Anda di halaman 1dari 16

BAB 3

PERHITUNGAN MUKA AIR BANJIR

Perhitungan analisa debit banjir


Perhitungan ini dipergunakan untuk menentukan debit banjir maksimum sebagai dasar
perencanaan suatu bangunan air khususnya jembatan umumnya yang lainnya. Adapun perhitungan
analisa ini biasanya menggunakan kombinasi dua metode ataupun tunggal
1. Metode Haspers
2. Metode Wedumen
3. Metode Gumbel
4. Metode Kombinasi
Perhitungan ini di rencanakan di daerah Cikawari yang data – data tertera di bawah ini:

Cathment Area (F) =62.9 Km2

Panjang Sungai (L) =11.23 Km

Panjang sungai efektip (0.9 L) =10.11 Km

Elevasi panjang lokasi bendung (H2) = 1.750 Km

Elevasi panjang (0.9 L) (H2) = 1.160 Km

Beda Tinggi ΔH = 0.590 Km

Kemiringan sungai I = ΔH / (0.9 L) = 0.58
Metode haspers
Rumus yang digunakan dalam menghitung debit banjir dengan metode ini:
QT = σ ß q f
Dimana QT = debit maksimum (m3/det)
σ = run off coefficient (Koefisien pengaliran)
ß = Koefisien reduksi
q = debit tiap Km2 (m3/dt/km2)
F = luas cathment area (km2)
Langkah awal perhitungan menggunakan metode Haspers, tujuan dari metode ini untuk
menghitung data curah hujan ekstrim, dengan rumus
RT = R^ + Sn . £T

 
  

1  RI  RI   R 2  R 
Dimana Sn = 
2  1    2 
   

9
Dengan RT = curah hujan dengan return periode T
R = curah hujan maks. Rata –rata (R1+R2/2)
Sn = Standart deviasi
£T = Standart Variabel (dalam hubungan T dengan £)
R1 = Curah hujan absolute mak 1
R2 = Curah hujan absolute mak 2
£1 = standart Variabel untuk periode ulang R1
£2 = standart Variabel untuk periode ulang R2
m = rank
n = lama pengamatan
Data curah hujan maksimum
Curah Hujan Harian
NO Tahun Maksimum
ST.01 ST.02 ST.03
1 1994 288 331 301
2 1995 301 327 296
3 1996 294 290 287
4 1997 332 308 290
5 1998 293 302 304
6 1999 289 299 297
7 2000 288 294 292
8 2001 297 315 311
9 2002 325 293 315
10 2003 316 306 317
3023 3065 3010
n data 10 10 10
Rerata 302.300 306.500 301.000
stdev 16.180 14.073 10.541
Cs 1.008 0.724 0.341
Rang 1 332 331 317
Rang 2 325 327 315

Dari Stasiun A didapat


R1= 332
R2= 325
R^= 302.3
Menghitung return periode (T) = n + 1 / m
T1= (10+1)/1 = 11
T2= (10+1)/2 = 5.5
£ dilihat dari table T11 = £1 = 1.35
T5.5 = £2 = 0.73

10
Standar deviasi

 
  

Sn = 1  RI  RI   R 2  R 

2  1    2 
   

 
  

1  332  302.3   325  302.3 
  26.548
2 1.35   0.73 
   

Curah hujan maksimal metode haspers untuk stasiun A


Hujan Return Standar Standar
Rerata Rang Peroid Variabel deviasi
R=(mm) (m) T=(n+1)/(m) (µ) (Sn)
332 1 11 1.350
26.548
325 2 5.5 0.730

Tabel Hubungan T
& (µ)
T (µ)
T2 -0.22
T5 0.64
T 10 1.28
T 20 1.89
T 25 2.1
T 50 2.75
T 100 3.43
T 200 4.14

