Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROSOSIAL
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Syatria Adymas Pranajaya, S.Pd., M.S.I

Disusun Oleh :
1. Riska Amalia (1842014040)
2. Nurul Hasanah (1842014042)
3. Nurlaila Misnawati (1842014049)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA
2019
DAFTAR ISI

DFTAR ISI………………………………………………………………………......2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………...3
B. Rumusan Masalah………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tingkah Laku Prososial……………………………...5


B. Perspektif Teoritis Tingkah Laku Prososial……………………...6
C. Fakktor Penentu Tingkah Laku Prososial………………………..8
D. Pengalaman Mendapat Bantuan………………………………...13

BAB III PENUTUP

A. Simpulan……………………………………...………………...15

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lahir manusia telah diberikan potensi sosial, dimana setiap manusia
diberikan kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya. Namun dalam hal mencapai
tujuan hidupnya, manusia tidak bisa mengandalkan kemampuanya sendiri dalam
beberapa hal. Karena kebutuhan dasar manusia adalah cenderung membutuhkan
kehadiran manusia lain. Menurut freud, manusia tidak dapat berkembang sebagai
manusia seutuhnya jika tidak bergaul dengan manusia lainnya. Oleh karena itu
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia
memerlukan kerjasama, empati, simpati, saling berbagi dan saling membantu dengan
sesama.1
Perilaku yang muncul dalam kontak sosial salah satunya adalah prososial atau
tindakan untuk membantu orang lain. Masih segarkah ingatan kita mengenai tragedi
penembakan di dua masjid di New Zealand pada bulan Maret lalu. Seseorang yang
diketahui bernama Brenton Tarrant melakukan penembakan secara brutal kepada para
jemaah, seusai menunaikan ibadah shalat jumat. Korban meninggal pada tragedi
tersebut mencapai 49 orang dan puluhan lainnya luka-luka.
Dibalik tragedi penembakan tesebut terdapat kisah heroik yang dilakukan salah
seorang pemuda di masjid Linwood New Zealand. Pada saat pelaku sedang
melancarkan aksinya menembaki para jemaah, ada seorang pemuda memberanikan diri
untuk menyergap pelaku dari belakang. Senjata yang digunakan pelaku berhasil jatuh
ke lantai, lalu pemuda tadi menggambil senjata pelaku dan berusaha menembaki pelaku
yang kabur, namun pemuda tadi gagal menembak pelaku karena tidak bisa
mengoprasikan senjata tersebut. Berkat keberaniannya melakukan aksi merebut senjata

1
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 26.

3
si pelaku, pemuda tersebut berhasil menyelamatkan nyawa orang lain di masjid
tersebut. 2
Apa yang dilakukan pemuda tadi merupakan contoh prilaku prososial. Menarik
untuk dikaji lebih lanjut, apa yang menyebabkan pemuda tersebut terpikir untuk
merebut senjata si pelaku. Padahal ada kemungkinan ia akan tertembak lebih dulu jika
gagal melancarkan aksinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defnisi dari prososial?
2. Bagaimana perspektif teoritis tentang tingkah laku prososial?
3. Apa faktor penentu tingkah laku prososial?

2
Tim detikcom, “ Ceritta Heroik ‘Penyelamat’ Saat Teror di Masjid New Zealand” dalam
https://m.detik.com diakses 9 September 2019

