Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan bangsa, baik dibidang ekonomi, teknologi,
pertanian, pendidikan dan sebagainya, kemajuan ilmu kedokteran telah berhasil
menurunkan beberapa penyakit penyakit menular/infeksi . Penyakit infeksi dan
malnutrisi semakin berkurang sementara penyakit-penyakit tidak menular
penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit degeneratif, kanker, gangguan
jiwa dan man made diseases lainnya semakin meningkat.
Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia WHO pada tahun 2001 satu
dari empat orang di dunia akan terkena gangguan jiwa pada satu tahap dalam
kehidupannya,. Sekitar 450 juta orang kini telah menderita gangguan seperti itu,
sehingga menempatkan penyakit jiwa sebagai penyakit utama
dunia.Pengobatan memang dapat dilakukan, tetapi hampir dua pertiga dari
penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari bantuan profesional kesehatan
yang dapat menanganinya. Hal ini terjadi karena cap buruk yang diberikan
masyarakat terhadap gangguan jiwa.(http://www.psikologizone.com)
Menurut data dari Global Burden of diseases Study (WHO,2008)
menunjukkan gangguan kesehatan jiwa khususnya depresi merupakan
penyebab tertinggi keempat (4,3%) dalam beban umum diantara seluruh
penyakit.
Menurut Hasil Survei SKRT tahun 1995 oleh Balitbang Depkes pada 65.664
rumah tangga menunjukkan bahwa adanya gejala gangguan kesehatan jiwa
pada penduduk rumah tangga dewasa di Indonesia, yaitu 264 kasus per
1.000 penduduk. Dari Hasil SKRT didapatkan juga bahwa gangguan mental
emosional pada usia 15 tahun keatas mencapai 140 kasus per 1.000 penduduk
sedangkan , pada usia 5-14 104 per 1000 penduduk .
Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang
mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat
berkembang menjadi keadaan patologis apabila berlanjut. (Sarafino,2008).
Pada dasarnya gangguan mental emosional adalah masalah setiap orang . Setiap dia berinteraksi
dengan lingkungannya, dan selama ia terlibat dalam kemajuan zaman, terdapat kemungkinan untuk
mengalami gangguan tersebut. namun cukup banyak masyarakat yang menganggap gangguan ini
sebagai stigma Mereka cenderung mengingkari atau menolak untuk mengetahui keberadaannya,
pencegahannya, dan pengobatannya Ernaldi (dalam Rahajeng,1996)
Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin
bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk
lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun
1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini
meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh
penduduk, dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka
harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7
tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun,
dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori


1. Konsep Teori Lansia
Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis
atau psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi
suatu cabang psikiatrik, analog dengan psikiatrik anak. Diagnosis dan terapi
gangguan mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus, karena
kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, pathogenesis dan
patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis dewasa muda dan lanjut usia.
Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain
sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak
obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu
mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang
cukup besar. Bangsal akut, kronis dan day hospital, merupakan tiga layanan yang
mungkin harus sudah mulai difikirkan.
a. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
b. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan
menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat.
2. Teori Psikologi
a. Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara
lain adalah:
1) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang
spesifik yang dapat muncul sebagai akibat tuntutan:
1) Kematangan fisik
2) Harapan dan kebudayaan masyarakat
3) Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
b. Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh
fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa
muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego,
ketidaksadaran seorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian
digambarkan terhadap dunia luar atau kearah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari
dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap
individu dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
c. Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi
dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson
(1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat
kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani
adalah untuk mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa. Peck
(1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan
mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilih dalam tiga tingkat
yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh
terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas
perkembangan yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai
orang tua dan mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk
menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan
atau pelepasan pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang
menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua
tersebut.

