Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food

dengan Status Gizi Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran


Baru Jakarta Selatan Tahun 2016

Siti Riptifah Tri Handari1, Tri Loka2


1,2
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Jl. KH. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419
Email: ndari_drh@yahoo.co.id

ABSTRAK
Masa Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak – kanak dan masa dewasa, dan melibatkan
perubahan fisik maupun emosional, seiring meningkatnya kemandirian dan semakin banyaknya
pilihan pribadi. Salah satunya adalah pilihan makanan yang akan berdampak pada asupan dan status
gizi. Prevalensi gizi lebih relatif lebih tinggi pada remaja perempuan (1,5%) dibanding dengan remaja
laki-laki (1,3%). Sedangkan Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara aktfitas fisik dan kebiasaan konsumsi
makanan fast food dengan status gizi lebih remaja di SMA Labschool Kebayoran Baru Tahun 2016.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 dengan menggunakan desain cross sectional.
Sampel diambil dengan teknik accidental sampling sebanyak 111 responden. Analisis dilakukan
secara bivariat melalui uji chi-square. Sebanyak 58,6% siswa mengalami status gizi lebih. Hasil uji
bivariat menunjukan bahwa adanya hubungan antara Umur (p=0,0005), Jenis Kelamin (p=0,038),
Pendidikan Ibu (p=0,0005), Pekerjaan Ibu (p=0,0005), Pekerjaan Ayah (p=0,025), Keibasaan Olahraga
(p=0,0005), Kebiasaan Konsumsi Fast Food (p=0,0005) dengan Status Gizi Lebih pada remaja (p ≤
0,05). Saran untuk pihak sekolah, puskesmas dan keluarga yaitu mengadakan sosialisasi mengenai
pedoman umum gizi seimbang (PUGS) mengenai porsi makan dan bahan makanan yang baik, serta
sesuai untuk dikonsumsi oleh remaja dengan kerangka penyuluhan yang modern dan menggunakan
berbagai istilah yang dekat dengan kehidupan remaja sehari – hari agar pesan mudah dipahami dan
membuat siswa tertarik untuk menjalani PUGS terutama di Sekolah. Selain itu, OSIS, UKS dan PMR
SMA Labschool Kebayoran Baru dapat melakukan kegiatan “sadar gizi” yang didalamnya terdapat
kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan gizi dan aktivitas fisik serta juga dapat membuat
majalah dinding (mading) tiap bulannya yang bertemakan gizi dan kesehatan jasmani.

Kata kunci: Aktivitas Fisik, Fast Food, Status Gizi

The Relationship of Physical Activity Habits and Comsumption


Habits of Fast Food with Adolescent Overweight Status Labschool
High School Kebayoran Baru, South Jakarta 2016
ABSTRACT
Adolescence is a transitional period between childhood and adulthood, and involves both physical and
emotional change, with increasing independence and increasing personal preferences. One of them is
the choice of food that will affect the intake and nutritional status. The prevalence of nutrition is
relatively higher in girls (1.5%) than in boys (1.3%). While the province with the highest prevalence
of fat was DKI Jakarta (4.2%) The purpose of this study to determine the relationship between
physical activity habits and consumption habits of fast food with adolescent overweight status
labschool high school Kebayoran Baru, South Jakarta 2016. This study was conducted in August 2016
by using cross sectional design. Samples were taken by accidental sampling technique as much as 111
respondents The analysis was performed using bivariate with chi-square test. . A total of 58.6% of
students is overweight. The result of bivariate test showed that there was a relationship between age

153
154

(p=0.0005), gender (p=0,038), maternal education (p=0.0005), maternal job (p=0,0005), dad work (p =
0.025), Sports Feelings (p=0.0005), Fast Food Consumption Habit (p=0.0005) with adolescents
overweight status (p ≤ 0.05). . Suggestions for the schools, health centers and family is the
socialization of the general guidelines of balanced nutrition (PUGS) on food portions and good
foodstuff and suitable for consumption by teenagers with a modern extension framework and use a
variety of terms are close to the teenager's daily lifeso that the message is easy to understand and make
students interested in establishing PUGS especially in schools. In addition, Intra-School Students
Organization (OSIS), School Health Unit(UKS) and Red Cross Teen (PMR) Labschool High School,
Kebayorab Baru can conduct "aware of nutrition" in which there are activities related to nutrition and
physical activity, and also can create wall magazine (Mading) each month with the theme of nutrition
and physical health.

