Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN IMUNOSEROLOGI II

PEMERIKSAAN TREPONEMA PALLIDUM (TP-RAPID)

METODE IMUNOKROMATOGRAFI

OLEH KELOMPOK III

FELIA A. AKASE : 85AK17044

JUWITA DJAILANI : 85AK17049

MOH. ILHAM A.D MALANUA : 85AK17052

MUTIA AGRIANI DUE : 85AK17053

PRATIWI DUNGGIO : 85AK17056

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES BINA MANDIRI GORONTALO

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena

memiliki masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai

banyak penyakit, dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda, 2015).

Treponema pallidum subspesies pallidum (biasa disebut dengan

Treponema pallidum) merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang

halus, ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Bakteri

yang patogen terhadap manusia, bersifat parasit obligat intraselular,

mikroaerofilik, akan mati apabila terpapar oksigen, antiseptik, sabun,

pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator.

Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang

terinfeksi, kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang

menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan

(Elvinawaty, 2014).

Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan

penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis

dibagi menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi

menjadi sifilis primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk

sifilis tersier (gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis

laten lanjut (Elvinawaty, 2014). Untuk mendiagnosa penyakit sifilis ini


dengan mudah dapat dilakukan dengan pemeriksaan uji serologi yaitu uji

VDRL (Vederal Disiase Research Laboratory) menggunakan rapid tes RPR

(Rapid Plasma Reagin).

1.2 RumusanMasalah

Bagaimana cara melakukan pemeriksaan sifilis di dalam darah dengan

uji serolgi TP-Rapid dengan metode Immunokromatografi ?

1.3 TujuanPraktikum

Adapun tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui adanya bakteri T.

Pallidum di dalam darah yang menyebabkan penyakit sifillis dengan uji

serolgi TP-Rapid metode Immunokromatografi

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat praktikum mahasiswa dapat mengetahui bagaimana hasil

dari pemeriksaan sifillis dan mengetahui bagaimana cara pemeriksaan dengan

uji serolgi TP-Rapid metode Immunokromatografi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan

oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum.

Penyebaran sifilis di dunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar

dengan jumlah kasus 12 juta pertahun. Infeksi sifilis dibagi menjadi sifilis

stadium dini dan lanjut (Aman M, 2010).

Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder, dan laten dini.

Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis kardiovaskular

dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut. Sifilis primer didiagnosis

berdasarkan gejala klinis ditemukannya satu atau lebih chancre (ulser). Sifilis

sekunder ditandai dengan ditemukannya lesi mukokutaneus yang terlokalisir

atau difus dengan limfadenopati. Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis dengan

pemeriksaan nontreponemal dan treponemal reaktif, riwayat terapi sifilis

dengan titer uji nontreponemal yang meningkat dibandingkan dengan hasil

titer nontreponemal sebelumnya. Sifilis tersier ditemukan guma dengan

pemeriksaan treponemal reaktif, sekitar 30% dengan uji nontreponemal yang

tidak reaktif (Aman M, 2010).

2.2 Penyebab Penyakit Sifilis

Treponema pallidum merupakan bakteri patogen pada manusia.

Kebanyakan kasus infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang

yang menderita sifilis aktif baik primer ataupun sekunder. Penelitian


mengenai penyakit ini mengatakan bahwa lebih dari 50% penularan sifilis

melalui kontak seksual. Biasanya hanya sedikit penularan melalui kontak

nongenital (contohnya bibir, pemakaian jarum suntik intravena, atau

penularan melalui transplasenta dari ibu yang mengidap sifilis tiga tahun

pertama ke janinnya). Prosedur skrining transfusi darah yang modern telah

mencegah terjadinya penularan sifilis (Daili,S.F Indriatmi Dkk, 2013).

2.3 Klasifikasi Penyakit Sifilis

Menurut (Erick Thungady, 2016), Penyakit sifilis diklasifikasikan dalam

beberapa jenis sebagai berikut :

1. Sifilis Primer

Gejala pertamanya adalah munculnya bisul kecil keras yang disebut

syanker pada situs infeksi. Biasanya di ujung batang pelir pada pria dan di

leher rahim atau vagina wanita. Syanker itu terlihat jelas pada pria, tetapi

pada wanita seringkali tersembunyi. Bisul itu tidak gatal ataupun sakit.