3. Gangguan Emosional pada lansia


Aging atau penuaan berhubungan dengan adanya dua fenomena, yaitu penurunan
fisiologik tubuh dan peningkatan terjadinya penyakit (Fowler, 2003). Dengan kata
lain, aging adalah suatu proses fisiologis yang akan di alami oleh semua mahluk hidup
(Wibowo, 2003).
Definisi aging menurut American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M) adalah
kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal
disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan
intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Anggapan dahulu bahwa menjadi tua
memang hal yang wajar, alamiah dan tidak bisa diintervensi, tetapi hal ini dipatahkan
sejak penelitian Rudman yang dipublikasikan bahwa menjadi tua adalah suatu
penyakit yang bisa dicegah dan dalam batas tertentu bisa disembuhkan (Djuanda,
2005).
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

4. Teori Psikososial Lansia


a. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya.
Lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali
masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006).
Sedangkan menurut Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial
lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan
integritas yang utuh.
1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
a) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya
dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b) Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
1) Gangguan jantung
2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang
6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya .
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa
perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
d) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung
dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental
setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam
menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut
kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-
kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja
atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara
berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan
pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang
sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat
hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping
pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan
bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan
berkurang dan sebagainya.
e) Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation
yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial
Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai
seorang lansia
B. Lanjut Usia sehat

Lansia adalah seseorang yang secara alami telah menurun fungsi tubuhnya
seiring dengan bertambahnya usia , penurunan ini bermacam-macam-tingkatannya
walaupun demikian lansia yang sudah turun fungsi sistemnya masih dikatakan sehat
bila tidak disertai keadaan patologi. (WHO.1998)
Menurut Hall (1986) lansia sehat sangat dipengaruhi pada lingkaran
kehidupan dan keluarganya, terdapat 2 (dua) lingkaran kehidupan yang
mempengaruhi kesehatan dari lansia yaitu: lingkaran kehidupan negatif dan
lingkaran kehidupan positif. Pada lingkaran kehidupan negatif lansia merasakan
kapasitas fisik, mental atau sosial menurun , lalu oleh keluarga/masyarakat dicap
sebagai orang yang tak mampu atau sudah tidak efisien sehingga lansia tersebut
menjadi sakit dan akhirnya mengakui dirinya sakit dan cacat. Sedangkan teori
lingkaran positif, lansia tersebut ada pada keberadaan yang nyaman, ia menjalankan
pemeriksaan medik dan mendapatkan diagnosa dan pengobatan yang tepat ia juga
mendapatkan masukan sosial medik seperti ndukungan , makanan, perumahan dan
pengangkutan . dengan itu semua lansia tersebut memiliki kemampuan emosi dan
dukungan emosional, dirinya mengikuti peran lanjut usia untuk mempertahankan
sosialnya misalnya sebagai relawan.
i. Lanjut Usia sehat Jiwa
Menurut Depkes 2004 , usia lanjut sehat jiwa mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Mampu mengambil keputusan dan mengatur kehidupannya sendiri
2. Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa
hidupnya bermakna.
3. Mampu menerima kegagalan yang dialaminya sebagai bagian dari
hidupnya yang tidak perlu disesali dan mengandung hikmah yang
berguna bagi hidupnya.
4. Memiliki integritas pribadi yang baik berupa konsep diri yang
mantap dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang
dimilikinya.
5. Mampu mempertahankan dukungan sosial yang bermakna, yaitu
berada diantara orang-orang yang menyayangidan memperhatikan
mereka.
6. Merasa dirinya masih diperlukan dan dicintai.
7. Mempunyai kebiasaan dan gaya hidup yang sehat
8. Memiliki keamanan finansial yang memungkinkan hidup mandiri
tidak menjadi beban orang lain.
9. Dapat memperjuangkan nasibnya sendiri, tidak bergantung kepada
orang lain.
2.3. Kesehatan Jiwa
Istilah kesehatan jiwa/mental digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan
baik emosi maupun kognitif atau ketiadaan dari penyakit mental. Dalam Undang-
undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap organ hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan jiwa adalah
keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan intelektual yang
optimal dari seseorang serta perkembangan tersebut berjalan selaras dengan orang
lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain. (Direktorat Kesehatan Jiwa, 2001)
Mental Health foundation di Inggris, menyatakan kesehatan jiwa individual adalah
ketika seseorang mampu:

1. Membangun emosional, kreativitas, intelektualitas, dan spiritual


2. Berinisiatif, membangun, dan meneruskan hubungan saling
menguntungkan dan memuaskan
3. Percaya diri dan aktif
4. Sadar akan orang lain dan berempati terhadap mereka
5. Menggunakan dan menikmati kesepian
6. Bermain dan menikmati kesenangan
7. Tertawa , baik terhadap dunia maupun dirinya.