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tingkah Laku Prososial
Sears menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan suatu tiindakan
melakukan pertolongan pada orang lain yang sepenuhnya didorong oleh kepentingan
pribadi tanpa mengharapkan suatu apapun bagi diri penolong itu sendiri. Wrightsman
dan deaux menjelaskan bahwa prososial adalah perilaku manusia yang memiliki
konsekuensi sosial positif yang diarahkan pada kesejahteraan untuk orang lain, baik
secara fisik ataupun psikis, dan perilaku tersebut adalah perilaku yang banyak memberi
kemanfaatan kepada orang lain dari pada untuk dirinya sendiri.3 Rushton mengatakan
prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilkukan atau direncanakan untuk
menolong orang lain tanpa memperdulikan motif-motif si penolong.4
Prilaku prosososial sering disamakan dengan altruisme, padahal keduanya
berbeda walaupun berbicara pada konteks yang sama yaitu menolong. Altruisme
adalah salah satu jenis prososial yang lebih spesifik, yaitu perilaku sukkarela yang
ditunjukkan untuk memberi keuntungan kepada orang lain dengan didasari motivasi
intrinsik, dimana tindakan lebih didasarioleh motif internal seperti perhatian dan
siimpati kepada orang lain, atau reward dari diri sendiri daripada demi keuntungan
pribadi. 5Singkatnya altruisme adalah perilaku sukarela yang dilakukan seseorang atau
sekelompok tanpa mengharapkan timbal balik atau imbalan apa pun.
Jadi kesimpulannya prososial mencakup pengertian yang lebih luas
dibandingkan altruisme. Prososial merupakan perilaku seseorang maupun kelompok
yang dengan sukarela menolong orang lain tanpa kita melihat niatan dibalik si
penolong tersebut baik itu niatan yang negatif atau yang positif. Sedangkan altruisme

3
Irma Putri, “Perilaku Prososial pada Siswa SMP Islam Plus Assalamah Ungaran Semarang
Ditinjau dari Empati dan dukungan Sosial Teman Sebaya”,dalam jurnal psikologi edisi Vol 10, no. 1,
2015
4
David O. Sears, et.al., Psikologi Sosial jilid 2 (Jakarta: Erlangga,1985), h. 47.
5
Murhima A. Kau, “Empati dan Perilaku Prososial pada Anak”, dalam jurnal inovasi edisi
Vol 7, no. 3, 2010

5
merupakan perilaku si penolong yang ikhlas menolong tanpa mengharapkan imbalan
sedikitpun. Jadi tidak semua perilaku prososial adalah altruisme tetapi semua perilaku
altruisme adalah prososial. Contoh perilaku prososial adalah caleg menyumbang
sejumlah uang di acara amal dengan tujuan agar dipandang dermawan oleh rakyat.
Sedangkan contoh altrusime adalah seseoran yang tidak dikenal tiba-tiba
mempertaruhkan nyawannya untuk menolong korban kecelakaan mobil, dan kemudian
ia menghilang begitu saja.
B. Perspektif Teoritis Tentang Tingkah Laku Prososial
Pemahaman kita tentang prilaku altruistik berasal dari tiga perspektif teoretis
yang luas. Perspektif yang pertama para sosiobiolog mengemukakan bahwa
kecenderungan untuk menolong merupakan bagian dari warisan genetik kita yang
evolusioner atau berangsur-angsur. Perspektif yang kedua mengemukakan bahwa
tindakan menolong dipengaruhi oleh prinsip dasar penguatan dan peniruan. Perspektif
yang ketiga, pengambilan keputusan, memfokuskan diri pada proses yang
mempengaruhi penilaian kita tentang kapan dibutuhkan pertolongan.
Dasar historis perilaku prosesial bukan penemuan abad dua puluh. Dua analisis
yang bertentangan kekuatan historis yang mendorong altruisme diajukan oleh
sosiobiologi dan evolusi sosial. Para ilmuwan telah lama mengamati perilaku prososial
diantara spesies hewan. Charles Darwin mengemukakan bahwa kelinci akan membuat
keributan dengan kaki belakangnya untuk memperingatkan kelinci lain tentang adanya
predator.
Diantara sebagian besar hewan, orang akan mengorbankan dirinya sendiri jika
anak-anaknya terancam. Gambaran tentang hewan yang saling menolong dan
mengorbankan diri sendiri ini bertentangan dengan gambaran orang tentang hewan
yang saling membunuh. Keberadaan altruisme menjadi masalah bagi para pakar teori
evolusi : jika anggota spesies binatang yang paling suka menolong mengorbankan
dirinya untuk yang lain, sangat kecil kemungkinannya untuk bertahan hidup dan
meneruskan generasinya. Dalam kasus altruisme kecenderungan untuk menolong yang