Jadi sifilis primer dapat berkembang tanpa diketahui. Treponema pallidum

biasanya dapat ditemukan didalam syanker semacam itu melalui

pemeriksaan mikroskopis medan gelap. Juga dalam stadium ini, spiroketa

menyerang kelenjar getah bening, menyebabkan menjadi lebih besar dan

keras. Setelah 3-5 pekan, syanker itu sembuh secara spontan, dan penyakit

itu dari luar nampak tenang-tenang saja. Tetapi sementara itu organisme

tersebut disebarkan lewat aliran darah ke seluruh tubuh.


2. Sifilis Sekunder

Stadium penyakit ini di dahului oleh ruam (pemunculan pada kulit)

yang timbul setiap saat pada 2 sampai 12 pekan setelah hilangnya syanker.

Penyakit itu sekarang tersebar umum dan juga terjadi limfodenopati

(kelenjar getah belling yang berpenyakit) yang tersebar luas. Sifilis disebut

pula "peniru besar" karena gejala-gejala yang timbul pada stadium ini

mirip dengan yang ditimbulkan oleh penyakit lain seperti flu atau

mononuleosis menular. Selain ruam gejala-gejala lainnya meliputi radang

tenggorokan, kelenjar getah bening yang lembek, demam, lesu dan pusing.

Kadang-kadang disertai rontoknya rambut sebagian-sebagian. Luka

patogenik terjadi pada selaput lendir, mata, dan sistim syaraf pusat luka-

luka ini penuh dengan treponema. Korban dapat menderita hanya satu atau

dua dari seluruh gejala penyakit ini atau semua gejala. Stadium ini

berlangsung beberapa minggu, dan gejala-gejalanya termasuk luka-luka

patogenik, hilang tanpa pengobatan. Tetapi sementara itu treponema

mungkin sudah mulai menyerang organ-organ lain dalam tubuh.

3. Sifilis Laten

Bila tidak diobati, sifilis sekunder berlanjut menjadi sifilis laten.

Selama stadium ini penderita sama sekali tidak menunjukkan gejala yang

jelas. Stadium ini dapat berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau

bahkan seumur hidup. Stadium laten hanya dapat diketahui dengan

melakukan uji darah (serologis).


4. Sifilis Tersier Atau Lanjut

Stadium ini timbul pada sekitar 30% dari orang-orang yang tidak

diobati dan dapat terjadi 5 sampai 40 tahun sesudah infeksi mula-mula.

Hasil kerja Treponema pallidum secara diam-diam tetapi mematikan

selama stadium laten itu menjadi jelas. Luka-luka patogenik tersier terjadi

pada sistim safar pusat, sistim pembuluh darah jantung, kulit dan organ-

organ vital lain seperti mata, otak, tulang, ginjal dan hati. Luka-luka ini

yang disebut gumata lalu pecah dan menjadi borok. Penderita dapat

terserang sakit jiwa, kebutaan atau penyakit jantung dan akhirnya dapat

meninggal.

5. Sifilis Syaraf

Selama stadium early, sepertiga dari penderita sifilis dapat terkena

susunan syaraf pusatnya dan setengah dari golongan ini jika tidak

mendapat pengobatan akan menderita laten neurosifilis, yang jaraknya dari

stadium primer dapat mencapai waktu lebih dari 5 tahun. Penyakit ini

terjadi tanpa gejala, sedangkan gejala klasik dapat timbul dalam bentuk

dementia paralytica, tabes dorsalis dan sebagainya. Gejala penyakit yang

timbul juga dapat menyerupai penyakit saraf lainnya.

6. Sifilis Kardiovaskuler

Setelah 10-40 tahun sejak terjadinya sifilis primer, penderita yang tidak

mendapat pengobatan dapat menunjukkan tanda-tanda terkena sistim

kardiovaskuler. Terjadi kelainan sifilis pada aorta dan arteritis paru-paru.