2.4 Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa dapat terjadi kapan saja , terhadap siapa saja, dari yang paling
ringan sampai yang sangat parah. Menurut dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ bahwa
tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan dirinya tidak pernah mengalami
gangguan kejiwaan (Kompas, 5 November 2007).
Dari berbagai penelitian dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan yang tidak normal , baik yang berhubungan dengan fisik , maupun
mental . keabnormalan tersebut di bagi kedalam dua golongan yaitu gangguan jiwa
(neurosis) dan sakit jiwa (psikosis). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala,
yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), histeria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan , takut, pikiran- pikiran yang buruk dan
sebagainya (Yoseph ,2008)
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
Depkes, gangguan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang bermakna
dan dapat ditemukan secara klinis dan yang disertai dengan penderitaan
(distress) pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi
seseorang. Pada dasarnya gangguan jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri,
karena kita mengetahui manifestasi gangguan jiwa berupa perilaku, pikiran, dan
perasaan, erat sekali kaitannya dengan kondisi tubuh/jasmani.
Jenis gangguan Jiwa
Menurut Maramis (2009) kalsifikasi gangguan jiwa terbagi dalam 2 golongan besar
yaitu:
a. Psikosis (gangguan jiwa berat/ penyakit mental )
Psikosa adalah gangguan jiwa serius yang timbul karena penyebab organic
atau emosional dan menunjukkan gangguan kemampuan berpikir , bereaksi
secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan
bertindak seseuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat
terganggu.
b. Neurosis ( gangguan jiwa ringan/ gangguan mental)
Neurosis ialah suatu kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena
tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak sadar .
Bagi penderita gangguan mental / psyconeurosis masih menghayati realitas
, masih hidup dalam alam pada umumnya . Ia masih mengetahui dan
merasakan kesukaran-kesukaran . sebenarnya ia tidak dapat atau kurang
dapat mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungannya serta belum kuat
atau tidak kuat hatinya.itulah sebabnya ia mencari jalan keluar untuk
melarikan diri dari kekecewaan atau penderitaan menjadi
neurosis/psyconeurosis (Sundari, 2005)
Jenis Neurosis menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa Depkes
Menurut gejalanya neurosis di bagi beberapa jenis yaitu:
1. Neurosis cemas
Pada neurosis kecemasan tidak terikat pada suatu benda atau keadaan , tetapi
mengambang bebas . bila kecemasan sudah mencapai panik , orang itu akan
menjadi berbahaya. Dengan sikap yang agresif dan mengancam.
Gejala somatik berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala enteng, linu-linu,
episgatrium nyeri, lekas lelah, palpitasi, keringat dingin, gejala lain seperti
keluhan sistem pencernaan, pernafasan, sistem kardiovaskuler, genitourinaria.
Gejala psikologik timbul rasa was-was kwatir akan terjadi sesuatu yang tidak
meyesuaikan .
2. Neurosa Histerik
Gejala-gejala sering timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila
penderita menghadapi keadaan yang menimbulkan emosi yang hebat dan yang
mempunyai arti simbolik mengenai konflik. Gejala-gejala sering dimodifikasi
hanya dengan sugesti.
3. Neurosa Fobik
Ditandai dengan rasa takut yang hebat sekali terhadap benda atau oleh
individu yang sebenarnya disadari sebagai bukan ancaman dan dapat
mengakibatkan perasaan seperti akan pingsan, merasa lelah, palpitasi,
berkeringat, mual, tremor, dan panik.neurosis ini menimbulkan kompulsi atau
obsesi .
4. Neurosa Obsesif kompulsif
Obsesi suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran, sedangkan kompulsi
menunjukkan dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
sesuatu.
5. Neurosa depresif
Neurosa depresif ialah gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat
berkurang , rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan
makan.Gejala psikologik ialah pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu
bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil keputusan, lekas lupa, timbul
pikiran-pikiran bunuh diri.
Gejala badaniah ialah penderita merasa tidak senang, cepat lelah tak
bersemangat atau apatis, terdapat anorexia, insomnia, dan konstipasi.
6. Neurosa nerastenik
Ditandai dengan keluhan yang menahun ,mudah lelah dan kadang-kadang
kehabisan tenaga. Kepribadian premorbid dengan neurosa ini adalah terus-
menerus tidak puas dan merasa ditolak atau tidak diterima.
7. Neurosa depersonalisasi
Merupakan keadaan yang didominasi oleh rasa ketidakwajaran (unreality)
dan keasingan (estrangement) terhadap dirinya, tubuhnya atau lingkungannya.
