1, September 2004
Rahmini Hustim
Jurusan Fisika
FMIPA UNM Makassar
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Ada tiga anggapan dasar yang melandasi penelitian yang
dilakukan. Pertama, memiliki model yang akan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran tidah semudah dengan apa yang dapat dibaca
kemudian dihayalkan tanpa mempertimbangkkan berbagai faktor dan
situasi yang itdak dapat dipisahkan dengan kegiatan pelaksanaan.
Kedua, model-model pembelajaran tidak berdiri sendiri dan tidak ada
model pembelajaran yang lebih unggul dari model lainnya. Ketiga,
pemahaman IPA di Sekolah Dasar dapat dioptimalkan dengan
menggunakan model pembelajaran.
Mengoptimalkan pemahaman IPA di Sekolah Dasar bukanlah
hal yang baru bahkan telah banyak dilakukan pada tahun-tahun
43
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
44
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
METODE PENELITIAN
45
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
46
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
47
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
48
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
Pembahasan
Berikut akan dibahas mengenai hasil-hasil anlisis data dan
pengujian hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian ini:
1. Pemahaman IPA pada kelompok eksperimen
a. Analisis data secara deskriptif menunjukkan
bahwa skor rata-rata yang dicapai dalam tes pemahaman IPA
pada siswa yang diajar melalui pengembangan kognitif yang
dinyatakan sebagai kelompok eksperimen adalah 18.72,
sedangkan skor rata-rata pemahaman IPA yang dicapai oleh
murid yang diajar melalui model eksposisi yang merupakan
kelompok pembanding adalah 16.29. Hal ini terlihat bahwa
skor rata-rata pemahaman IPA kelompok eksperimen lebih
tinggi dari pada skor rata-rata pemahaman IPA kelompok
pembanding.
Jika diperhatikan hal tersebut ada kecenderungan bahwa
pemeblajaran model pengembangan kognitif nampak lebih
baik digunakan disbanding dengan pembelajaran model
eksposisi dala hal mencapai pemahaman IPA murid kelas V
sekolah dasar.
b. Analisis persentase melalui penaksiran skor
rata-rata populasi menunjukkan bahwa persentase murid kelas
V sekolah dasar yang diajar melalui pembelajaran IPA model
pengembangan kognitif yang mencapai skor pemahaman IPA
diatas 19 (penguasaan 63 %) yang dikategorikan tinggi adalah
sebanyak 41%. Sedangkan persentase murid kelas V sekolah
dasar yang diajar melalui pembelajaran IPA model eksposisi
yang mencapai skor diatas 17 (penguasaan 57%) yang
dikategorikan tinggi sebanyak 43%.
Jika diperhatikan hal tersebut nampak baik yang diajar melalui
pembelajaran IPA model Kognitif maupun yang diajar melalui
pembelajaraan IPA model eksposisi belum mrncapai 50% yang
berada pada kategori tinggi. Namun dapat dibedakan bahwa
pembelajaran IPA model eksposisi dalam hal pencapaian
pemahaman IPA pada murid kelas V sekolah dasar.
c. Hasil pengukuran pemahaman IPA murid
kelas V sekolah dasar baik yang diajar melalui pembelajaran
IPA model kognitif sebagai kelas eksperimen maupun yang
diajar melalui pembelajaran IPA eksposisi sebagai kelas
49
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
dikemukakan kesimpulan penelitian sebagai berikut.
1. Secara keseluruhan, ada kecenderungan bahwa
pemahaman IPA murid sekolah dasar kelas V belum optimal
2. Pemahaman IPA murid Sekolah Dasar dapat
memberi gambaran tentang kemampuan para murid yang
mempersyaratkan penguasaan IPA untuk melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi
3. Ada kecenderungan bahwa pembelajaran IPA
model pengembangan kognitif merupakan salah satu alternatif
pembelajaran IPA yang dapat digunakan untuk mencapai
pemahaman IPA yang optimal pada murid kelas V Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Moh. 1978, Penerapan Teori Piaget dalam Pengajaran
Science, Yogyakarta, FKIE Yogyakarta.
50
Transformasi, Vol. 8 No. 1, September 2004
51