Keywords: Physical Activity, Fast Food, Nutritional Status

Pendahuluan Berdasarkan hasil laporan Riskesdas


Masa remaja adalah masa transisi antara Tahun 2010, prevalensi gizi lebih pada
masa kanak – kanak dan masa dewasa yang kelompok usia diatas 15 tahun mencapai
melibatkan perubahan fisik maupun emosional, 19,1%, sedangkan pada remaja umur 16 – 18
seiring meningkatnya kemandirian dan tahun secara nasional yaitu 1,4%. Prevalensi
semakin banyaknya pilihan pribadi. Pilihan gizi lebih relatif lebih tinggi pada remaja
makanan berdampak pada asupan dan status perempuan (1,5%) dibanding dengan remaja
gizi mereka.1 laki-laki (1,3%).4 Berdasarkan tempat tinggal,
Perubahan – perubahan yang terjadi prevalensi gizi lebih pada remaja di Perkotaan
pada remaja cenderung akan menimbulkan (1,8%) lebih tinggi dari pada di Pedesaan
berbagai permasalahan dan perubahan perilaku (0,9%).
di kehidupan remaja. Salah satu bentuk Di Indonesia prevalensi gemuk pada
perubahan perilaku pada masa remaja adalah remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3%
perubahan perilaku makan baik mengarah yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6%
keperilaku makanan yang sehat ataupun obesitas. Sedangkan prevalensi gemuk pada
cenderung mengarah kepada perilaku makan remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar
2
yang tidak sehat. Masalah gizi pada remaja 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5%
muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, obesitas. Sebanyak 13 provinsi dengan
yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi prevalensi gemuk yang tinggi secara nasional
dengan kecukupan gizi dan aktifitas. Salah satu yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Kepulauan
masalah gizi pada remaja adalah gizi lebih Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
yaitu ditandai dengan berat badan yang relatif Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur,
berlebihan bila dibandingkan dengan usia atau Lampung, Sulawesi Utara dan Papua. Provinsi
tinggi badan remaja sebaya, sebagai akibat dengan prevalensi gemuk yang tetinggi
terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan terdapat di Wilayah DKI Jakarta (4,2%).5
dalam jaringan lemak tubuh.3

Siti Riptifah Tri Handari dan Tri Loka, Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016
155

