Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto, 2009).

Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang


menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak, walaupun pada kasus hidrosefalus
eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga aragnoid
(Amin, 2015).

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah
yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%.
Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua,
prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis
patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang
berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan
tekanan sinus venosa ( Satyanegara, 2010 )

Menurut penelitian WHO tahun 2012 untuk wilayah ASEAN jumlah penderita
Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada
anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di
Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Indonesia terdapat 3%. Menurut data dari RSUD Ulin Banjarmasin tahun
2015 dan 2016, diruang bedah umun terdapat 12 kasus dan 14
kasus,sedangkan pada tahun 2017 Januari-Maret 4 kasus.

1
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan Hidrosefalus dan
dapat merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta
dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi Hidrosefalus
b. Mengetahui etiologi HIdrosefalus
c. Mengetahui tanda dan gejala Hidrosefalus
d. Mengetahui patofisiologi Hidrosefalus
e. Mengetahui penatalaksanaan Hidrosefalus
f. Mengetahui komplikasi Hidrosefalus
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostic Hidrosefalus

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hidrosefalus berasal dari bahasa yunani “hydro” berarti air, dan “cephalus”
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penyakit akibat gangguan aliran cairan
dalam otak disekitarnya,khususnya sistem syaraf pusat. Hidrosefalus
merupakan suatu keadaan patogis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinalis, disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun
gangguan absorbsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakranial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran aliran
selebrospinalis (Darto Suharso, 2009.)
Hidrosefalus adalah sebuah kondisi saat terjadi gangguan cairan serebrospinal
(CSS) yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap keseimbangan produksi dan
reabsorbsi sehingga terjadi penumpukan di dalam kepala, menyebabkan
tekanan meningkat, dan tulang tengkorak berkembang menjadi lebih besar
dari ukuran normal sehingga membutuhkan perawatan dan pengobatan khusus
(World Health Organization, Ball, 2012.)
Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun
(Muslihatun, Wati Nur, 2010).

2.2 Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat sumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukkan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya. Tempat yang sering tersumbat adalah foramen monroi, foramen

3
luscha dan megendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis
pembentukkan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus. ( Ngastiah, 2009 ).

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah :

1) Kelainan Bawaan
a. Stenosis Aqueduktus Sylvii
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-
90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali
atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala
hidrosepalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada
bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan
medula oblongata dan serebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dengan pelebaran sistem
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningens sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat purulen di aqueduktus sylvii atau sistem basalis.
Hidrosepalus banyak terjadi pada klien pascameningitis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah

4
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan
piameter dan arakhnoid sekitar sistem basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar kismatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya
dan apabila tumor tidak diangkat (tidak mungkin operasi), maka dapat
dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau aqueduktus
sylvii bagian akhir biasanya paling banyak disebabkan oleh glikoma yang
berasal dari serebellum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel
III biasanya disebabkan suatu kranio faringioma.
4) Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada
daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat dari darah itu
sendiri.

2.3 Tanda dan Gejala


1. Pemebesaran tengkorak.
2. Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
3. Mual dan muntah
4. Nyeri kepala
5. Kelainan neurologi (gangguan kesadaran, kejang dan terkadang terjadi
gangguan pusat)
6. Pergerakan bola mata tidak teratur
7. Terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen bila penimbunan
cairan dibiarkan
8. Vena kulit kepala sering terlihat menonjol

5
9. Pada bayi yang suturanya masih terbuka akan terlihat lingkar kepala
frontooksipital yang makin membesar, sutura yang merengang dengan
fontanel cembung dan tegang.

2.4 Patofisiologi

Hidrosefalus ini bisa terjadi karena kongenital (sejak lahir), infeksi


(meningitis, pneumonia, TBC), perdarahan di kepala dan faktor bawaan
(stenosis aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada
system ventrikuler atau pada ruangan subrachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikel mengerutdan merobek garis ependymal.
White mater bawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada grey matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba-tiba /atau akut
dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut
itu merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil satura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan masa kranial. Jika fontanel anterior tidak
tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.
Stenosis aquaductal (penyakit keluarga/ keturunan yang terpaut seks)
menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasi daan tengah, pelebaran ini
menyebabkan pelebaran kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang
menonjol secara dominan (dominan frontal blow). Syndroma dandy walkker
akan terjadi jika obstruksi pada foramina diluar pada ventrikel IV. Ventrikel
ke IV melebardan fossae posterior menonjol sebagian besar ruang dibawah
tonterium. Klien dengan hidrosefalus diatas diatas akan mengalami
pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tamoak kecil secara
disproposional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menunjukkan gejala : kenaikan ICP
sebelum ventrikel serebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam
absorbsi dan sirkulasi CSS pada hidrosefalus tidak komplit. CSS melebihi