Penderita neurosa ini terjadi kesadaran yang tidak menyenangkan terhadap
dunia luar. Diri sendiri dirasakan lain, asing, seperti dalam mimpi atau mungkin
berada diluar tubuhnya dan melihat tubuhnya dari atas
Kriteria untuk diagnosa depersonalisasi
1. Kenyataan berubah
2. Perubahan yang tidak menyenangkan
3. Perubahan persepsi suatu waham
4. Tidak adanya respon emosional
5. Neurosa Hipokondrik
Keadaan ini ditandai oleh pikiran yang terpaku (preoccupied ) pada
kesehatan fisik dan mentalnya. Penderita takut akan adanya penyakit pada
berbagai bagian tubuh.
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia).
Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena
disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang
ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang
didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis
pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam
memasuki tahap lanjut usia (lansia)
Gejala gangguan mental / neurosis pada taraf awal sulit dibedakan dengan gejala
psikosis . semakin berat penderitaan semakin nampak perbedaan itu.(Sundari ,
2005)
2.5 Gangguan mental emosional
Gangguan mental emosional menurut Dictionary reference dari Universitas
Priceton adalah bagian dari gangguan jiwa yang bukan disebabkan oleh kelainan
organik otak dan lebih didominasi oleh gangguan emosi (disturbace of emotions).
Penelitian yang dilakukan oleh Harison menunjukkan bahwa klien yang berkunjung
ke rumah sakit umum ada yang mengalami gejala somatisasi, yaitu berobat dengan
gejala keluhan fisik namun tidak ada penyebab organik.
Pengertian ini mengandung arti bahwa gangguan mental emosional lebih mengarah
ke aspek psikologis daripada aspek biologis. Richmond (dalam Kaplan,2005),
mengemukakan bahwa gangguan mental emosional merupakan perubahan mood
dan afek yang dihubungkan kepada pikiran-pikiran spesifik atau kondisi fisik yang
sesuai dengan yang seiring dengan mood dan afek . Gangguan mental emosional
merupakan perubahan atau gangguan mood dan afek yang berpengaruh juga
terhadap fisik seseorang karena aspek biologis (fisik), psikis (salah satunya emosi)
dan sosial. Sehingga asepk fisk dan mental saling mempengaruhi terhadap
gangguan mental emosional seseorang.
Setiap orang pernah mengalami perubahan dalam hidupnya dimana
perubahan tersebut menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya.
Perubahan tersebut bisa menjadi kondisi yang mengancam Individu
(Siswoyo,2011). Kaplan dan Saddock (2005) menjelaskan bahwa apabila individu
tidak mampu menemukan penyeleseian terhadap situasi yang mengancamnya maka
individu tersebut mengalami gangguan mental emosional.
Gangguan Mental emosional merupakan suatu keadaan yang
mengindikasikan individu mengalami perubahan emosional yang dapat
berkembang menjadi keadaan patologis apabila berlanjut (Idaiani, 2009)
Gejala Gangguan mental emosional dapat berupa gejala depresi, gangguan
psikosomatik, dan ansietas. Tanda-tanda gejala depresi, Psikosomatik dan ansietas
meliputi:
Menurut ICD -10 tanda-tanda gejala depresi terdiri dari:
- Perasan depresif
- Hilangnya minat dan semangat
- Mudah lelah dan tenaga hilang
- Konsentrasi menurun
- Harga diri menurun
- Perasaan bersalah
- Pesimistis terhadap masa depan
- Gagasan membahayakan diri (self harm) atau bunuh diri
- Gangguan tidur
- Menurunnya libido
Gangguan psikomatis adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
keluhan gejala fisik yang berulang , yang disertai permintaan pemeriksaan
medis tetapi hasilnya negatif dan sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak
ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya, Pasien biasanya
menolak adanya penyebab biologis. Gejala fisik dapat berupa keluhan nyeri
lambung, alergi kulit, gangguan haid, diare, sesak nafas, dan lain-lain.
(Siswoyo, 2011)
Ansietas merupakan respon emosi tanpa obyek yang jelas tetapi penderita
merasakan perasaan was-was seakan sesuatu yang buruk akan terjadi yang
biasanya disertai gejala otonomik yang berlangsung beberapa bulan bahkan
tahunan. Manifestasi secara psikis adalah : khawatir secara berlebihan, gelisah
tidak menentu, takut berlebihan dan tidak tentram. Manifestasi secara fisik
dapat berupa nafas pendek, nyeri perut, tangan bergetar, diare/konstipasi,
penglihatan kabur, otot terasa tegang (Sumiati, 2009)
C. KONSEP DASAR ASKEP
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Fungsional
Merupakan pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
sehari – hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan
pemilihan intervensi yang tepat. Situasi klien menentukan beberapa kali
dalam sehari tes harus diberikan, serta jumlah kali klien perlu untuk di tes
untuk menjamin hasil yang akurat.Indeks Kemandirian pada Aktivitas
Kehidupan Sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi,
berpindah, kontinen, dan makan. Definisi khusus dari kemandirian
fungsional dan tergantung tampak pada indeks.