Perilaku makan tidak baik adalah Remaja di SMA Labschool Kebayoran Baru
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak Jakarta Selatan Tahun 2016.
memberi semua zat-zat gizi esensial seperti
karbohidrat, lemak dan protein yang Metode Penelitian
dibutuhkan dalam metabolisme tubuh. Perilaku Penelitian ini merupakan penelitian
makan tidak baik seperti makan yang tidak deskriptif analitik dengan menggunakan
teratur baik waktu ataupun jenis makanan, diet pendekatan cross sectional. Penelitian ini
penurunan berat badan, binge eating, dilakukan di SMA Labschool Kebayoran Baru
kebiasaan makan pada malam hari dapat pada bulan Agustus 2016. Pemilihan tempat
merusak kesehatan dan keseejahteraan berdasarkan hasil observasi bahwa SMA
6
psikologis individu. Labschool Kebayoran Baru merupakan
Fast food dapat diartikan sebagai sekolah yang berada di kawasan elit dengan
makanan yang dapat dihidangkan dan rata – rata penduduk memiliki tingkat
dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin pendapatan dan pendidikan tinggi, siswa –
atau juga dapat diartikan sebagai makanan siswi di SMA Labschool Kebayoran Baru juga
yang dikonsumsi secara cepat. Pada umumnya memiliki postur tubuh tinggi dan besar baik
komposisi fast food mengandung lebih tinggi laki – laki maupun perempuan. Menurut guru
energi, garam dan lemak termasuk kolesterol bidang Bimbingan dan Konseling (BK) bahwa
dan hanya sedikit mengandung serat. 7
siswa – siswi yang mengalami status gizi lebih
Berdasarkan Riskesdas 2013, diketahui ada yang aktif dalam akademik dan tidak aktif
proporsi aktiviats fisik tergolong kurang aktif dalam olahraga atau kurang gerak. Sampel
secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta yang digunakan yaitu kelas XI dengan jumlah
termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk sampel minimal adalah 101, kemudian untuk
aktivitas fisik tergolong kurang aktif berasa di menghindari bias maka ditambah 10%,
atas rata – rata Indonesia dan menduduki posisi sehingga sampel penelitian adalah 111% yang
lima tertinggi dengan presentasi 44,2%. diambil secara accidental sampling. Alat
Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara pengumpul data menggunakan kuesioner.
teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam Analisis pada penelitian ini dilakukan
seminggu dengan tingkatan olahraga sedang menggunakan perangkat lunak statistik dengan
samapai berat. Aktivitas fisik sebaiknya dua tahap, yaitu analisis univariat untuk
dilakukan minimal 30 menit setiap hari. mengetahui distribusi frekuensi variabel
Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik dependen (Status Gizi Lebih) dan variabel
melakukan penelitian untuk mengetahui independen (Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan
Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Orang Tua, Pekerjaan Orang Tua, Waktu
Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Tidur, Durasi Menonton TV/ Komputer,
Kebiasaan Berolahraga, Konsumsi Fast Food),

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 13, No. 2, Juli 2017


156

dan yang kedua adalah analisis bivariat untuk Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan
mengetahui hubungan antara variabel
Orangtua, Dan Perkerjaan Orangtua
independen terhadap variabel dependen. Variabel n %
Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi- Jenis kelamin

square (X²). pengukuran variabel dependen Laki - laki 35 31,5


Perempuan 76 68,5
(Status Gizi Lebih) dilakukan dengan
Kelompok umur
mengukur berat badan dan tingi badan 15 66 59,4
menggunakan timbangan injak SECCA dengan 16 45 40,6
ketelitian 0,1kg dan microtoise dengan Pendidikan Ibu

ketelitian 0,1cm untuk variabel umur, jenis SMA 32 28,8


Perguruan Tinggi 79 71,2
kelamin, pekerjaan orang tua, pendidikan
Pendidikan Ayah
orang tua diukur dengan kuesioner. Untuk SMA 2 1,8
variabel durasi menonton TV/komputer dan Perguruan Tinggi 109 98,2
aktivitas fisik diukur dengan kuesinoer yang Pekerjaan Ibu

mengacu pada aturan Depkes 2002. Sedangkan IRT 69 62,2


PNS 14 12,6
untuk variabel konsumsi fast food diukur
Peg.Swasta 16 14,4
dengan menggunakan kuesioner SQ-FFQ Wiraswasta 12 10,8
(Semi Quantitative – Food Frequency Pekerjaan Ayah
Questionnaire). Pensiunan 11 9,9
Peg.swasta 82 73,9
Wiraswasta 10 9
Hasil
PNS 8 7,2
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa perempuan dua kali lebih banyak dari Berdasarkan tabel 2. Dapat diketahui
laki-laki (68,5% : 31,5%), sedangkan untuk bahwa hasil analisis menujukkan sebesar 91%
kelompok umur paling banyak adalah yang remaja SMA Labschool Kebayoran Baru
berumur 15 tahun (59,4%). Hasil analisis pada mempunyai durasi ≤ 8 jam/hari, sedangkan
variabel pendidikan orang tua, 71,2% remaja yang memiliki durasi tidur > 8 jam/hari
pendidikan ibu adalah perguruan tinggi,
9%. Hasil analisis meunjukkan reponden yang
sedangkan untuk pendidikan ayah 98,2% mempunyai kebiasaan menonton
perguruan tinggi. Untuk variabel pekerjaan TV/komputer/video games lebih dari 2 jam
orang tua, 62,2% ibu sebagai ibu IRT, dan 73,9 perhari sebanyak 75,7% responden dan yang
ayah bekerja sebagai pegawai swasta. kurang dari 2 jam sebanyak 24,3% responden.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 60,4%
responden melakukan olahraga ˂ 3 kali
perminggu dan 49,6% responden lainnya
melakukan olahraga ≥ 3 kali perminggu.
Siti Riptifah Tri Handari dan Tri Loka, Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016
157