T RT(mm)
T2 296.4595
T5 319.2907
T 10 336.2814
T 20 352.4756
T 25 358.0507
T 50 375.3068
T 100 393.3595
T 200 412.2085

R1= 332
R2= 325
R^= 302.3
RT = R^ + Sn . £T
RT 2 = 302.3 + 26.548 (-0.22)
= 296.459 mm

11
RT 5 = 302.3 + 26.548 (-0.64)
= 329.291 mm
RT 10 = 302.3 + 26.548 (1.28)
= 336.281 mm
RT 20 = 302.3 + 26.548 (1.89)
= 352.476 mm
RT 25 = 302.3 + 26.548 (2.10)
= 358.051 mm
RT 50 = 302.3 + 26.548 (2.75)
= 375.307 mm
RT 100 = 302.3 + 26.548 (3.43)
= 393.359 mm
RT 200 = 302.3 + 26.548 (4.140)
= 412.208 mm

Dengan koefisien pengaliran

1  0.012 xf 0.7

1  0.075 xf 0.7

Durasi t dihitung dengan rumus


t = 0.1 L 0.8 I -0.3 jam
dimana L : panjang sungai
I : kemiringan sungai
Koefisien reduksi (ß) dihitung dengan rumus

t 1  (t  3.7 x (10 0.4t ) f 0.75


 x
 t 2  15 12

Maka dapat dilihat dari rumus koefisien reduksi sangat tergantung pada harga t, dalam hal
ini Beeroma mengklasifikasikan distribusi hujan sebagai berikut:
a. Distribusi hujan untuk t < 2 jam (tidak sebanding dengan R)
b. Distribusi hujan untuk 2 < t < 19 jam ( sebanding dengan R)
c. Distribusi hujan untuk t > 19 jam ( sebanding dengan R)
Perhitungan analisa debit banjir untuk metode Haspers

1  0.012 xf 0. 7
1  0.012 x62.9 0.7
   0.52
1  0.075 xf 0. 7
1  0.075 x62.9 0.7 12
t = 0.1 L 0.8 I -0.3 jam
= 0.1 (11.23) 0.8 (0.58) -0.3
= 0.815 jam

t 1  (t  3.7 x (10 0.4t ) f 0.75 1  (0.815  3.7) x (10 0.4 x 0.815 ) 62.9 0.75
 x  x
 t 2  15 12 (0.815) 2 12
1
 1.24

  0.806

Kita dapat menghitung distribusi hujan (r)


Untuk t < 2 jam

txRn. max
r
t  (1  0.0008)(260  Rn)(2  t ) 2

Untuk stasiun A
T Rt rT qt QT
2 296.4595 106.720 36.374 958.908
5 319.2907 114.939 39.175 1032.754
10 336.2814 121.055 41.259 1087.768
20 352.4756 126.885 43.246 1140.091
25 358.0507 128.892 43.930 1158.124
50 375.3068 135.104 46.048 1213.939
100 393.3595 141.602 48.263 1272.328
200 412.2085 148.388 50.575 1333.296

Perhitungan

txRn. max
r
t  (1  0.0008)( 260  Rn)(2  t ) 2
0.815x 296.469
rT 2   106.720
0.815  (1  0.0008)(260  296.459)(2  0.815) 2

0.815 x319.291
rT 5   114.939
0.815  (1  0.0008)(260  319.291)(2  0.815) 2

0.815 x336.281
rT 10   121.055
0.815  (1  0.0008)(260  336.281)(2  0.815) 2

0.815 x352.476
rT 20   126.885
0.815  (1  0.0008)(260  352.476)(2  0.815) 2
13
Perhitungan dapat dilanjut sampai T 200