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar


kecil, berpakaian, dan mandi.
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikimya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain dikiasifikasikan sebagai C, D, E, atau F

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan pribadi


aktif, kecuali seperti secara spesifik diperlihatkan di bawah ini. Ini
didasarkan pada status aktual dan bukan pada kemampuan. Seorang klien
yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap sebagai tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
1) Mandi (Spon, Pancuran, atau Bak)
a) Mandiri
Bantuan hanya pada satu bagian mandi seperti punggung atau
ekstremitas yang tidak mampul atau mandi sendiri sepenuhnya.
b) Tergantung
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, tidak mandi sendiri.
2) Berpakaian
a) Mandiri
Mengambii baju dari kloset dan laci; berpakaian, melepaskan
pakaian, mengikat; mengatur pengikat; melepas ikatan sepatu.
b) Tergantung
Tidak memakai baju sendiri atau sebagian masih tidak
menggunakan pakaian.
3) Ke Kamar Kecil
a) Mandiri
Ke kamar kecil; masuk dan keluar dari kamar kecil; merapikan
baju; membersihkan organ-organ ekskresi; (dapat mengatur
bedpan sendiri yang digunakan hanya malam hari dan dapat atau
takdapat menggunakan dukungan mekanis).
b) Tergantung
Menggunakan bedpan atau pispot atau menerima bantuan dalam
masuk dan menggunakan toilet.
4) Berpindah
a) Mandiri
Berpindah ke dan dari tempat tidur secara mandiri, berpindah
duduk dan bangkit dari kursi secara mandiri (dapat atau tidak
dapat menggunakan dukungan mekanis).
b) Tergantung
Bantuan dalam berpindah naik atau turun dari tempat tidur
dan/atau kursi; tidak melakukan satu atau lebih perpindahan.
5) Kontinen
a) Mandiri
Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.
b) Tergantung
Inkontinensia parsial atau total pada perkemihan atau
defekasi; konirol total atau parsial dengan enema, kateter, atau
penggunaan urinal dan/atau bedpan teratur.
6) Makan
a) Mandiri
Mengambil makanan dari piring atau keseksamaan
memasukannnya ke mulut, (memotong-motong daging dan
menyiapkan makanan, seperti mengolesi roti dengan mentega,
tidak dimasukan dalam evaluasi).
b) Tergantung
Bantuan dalam hal makan (lihat di atas); tidak makan sama
sekali, atau makan per parentral.
Pada kasus depresi kemandirian cenderung bermasalah karena
berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas.
b. Pengkajian Status Kognitif (Short Portable Mental Status )
Bagaimana dengan kondisi kognitif lansia: apa daya ingat lansia
mengalami penurunan, mudah lupa, apa masih ingat hal-hal yang terjadi
pada lansia dimasa lalu, dll.
Data yanng diperoleh:
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri
sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis,
ketidakpastian.