diketahui hasil analisis menunjukkan bahwa remaja p=0,038 (p<0,05). Dari hasil statistik
60,4% responden melakukan olahraga ˂ 3 kali terebut terdapat kecendurangan anak laki – laki
perminggu dan 49,6% responden lainnya yang mengalami status gizi lebih (74,3)
melakukan olahraga ≥ 3 kali perminggu. berpotensi 7 kali lebih bear mengalami gizi
lebih dibandingkan dengan responden
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan perempuan. Hasil analisis statistik
Status Gizi, Durasi Tidur, Durasi Menonton,
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
Kebiasaan Olahraga dan Fast Food
Variabel n % signifikan antara pendidikan ibu dengan status
Status gizi gizi lebih remaja p=0,0005 (p<0,05),
Sangat Kurus 2 1,8 responden yang mempunyai ibu berpendidikan
Kurus 5 4,5
tinggi yang mengalami status gizi lebih
Normal 39 35,1
Overweight 60 54,1 (79,7%) memiliki potensi 59 kali lebih besar
Obesitas 5 4,5 berstatus gizi lebih dibandingkan dengan
Durasi tidur responden yang memilki ibu berpendidikan
≤ 8 jam/hari 101 91 rendah.
˃ 8 jam/hari 10 9
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
Durasi menonton TV
terdapat hubungan yang signifikan antara
≤ 2 jam/hari 27 24,3
˃ 2 jam/hari 84 75,7 pekerjaan ibu dengan status gizi lebih remaja
Kebiasaan berolahraga p=0,0005 (p<0,05), dari hasil statistik terebut
˂3 kali perminggu 67 60,4
terdapat kecendurangan siswa yang memiliki
≥3 kali perminggu 44 39,6
ibu bekerja dengan status gizi lebih (83,3%)
Fast Food
≤3 kali perminggu 39 35,1 berpotensi hampir 7 kali lebih besar
˃ 3 kali perminggu 72 64,9 mengalami gizi lebih dibandingkan dengan ibu
yang tidak bekerja. Hasil analisis statistik
Hasil analisis statistik menunjukkan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bahwa terdapat hubungan yang signifikan signifikan antara pekerjaan ayah dengan status
antara umur dengan status gizi lebih remaja gizi lebih remaja p=0,025 (p<0,05). Hasil uji
p=0,0005 (p<0,05). Dari hasil statistik tersebut statistik menunjukkan bahwa terdapat
terdapat kecenderungan siswa yang berumur hubungan yang signifikan antara kebiasaan
>15 tahun yang mengalami gizi lebih (84,4%) olaharaga dengan status gizi lebih remaja
berpotensi hampir 8 kali lebih besar p=0,0005 (p<0,05). Hasil tersebut
mengalami gizi lebih dibandingan siswa yang menunjukkan bahwa adanya kecenderungan
berumur ≤ 15 tahun. Pada variabel jenis pada siswa dengan kebiasaan olahraga
kelamin, hasil analisis statistik menunjukkan <3x/minggu dengan yang memiliki statusgizi
bahwa adanya hubungan yang signifikan lebih (88,1%) berpotensi hampir 6 kali lebih
antara jenis kelamin dengan status gizi lebih besar untuk memiliki status gizi lebih