Perhitungan qT
rT
qT 
(3.6 xt )

rT 106.720
qT 2    36.374m 3 / dt / km 2
(3.6 xt ) 3.6 x0.518

rT 114 .939
qT 5    39.175m 3 / dt / km 2
(3.6 xt ) 3.6 x0.518

rT 121.055
qT10    41.259m 3 / dt / km 2
(3.6 xt ) 3.6 x 0.518

rT 126.885
qT 20    43.246m 3 / dt / km 2
(3.6 xt ) 3.6 x0.518

Perhitungan dapat dilanjut sampai qT 200

Perhitungan QT

QT  x xqTxF

QT 2  x xqTxF  0.520 x0.806 x36.374 x 62.900  958.908m 3 / dt

QT 5  x xqTxF  0.520 x0.806 x39.175 x62.900  1032.754m 3 / dt

QT10  x xqTxF  0.520 x0.806 x 41.259 x 62.900  1087.768m 3 / dt

QT 20  x xqTxF  0.520 x0.806 x 43.246 x62.900  1140.091m 3 / dt

QT 25  x xqTxF  0.520 x0.806x 43.930x 62.900  1158.124m 3 / dt

Perhitungan dapat dilanjut sampai QT 200

T St A St B St C Rata - rata
2 958.908 974.933 962.552 965.463
5 1032.754 1039.233 1005.710 1025.899
10 1087.768 1087.081 1037.825 1070.872

14
20 1140.091 1132.691 1068.437 1113.740
25 1158.124 1148.391 1078.975 1128.497
50 1213.939 1196.990 1111.595 1174.175
100 1272.328 1247.830 1145.719 1221.959
200 1333.296 1300.915 1181.351 1271.854

Perhitungan Muka Air Banjir (MAB)


Untuk mengetahui ketinggian muka ir banjir pada debit banjir maksimum di lakukan pengukuran
secara tidak langsung, hal ini dilakukan dengan cara mengukur luas penampang sungai, sedangkan
kecepatan aliran air di hitung secara analitis. Untuk menentukan kecepatan aliran perencana
menggunakan rumus Manning
1 3
V  x Rx i
n

Dimana : V= kecepatan aliran sungai (m / det)


C = koefisien kekasaran Manning (untuk tanah biasa n = 0.027)
R = F/O
R = jari – jari hidrolis (m)
F = luas penampang basah (m2)
O = keliling basah (m)

Gambar profil melintang sungai, sebagai berikut:

2400

100 K1 K6
100 K2 K5
100 K3 K4
100
I VI
100
100 V
II
100 III IV
100
300 400 800 400 300 200

15
A tot = 2400 x 900 =216 m2
A1 = ( 600 x 300) + (0.5 300 x 300) = 21 m2
A2 = ( 400 x 400) + (0.5 400 x 200) = 20 m2
A3 = ( 800 x 350) + (0.5 800 x 150) = 34 m2
A4 = ( 400 x 350) + (0.5 400 x 150) = 17 m2
A5 = ( 500 x 300) + (0.5 300 x 200) = 18 m2
A6 = ( 200 x 600) + (0.5 200 x 300) = 15 m2
ΔA = A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + A6
= 21 + 20 + 34 +17 + 18 + 15
= 125 m2
Luas penampang yang terairi (basah) (Ab)
Ab = A tot - ΔA
= 216 – 125
= 91 m2
Asumsi awal h1 = 1 m
Maka F = ½ x A x h
= ½ 91 x 1
= 45,50 m2
Keliling
K1 = 10.25 m2
K2 = 2 (P + L ) +9.45
= 2 (4 + 3 ) + 9.45
= 23.45 m2
K3 = 2 (P + L ) + 17.65
= 2 (8 + 5 ) + 17.65
= 43.65 m2
K4 = 2 (P + L ) + 4.27
= 2 (4 + 5 ) + 4.27
= 22.27 m2
K5 = 2 (P + L ) + 8.6
= 2 (3 + 3 ) + 8.6
= 20.6 m2
K6 = 3.6 m2
O = K1 + K2 + K3 + K4 + K5 + K6

16
= 10.25 + 23.45 + 43.65 + 22.75 + 20.6 + 3.6
= 124.30 m2
R =F/O
= 45.50 / 124.30
= 0.366 m

1 3
V  x R x i  n  0.027untuk tan ah biasa
n
1
 x3 0.366 x 0.007
0.027
 1.568m / dt

