Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OBAT EMERGENCY
2017
Bandung 4017
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
A. Umum
1. Meningkatkan pengelolaan obat emergency yang telah disediakan di setiap lantai
2. Pemenuhan standar akreditasi versi 2018
B. Khusus
1. Tertib administrasi
2. Fungsi kontrol dari Instalasi Farmasi
3. Standar penyimpanan perbekalan farmasi
Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib memiliki sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam penanganan kasus emergensi. Sediaan
emergensi yang dimaksud adalah obat-obat yang bersifat life saving atau
life threatening beserta alat kesehatan yang mendukung kondisi emergensi. Untuk itu
pengelolaan obat emergensi menjadi hal yang penting dan menjadi tanggung jawab bersama,
baik dari instalasi farmasi sebagai penyedia sediaan farmasi dan alat kesehatannya, serta dokter
dan perawat sebagai pengguna.
Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, pengelolaan obat emergensi harus menjamin beberapa hal sebagai berikut :
1. Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi yang sudah
ditetapkan rumah sakit
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
3. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
5. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain
Berikut daftar isi trolley atau tas emergency yand disediakan di RSIA Melinda:
DAFTAR OBAT EMERGENCY DI TROLLEY
No. Nama Obat Exp Date Min.stok Tgl dipakai Nama Pasien-Nama Dokter (resep
terlampir)
1. Adrenalin/ Epinefrin injeksi 1 ampul
2. Amiodaron injeksi (Cordarone inj) 1 ampul
3. Aminofilin injeksi 1 ampul
4. Atropin Sulfat injeksi 1 ampul
5. Thrombo Aspilet 80mg 10 tablet
6. Ca Gluconas injeksi 1 ampul
7. Diazepam injeksi (Stesolid inj) 1 ampul
8. Dexametason injeksi (Cortidex inj) 1 ampul
9. Dobutel/ dobutamin 1 ampul
10. Dopamin /Proinfark 1 ampul
11. Furosemid injeksi (Lasix Inj) 1 ampul
12. KCl 1 ampul
13. Lidokain 2% injeksi 1 ampul
14. Manitol inkesi 1 flc
15. Meylon 25 / Na bikarbonat 1 ampul
16. Mg SO4 40% 1 flc
17. NaCl 3% 1 flc
18. Pethidin injeksi (Clopedin inj) 1 ampul
19. Plasminex injeksi 1 ampul
20. Sagestam injeksi 1 ampul
21. APD: Masker 3 buah
22. APD: Sarung tangan biasa 3 pasang
23. APD: Sarung tangan steril 2 pasang
24. Canula O2 anak+dewasa @1 buah
25. Gunting 1 buah
26. Infus set 1 buah
27. IV Catheter No 18, 22, 26 @1 buah
28. Wippy 5 pcs
29. Micropore 1 inch 1 buah
30. Spuit 1cc 2 buah
31. Spuit 3cc 2 buah
32. Spuit 5cc 2 buah
Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit seharusnya memiliki kebijakan maupun
prosedur agar lebih mudah dan tertata dalam pelaksanaannya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di antaranya adalah penentuan
jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan, dan penggantian sediaan
emergensi.
Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit dan dapat terakses segera
saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus ada pada setiap unit
perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-obat tersebut bisa
ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi emergensi. Apabila
terjadi keadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat sediaan emergensi,
maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan tim code blue rumah
sakit.
Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi untuk setiap unit perawatan.
Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan, bentuk sediaan,jumlah, dan expired
datenya. Daftar obat emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat penyimpanan obat
emergensi agar memudahkan dokter/perawat yang akan memakai obat tersebut.
Obat-obat emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat disimpan pada
troli, kit, lemari, tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan kebutuhan unit. Perbedaan
tempat penyimpanan tersebut menyesuaikan dengan isi dan kebutuhan unit tersebut, sebagai
contoh untuk troli bisa ditempatkan defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah
dibawa oleh petugas kesehatan untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat
emergensi. Lokasi penyimpanan obat-obat tersebut harus mudah diakses ketika
dibutuhkanya dan tidak terhalang oleh barier fisik atau benda lain. Selain itu perlu juga
mempertimbangkan stabilitas obatnya yaitu pada suhu ruang yang terkontrol.
Guna menjamin keamanan baik dari penyalahgunaan maupun dari pencurian, tempat
penyimpanan obat harus dikunci atau disegel dengan segel yang memiliki nomor register
yang berbeda-beda dan segel tersebut terbuat dari bahan sekali pakai, artinya ketika segel
dibuka, segel tersebut akan rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Penggunaan segel sekali
pakai memiliki keuntungan sebagai indikator apakah obat emergensi tersebut dalam keadaan
utuh atau tidak.
Penataan sediaan emergensi juga harus memenuhi prinsip keamanan, sebagai
pertimbangan untuk obat yang penampilan dan penamaannya mirip (Look Alike Sound Alike
atau LASA), ditempatkan tidak berdekatan dan diberi label LASA untuk mencegah terjadinya
kesalahan pengambilan. Untuk obat-obat yang termasuk dalam daftar High Alert (HA) juga
diberi label HA.
Dalam penggunaannya, tempat penyimpanan obat emergensi harus dibuka dengan cara
menarik segel sampai putus dan mengambil obat sesuai dengan yang dibutuhkan, kemudian
dokter menulis resep yang berisi obat yang sudah digunakan. Resep tersebut diberikan
kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian obat yang sudah digunakan. Pada saat
mengambil dan mengganti obat emergensi, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah
menulis pada lembar pemakaian dan penggantian sediaan emergensi yang berisi daftar nama
pasien yang menggunakan, berikut nama obat, tanggal kadaluarsa dan jumlahnya serta tidak
lupa mengisi nama petugas yang melakukannya dan no segel yang baru.
Obat emergensi harus selalu terjaga stok obatnya agar selalu siap dipakai. Oleh karena
itu, petugas yang ada di unit terkait harus segera melaporkan penggunaan obat emergensi
tersebut kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian stok dan penyegelan kembali
untuk menjaga keamanan dan kelengkapan obat tersebut. Penggantian harus dilakukan
sesegera mungkin, dan rumah sakit perlu menetapkan standar waktu maksimal penggantian
obat agar obat selalu siap digunakan pada saat dibutuhkan. Apabila ada keterbatasan
kemampuan maupun jumlah petugas farmasi, penggantian obat emergensi bisa diprioritaskan
untuk unit yang rawan/sering terjadi kasus emergensi terlebih dahulu. Bisa juga dengan
menetapkan standar waktu yang berbeda untuk penggantian obat emergensi pada unit yang
sering dengan yang jarang pemakaiannya.
Sediaan emergensi perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara berkala untuk
memastikan kualitas obat di dalamnya. Oleh karena itu rumah sakit juga harus menetapkan
jangka waktu monitoring obat emergensi. Apabila terdapat obat yang rusak atau hampir
kadaluarsa maupun obat yang sudah kadaluarsa ditemukan, maka harus segera dilakukan
penggantian. Setelah dilakukan penggantian stok obat, perlu dilakukan kembali penyegelan
dengan menggunakan segel dengan nomor register yang baru oleh petugas farmasi. Dalam
melakukan monitoring obat-obat emergensi perlu adanya lembar catatan yang berisi
mengenai catatan pengecekan pengambilan, pemakaian dan penggantian obat emergensi yang
berfungsi untuk memastikan obat emergensi dalam keadaan utuh dan siap dipakai.
BAB IV
PENUTUP
Demikian Panduan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagai acuan untuk menggunakan obat/
peralatan emergency yang telah disediakan di RSIA Melinda.