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 13, No. 2, Juli 2017


158

dibandingkan dengan remaja yang meiliki Kebiasaan


berolahraga
kebiasaan berolahraga ≥3x/minggu. Kemudian
˂3 kali perminggu 0,0005 5,98 2,240-
untuk variabel konsumsi fast food, Hasil uji ≥3 kali perminggu 12,410
statistik menunjukkan bahwa terdapat Fast Food
hubungan yang signifikan antara konsumsi fast ≤3 kali perminggu 0,0005 18,93 6,934-
˃ 3 kali perminggu 51,724
food dengan status gizi lebih remaja p=0,0005
(p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Pembahasan
ada kecenderungan pada siswa dengan
Berdasarkan hasil analisis bivariat
konsumsi fast foot >3x/minggu yang memiliki
menunjukan bahwa adanya hubungan antara
gizi lebih (76,4%) berpotensi hampir 19 kali
variabel umur dengan status gizi lebih remaja
lebih besar memiliki status gizi lebih
(p<0,05). Hal ini sejalan dengan teori yang
dibandingkan dengan siswa yang
menyatakan bahwa anak yang mengalami
mengkonsumsi fast food ≤3x/minggu.
obesitas cenderuk akan menjadi obesitas pada
saat remaja dan dewasa serta dapat lanjut ke
Tabel 3. Hubungan Karakteristik Responden
Dengan Status Gizi Lebih Remaja masa lansia.8 Dalam teori lain juga
Variabel Nilai p OR CI (95%) menyatakan bahwa dalam keadaan normal
Kelompok umur
apabila kesehatan dalam keadaan baik terjadi
15 0,0005 7,841 3,052–
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan
16 20.149
Jenis kelamin zat gizi maka berat badan akan berkembang
Laki - laki 0,038 7,061 3,116- mengikuti pertambahan umur, yang digunakan
Perempuan 12,752
sebagai salah satu cara pengukuran status gizi
Pendidikan Ibu
dan indeks BB/U.9 Hasil ini tidak sejalan
SMA 0,0005 59,063 12,752-
Perguruan Tinggi 273,559 dengan penelitian yang dilakukan Widywati
Pendidikan Ayah 2014 di Yogyakarta yang menunjukkan tidak
SMA 0,510 - adanya hubungan antara umur dan kejadian
Perguruan Tinggi
gizi lebih pada remaja.
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja 0,0005 6,5 2,537- Pada variabel jenis kelamin hasil analisis
Bekerja 16,653 bivariat menunjukan bahwa ada hubungan
Pekerjaan Ayah yang signifikan antara jenis kelamin dengan
Tidak Bekerja 0,025 7,841 0,015-
status gizi lebih (P<0,05). Jenis kelamin laki-
Bekerja 0,991
Durasi tidur laki berpeluang lebih besar untuk memiliki gizi
≤ 8 jam/hari 0,191 - lebih. Sehingga hal ini tidak sejalan dengan
˃ 8 jam/hari
teori yang menyatakan bahwa Jenis kelamin
Durasi menonton
TV
menetukan kebutuhan gizi seseorang. Status
≤ 2 jam/hari 0,74 6,53 gizi gemuk (obesitas dan overweight) lebih
˃ 2 jam/hari sering terjadi pada wanita dibandingkan laki –
Siti Riptifah Tri Handari dan Tri Loka, Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016
159