Q =VxF
= 1.585 x 45.50
= 72.163 m3/det

Untuk lebih mempermudah dibuat tabelaris

h (m) F (m2) O (m) R (m) i V (m/det) Q (m3/det)


1 45.5 124.30 0.366 0.084 1.516 72.163
2 91 124.30 0.732 0.084 2.525 229.731
3 136.5 124.30 1.098 0.084 3.312 452.159
4 182 124.30 1.464 0.084 4.016 731.037
5 227.5 124.30 1.830 0.084 4.664 1061.155
6 273 124.30 2.196 0.084 5.271 1438.837

Secara analitis tinggi h dapat di cari dengan rumus perbandingan dengan suatu anggapan bahwa
harga – harga di atas mengikuti harga konstan
1174.175  452.159
hd   (4  3)  3  5.589m
731.037  452.159

Jadi tinggi muka air banjir sungai ini (Cikawari) ± 5.589 m, dengan mengambil periode ulang 50
tahun
Penentuan elevasi jembatan
Elevasi jembatan adalah ketinggian permukaan jembatan dari dasar sungai terendah
sampai lapisan atas perkerasan jembatan, elevasi jembatan ditentukan berdasarkan
a. Tinggi muka air banjir pada saat banjir rencana adalah h = 5.589 m
b. Batas jarak ruang (Clearene)
Batas ini untuk keamanan jembatan dari benda – benda hanyutan yang terbawa aliran
yang dapat merusak struktur jembatan, ketentuan tinggi ruang bebas (clearene)

17
menurut Victor D. Johnson dalam buku “Essentials of Bridges Engineering” dapat
dilihat pada table sebagai berikut:
Discharge (m3/s) Min Vertical Clearence (mm)
Under – 0.3 150
0.3 – 3.0 450
3.1 – 30.0 600
30.1 – 300.0 900
301.0 – 3000.0 1200
3000.0 - over 1500

Dari table tersebut Q desain = 1174.175 m3 / det, didapat ruang bebas minimum sebesar 1200 mm,
pada perencanaan ini diambil pula tinggi ruang bebas 1 m
c. Tinggi gelagar melintang diperkirakan ht = 1.5 m
Tebal pelat lantai kendaraan = 0.2 m
Tebal lapisan perkerasan = 0.05 m
Elevasi permukaan jembatan Cikawari sebagai berikut :
 Elevasi dasar sungai = 70.50 m
 Tinggi muka air banjir = 5.589 m
 Tinggi ruang bebas =1m
 Tinggi gelagar melintang = 1.5 m
 Tinggi pelat lantai kendaraan = 0.2 m
 Tebal lapisan perkerasan = 0.05 m +
= 78.839 m (MSL)
Berdasarkan data topografi bahwa ketinggian tanah asli adalah ± 82.55 m MSL, maka
keadaan jembatan cukup aman
3.1 PERENCANAAN PIPA DAN TIANG SANDARAN
Data Teknis
Dalam merencanakan jembatan diperlukan data-data sebagai bahan untuk mendesain
jembatan yang sesuai dengan syarat perencanaan. Data yang dibutuhkan antara lain :
Note : x = nim ijal (9) y= nim intan (0)
1. Panjang Bentang (L) : 24,90 meter
2. Penampang Jembatan : Konvensional
3. Jembatan Kelas II : 2 jalur
4. Mutu Beton (fc’) : 25 MPa

18
5. Mutu Baja (fy) : 400 MPa
6. Ketentuan lainnya digunakan Peraturan Muatan Indonesia ( PMI – 1971 ), Dasar – dasar
perencanaan beton bertulang berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, Pedoman Pembebanan Jembatan
Jalan Raya (PPJJR) standar perencanaan jembatan binamarga, standar spesifikasi untuk jembatan
jalan raya tipe balok gabungan.