6
lain mempunyai nilai kelangsungan hidup yang tinggi bagi gen individu, tetapi tidak
terlalu penting bagi individu.
Kritik terhadap sosiobiologi menyatakan bahwa faktor sosial jauh lebih penting
dibandingkan faktor biologis dalam menentukan perilaku prososial. Donald Campbell
menemukakan bahwa evolusi genetik bisa membantu menjelaskan beberapa perilaku
prososial dasar seperti pemeliharaan orang tua terhadap anaknya, tetapi tidak dapat
diterapkan pada contoh yang lebih ekstrem seperti menolong orang asing yang
mengalami kesulitan. Perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial.
Tiga norma yang paling penting bagi perilaku prososial adalah : tanggung jawab sosial,
saling ketimbal balikan, dan keadaan sosial. Kelompok manusia juga mengembangkan
norma keadilan sosial, aturan tentang keadilan, dan pembagian sumber daya secara
adil.
Memutuskan untuk menolong adanya kecenderungan biologis, norma sosial,
dan pengalaman belajar dapat mempengaruhi pemberian pertolongan. Tetapi orang
yang paling altruis sekalipun tidak akan selalu menawarkan pertolongan. Dalam situasi
tertentu keputusan untuk menolong melibatkan proses kognisi sosial kompleks dan
pengambilan keputusan yang rasional.6
Empati altruisme : menolong orang lain yang membutuhkan bantuan perasaan
menjadi enak. Penjelasan yang paling tidak egois dari perilaku prososial adalah bahwa
orang yang empati menolong orang lain karena “rasanya menyenangkan untuk berbuat
baik”. Tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh keinginan tidak egois untuk
menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan. Perasaan simpati dapat menjadi
sangat kuat sehingga mereka mengesampingkan semua pertimbangan lain. Perasaan
empati yang kuat memberikan bukti yang sangat valid pada individu terse but, sehingga
ia pasti sangat menghargai kesejahteraan orang lain. 7

6
David, Psikologi Sosial…, h. 48-56.
7
Robet A. Baron, et.al., Psikologi Sosial (Jakarta: Erlangga,2005), h.125.

7
Perilaku prososial juga dipengaruhi oleh strategi yang digunakan untuk
mengajarkan nilai perilaku prososial kepada anak. Ada berbagai macam metode yang
digunakan untuk mengajarkan nilai perilaku kepada anak, antara lain bimbingan dan
motivasi, penjelasan pentingnya nilai perilaku, instruksi langsung,pemberian contoh
perilaku melalui situasi sehari-hari maupun pembelajaran nilai perilaku melalui
pembacaan cerita, lagu, video dan kegiatan simulasi atau bermain peran. Pembelajaran
nilai perilaku dalam lingkungan keluarga dan sekolah yang memperkuat pembiasaan
dalam diri anak, meningkatkan pemahaman anak mengenai perspektif orang lain dan
mengembangkan empati anak memperkuat perkembangan perilaku prososial.8
C. Faktor Penentu Perilaku Prososial Yang Spesifik
Sekarang kita beralih pada penelitian tentang faktor-faktor yang lebih spesifik
yang mempengaruhi pemberian bantuan. Beberapa penelitian psikologi social
memperlihatkan bahwa perilaku prososial dipengaruhi oleh karakteristik situasi,
karakteristik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan.
1. Situasi
Orang yang paling altruis sekali pun cenderung tidak memberikan
bantuan dalam situasi tertentu. Penelitian yang telah dilakukan
membuktikan makna penting beberapa factor situasional, yang meliputi
kehadiran orang lain, sifat lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan
waktu.
2. Kehadiran Orang Lain
Mengapa kehadiran orang lain kadang-kadang menghambat usaha
untuk menolong ? Analisis pengambilan keputusan tentang perilaku
prososial memberikan beberapa penjelasan. Yang pertama, adalah
penyebaran tanggung jawab yang timbul karena kehadiran orang lain. Bila
hanya satu orang yang menyaksikan korban yang mengalami kesulitan,