Reaksi peradangan yang terjadi dapat menyebabkan stenosis yang


berakibat angina, insufisiensi miokardium yang dapat mengakibatkan

kematian.

7. Sifilis Kongenital

Sifilis kongenita merupakan penyakit sifilis yang timbul pada bayi

waktu lahir, beberapa waktu atau beberapa tahun sesudahnya. Wanita

hamil yang sedang menderita sifilis, terutama stadium sekunder, dapat

menularkannya pada bayi yang sedang dikandungnya secara transplasenta.

Treponema pallidum yang terdapat dalam peredaran darah ibu masuk ke

janin pada waktu kehamilan pekan ke 16. Pada saat itu lapisan gel

Langhans telah menjadi atropik. Jika infeksinya terjadi secara masif,maka

dapat mengakibatkan kematian janin, atau bayi lahir terus mati. Infeksi

Treponema pallidum juga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan

janin intra atau ekstrauteri. Jika wanita hamil baru terkena sifilis pada

waktu 6 pekan terakhir kehamilannya, maka biasanya janin belum sempat

terkena sifilis, karena kuman belum sempat tersebar di dalam peredaran

darah ibu.

8. Sifilis Kongenital Praekoks

Penyakit ini mulai menunjukkan gejala pada waktu bayi lahir atau

setelah berumus 1-3 bulan. Terlihat bullae pada telapak tangan,

condylomata lata, osteochondritis atau periostitis epiphysis tulang panjang

yang dapat menyebabkan terjadinya pseudoparalisis dari Parrot, kelainan

pada tulang tibia atau sabre bone, terjadi patah tulang spontan atau

penonjolan tulang dahi. Selain itu dapat terjadi gejala penyumbatan hidung
atau snuffle-nose, hepatosplenomegali, atropi dan distropi otot, sehingga

berat badan statis tidak bertambah.

9. Sifilis Kongenital Tarda

Penyakit ini mulai menunjukkan gejala pada usia lebih dari satu tahun

sampat usia 6- 7 tahun. Akan ditemukan Trias Hutchinson, yaitu berupa

tuli syaraf ke-8 atau tuli perseptif, defo~itas gigi seri atas tengah dan

keratitisinterstitialis.

2.4 Diagnosis Sifilis

Sifilis primer didiagnosis berdasarkan gejala klinis ditemukannya satu atau

lebih chancre (ulser). Pemeriksaan Treponema pallidum dengan mikroskop

lapangan gelap dan DFA-TP positif. Sifilis sekunder ditandai dengan

ditemukannya lesi mukokutaneus yang terlokalisir atau difus dengan

limfadenopati. Terkadang chancre masih ditemukan. Pemeriksaan mikroskop

lapangan gelap dan DFA-TP positif. Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis

dengan pemeriksaan nontreponemal dan treponemal reaktif (tanpa diagnosis

sifilis sebelumnya), riwayat terapi sifilis dengan titer uji nontreponemal yang

meningkat dibandingkan dengan hasil titer nontreponemal sebelumnya. Sifilis

tersier ditemukan guma dengan (Putri Amalia. & Hendra ,2014).

2.5 Penularan Penyakit Sifilis

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran

mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi

atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium

akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran


mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah

bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh.

Bergerak masuk keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw

(seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi

sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu

(Putri Amalia. & Hendra ,2014).

Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam

masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak Treponema

pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer

muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-6

minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman

mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat

yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat

dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat

masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum

berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan

hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler

(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah

pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan

keadaan ini disebut chancre (Putri Amalia. & Hendra ,2014).

2.6 Pengobatan Penyakit Sifilis

Pengobatan dilakukan dengan memberikan Antibiotika seperti Penisilin

atau turunannya. Pemantauan serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan
XII tahun pertama dan setiap 6 bulan pada tahun kedua. Selain itu, kepada

penderita perlu diberikan penjelasan yang jelas dan menyeluruh tentang

penyakitnya dan kemungkinan penularan sehingga turut mencegah transmisi

penyakit lebih lanjut. Bagi penderita yang tidak tahan dengan penisilin dapat

diganti dengan tetrasiklin atau eritromisin, yang harus dimakan 15 hari. Sifilis

yang telah menyebabkan penderita lumpuh biasanya tidak dapat diobati lagi.

