Anda di halaman 1dari 2

RELASI ANTARPRIBADI

Pada dasarnya, relasi antarpribadi itu bersifat dinamis, sehingga bisa berubah dari
tiik harmonis ke titik konflik. Komunikasi memegang peran penting dalam
membangun, mengembangkan dan menjaga relasi antarpribadi. Titik penting dalam
menjaga relasi antarpribadi itu ada pada pemahaman. Komunikasi bisa membangun
pemahaman, tapi bisa juga sebaliknya membangun kesalahpahaman atau salah
pengertian. Bila komunikasi mampu membangun pemahaman maka dalam relasi
antarpribadi terbangun rasa percaya sehingga membawa pada keterbukaan dan
akhirnya relasi yang intim. Bila sebaliknya yang terjadi, maka yang muncul adalah
ketidakpercayaan yang akan membawa pada ketertutupan dan akhirnya
terbangun jarak di antara orang yang berkomunikasi.
Kemampuan menjalin relasi antarpribadi dan berkomunikasi antarpribadi
dikategorikan sebagai kecerdasan antarpribadi. Kecerdasan seperti ini diperlukan
oleh setiap manusia, namun ada beberapa manusia dengan jenis pekerjaan dan
profesi tertentu yang mesti menguasai kecakapan antarpribadi ini.
Manusia bertindak karena memiliki motif tertentu. Begitu juga haknya dengan relasi
dan komunikasi antarpribadi yang dijalin atau dilakukan seseorang pastilah dilandasi
motif tertentu. Motif tersebut muncul karena adanya kebutuhan, yakni terjadinya
kekurangan atau penurunan pada diri kita.
Kebutuhan manusia bisa dijelaskan secara fisiologis seperti yang dilakukan para
psikologi psikologis, yang memfokuskan pada kebutuhan/motif primer yang bersifat
biologis. Bisa juga dijelaskan secara fisiologis-psikologis seperti yang dilakukan
para psikolog humanistik, yang memasukkan dimensi psikologis yang dikenal juga
dengan istilah motif/kebutuhan sosiogenis atau motif sekunder.
Salah satu teori kebutuhan yang paling populer adalah Teori Hierarki Kebutuhan
dari Abraham Maslow. Teori ini menjelaskan kebutuhan secara lebih kompleks
dibandingkan dengan Teori Kebutuhan-dorongan-insentif yang bisa menjelaskan
hal-hal yang lebih sederhana dalam perilaku manusia.
Komunikasi dan relasi antarpribadi manusia berlangsung karena manusia memiliki
kebutuhan. Dengan menggunakan teori kebutuhan kita bisa menjelaskan motif
manusia membangun relasi atau komunikasi antarpribadi. Dengan demikian kita
bisa mengembangkan iklim komunikasi yang lebih baik dan komunikasi
antarpribadi yang lebih efektif.
Hubungan antarpribadi itu bersifat dinamis. Dinamisnya hubungan antarpribadi itu
bisa dilihat dari dialektika hubungan yang menunjukkan ada 3 dialektika hubungan
utama, yaitu (a) keterhubungan dan keterpisahan, (b) kepastian dan ketidakpastian,
dan (c) keterbukaan dan ketertutupan. Kita bisa juga melihat tahapan hubungan itu
dengan tahap memulai berhubungan. Lalu keduanya mulai saling menjajagi, yang
bila memperoleh respons yang positif dari kedua belah pihak maka akan masuk
tahap saling mengintensifkan hubungan. Selanjutnya, keduanya akan berpadu
bahkan bila itu dua orang dewasa yang berbeda jenis kelaminnya bisa saja berlanjut
pada ikatan formal seperti pernikahan atau bisa juga hanya berupa ikatan sosial
seperti berpacaran atau berkawan akrab. Kemudian akan muncul perbedaan-
perbedaan di antara keduanya, yang selanjutnya bisa saja melahirkan tiga kondisi
yang berbeda yaitu stagnasi, saling menghindar dan mungkin juga penghentian
hubungan.

Untuk pemeliharaan hubungan, kita bisa mengacu pada konsep kepuasan KAP.
Dengan mengutip pendapat Hecht, Rucker & Davis-Showell (2005:202)
menyatakan kepuasan KAP adalah peneguhan (reinforcement) posotif yang
diberikan satu peristiwa komunikasi yang memenuhi ekspektasi positif. Bila melihat
rumusan kepuasan KAP seperti itu, maka kita bisa menyatakan bahwa kepuasan
komunikasi tidak lain merupakan dampak komunikasi, yang dalam hal ini adalah
KAP. Lain halnya pandangan pemeliharaan hubungan ini dari perspektif Teori
Pertukaran Sosial. Teori ini mengasumsikan bahwa pada dasarnya manusia itu
mengetahui situasi lawan komunikasinya satu sama lain, memberi perhatian
terhadap kebutuhannya, dan pada dasarnya senang diperlakukan seperti dia
memperlakukan orang lain.
Tubbs dan Moss (2000:11-12) menunjukkan karakteristik hubungan yang
berkualitas tinggi, yaitu (a) informasi tentang orang lain lebih bersifat psikologis
ketimbang bersifat kultural dan sosiologis; (b) aturan-aturan dalam hubungan ini
lebih banyak dikembangkan oleh kedua orang yang terlibat dibandingkan dengan
diatur oleh tradisi; (c) hubungan lebih banyak ditentukan oleh karakter pribadi
dibandingkan dengan situasi; dan (d) pilihan perseorangan lebih diutamakan
ketimbang pilihan kelompok. Kualitas hubungan itu bukan semata untuk hubungan
yang akrab belaka melainkan berlaku juga pada hubungan di antara dua orang yang
hubungannya bukan hubungan antarpribadi.

Anda mungkin juga menyukai