8
Susanti, “Prilaku Sosial: Studi Kasus Pada Anak Prasekolah” dalam jurnal Empati edisi Vol
2, no. 4, 2013

8
maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan
reaksi terhadap situasi tersebut dan akan menanggung rasa salah dan rasa
sesal bila tidak bertindak. Bila orang lain juga hadir, pertolongan bisa
muncul dari beberapa orang. Tanggung jawab untuk menolong dan
kemungkinan kerugian tidak memberikan pertolongan akan terbagi. Lebih
jauh, bila orang mengetahui kehadiran orang lain tetapi tidak dapat
berbicara dengan mereka atau tidak melihat perilaku mereka.
Penjeleasan kedua tentang efek penonton menyangkut ambiguitas
dalam menginterpretasikan situasi. Analisis pengambilan keputusan
menyatakan bahwa penolong kadang-kadang tidak yakin apakah situasi
tertentu benar-benar merupakan situasi darurat. Perilaku penonton yang lain
dapat mempengaruhi bagaimana kita menginterpretasikan situasi dan
bagaimana reaksi kita. Jika orang lain mengabaikan situasi dan bagaimana
reaksi kita. Jika orang lain mengabaikan suatu situasi atau memberikan
reaksi seolah tidak terjadi apa-apa mungkin kita juga beranggapan tidak ada
keadaan darurat. Faktor yang ketiga dalam kekuatan efek penonton adalah
rasa takut dinilai. Bila kita mengetahui bahwa orang lain memperhatikan
perilaku kita, mungkin kita berusaha melakukan apa yang menurut kita
diharapkan oleh orang lain dan memberikan kesan yang baik. Keinginan
untuk menghindari kerugian penolakan sosial menghambat tindakan,
namun, dalam situasi yang lain, misalnya menyaksikan seseorang sakit
parah mumgkin kita bisa mendukung pemberian bantuan.
3. Kondisi Lingkungan
Keadaan fisik juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Efek
cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua penelitian lapangan
yang dilakukan oleh Cunningham. Dalam penelitian pertama, para pejalan
kaki dihampiri di luar rumah dan diminta untuk membantu peneliti dengan
melengkapi kuisioner. Orang lebih cenderung membantu bila hari cerah dan

9
bila suhu udara cukup menyenangkan. Dalam penelitian kedua yang
mengamati bahwa para pelanggan memberikan tip yang lebih banyak bila
hari cukup cerah. Singkatnya, cuaca benar-benar menimbulkan perbedaan
pemberian bantuan, meskipun para pakar psikologi masih memperdebatkan
alasan yang tepat untuk efek ini. Sejumlah penjelasan tentang penduduk
kota yang kurang suka menolong telah dikemukakan. Ini mencakup
anonimitas kehidupan kota, rangsangan sensorik yang berlebihan yang
dialami oleh penduduk kota yang terus-menerus diserang oleh orang lain,
kemungkinan perasaan tidak berdaya karena menghadapi birokrasi kota dan
pemerintah yang tidak tanggap.
Faktor lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku prososial
adalah kebisingan. Beranjak dari gagasan umum bahwa kebisingan dapat
menurunkan daya tanggap orang terhadap semua kejadian di lingkungan,
beberapa peneliti menyelidiki apakah kondisi yang mengurangi
kecenderungan untuk menolong orang asing yang mengalami kesulitan.
4. Tekanan Waktu
Bukti menyatakan bahwa kadang-kadang kita berada dalam keadaan
tergesa-gesa untuk menolong. Para peneliti berpendapat bahwa tekanan
waktu menyebabkan beberapa saksi mengabaikan kebutuhan korban.
Faktor lain yang mungkin menjadi konflik adalah tentang siapa yang akan
ditolong peneliti atau korban.
5. Penolong
Dalam usaha memahami mengapa ada orang yang lebih mudah
menolong dibandingkan orang lain, para peneliti menyelidiki karakteristik
kepribadian yang relatif menetap maupum suasana hati dan psikologis yang
lebih mudah berubah.