Penempatan lebar jembatan


1. Ketentuan Ketentuan :
 Jumlah Lalur : 2 lajur
 Lebar jalur : 2 x 3,5 meter
 Trotoar kiri dan kanan : 1 meter
 Tinggi tiang sandaran : 1 meter
 Pipa tiang sandaran :  3’’
2. Dengan demikian lebar total jembatan
 Lebar dua jalur : 2 x 3,5 meter = 7,00 meter
 Lebar trotoar : 2 x 1,0 meter = 2,00 meter

 Lebar tiang sandaran : 2 x 0,3 meter = 0,60 meter


Lebar total jembatan = 9,6 meter ~ 10 meter
Perhitungan Pipa Sandaran
Data – data :
 Jarak antar tiang sandaran :2 m
 Ukuran tiang sandaran :10 x 16 cm
 Pipa luar sandaran :Φ 75 mm
 Pipa dalam sandaran :Φ 66.3 mm
 Tebal pipa ( S ) :0.435 cm
 Berat sendiri pipa :6.64 kg/m

Pipa 3''
200

Gambar 3.1 Potongan Memanjang Pipa Sandaran

a. Pembebanan :

19
Berat sendiri pipa (G1) = 6.64 kg/m’
Berat sendiri pipa (G2) = 6.64 kg/m’
Beban berguna (v) = 100.00 kg/m’
qv = 113.28 kg/m’

b. Momen
Pipa sandaran dianggap balok menerus diatas dua tumpuan dengan reduksi momen sebesar 20 %.
Jarak antar tiang sandaran diambil ( l ) = 2 m, dengan L = 24,90 meter. Maka jumlah tiang sandaran
adalah 25/ 2 +1= 14 buah. Jadi momen yang timbul adalah :
Mmax = 80%.1/8.q. l2
= 80% x 1/8 x 113.28 x (2)2
= 45,312 kg.m = 4531,2 kg.cm
Momen Inersia (Ip) dan Momen Tahanan (Wp)
Ip = 1/64 p (D4-d4)
= 1/64.3,14 (7,54-6,634) = 60,44 cm4
D4  d 4
Wx = 1/32 p
D4
7,5 4  6,63 4
= 1/32 x 3,14 x
7,5 4
= 16,12 cm3

c. Kontrol tegangan yang timbul


M max 4256,6
sa =   264,62 kg/cm2 < sa = 1600 kg/cm2..............ok
Wx 16,12

d. Kontrol terhadap lendutan pipa


Lendutan yang diijinkan

f = 1/300. L = 1/300.200 = 0,67 cm
Lendutan yang timbul :
5 q  l4 5  106,64  200 4
f=   0,175 cm < 0,66 cm .......( Konstruksi Aman )
384  E  Ip 384  2,1  10 6  83,16
Dari kedua kontrol diatas, ternyata pipa sandaran dengan diameter dalam 3" cukup kuat untuk
digunakan.

Perhitungan Tiang Sandaran


Tiang sandaran diperhitungkan bekerja pada ketinggian 100 cm diatas lantai trotoir, tiang sandaran
direncanakan dari beton bertulang dengan kertentuan sebagai berikut :
 Ukuran Tiang sandaran = 10 x 16 cm

20
 Tinggi tiang sandaran diatas trotoir = 100 cm
 Jarak antara tiang sandaran = 200 cm
 Beban berguna (P) = 100 kg/m ( PPPJJR 1987:10)

Ø 3"

KERB BETON

LANTAI KENDARAAN
Ø 4" - 200

a. Pembebanan
Akibat Beban Mati
 Berat sendiri pipa sandaran (G1)
0,1 x 0,16 x 1 x 2400 = 38,4 kg
 Berat sendiri tiang sandaran tegak (G2) (DIHILANGKNA KARNA SEPAKAT DIBUAT
LURUS SEMUA)
0,1 x 1/2 x (0,16 + 0,30) 0.75 = 38,64 kg
 Berat sendiri dudukan pipa sandaran
2 x 2 x 6,64 = 26,56 kg