(Yagatri & Dwi 2019).

2.7 Tes Serologi Sifilis

Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis sifilis

di tingkat Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan

sindrom dan pemeriksaan serologis (Yagatri & Dwi 2019).

Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Tes non-treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin)

dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes serologis yang

termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan

antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur.

Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun

antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada

infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya:

penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan

bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk

mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau


keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah

dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk

skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya

dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya (Yagatri & Dwi

2019).

Hasil positif pada tes non spesifik treponema tidak selalu berarti

bahwa seseorang pernah atau sedang terinfeksi sifilis. Hasil tes ini harus

dikonfirmasi dengan tes spesifik treponema..

2. Tes Spesifik Treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum

Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-

PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS

(Fluorescent Treponemal Antibody Absorption) (Daili dkk, 2013).

Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi

yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang

memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil

positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis

ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan

infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya

menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak

dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes

ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi

treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat


pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya

dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding (Daili dkk, 2013).

Kedua tes serologi, treponema dan non-treponema, dibutuhkan untuk

diagnosis dan tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan. Hasil tes

treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi sifilis, sedangkan

hasil tes non-treponema menunjukkan aktivitas penyakit (Yagatri & Dwi

2019).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum yang berjudul “Pemeriksaan Treponema Palidum (TP-Rapid)

Metode immunokromatografi dilaksanakan pada tanggal 30 September 2019

di Laboratorium mikrobiologi Stikes Bina Mandiri Gorontalo.

3.2 Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan Sifilis yaitu metode

Immunokromatografi rapid Test.

3.3 Prinsip Kerja

Specimen yang diteteskan pada ruang membrane akan bereaksi dengan

partikel yang telah dilapisi dengan protein A yang terdapat pada bantalan

spesimen, selanjutnya akan bergerak secara kromatografi dan bereaksi dengan

antigen yang terdapat pada garis test. Jika spesimen mengandung antibody

maka akan timbuk garisa warna.

3.4 Pra Analitik

1. Persiapan Sampel : Darah vena

2. Persiapan Alat : Centrifuge, tabung tutup merah, dispo 3ml,dan torniquet,

3. Persiapan Bahan : Rapid tes sifilis, serum, kapas alkohol dan tissue.

3.5 Analitik

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan,

2. Lakukan pengambilan darah vena,

3. Masukkan kedalam tabung tutup merah,


4. Kemudian centrifuge untuk memisahkan serum dan sel darah merah,

5. Celupkan rapid tes pada serum,

6. Amati perubahan yang terjadi

3.6 Pasca Analitik

Positif : Terdapat garis merah pada line control dan tes

Negatif : Terdapat garis merah pada line control

Invalid : Terdapat garis merah pada line tes


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum ini, sebagai berikut :

Gambar Hasil Metode Keterangan

Terdapat 1 garis
Non- TP-Rapid
merah pada line
Reakttif Test
control

Tabel 4.1.1 Hasil Pemeriksaan Sifilis


(Sumber : data primer 2019)

4.2 Pembahasan

Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang diakibatkan oleh bakteri

Treponema pallidum, dimana virus ini dapat menyebar melalui hubungan

seksual serta lesi yang terinfeksi oleh bakteri Treponema pallidum, disamping

itu juga ibu yang terinfeksi sifilis dapat menualarkan sifilis ke bayinya

melalui ari-ari selama kehamilan. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif,

berbentuk spiral yang halus, ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm, panjang

5-15 µm dan subspesies pallidum.


Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,

dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian

luar.Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam

ruang periplasmik, antara dua membran. Organel ini yang menyebabkan

gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol

(Corkscrew). Filamen flagel memiliki sarung/ selubung dan struktur inti yang

terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga

memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen

bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran

membran bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang

rendah ini diduga menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari

respons imun pejamu (Efrida, Elvinawaty. 2014).

Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan hasil non-reaktif, dimana pemeriksaan

ini mengggunakan pemeriksaan TP-Rapid (Treponema Pallidum) dengan

metode Immunokromatografi yang merupakan salah satu test yang sering

digunakan dalam labororatorium klinik. Prinsip dari metode

immunokromatografi yaitu serum atau plasma yang diteteskan diatas bantalan

sampel akan akan bereaksi dengan antibodi yang terdapat pada conjugate

pad, kemudian campuran ini akan menghasilkan antibody spesifik sehingga

menghasilkan garis warna. Hasil non reaktif (-) yang didapatkan, menandakan

bahwa tidak adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri treponema

pallidum, dimana hanya timbul satu garis merah keunguan pada line control.

Jika hasil reaktif (+), maka akan terbentuk garis warna merah keunguan pada
line control dan line test dimana terjadi reaksi antara serum penderita dengan

antigen lipoid.

Keuntungan dan kekurangan dari rapid test, yaitu Keuntungan TP rapid

adalah pemeriksaan mudah, waktu yang singkat, dapat menggunakan

spesimen serum, plasma, atau whole blood, tidak memerlukan alat khusus,

tenaga terampil, dan laboratorium khusus, dapat disimpan dalam suhu

ruangan, tidak memerlukan sarana transportasi untuk membawa spesimen

dari tempat yang jauh dan biaya rendah. Sedangkan kekurangan TP rapid

ialah tidak dapat membedakan antara infeksi aktif dan nonaktif dan tidak

dapat dipakai untuk menilai hasil pengobatan. Disamping itu ada faktor yang

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TP rapid adalah stabilitas waktu

pembacaan dimana jika waktu pembacaan lebih dari 20 menit akan

memberikan hasil positif palsu, dan kurang sensitif dalam mendeteksi sifilis

dini (sifilis primer) dan sifilis lanjutan dimana tes ini akan memberikan hasil

positif sekitar 4 minggu setelah infeksi.

Menurut CDC (2010) hasil positif palsu pada tes non treponemal dapat

dilakukan dengan beberapa kondisi medik yang tidak terkait dengan sifilis

termasuk keadaan autoimun, usia lanjut, injection drug use. Tes non

treponemal biasanya berkaitan dengan perjalanan penyakit.

Penyebaran sifilis dapat dicegah dengan cara tidak bergonta-ganti

pasangan, tidak menggunakan obat-obatan yang terlarang, menghindari

alkohol, tidak menggunakan jarum yang tidak steril, dan memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit menukar seksual.


DAFTAR PUSTAKA

Aman M, 2010. Penelitian Prevalensi HIV dan Sifilis serta perlaku Beresiko
terinfeksi HIV pada Narapidana di Lapas/Rutan di indonesia. 2010.
Direktorat Jendral Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Daili,S.F Indriatmi Dkk, 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis untuk Pengendalian
Sifilis Dilayanan Kesehatan Dasar. Edisi1 Jakarta :Kementerian Kesehatan
republik Indonesia; 2013, p,1-37.

Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI

Efrida & Elvinawaty, 2014. Imunopatogenesis Treponema Pallidum dan


pemeriksaan Serologi, Jurnal Kesehatan Andalas, 2014;3 (3).

Erick Thungady,2016. Pengobatan Terbaru Pada Sifilis.Fakultas Kedokteran


UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 7 November 2016.

Elvinawaty, Efrida. 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan


Pemeriksaan Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3, No. 3. 2014

Putri Amalia D. & Hendra Tarigen , 2014. SYPHILIS. Medical Faculty Of


Lampung University. Vol.3 No.7 Desember 2014.

Yagatri S Bernadya & Dwi Murtiastutik, 2019. Studi Retrospektif: Sifilis Laten.
Fakultas Kedoteran Universitas Airlangga. Vol.31/No.1/April 2019.

Anda mungkin juga menyukai