Mekanisme pengkajian kognitif:


Questionnaire/SPMSQ)

Instruksi : Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini, dan catat


semua jawaban. Ajukan pertanyaan 4 A hanya jika
klien tidak mempunyai telepon. Catat jumlah
kesalahhan total berdasarkan sepuluh pertanyaan
+ - PERTANYAAN
1. Tanggal berapa hari ini? (Tanggal, bulan, tahun)
2. Hari apa sekarang ini?
3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomor telepon Anda?
4A.Dimana alamat Anda? (Tanyakan hanya bila klien tidak
memiliki telepon)
5. Berapa umur Anda?
6. Kapan Anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden sebelumnya?
9. Siapa nama ibu Anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total
Dilengkapi oleh Pewawancara
Nama Pasien: Tanggal pengkajian:
Jenis kelamin: Suku:
Pendidikan:
Nama pewawancara:
Penilaian
Kesalahan 0-2 Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 Kerusakan intelektual Ringan
Kesalahann 5-7 Kerusakan intelektual Sedang
Kesalahan 8-10 Kerusakan intelektual Berat
Pada kasus depresi pada lansia cendrung mengalami dimensia dan mengalami
gangguan kognitif yang dipengaruhi faktor depresi dan proses degeneratif.
c. Pengkajian Status Sosial/ Emosi
APGAR keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga
(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap
emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-sama
Analisa hasil :
Skor : 8-10 : fungsi sosial normal
Skor : 5-7 : fungsi sosial cukup
Skor : 0-4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri
Bagaimana dengan kondisi status mental klien: apakah lansia mudah
tersinggung, bagaimana dengan emosi lansia labil/stabil.

d. Pengkajian Status Psikologis


Skala Depresi Yesavage
Skala Depresi geriatrik Yesavage, bentuk singkat
Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda?(ya/tidak)
Sudahkah Anda mengeluarkan aktifitas dan minat Anda? (ya/tidak)
Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong?(ya/tidak)
Apakah Anda sering bosan?(ya/tidak)
Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu?(ya/tidak)
Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda?(ya/tidak)
Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu?(tidak/tidak)
Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah pada malam hari, daripada
pergi dan melakukan sesuatu yang baru? (ya/tidak)
Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah
dengan ingatan Anda daripada yang lainnya?(ya/tidak)
Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang
ini?(ya/tidak)
Apakah Anda merasa saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda
sekarang? (tidak)
Apakah Anda merasa penuh berenergi? (ya/tidak)
Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada
harapan?(ya/tidak)Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang
lebih baik daripada Anda? (ya)
Analisa hasil :
Jika jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1. (nilai poin 1 untuk
setiap respons yang cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah
pertanyaan)
Nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.

e. Pengkajian Keseimbangan
KRITERIA NILAI
Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Bangun dari tempat duduk (dimasukkan analisis) dengan mata
terbuka
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi
mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama
kali
Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata terbuka
menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi
Bangun dari tempat duduk (dimasukkan analisis) dengan mata
tertutup
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi
usila mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke
bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri
pertama kali
Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata tertutup
menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi
Ket: kursi harus yang keras tanpa lengan
Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata terbuka
menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya
Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata tertutup
klien menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki
tidak menyentuh sisi-sisinya
Perputaran leher (klien sambil berdiri)
Menggerakkan kaki, menggenggam objek untuk dukungan kaki:
keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil
Gerakan mengapai sesuatu
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak stabil
memegang sesuatu untuk dukungan
Membungkuk
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil
(misalnya pulpen) dari lantai, memegang objek untuk bisa berdiri
lagi, dan memerlukan usaha-usaha yang keras untuk bangun
Komponen gaya berjalan atau pergerakan
Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan ragu-ragu,
tersandung, memegang objek untuk dukungan
Ketinggian langkah kaki
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau
menyeret kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm)
Kontinuitas langkah kaki
Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten, memulai
mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai
Kesimetrisan langkah
Langkah tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit
Penyimpangan jalur pada saat berjalan
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi
Berbalik
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang,
memegang objek untuk dukungan
Keterangan:
0 – 5 resiko jatuh rendah
6 – 10 resiko jatuh sedang
11 – 15 resiko jatuh tinggi

f. Pengkajian Spiritual
1) Berkaitan dengan keyakinan agama yang dimiliki dan sejumlah makna
keyakinan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
lansia.
2) Hal-hal yang perlu dikaji:
 Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
 Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan.
Misalnya: pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
 Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa.
 Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal

g. Pengkajian Fungsi Afektif


Data yang sering didapat pada pengkajian afektif pada lansia depresi :
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian,
harga diri rendah, kesedihan.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji fungsi afektif pada
lansia yaitu :
1) Penting untuk mengkaji arti dari suatu kejadian bagi lansia dengan
mengkaji kedalaman dan lamanya afek yang ditampilkan
2) Ekspresi emosi dipengaruhi oleh budaya dan karakteristik personal
3) Pada lansia biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara
langsung/ verbal. Oleh karena iti penting untuk mengobservasi adanya
reaksi tidak langsung/ non verbal dari lansia.
4) Penting untuk menggunakan istilah – istilah yang dapat diterima oleh
lansia pada saat wawancara dengan berfokus pada perasaan yang
dirasakan oleh lansia. Dapat diawali dengan menggunakan open ended
question misalnya : bagaimana kabarnya hari ini ?

