cl-)
Nilai normal : 97 - 106 mEq/L SI unit : 97 - 106 mmol/L
• Glukosa (Fasting Blood Sugar/FBS)
Nilai normal : ≥ 7 tahun : 70 - 100 mg/dL SI unit : 3,89 - 5,55 mmol/L
12 bulan - 6 tahun: 60-100 mg/dL SI unit : 3,33 - 5,55 mmol/L
• Calsium (Ca++)
Nilai normal : 8,8 – 10,4 mg/dL SI unit : 2,2 – 2,6 mmol/L
• Fosfor anorganik (PO4)
Nilai normal : Pria; 0-5 tahun : 4-7 mg/dL SI unit:1,29-2,25 mmol/L
6-13 tahun: 4-5,6 mg/dL SI unit : 1,29-1,80 mmol/L
47 | P a g e
14-16 tahun:3,4-5,5 mg/dL SI unit 1,09-1,78 mmol/L
17-19 tahun: 3-5 mg/dL SI unit: 0,97-1,61 mmol/L
≥20 tahun: 2,6-4,6 mg/dL SI unit: 0,89-1,48 mmol/L
wanita; 0-5 tahun: 4-7 mg/dL SI unit :1,29-2,25 mmol/L
6-10 tahun: 4,2-5,8 mg/dL SI unit: 1,35-1,87 mmol/L
11-13 tahun: 3,6-5,6 mg/dL SI unit : 1,16-1,8 mmol/L
14-16 tahun: 3,2-5,6 mg/dL SI unit : 1,03-1,8 mmol/L
≥17 tahun: 2,6-4,6 mg/dL SI unit: 0,84-1,48 mmol/L
• Asam Urat
Nilai normal :
Pria ; ≥ 15tahun:3,6-8,5mg/dL SI unit :214-506 μmol/L
Wanita;> 18 tahun: 2,3 – 6,6 mg/dL SI unit : 137 – 393 μmol/L
• Magnesium (Mg2+)
Nilai normal: 1,7 - 2,3 mg/dL SI unit : 0,85 – 1,15 mmol/L
3. Analisa gas darah (AGD)
Analisis dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dan untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dapat dilakukan
pada pembuluh arteri untuk melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2
4. Urinalisis (UA)
UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan
fungsi hati, gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.
5. Pemeriksaan Faal Ginjal
Fungsi pemeriksaan faal ginjal adalah:
untuk mengidentifi kasi adanya gangguan fungsi ginjal
untuk mendiagnosa penyakit ginjal
untuk memantau perkembangan penyakit
untuk memantau respon terapi
untuk mengetahui pengaruh obat terhadap fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Gastrointesinal
7. Pemeriksaan fungsi hati
Tes fungsi hati adalah tes yang menggambarkan kemampuan hati untuk
mensintesaprotein (albumin, globulin, faktor koagulasi) dan memetabolisme
zat yang terdapatdi dalam darah.
8. Pemeriksaan lemak
48 | P a g e
9. Imunologi & Serologi
10. Pemeriksaan mikrobiologi
d. Nilai normal hasil pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN NILAI NORMAL SATUAN
49 | P a g e
VI. Kerangka Konsep
VII. Resume
Dehidrasi dan rasa lemas yang dialami oleh nelayan-nelayan yang tenggelam
disebabkan beberapa faktor, mulai dari asidosis (metabolik dan respiratorik),
hipoglikemia, hipernatremia, dan hiperkloremia yang semuanya mengarah
ketidakseimbangan dalam tubuh, baik kadar cairan, elektrolit dan asam-basa. Nelayan A
mengalami gangguan yang lebih berat karena konsumsi air laut yang tinggi garam dan
meningkatkan kadar elektrolit tertentu sampai keadaan yang abnormal.
50 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Slemba Medika.
Huang, L.H., Anchala, K.R., Ellsbury, L., George, S.C., 2009. Dehydration. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/906999-overview. [diakses tanggal 14
Oktober 2015].
Johannes, Roy, Diana S. Purwanto, Stefana H. M. Kaligis. 2014. Kadar Klorida Serum pada
Latihan Fisik Intensitas Sedang Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi. Jurnal. Manado: Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.
Johnson, Joyce Y. 2008. Fluids and Electrolytes Demystified. New York: Mc Graw Hill.
Latief, A., dkk., 2005.Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Hassan, R., Alatas, H. Jilid 1.
Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 278-281.
Leksana, Eri. 2015. CDK-224. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi, 42 (1). 70-73.
Martini, Frederic H., Judi L. Nath, dan Edwin F. Bartholomew. 2015. Fundamentals of
Anatomy and Physiology Tenth Edition. San Fransisco: Pearson.
51 | P a g e
Maxima. tt. “Elektrolit”. http://maximalab.co.id/page-service/services?id=13, diunduh pada
14 Oktober 2015, pukul 18.07 WIB.
Nasution, Ali Napiah. 2012. Kebutuhan Cairan pada Tubuh Manusia. 13 Oktober 2015.
http://aallinafiah.blogspot.co.id/2012/06/kebutuhan-cairan-pada-tubuh-
manusia.html .
O’Callaghan C. (2009). At a Glance Sistem Ginjal: Kelainan Metabolisme Natrium dan Air,
Gagal Ginjal Kronik: Komplikasi Klinis dan Tata Laksananya. 2nd ed. Jakarta:
Erlangga Medical Series, 2009. (Halaman 47,95).
O’Callaghan C. At a Glance Sistem Ginjal: Kelainan Metabolisme Natrium dan Air, Gagal
Ginjal Kronik: Komplikasi Klinis dan Tata Laksananya. 2nd ed. Jakarta: Erlangga
Medical Series, 2009. (Halaman 47, 95).
Pengambean Marulam M. dkk. 2005. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Renika Cipta..
Porter, Robert S., dkk. 2011. Merck Manual of Diagnosis and Therapy, Nineteenth Edition.
New Jersey: Merck Sharp & Dohme.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Sari, Fitri Dian Nila. 2010. Perilaku Siswa Sma Negeri 1 Binjai Tentang Minuman Isotonik
Berelektrolit. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Seager, Spencer L. dan Michael R. Slabaugh. 2014. Chemistry for Today General, Organic,
and Biochemistry. New York: Cengage Learning
52 | P a g e
Suraatmaja, S., 2010. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh. In: Suraatmaja Sudaryat.,
ed. Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 63-65.
Sylvia Anderson Price, Alih: Peter Anugerah, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi kedua, EGC, Jakarta. 1995.
Tarwoto, Ratna Aryani, dan Wartonah. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Vanmeter, K.C. dan Hubert, R.J. (2014). Gould’s Pathophysiology For The Health
Professsions. St. Louis:Elsevier. (Halaman 20-21)
Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perwat. Ed 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2002
Widyawati, Rina. 2014. Mekanisme Terjadinya Lemas pada Penderita Diabetes Mellitus.
http://tokoalkes.com/blog/diabetes-lemas.13 Oktober 2015.
Yaswir, Irawati dan Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan
53 | P a g e