G total = 64,96 kg

Akibat Beban hidup


 Gaya horisontal (PH) = 100 kg/m’
 Gaya Vertikal (PV) = 100 kg/m’

Tiang sandaran dianggap terjepit pada plat trotoir di potongan A-A, maka didapat :

PV = 100Kg/m

PH= 100Kg/m Sepakat


45 dibuat lurus
PH = 100Kg/m
G2

80

23
11.5

21
b. Perhitungan Momen beban sendiri
Mbs = (G1+ Gpipa)
= (21,12 +26,56)
= 47,68 kg.m
Momen akibat beban hidup
Mbh = PH (1,20) + PH (0,8)
= 100 (1,25) + 100(0,8)
= 205 kg.m
 Mtot = Mbs 0+ Mbh
= 47,68 + 239
= 286,68 kg.m

c. Gaya Normal (NA) Terhadap Titik A


NA = G1 + G2 + Gpipa + 2Pv
= 21,12 + 38,64 + 26,56 + 2. 100
= 286,32 kg
d. Perhitungan Gaya Lintang (DA) :
DA = 2.PH = 2. 100 = 200 kg
e. Perhitungan Tulangan
Tiang sandaran terjepit sebelah bebas
d’
M = 254,41 kg.m
N = 286,32 kg d
h

D = 200 kg
b = 10 cm = 100 mm
ht = 16 cm = 160 mm b

d' = 2,5 cm = 25 mm
d = h – d' = 160 – 25 = 145 mm
Mu 2.5441.10 6
Mn = =  3,180.10 6 Nmm
φ 0,8

Direncanakan f'c = 25 Mpa dan fy =400 MPa


1,4 1,4
 min    0,0035
fy 400

0,85. . f ' c  600  0,85.0,85.25  600 


 600  fy  
b = fy   = 400  600  400  = 0,027
maks = 0,75 . b = 0,75 . 0,027 = 0,020

22
0,85. fc'  2.Mn  0,85.25  2.3,180 x10 6 
 perlu  1  1   1  1  
fy   0,85. fc' b.d 2  400  0,85.25.1000.145 2 
 
= 0,00038
syarat  min < perlu < mak s, maka yang digunakan  min

As =  min.b.d = 0,0035 x 100 x 145 = 50,75 mm2


Digunakan tulangan D8 = 50 mm2

50,75
As   1,015  2ba tan g
50
Sehingga dipasang tulangan tekan As’ = 101 mm2
f. Pemeriksaan N Terhadap Beban Seimbang
d = 160 – 25 = 145
600 600
eb  .d  145  87mm
600  fy 600  400

ab = β x eb = 0,85 87= 73,95mm


145  87 fy 400
s '  0,003  0,0024    0,017 ...... ok!
73,95 s 23500
fy  s '.0.003

= 23500 x 0.003
= 70,5
 .Pub  0,8. fc ' .ab.b  As. fs ' As. fy
= (0,85 x 25 x 73,95 x 1000 + 101 x 70,5 – 101 x 400 x 10-3)0,65
= 805,12 Kg > N = 286,32 Kg ............... ok!
g. Perhitungan Tulangan Geser
D = 200 Kg
Vu = ½ x D x l =1/2 x 200 x 1,25 =125 Kg
Vc = Φ1/6 x fc ' x b x d = 1/6 x 25 x100 x 145 = 12083 KN = 1208.3 Kg

Vc =0,65 1208,3 = 785,395


Vu = 125 Kg < ½ θ. Vc = 392,69 Kg tiang sandaran tidak membutuhkan tulangan geser dan cukup
digunakan pengikat dengan tulangan D6-100 mm

16 15 100

Ø 3" Ø6-100
Ø6-100 2Ø8
55 A A 10
16

2Ø8
45
KERB BETON
LANTAI KENDARAAN
25

20

10

Ø 4" - 200
23
Gambar penulangan tiang sandaran

24

Anda mungkin juga menyukai