10
6. Faktor Kepribadian
Ciri kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan
pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain.
Misalnya Satow, mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat
kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial, lebih cenderung
menyumbangkan uang bagi kepentingan amal daripada orang yang
mempunyai tingkat kebutuhan lebih rendah untuk diterima secara sosial,
tetapi hanya bila disaksikan orang lain. Dapat disimpulkan kaitan antara
kepribadian dan pemberian bantuan tergantung pada sifat tertentu yang
dibahas dan pada jenis bantuan tertentu yang dibutuhkan.
7. Suasana Hati
Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong untuk memberikan
bantuan bila berada dalam suasana hati yang baik. Rupanya suasana hati ini
merupakan perasaan positif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk
melakukan tindakan prososial. Sebaliknya suasana hati yang buruk dapat
menyebabkan kita memusatkan perhatian pada diri kita sendiri dan
kebutuhan kita sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan
untuk membantu orang lain. Dilain pihak, bila kita berpikir bahwa
menolong orang lain bisa membuat kita merasa lebih baik sehingga
mengurangi suasana hati kita yang buruk mungkin kita lebih cenderung
memberikan bantuan.
8. Rasa Bersalah
Keinginan kita untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan kita
menolong orang yang kita rugikan, atau berusaha menghilangkannya
dengan melakukan tindakan yang baik. Aspek yang menarik dari hubungan
antara rasa bersalah dengan pemberian bantuan menyangkut efek
pengakuan. Salah satu asumsi yang paling umum tentang pengakuan adalah
bahwa pengakuan merupakan hal yang baik.

11
9. Distres Diri dan Rasa Empatik
Yang dimaksud Distes diri (personal distress) adalah reaksi pribadi kita
terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, takut,cemas, prihatin,
tidak berdaya,atau perasaan apapun yang kita alami. Sebaliknya rasa atau
sikap empatik adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain,
khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung
merasakan penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa
penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan rasa empatik terfokus
pada si korban.
Distress diri memotivasi kita untuk mengurangi kegelisahan kita
sendiri. Kita bisa melakukannya dengan membantu orang yang
membutuhkan, tetapi kita juga dapat melakukannya dengan menghindari
situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitar kita. Sebaliknya,
rasa empatik hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada
dalam kesulitan. Penggunaan perspektif orang yang mengalami kesulitan
dan keterlibatan dalam penderitaan bisa menjadi faktor penting dalam
perilaku prososial.
10. Orang Yang Membutuhkan
Meskipun seorang altruis sejati tidak mempertimbangan apapun kecuali
kebutuhan orang yang mengalami kesulitan, perilaku prososial sehari-hari
sering dipengaruhi oleh karakteristik orang yang membutuhkan. Darri
beberapa penelitian menunjukan bahwa kits lebih cenderung menolong
orang yang kita sukai dan kita anggap pantas untuk ditolong.
11. Menolong Orang Yang Kita Sukai
Perilaku Prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan antar orang, seperti
yang terlihat jelas dalam pengalaman sehari-hari, tidak peduli apakah
karena rasa suka, kewajiban sosial, kepentingan diri, atau empati kita lebih
suka menolong teman dekat daripada orang asing. Salah satu penelitian