laki. Pria lebih banyak membutuhkan energi signifikan antara pendidikan ibu dengan status
dan protein daripada wanita. Hal ini gizi lebih.12
disebabkan pria lebih banyak melakukan Pada hasil uji statistik menunjukkan
10
aktivitas fisik dibandingkan wanita. Akan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
tetapi penelitian ini sejalan dengan yang antara tingkat pendidikan ayah dengan status
dilakukan oleh Utami, yaitu menunjukkan gizi remaja, namun pada penelitian ini
adanya hubungan yang signifikan antara jenis ditemukan kecenderungan bahwa pada remaja
kelamin dengan status gizi lebih remaja. yang berstatus gizi lebih banyak yang
Perbedaan jenis kelamin juga dapat mempunyai ayah tingkat pendidikannya tinggi
dihubungkan dengan body image.11 (57,8%). Penelitian ini sejalan dengan
Hasil analisis uji statistik menunjukkan penelitian yang dilakukan oleh
bahwa adanya hubungan yang signifikan Rahayuningtyas dan Utami yang menunjukkan
antara tingkat pendidikan ibu dengan status tidak adanya hubungan yang signifikan antara
gizi remaja (p<0,05). Hal ini didukung dengan tingkat pendidikan ayah dengan status gizi
kecenderungan bahwa remaja yang berstatus remaja.11,12
gizi alebih mempunyai ibu dengan tingkat Berdasarkan hasil uji statistik, jenis
pendidikan tinggi (79,8%). Penelitian ini pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang
sejalan dengan teori Hidayat 1980 yang signifikan dengan status gizi remaja (p<0,05).
mengatakan bahwa Tingkat pendidikan turut Diketahui bahwa proporsi gizi lebih banyak
mempengaruhi pola konsumsi makan melalui dialami oleh remaja yang mempunyai ibu yang
cara pemilihan bahan makanan dalam hal bekerja (83,3%), yang memiliki peluang 6,5
kualitas dan kuantitas dibandingkan orang tua kali lebih besar berstatus gizi lebih adalah
berpendidikan rendah. Partisipasi orang tua responden yang ibunya memiliki pekerjaan.
dalam pelaksanaan pendidikan berpengaruh Peneilitian ini sejalan dengan yang dilakukan
positif terhadap prestasi belajar murid dan oleh Utami, yaitu adanya hubungan yang
menunjukkan semakin tinggi keterlibatan dan signifikan antara jenis pekerjaan ibu dengan
kepedulian terhadap masalah-masalah status gizi remaja.11 Namun penelitian ini tidak
pendidikan di sekolah. Penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami Rahayuningtyas dan Hayati yang menunjukkan
yaitu adanya hubungan antara tingkat tidak adanya hubungan yang signifikan antara
11
pendidikan ibu dengan status gizi remaja. pekerjaan ibu dengan status gizi remaja.12
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Berdasarkan hasil uji statistik
penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
Rahayuningtias, hasil uji statistiknya signifikan antara pekerjaan ayah dengan status
menunjukkan tidak ada hubungan yang gizi anak P<0,05). Diketahui bahwa proporsi
gizi lebih yang memiliki ayah bekerja (55%).