Temuan – temuan pada Fungsi afektif


AFEK KETERANGAN
Afek tidak Respon emosional yang tidak sesuai dengan pikiran,
serasi pembicaraan
Afek tumpul Respon emosional yang sangat kurang
Afek Dua jenis perasaan yang berlawanan terhadap suatu objek
ambivalen yang timbul pada saat yang bersamaan
Euforia Kegembiraan berlebihan tidak sesuai dengan realitas
Depresi Perasaan sedih, murung, susah. depresi sering disertai
dengan gejala somatik : pusing, konstipasi, nyeri perut,
nyeri otot, nafsu makan berkurang dan insomnia.
Anxietas Kecemasan, kekawatiran, was – was, takut. Sering disertai
dengan gejala somatik : ketegangan motorik (gemetar,
tegang, nyeri otot, mudah kaget, gelisah) dan hiperaktivitas
saraf otonomik (berkeringat , telapak tangan lembab,
jantung berdebar cepat, mulut kering, pusing, kesemutan,
rasa mual, sering kencing, dan rasa tidak enak di ulu hati)

Observasi yang dapat dilakukan untuk mengkaji fungsi afektif :


1) Bagaimana perasaan klien saat ini ?
2) Apakah indikator yang menggambarkan mood/ rasa cemas /
depresi pada klien ?
3) Apakah ada faktor –faktor dibawah ini yang mengakibatkan
cemas pada klien seperti : kondisi patologik, pengobatan atau
intervensi yang berpengaruh pada sistem saraf pusat ?
4) Cara yang dilakukan oleh klien untuk mengatasi perasaannya
yang tidak seperti biasanya ?
5) Apakah ada hal yang ingin didiskusikan mengenai perasaaan
klien?

h. Pengkajian Depresi
Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala
yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan
pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat
dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada
lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan
di berbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah
Geriatric Depression Scale (GDS)
i. Pengkajian Fisik
Keterampilan pengkajian Fisik ada 4 diantaranya adalah:
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
1) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda
jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan
gairah makan.
2) Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)
3) Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang
mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak
mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-
nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak
kemajuan", seringkali terjadi.
4) Berat badan berubah drastis
5) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam
faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi
dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak
tidur.
6) Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan
jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang
mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan
perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu.
Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa
berkonsentrasi".
7) Keluarnya keringat yang berlebihan
8) Sesak napas
9) Kejang usus atau kolik
10) Muntah
11) Diare
12) Berdebar-debar
13) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang
mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari
kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan
idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi
mungkin akan gampang letih dan lemah.
14) Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk
mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya
capai".

2. DIAGNOSA
a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible
b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis )
d. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan
dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis
e. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible
1) Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat dan
waktu
2) Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan


kognitif
1) Pertahankan tindakan kewaspadaan
2) Hadir dekat pasien selama prosedur atau pengobatan dilakukan

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,


transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis )
1) Kaji derajat sensori/ gangguan persepsi
2) Mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan

d. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan


dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologi
1) Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri
2) Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan
sesuai kebutuhan
e. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit
1) Berikan dukungan emosional
2) Rujuk keluarga ke kelompok pendukung

4. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah di susun
sebelumnya.

5. EVALUASI
Jika kriteria hasil telah tampak sesuai dengan yang diharapkan pada intervensi
dan masalah keperawatan telah terselesaikan maka perawat terlebih dahulu
harus mengkaji secara holistik terkait kondisi aktual pasien tentang ada atau
tidaknya masalah baru yag muncul. Tahap evaluasi dilakukan pada akhir
pelaksanaan proses keperawatan, ini bertujuan agar dapat menilai apakah
proses keperawatan yang dilaksanakan sudah berjalan sesuai rencana
keperawatan yang disusun sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi
Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai