FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Nggi-3
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Nggi-3
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD TARAKAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SI Alamat : Jl. Angke Indah GG III RT
05/03
Tanggal lahir : 23 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 26 tahun Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Lain-lain Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 25 Febuary 2017
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis/Alloanamnesis (tanggal : 5 Maret 2017)
Keluhan utama
Demam selama 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Demam disertai muntah
dsn mencret, pasien mengatakan demam sudah dirasakan hilang timbuk sejak 1 bulan SMRS dan
hanya meminum obat warung penghilang panas, namun 1 minggu SMRS pasien mengatakan
demam yang dirasakan semakin meningkat dan terus menerus. Pasien juga sudah minum obat
penghilang panas dari warung tapi tidak ada perbaikan. Selain itu, pasien mengatakan demam
disertai dengan muntah setelah makan, muntahan sering kurang lebih 10 kali dari sehari, isi
muntahannya apas makanan dan cairan kuning, mencret frekunsi kurang lebih 10 kali sehari,
Napsu makan berkurang dan adanya penurunan berat badan yang tidak diukur belakang ini. .
Pasien mengatakan tidak pernah menderita sakit kuning ataupun sakit liver semasa
hidupnya. Riwayat penggunaan jarum suntik disangkal oleh pasien, tapi pasien mengaku pasien
perokok dan peminum alkohol sejak umurnya 17 tahun. Riwayat muntah darah juga disangkal
pasien. Di keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami hal seperti ini ataupun memiliki
riwayat kanker.
Penyakit Dahulu
(- ) Cacar (- ) Malaria (- ) DBD
(+) Cacar Air (- ) Disentri (- ) Burut (Hernia)
(- ) Difteri (- ) Hepatitis (- ) Rematik
(- ) Batuk Rejan (- ) Tifus Abdominalis (- ) Wasir
(- ) Campak (- ) Skrofula (- ) Diabetes
(- ) Influenza (- ) Sifilis (- ) Alergi
(- ) Tonsilitis (- ) Gonore (- ) Tumor
(- ) Khorea (- ) Hipertensi (- ) Penyakit Pembuluh
(- ) Demam Rematik Akut (- ) Ulkus Ventrikuli (- ) Pendarahan Otak
(- ) Pneumonia (- ) Ulkus Duodeni (- ) Psikosis
(- ) Pleuritis (- ) Gastritis (- ) Neurosis
(- ) Tuberkulosis (- ) Batu Empedu lain-lain : (- ) Operasi
(- ) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(- ) Bisul (- ) Rambut (- ) Keringat Malam (- ) Lain-lain
(- ) Kuku (- ) Kuning/Ikterus (- ) Sianosis
Kepala
(- ) Trauma (- ) Sakit Kepala
(- ) Sinkop (- ) Nyeri pada Sinus
Mata
(- ) Nyeri (- ) Radang
(- ) Sekret (- ) Gangguan Penglihatan
(+ ) Kuning/Ikterus (- ) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(- ) Nyeri (- ) Tinitus
(- ) Sekret (- ) Gangguan Pendengaran
(- ) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(- ) Trauma (- ) Gejala Penyumbatan
(- ) Nyeri (- ) Gangguan Penciuman
(- ) Sekret (- ) Pilek
(- ) Epistaksis
Mulut
(- ) Bibir kering (- ) Lidah kotor
(- ) Gangguan pengecapan (- ) Gusi berdarah
(- ) Selaput (- ) Stomatitis
Tenggorokan
(- ) Nyeri Tenggorokan (- ) Perubahan Suara
Leher
(- ) Benjolan (- ) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(- ) Nyeri dada (- ) Sesak Napas
(- ) Berdebar (- ) Batuk Darah
(- ) Ortopnoe (- ) Dahak
Abdomen ( Lambung Usus )
(+ ) Rasa Kembung (- ) Perut Membesar
(+) Mual (- ) Wasir
(+ ) Muntah (+ ) Mencret
(- ) Muntah Darah (- ) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (- ) Tinja Berwarna Dempul
(- ) Nyeri Perut
(- ) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(- ) Disuria (- ) Kencing Nanah
(- ) Stranguri (- ) Kolik
(- ) Poliuria (- ) Oliguria
(- ) Polakisuria (- ) Anuria
(- ) Hematuria (- ) Retensi Urin
(- ) Kencing Batu (- ) Kencing Menetes
(- ) Ngompol (- ) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(- ) Anestesi (- ) Sukar Mengingat
(- ) Parestesi (- ) Ataksia
(- ) Otot Lemah (- ) Hipo / Hiper-esthesi
(- ) Kejang (- ) Pingsan
(- ) Afasia (- ) Kedutan (‘tick’)
(- ) Amnesia (- ) Pusing (Vertigo)
(- ) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (- ) Deformitas
(- ) Nyeri (- ) Sianosis
______________________________________________________________________
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : CM
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 33,9 kg
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Suhu : 39.80 C
Pernafasaan : 22 x/menit
Keadaan gizi : gizi buruk
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Cara berjalan : tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : pasif
Umur taksiran pemeriksa : sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : kuning langsat
Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : normal, merata
Lembab/Kering : lembab
Suhu Raba : hangat
Pembuluh darah : tampak
Keringat : merata
Turgor : elastis
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : sedikit
Oedem : tidak ada
Ptekie : tidak ada
Lain-lain :-
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Retraksi otot pernapasan (-) Retraksi otot pernapasan (-)
Palpasi Sela iga normal, tidak ada bejolan, Sela iga normal, tidak ada bejolan, nyeri
nyeri tekan(-) tekan(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea midclavicula sela iga 5
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sela iga 5
Perkusi :
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Tonus : normotonus normotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : 4 4
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon ++ ++
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patela ++ ++
Achiles ++ ++
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit ++ ++
Refleks patologis - -
Colok Dubur
Tidak dilakukan
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Fungsi Liver
AST (SGOT) 69 < 40 U/L
ALT (SGPT) 29 < 41 U/L
Bilirubin Total 1,45 <1,1 mg/dL
Bilirubin Direk 1,05 <0,6 mg/dL
Protein Total 6,14 6,4-8,3 g/dL
Albumin 2,5 3,5-5,2 g/dL
Globulin 3,64 1,5-3,0 g/dL
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV Reagen 1, 2, 3 REAKTIF NON REAKTIF
IMUNOSEROLOGI
CD 4 Abs 3 410-1590
IMUNOSEROLOGI
Hbsag kualitatif NON REAKTIF NON REAKTIF
Anti HCV NON REAKTIF NON REAKTIF
Foto Thorax ( Tanggal 25 Febuary 2017)
Pulmo: Tampak infiltrate milier pada kedua lapangan paru.
Cor: Dalam batas normal, Diafrgma dan sinus costovertebralis baik.
Kesan: Tuberkulosis Milier.
D. RINGKASAN (RESUME)
Seorang perempuan usia 26 tahun datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS.
Demam disertai mual, muntah dan mencret sejak 1 minggu SMRS. Sebelumnya demam
dirasakan hilang timbul 1 bulan SMRS namun semakin memberat sejak 1 minggu terakhir.
Demam yang dirasakan 1 minggu ini terus menerus dan semakin meningkat. Pasien juga
mengeluh terjadi penurunan berat badan yang tidak diukur belakangan ini. Pasien memiliki
riwayat mengkonsumsi alkohol sejak usianya 17 tahun.
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 25 febuary 2017 didapatkan pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran compos mentis. TD: 100/60 mmHg, HR: 118x/menit, RR:22x/menit,
Suhu: 39,8oC. dan konjungtiva anemis.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil laboratorium Hb: 10,4 g/dL (anemia),
Hematokrit: 22.2 Natrium: 132 mEq/L (hiponatremia),eritrosit 3.86, SGOT: 110 U/L, SGPT:
42(U/L), albumin: 2.64 g/dL (hipoalbuminemia). Bilirubin Total 1.45, Bilirubin Direk 1,05, Anti
HIV Reagen I, II, III Reaktif, CD4: 3. Dan dari hasil pemeriksaan foto thorak didapatkan kesan
Tb milier.
E. MASALAH
1) Tuberkulosis Paru
2) ODHA
3) Dispepsia
4) Hiponatremi
5) Hipokalemia
6) Hipoalbumin
F. TATALAKSANA
Per tanggal 25/2/2017
1. IVFD NaCl : Valamin 1: 1 /24jam
2. Ciprofloxacin 1x500 I.V
3. Dexametason 3x2 tab
4. Ranitidin 2x1
5. Bisolvon 3x1 I.V
6. NGT
7. RHZE: 450/300/1000/1000
8. B6 2x1
9. Antacid 3x1
10. Nebu ventolin / 8jam
11. PCT 3x500
G. FOLLOW UP
Tanggal 26/2/2017
S : Demam (+)
O: Keadaan Umum tampak sakit sedang, T: 38,6oC TD: 100/70, HR: 80, RR: 20x/menit.