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 13, No. 2, Juli 2017


160

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan disekolah dan melanjutkan kegiatan belajar
hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami ditempat les pada sore hari.
yaitu menunjukkan bahwa tidak adanya Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
hubungan yang signifikan antara pekerjaan durasi menonton TV/ Komputer/bermain video
ayah dengan status gizi remaja.11 games mempunyai hubungan yang signifikan
Hasil uji statistik mengenai pekerjaan dengan status gizi remaja. Hasil penelitian ini
orang tua baik ibu atau ayah sejalan dengan sejalan dengan ditemukan oleh Samosir 2008
teori yang menyatakan bahwa peningkatan yang menemukan hubungan yang signifikan
pendapatan juga dapat mempengaruhi anatara durasi menonton TV/ Komputer/
pemilihan jenis dan jumlah makanan yang bermain video games dengan status gizi
dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di remaja. Namun penelitian yang dilakukan oleh
masyarakat yang diikuti oleh peningkatan Utami dan Mardhatillah menunjukkan bahwa
pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan tidak ada hubungan yang signifkan antara
pola makan dari pola makan tradisional ke pola kebiasaan menonton TV/ komputer/ bermain
makan makanan praktis dan siap saji yang video games dengan status gizi remaja.12,13
dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak Namun Beberapa penelitian secara konsisten
seimbang. Pola makan praktis dan siap saji menyebutkan bahwa resiko overweight
terutama terlihat di kota-kota besar di meningkat dengan bertambahnya durasi
14
Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak menonton TV.
rasional akan menyebabkan kelebihan Berdasarkan hasil uji statistik diketahui
masukan kalori yang akan menimbulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
obesitas seperti pada Virgianto dan kebiasaan olahraga dengan status gizi remaja
Purwaningsih, 2006. (p<0,05). Hasil penelitian yang sama juga
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui ditemukan oleh Ortega dan Patrick
bahwa durasi tidur tidak mempunyai hubungan menemukan hasil berhubungan antara aktivitas
signifikan dengan status gizi remaja. Namun fisik kebiasaan olahraga dengan status gizi
terdapat kecenderungan bahwa remaja yang remaja.15,16 Namun, berbeda dengan hasil dari
mengalami gizi lebih yang memiliki durasi Utami ditemukan bahwa tidak ada hubungan
tidur cukup. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang signifikan antara kebiasaan berolahraga
penelitian (Utami, 2012) tidak terdapat dengan status gizi remaja.11
hubungan yang signifikan antara durasi tidur Berdasarkan hasil uji statistik diketahi
dengan status gizi remaja lebih dapat bahwa terdapat hubungan yang signifikan
disebabkan oleh proporsi remaja yang tidak antara konsumsi fast food dengan status gizi
jauh berbeda antara kategori durasi tidur. Hal lebih remaja (p<0,05). Hal ini sejalan dengan
ini disebabkan karena siswa menghabiskan teori yang mengatakan bahwa Kehadiran fast
waktu sedikitnya enam jam untuk belajar food dalam industri makanan di Indonesia juga

Siti Riptifah Tri Handari dan Tri Loka, Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016
161

bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja kerangka penyuluhan yang modern dan
di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menggunakan berbagai istilah yang dekat
menengah keatas, restoran, fast food dengan kehidupan remaja sehari – hari agar
ditawarkan dengan harga yang terjangkau pesan mudah dipahami dan membuat siswa
dengan kantong mereka, sevisnya cepat, dan tertarik untuk menjalani PUGS terutama di
jenis makanannya memenuhi selera. Fast food sekolah. Selain itu, OSIS, UKS dan PMR
adalah gaya hidup remaja kota.17 Kegemaran SMA Labschool Kebayoran Baru dapat
pada makanan siap saji modern yang melakukan kegiatan “sadar gizi” yang
mengandung tinggi kalori bila dikonsumsi didalamnya terdapat kegiatan – kegiatan yang
dalam jangka waktu yang lama, pada akhirnya berhubungan dengan gizi dan aktivitas fisik
akan mengarahkan remaja ke perubahan serta juga dapat membuat majalah dinding
patologis yang terlalu dini.8 (madding) tiap bulannya yang bertemakan gizi
Kesimpulan dan Saran dan kesehatan jasmani madding tersebut dapat
Berdasarkan hasil penelitian dan berisikan promosi PUGS, info mengenai gizi
pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat terbaru dan juga laporan hasil skrining
disimpulkan bahwa gambaran distribusi status kesehatan yang rutin dilakukan puskesmas di
gizi lebih pada siswa di SMA Labschool SMA Labschool. Madding tersebut dapat
Kebayoran Baru lebih tinggi (54,1%) diletakkan ditempat – tempat yang strategis
dibanding dengan siswa yang berstatus gizi seperti kantin, ruang UKS, ruang OSIS, dan di
normal (45,9%). Hasil uji statistik menunjukan dalam madding tiap – tiap kelas.
bahwa adanya hubungan yang signifikan Untuk keluarga harus sangat
antara variabel umur, jenis kelamin, memperhatikan konsumsi makanan anak, agar
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, tidak banyak yang mengalami gizi lebih.
kebiasaan olahraga dan konsumsi fast food Melakukan penelitian secara case control atau
terhadap status gizi lebih (p<0,05). kualitatif untuk mendapatkan informasi yang
Dengan adanya penelitian ini, dapat lebih mendalam sehingga permasalahan gizi
menjadi awal untuk menjalankan kerjasama khususnya kebiasaan sarapan dapat dipecahkan
dari pihak universitas dengan pihak sekolah dari akar permasalahan yang paling dalam.
SMA Labschool untuk menjalin kerjasama
mengenai penyuluhan kesehatan mengenai Daftar Pustaka
gizi. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka 1. More, Judy. 2014. Gizi Bayi, Anak dan
pihak sekolah terutama bagian UKS Remaja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
mengadakan sosialisasi mengenai pedoman Offset.
umum gizi seimbang (PUGS) mengenai porsi 2. Proverawati, Atikah. 2010. Permasalahan
makan dan bahan makanan yang baik, serta dan perubahan perilaku di kehidupan
sesuai untuk dikonsumsi oleh remaja dengan remaja. Yogyakarta: Nuha medika.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 13, No. 2, Juli 2017