12
menunjukan bahwa semakin dekat hubungannya, semakin kuat harapan
untuk mendapatkan bantuan, semakin sedikit rasa terimakasih yang
diungkapkan saat bantuan diberikan, akan semakin besar rasa marah yang
dirasakan bila permintaan bantuan ditolak.
12. Menolong Orang Yang Pantas Ditolong
Disamping menilai kelayakan kebutuhan itu sendiri, orang yang akan
menolong mungkin juga menarik kesimpulan tentang sebab timbulnya
kebutuhan orang tersebut, dengan mengikuti prinsip hubungan sebab
akibat. Kita lebih cenderung menolong seseorang bila kita yakin bahwa
penyebab timbulnya masalah berada diluar kendali orang tersebut.
Keterkaitan juga mempengaruhi perasaaan kita tentang orang yang
membutuhkan. Mungkin kita merasa empati dan perihatin terhadap mereka
yang mengalami penderitaan bukan karena kesalahan mereka sendiri.9
D. Pengalaman Mendapat Bantuan
Tidak semua orang ketika diberi sebuah bantuan akan bereaksi positif. Ada
sebagain orang akan bereaksi negatif jika diberi sebuah bantuan. Misalnya, seorang
ayah menawarkan pada anaknya yang berusia lima tahun untuk membatu mengenakan
pakaiann,mungkin anak akan bersikeras menolak karena ingin memakainya sendiri.
Apa yang dalam contoh tersebu dapat dijelaskan pada teori-teori berikut ini.
1. Teori Reaktasi : Hilangnya Kebebasan
Seseorang ingin memaksimalkan kebebasan pribadinya untuk memilih.
Campur tangan dalam masalah pribadi dan gangguan terhadap kebebasan
diri mudah menimbulkan rasa permusuhan terhadap pemberi bantuan.
2. Teori Pertukaran : Korban Hutang
Pemberian bantuan melibatkan pertukaran sumber daya dari orang yang
satu ke satu yang lain. Bila pertukaran bantuan dalam suatu hubungan

9
David, Psikologi Sosial…, h. 61-72.

13
sebagian besar bersifat searah, keadaan itu akan menimbulkan hutang dan
bisa menciptakan ketidakseimbangan kekuatan dalam hubungan tersebut.

3. Teori Atribusi : Ancaman Terhadap Harga Diri


Menurut teori atribusi, orang dimotivasi untuk memahami mengapa mereka
membutuhkan pertolongan dan mengapa orang lain menawarkan diri untuk
memberikan pertolongan, para peneliti menyatakan bahwa orang
menghindari tindakan meminta bantuan untuk melindungi harga diri
mereka.10

David, Psikologi…, h. 72-73.


10

14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Prososial merupakan perilaku seseorang maupun kelompok yang dengan
sukarela menolong orang lain tanpa kita melihat niatan dibalik si penolong tersebut
baik itu niatan yang negatif atau yang positif. Prososial sering disama artikan dengan
altruisme, padahall keduanya berbeda. Altruisme merupakan jenis prososial yang lebih
spesifik. Pemahaman kita tentang prilaku altruistik berasal dari tiga perspektif teoretis
yang luas. Perspektif yang pertama mengemukakan bahwa kecenderungan untuk
menolong merupakan bagian dari warisan genetik kita yang berangsur-angsur.
Perspektif yang kedua mengemukakan bahwa tindakan menolong dipengaruhi oleh
prinsip dasar penguatan dan peniruan. Perspektif yang ketiga pengambilan keputusan,
memfokuskan diri pada proses yang mempengaruhi penilaian kita tentang kapan
dibutuhkan pertolongan. Ada beberapa faktor penentu pelaku prososial yang spesifik,
diantaranya kondisi lingkungan, tekanan waktu, penolong, faktor kepribadian, suasana
hati, rasa bersalah, distress diri dan empatik, orang yang membutuhkan, dan menolong
orang yang kita sukai

15
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robet A. et.al., Psikologi Sosial Jakarta: Erlangga,2005.
Gerungan,W.A. Psikologi Sosial Bandung: Refika Aditama, 2010.
Kau, Murhima A. “Empati dan Perilaku Prososial pada Anak”, dalam jurnal inovasi
edisi Vol 7, no. 3, 2010.
Putri, Irma. “Perilaku Prososial pada Siswa SMP Islam Plus Assalamah Ungaran
Semarang Ditinjau dari Empati dan dukungan Sosial Teman Sebaya”, dalam
jurnal psikologi edisi Vol 10, no. 1, 2015
Sears, David O. et.al., Psikologi Sosial jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1985.
Susanti, “Prilaku Sosial: Studi Kasus Pada Anak Prasekolah” dalam jurnal Empati
edisi Vol 2, no. 4, 2013
Tim detikcom. “Ceritta Heroik ‘Penyelamat’ Saat Teror di Masjid New Zealand”
dalam https://m.detik.com diakses 9 September 2019.

16

Anda mungkin juga menyukai