6
kapasitas normal sistem ventrikel tiap 6-8 jam dan ketiadaan absorbsi total
akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada dinding rongga memungkinkan kenaikan absorbsi. Jika rote
kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan
terjadi keadaan kompensasi

2.5 Pathway

Kelainan kongenital infeksi Neoplasma Perdarahan

1. Obstruksi salah satu tempat Peradangan Hidrosefalu Fibrosis leptomeningen


pembentukan (ventrikel III/IV) jaringan otak s terutama pada daerah
2. Obstruksi pada duktus komunikans basal otak
rongga tengkorak
3. Ggn. Absorbsi LCS
Obstruksi dari
(Foramen Monroe, Luscha, Obstruksi tempat pembentukan/penyerapan
perdarahan
dan Magandie) LCS dan Rangsangan produksi LCS
meningkat
Meningkatkan jumlah
cairan dalam ruang
Hidrosefalus
Peningkatan jumlah cairan subaraknoid
nonkomunika
ns serebrospinal
Pembesaran relative Peningkatan TIK Tindakan pembedahan
kepala
Terpasang shunt
Deficit neurologis
hambatan
mobilitas kejang Adanya port de
fisik entrée dan benda
asing masuk ke otak
Risiko cedera
Resti
infeksi
Nyeri muntah

Intake Intake
nutrisi cairan tidak
tidak adekuat

Nutrisi kurang Deficit


dari kebutuhan volume
cairan tubuh
7
2.6 Komplikasi

1. Peningkatan tekanan intracranial


2. Kerusakan otak
3. Infeksi : septicemia, endocarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
5. Hematomi subdural, peritonitis, adses abdomen, perporasi organ dalam
rongga abdomen, fistula, hernia dan ileus.
6. Kematian

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui : ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda tanda peningkatan tekanan intracranial
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksaan beradaptasi
selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan
rubber adaptor.
3. Lingkar kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis garis kisi pada chart ( jarak antara
dua garis kisi 1cm ) dalam kurun waktu 2-4minggu. Pada anak anak,
lingkar kepala dapat normal hal ini disebabkan karena hidrosefalus terjadi
setelah penutupan sutura secara fungsional.
4. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Drngan USG
diharapkan dapat menunjukan sistem ventrikel yang melebar.
5. CT Scan kepala
CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan
ventrikel III. Dapat terjadi diatas ventrikel lebih besar dari occipital horns

8
pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjaid reabsorpsi transependimal dari
CSS.
6. MRI ( Magnetic Resonance Image )
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medulla spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

2.8 Penatalaksanaan

1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus


koroidaliis,dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid ( Diamox ) yang akan menghambat pembentukkan cairan
serebrospinal
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan ruang
subarachnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan “shunt” atau drainase.
Dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah dibius total. Dibuat
sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang
tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Kemudian
dibuat sayatan kecil pada abdomen, dibuka rongga abdomen lalu ditanam
selang pintasan, antara ujung selang dikepala dan perut dihubungkan
dengan selang yang ditanam dibawah kulit sehingga tidak terlihat dari
luar.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat penyakit / keluhan utama : muntah, gelisah, nyeri kepala,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer, lelah
apatis.
c. Riwayat penyakit dahulu :
 Antrenatal : perdarahan ketika hamil
 Natal : perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir.
 Postnatal : infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persistem
 B1 ( Breath ) : Dipsneu, ronchi, peningkatan frekuensi napas
 B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole, penurunan nadi
 B3 (Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilap, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,
strabismus, kejang
 B4 ( Bladder ) : Oliguria
 B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, tidak nafsu makan
 B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstremitas.
f. Perkembangan psikososial
 Tingkat perkembangan
 Mekanisme koping
 Pengalaman dirawat dirumah sakit
g. Pengetahuan klien dan keluarga
 Hidrosefalus dan rencana pengobatan
 Tingkat pengetahuan

10
3.2 Diagnosa keperawatan

1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial


2. Ketidak seimbangan nutrisi b.d anoreksia
3. Hambatan mobilitas fisik b.d peningkatan cairan serebrospinal
4. Resiko cidera b.d deficit neurologi

3.3 Intervensi

No Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Dx hasil
1 Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri 1. Membantu dalam
tindakan keperawatan secara komprehensif mengevaluasi rasa
selama 2x24 jam 2. Pantau dan catat ttv nyeri
diharapkan nyeri 3. Berikan teknik 2. Perubahan ttv dapat
kepala klien distraksi seperti menunjukkan trauma
berkurang dengan berdongeng batang otak
kriteria hasil : menggunakan boneka 3. Teknik ini dapat
- Nyeri kepala 4. Anjurkan orangtua membantu
berkurang untuk selalu mengalihkan rasa nyeri
- Skala nyeri 2 mendampingi anak 4. Kehadiran orangtua
- Klien tampak 5. Kolaborasi dengan dapat meningkatkan
rileks dokter dalam rasa kepercayaan pada
- Ttv dalam pemberian obat anak
rentang analgesik 5. Terapi famakologi
normal dapat membantu
meringankan rasa nyeri
2 Setelah dilakukan 1. Kaji kebersihan mulut 1. Mulut yang tidak
tindakan keperawatan klien sesudah dan bersih dapat
selama 3x24 jam sebelum makan mempengaruhi rasa
diharapkan 2. Lakukan oral hygiene makanan dan
kebutuhan nutrisi 3. Berikan makan dalam menimbulkan mual
klien tercukupi keadaan hangat 2. Untuk meningkatkan

11
dengan kriteria hasil : 4. Anjurkan klien untuk nafsu makan pasien
- Tidak terjadi makan sedikit tapi 3. Mengurangi rasa mual
penurunan sering yang dapat memicu
berat badan 5. Kolaborasi dengan muntah
yang berarti ahli gizi mengenai 4. Makan dalam porsi
- Tidak adanya kebutuhan kalori kecil tetapi sering
mual muntah harian yang adekuat dapat mengurangi
beban saluran
pencernaan
5. Agar klien
mendapatkan asupan
nutrisi sesuai indikasi
3 Setelah dilakukan 1. Observasi nilai GCS 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan 2. Kaji kekuatan otot tingkat kesadaran
selama 2x24 jam 3. Bantu pasien ubah pasien
diharapkan mobilitas posisi tiap 1-2 jam 2. Untuk mengetahui
fisik tidak terganggu 4. Lakukan latihan gerak sejauh mana
dengan kriteria hasil : aktif pada anggota kemampuan otot
- Dapat gerak yang sehat pasien
mempertahan sedikitnya 4 kali/hari 3. Untuk menghindari
kan kekuatan 5. Kolaborasi dengan risiko dekubitus
otot ahli fisioterapi untuk 4. Untuk merelaksasikan
- Meningkatkan melalukan ROM otot agar imobilitas
fungsi umum fisik perlahan-lahan
dapat teratasi
5. Untuk merelaksasikan
otot pada pasien
4 Setelah dilakukan 1. Perkenalkan pasien 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan pada kondisi kondisi sekeliling
selama 1x24 jam disekelilingnya membantu mencegah
diharapkan risiko 2. Gunakan tempat tidur terjadinya cidera
tidak terjadi dengan yang rendah dengan 2. Untuk menghindari

12
kriteria hasil: pagar yang terpasang terjatuhnya pasien dari
- pasien tidak 3. Diskusikan dengan tempat tidur
terjatuh orangtua perlunya 3. Pasien yang
- Tidak ada pemantauan konstan hidrochefalus dapat
luka terhadap pasien mengalami
kebingungan dan
penurunan kesadaran
maka orangtua perlu
melakukan
pemantauan untuk
mengantisipasi hal-hal
buruk yang mengenai
pasien

3.4 Implementasi

Tgl/waktu No.DX Tindakan dan hasil Paraf


16/9/19/ 1 1. Mengkaji skala nyeri secara komprehensif
09.00 Hasil : P : Peningkatan CSS
Q : Seperti terbakar
R : Kepala
S:6
T : Setiap waktu
09.00 2. Memantau dan mencatat ttv
hasil : TD :- N: 110x/menit, RR :26x/menit, S :
37C
10.00 3. Memberikan teknik distraksi seperti
berdongeng menggunakan boneka
Hasil : pasien terditraksi dan nyeri teralihkan
09.30 4. Menganjurkan orangtua untuk selalu
mendampingi pasien

