Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kehidupan yang dialami manusia selalu mengalami fluktuasi
dalam berbagai hal. Berbagai stressor baik fisik, psikologis maupun social
mampu mempengaruhi bagaimana persepsi seorang individu dalam
menyikapi kehidupan. Hanya individu dengan pola koping yang baik yang
mampu mengendalikan stressor-stressor tersebut sehingga seorang
individu dapat terhindar dari merilaku maladaptive. Selain faktor pola
koping, faktor support system individu sangat memegang peranan vital
dalam menghadapi stressor tersebut.
Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi
stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat berbagai
macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh individu,
dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu Tentamen
suicide atau percobaan bunuh diri. Dalam kehidupan, individu selalu
menghadapi masalah atau stressor, respon individu terhadap stressor,
tergantung pada kemampuan menghadapi masalah serta tingkat stress yang
dialami. Dalam menghadapi masalah seseorang dapat menggunakan
respon yang adaptif maupun respon yang maladaptive, respon seseorang
yang adaptif membuat seseorang mempunyai harapan dalam menghadapi
masalah, dimana harapan tersebut menimbulkan rasa yakin, percaya,
ketetapan hati dalam menghadapi masalah dan dapat menimbulkan
ispirasi. Respon maladaptive seseorang membuat seseorang merasa putus
harapan dalam menghadapi masalah, menimbulkan rasa tidak percaya diri
dalam menghadapi masalah menyebabkan seseorang merasa rendah diri.
Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide
berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien
yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek
psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi, farmakologi pada kegawatdaruratan psikiatrik
Tentamen Suicidium?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Tentamen Suicidium?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Patofisiologi, farmakologi pada kegawatdaruratan
psikiatrik Tentamen Suicidium?
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Tentamen Suicidium?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kegawat Daruratan Psikiatri


Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran
Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus
kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan
kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa,
klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan
pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik
segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)
a. Kondisi gaduh gelisah
b. Tindak kekerasan (violence)
c. Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
d. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat
e. Delirium
2.2 Definisi Suicidium (Bunuh Diri)
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri
merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan
stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi
gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang
tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang
spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan
keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah
laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

3
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi
Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan
Jiwa” dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana
aktivitas ini dapat mengarah pada kematian (2007).

2.3 Etiologi
Tabel 1. Faktor risiko tingkah laku bunuh diri (Stuart dan Sundeen,1987,
hlm.488)
Faktor Risiko tinggi Risiko rendah
Umur 45 tahun dan remaja 24-45 tahun dan <
12 tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status kawin Cerai , pisah, Kawin
janda/duda
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Penyakit fisik Kronik , terminal Tidak ada yang
serius
Gangguan mental Depresi , halusinasi Gangguan
kepribadian
Pemakai obat dan Ketergantungan Tidak
alkohol

Tabel 2. Penyebab bunuh diri pada anak


1. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
2. Situasi keluarga yang kacau
3. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik

4
4. Gagal sekolah
5. Takut atau dihina disekolah
6. Kehilangan orang yang dicintai
7. Dihukum orang lain

Tabel 3. Penyebab bunuh diri pada remaja


1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Keadaan fisik
7. Masalah dengan orang tua
8. Masalah seksual
9. Depresi

Tabel 4. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa


1. Self-ideal terlalu tinggi
2. Cemas akan tugas akademik yang banyak
3. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih
sayang orang tua
4. Kompetisi untuk sukses

Tabel 5. Penyebab bunuh pada usia lanjut


1. Perubahan status dari mandiri ketergantungan
2. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3. Perasaan tidak berarti di masyarakat
4. Kesepian dan isolasi sosisal
5. Kehilangan ganda ( seperti pekerjaan , kesehatan , pasangan )
6. Sumber hidup berkurang

2.4 Klasifikasi

5
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia
tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak
bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh


diri, meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif

6
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

2.6 Faktor yang mempengaruhi


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam
manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan
mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui faktor tersebut setelah
melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya
meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas
protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah
dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama.
Depresi timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban
permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat
tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu
keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh
darah. Di dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin.
Ketiga cairan dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia.
Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga
cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para
korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu?
Sebagai contoh adanya masalah yang membebani seseorang sehingga
terjadi stress atau depresi. Itulah yang sering membuat kadar cairan
otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran

7
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para
korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri.
Tidak hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan
lainnya. Proses pembelajran di sini merupakan asupan yang masuk ke
dalam memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan
kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan
memori. Sering kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran
ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham
kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu
memperhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri
denngan cra yang halus, seperti minum racun bisa melakukan cara lain
yang lebih keras dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak
berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat
terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan
orang lain yang disayangi. Padahal hubungan interpersonal merupakan
sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan
karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian
dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak
aman merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di
Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk
menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal
mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang
hingga tahap bunuh diri.