A: Tuberkulosis Paru
P: lanjutkan intervensi. Extra pct prn demam
Tanggal 27/2/2017
S: -
O: kesadaran compos mentis, TD: 100/70, HR: 80, RR: 20x/menit T: 36,6oC, mulut oral thrust
(+).
A: Tuberkulosis Paru + Suspek HIV
P: Dexametason tapering off 4x1, 3x1, 2x1, 1x1 selama 2 hari. Dan lanjutkan Intervensi
Tanggal 28/2/2017
S: Lemas, sesak
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 100/70, HR: 80, RR: 22x/menit T: 36,6oC, mulut oral thrust
(+).
A: Tuberkulosis Paru + Suspek HIV
P: Skrining HIV, Dexametason stop, Metoclorpramid 3x1, Aff dc kateter, Nebu/8jam, dan
lanjutkan intervensi.
Tanggal 1/3/2017
S: Muntah 1x
O: Kesadaran Compos Mentis, T: 37,2oC, mulut oral thrust (+).
A: Tuberkulosis Paru + Suspek HIV
P: Skrining HIV, Dexametason stop, Metoclorpramid 3x1, Aff dc kateter, Nebu/8jam, dan
lanjutkan intervensi.
Tanggal 2/3/2017
S: -
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 100/70, beratbadan 33,9 kg T: 37oC, mulut oral thrust (+).
A: Tuberkulosis Paru + ODHA
P: Lanjutkan intervensi.
Tanggal 3/3/2017
S: Mual
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 100/70, HR: 80, RR: 20x/menit T: 36,6oC, mulut oral thrust
(+).
A: Tuberkulosis Paru + ODHA+ Hipoalbumin
P: Cek hbsag, antiHCV, CD4, Omeprazol 2x40 mg, nmyco 2x1cc, Nebu/8jam, konsul dr. spPD
untuk arv, dan lanjutkan intervensi.
Tanggal 4/3/2017
S: lidah kebas
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 100/70, HR: 88, RR: 20x/menit T: 36,7oC,
A: Tuberkulosis Paru + ODHA+ Hipoalbumin
P: Lanjutkan intervensi.
Tanggal 6/3/2017
S: -
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 100/70, HR: 88, RR: 20x/menit T: 36,7oC,
A: Tuberkulosis Paru + ODHA
P: Aff ivfd, kotrim 1x960 mg, Nymico 2x1 cc.
Tanggal 7/3/2017
S: -
O: Kesadaran Compos Mentis, TD: 110/70, HR: 88, RR: 20x/menit T: 36,7oC,
A: Odha belum arv dengan candidiasis oral + tuberculosis paru+ dyspepsia+ hipoalbumin
P: Boleh pulang
Resep obat pulang:
Cotrimoxazole 1x960 mg
Nymico 2x1 cc
Lanzoprazole 2x30 mg
RHZE 450/300/1000/1000
B6 2x1
Arv diberikan di poli saja, arv baru diberikan minimal setelah pemberian OAT 2 minggu.
H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar
dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat
kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
III. PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya, Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan: Sembuh dengan
meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau Meninggal.
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
a. meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
atas
b. memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
V. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
A. Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
Gejala respiratorik
batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sistemik
Demam, gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
B. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat.Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan
pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
“cold abscess”
C. Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3
hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/specimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup
berulir, tidAk mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen
tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek,
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-
5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika
pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.Bila lokasi fasiliti laboratorium
berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim
dengan kertas saring melalui jasa pos.
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam -macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif):
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap
tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter
spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
Keterangan:
a. Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan
dengan adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TB ekstraparu, ART harus
diberikan secepatnya setelah terapi TB dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4
b. Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari atau cgc
1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan ABC (300 mg 2
kali sehari)
c. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari)
sebagai pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung
NVP adalah d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP
d. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC / EFV
e. Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai
f. Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan
perbaikan setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB
diselesaikan
Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya efek toksik OAT
Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,
kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena
bersifat sebagai buffer antasida
Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ART golongan nonnukleotida dan
inhibitor protease. Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir
karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada
peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan
Jenis ART
VIII. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.Beberapa komplikasi
yang mungikin timbul adalah :
a. Batuk darah
b. Pneumotoraks
c. Luluh paru
d. Gagal napas
e. Gagal jantung
f. Efusi pleura
DAFTAR PUSTAKA