13
Hasil :orang tua mengerti dan mendampingi
anaknya
11.30 5. Memberikan obat ibuprofen sesuai anjuran
dokter
Hasil : obat telah diberikan dan tidak ada tanda
alergi
09.00 2 1. Mengkaji kebersihan mulut klien sesudah dan
sebelum makan
Hasil : mulut pasien tampak kotor
09.15 2. Melakukan oral hygiene
Hasil : oral hygiene telah dilakukan, mulut
pasien tampak bersih
11.00 3. memberikan makan dalam keadan hangat
hasil : makanan telah diberikan dalam keadaan
hangat
10.30 4. Menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi
sering
Hasil : pasien mengerti dan melakukan
11.00 5. Memberikan makanan sesuai diit yang
dianjurkan ahli gizi
Hasil : makanan telah diberikan
09.00 3 1. Mengobservasi nilai GCS
Hasil : E: 4 , V: 2, M:2
09.05 2. Mengkaji kekuatan otot
Hasil: kekuatan otot pasien lemah
10.00 3. Membantu pasien ubah posisi tiap 1-2 jam
Hasil : ubah posisi telah dilakukan tiap 1-2jam
10.30 4. Melakukan latihan gerak aktif pada anggota
gerak yang sehat sedikitnya 4 kali/hari
Hasil : gerak aktif dilakukan dan pasien
kooperatif
12.00 5. ROM telah dilakukan oleh ahli fisioterapi

14
Hasil : ROM dilakukan pada ekstremitas atas
dan bawah
08.30 4 1. Memperkenalkan pasien pada kondisi
disekelilingnya
Hasil : pasien mengerti dan mengenali kondisi
disekelilingnya
08.30 2. Mengunakan tempat tidur yang rendah dengan
pagar yang terpasang
Hasil :pasien menggnakan tempat tidur yang
rendah dan pagar terpasang
10.30 3. Mendiskusikan dengan orangtua perlunya
pemantauan konstan terhadap pasien
Hasil : orangtua mengerti dan memahami

3.5 Evaluasi

Tanggal/jam No dx Evaluasi
16/9/19 1 S:-
O : - Pasien tampak menangis dan meringis
14.00 - Skala nyeri 4
- N: 110x/menit, RR :26x/menit
A : Masalah nyeri belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji skala nyeri secara komprehensif
- Pantau dan catat ttv
- Berikan teknik distraksi seperti
berdongeng menggunakan boneka
- Anjurkan orangtua untuk selalu
mendampingi anak
- Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgesik
14.00 2 S:-

15
O : - Pasien tampak muntah
- Pasien hanya menghabiskan ¼ porsi
A : Masalah nutrisi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji kebersihan mulut klien sesudah
dansebelum makan
- Lakukan oral hygiene
- Berikan makan dalam keadan hangat
- Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi
sering
- Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
kebutuhan kalori harian yang adekuat

14.00 3 S:-
O : - Kekuatan otot pasien lemah
- Nilai GCS, E: 4, V: 2, M:2
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Observasi nilai GCS
- Kaji kekuatan otot
- Bantu pasien ubah posisi tiap 1-2 jam
- Lakukan latihan gerak aktif pada anggota
gerak yang sehat sedikitnya 4 kali/hari
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
melalukan ROM
14.00 4 S:-
O : - pasien tampak aman dengan tempat tidur
yang rendah dan terpasang pagar
- Keluarga pasien tampak mendampingi
pasien
A : Resiko tidak terjadi
P : Masalah teratasi

16
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hidrosefalus adalah sebuah kondisi saat terjadi gangguan cairan serebrospinal
(CSS) yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap keseimbangan produksi dan
reabsorbsi sehingga terjadi penumpukan di dalam kepala, menyebabkan
tekanan meningkat, dan tulang tengkorak berkembang menjadi lebih besar
dari ukuran normal sehingga membutuhkan perawatan dan pengobatan khusus
(World Health Organization, Ball, 2012.)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat sumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukkan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya. Tempat yang sering tersumbat adalah foramen monroi, foramen
luscha dan megendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis
pembentukkan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus

5.2 Saran
Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan
suhan keperawatan yang adekuat dan hatihati untuk mencegah terjadinya
infeksi sehingga dapat menurunkanangka kematian pada bayi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Muslihatun, wati. ( 2010 ). Asuhan neonates, bayi dan balita. Yugyakarta :


Fitramaya
Muttaqin, Arif. ( 2011 ). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiah ( 2009 ). Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H & Kusuma, H. ( 2010 ). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnose medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Jogjakarta : Meidaction jogja

18

Anda mungkin juga menyukai