8
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.

6. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
7. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien
secara sadar memilih untuk bunuh diri.
8. Mekanisme koping

9
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
2.7 Rentang respon protektif diri

 Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai


pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
 Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi
pada rentang yang masih normal dialami individu yang
mengalami perkembangan perilaku.
 Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas
yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak,
mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku
yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang
menimbulkan stres.
 Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan
diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan
dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain,
dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai
dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota
tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan
menggigit jari.
 Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap
diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

10
2.8 Patofisiologi
bunuh diri terjadi karena seseorang berada dalam keadaan stress yang
tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Apabila ide untuk bunuh
diri muncul secara berulang, maka situasi ini masuk kedalam situasi
gawat. Faktor penyebab bunuh diri menurut Stuart T dan Sundeen adalah
perceraian, dan isolasi sosial. isolasi sosial juga dapat dikarenakan
perasaan seseorang memiliki harga diri rendah. Faktor penyebab pada
remaja menurut Tishler adalah masalah dengan orang tua, masalah dengan
lawan jenis, masalah sekolah, dan masalah saudara.
Upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk
bunuh diri dengan berbagai alsan sehingga menimbulkan isyrat-isyarat
atau tanda ingin bunuh diri. Selanjutnya dengan timbul niat ingin
melakukan bunuh diri dengan ancaman bunuh diri berupa rancagan atau
strategi bunuh diri baik melalui isyarat maupun diucapkan. Pengembangan
gagasan untuk bunuh diri menimbulkan krisis bunuh diri hingga
melakukan bunuh diri.

11
Faktor resiko

Stress dan tekanan

Respon protektif diri

Pelaku Maladaptif Tidak bisa memecahkan masalah


marah

Perilaku destruktif

Percobaan bunuh diri

Konsumsi zat kimia/racun toksik

Racun masuk ke tubuh

Paru-paru Lambung

Keletihan otot pernafasan Mual, muntah

Ketidakefektfan pola nafas Kekurangan cairan

12
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan keperawatan
- penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi
obat-obatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa,
anhibitormmonoamin oksodasi (MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-
obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia meliputi:
a. Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat
ringan, dapat membantu dalam menghilangkan tremor.
b. Terapi antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin
mesilat) efeksif untuk mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson.
Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa.
Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek
samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada
wajah, konstipasi, retensi urine, dan kondisi akut. Tekanan intraocular
dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien dengan
glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien
dengan hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda
retensi urine.
c. Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan
pada awal pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan
kekakuan, tremor, dan bradikinesia. Agen ini diperkirakan bekerja
melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan didalam saraf.
Reksi efek samping terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan
perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada
epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
d. Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen
tang paling efektif untuk pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa

13
diubah dari (MD4)-dopa menjadi dopamine pada basal ganglia. Seperti
disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat
didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan
penyakit Parkinson. Gejala yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar
dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian levodopa.
e. Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis
reseptor dopamine. Agen ini bermanfaat bila ditambahkan pada
levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-off terhadap
fruktuasi klinis yang ringan.
f. Inhibitor MAO
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi
penyakit Parkinson. Obat iniu menghambat pemecahan dopamine.
Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai, tidak seperti bentuk
terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
g. Antidepresen
Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang
juga terbiasa terjadi pada penyakit Parkinson.
- penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat
digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari
dalam keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan
ruanagn mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster
dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan
dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.

14
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua
petugas menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan
setiap akan melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis
lainnya, menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan,
meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan
hubungan social secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi
dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana asuhan
keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama.
(Yosep, 2010)

15

Anda mungkin juga menyukai