162

3. Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi 13. Rahayuningtyas, Fiky. 2012. Hubungan


untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Edisi antara Asupan Serat dan Faktor Lainnya
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. dengan Status Gizi Lebih pada Siswa
4. RISKESDAS. 2010. Laporan Riset SMPN 115 Jakarta Selatan. Skripsi:
Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Depok: FKM UI.
Pengembangan Kesehatan Kementerian 14. Hancox, et al. 2004. “Association between
RI. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2016. Children and Adolescent TV Vieweing and
5. RISKESDAS. 2013. Laporan Riset Adult Health: a Longitudinal birth cohort
Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan study”. Lancet (2004), 364, 257 – 262.
Pengembangan Kesehatan Kementerian Diakses pada tanggal 16 Juni 2016
RI. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2016. www.thelancet.com
6. Sarintohe, Prawitasari. 2006. Perilaku 15. Ortega, et al. 2007. “Physical Activity,
makan tidak sehat. Jakarta: Rineka Cipt. Overweight, and Central Adiposity in
7. Bowman, S. A. 2004. Effect Fast Food Swedish Children and Adolescent. The
Consumption on energy intake and diet European Heart Study”. International
quality among children in a national Journal of Behavioral Nutrition and
household survey. Pediatric 113:112 – 118. Physical Activity, 4(61). Diakses pada
8. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur tanggal 16 Juni 2016.
Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku 16. Patrict, et al. 2004. “Diet, Physical
Kedokteran EGC. Activity, and Secondary Behaviors as Risk
9. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Factors of Overweight in Adolescence”.
Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Arch Pediatric Adolescent Medical, 158,
10. Brown, Judith E.2005. Nutrition Through 385 – 390. Diakses pada tanggal 16 Juni
the Life Cycle Second Edition. USA: 2016 dialamat www.jamanetwork.com
Thomson Wadsworth. 17. Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi
11. Utami, Vera Wira. 2012. Hubungan Untuk Kesehatan. Rajagrafindo Persada;
Konsumsi Zat Gizi, Karakteristik Keluarga Jakarta.
dan Faktor Lainnya terhadap Remaja Gizi
Lebih di SMA N 41 Jakarta Selatan Tahun
2012. Skripsi: FKM UI Depok.
12. Mardhatillah. 2008. Hubungan Kebiasaan
Konsumsi Makanan Siap Saji Modern
(Fast Food), Aktifitas Fisik dan Faktor
Lainnya dengan Kejadian Gizi Lebih pada
Remaja SMA Islam Pb. Soedirman di
Jakarta Timur. Skripsi. Depok: FKM UI.

Siti Riptifah Tri Handari dan Tri Loka, Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi
Lebih Remaja SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai