Anda di halaman 1dari 33

REFLEKSI KASUS

MOLA HIDATIDOSA
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Program Pendidikan
Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Soewondo Kendal
Periode 15 Desember 2017 – 7 Februari 2018

Disusun oleh :
Azkiyatin Nailil Muna
30101206572

Penguji :
dr. Wijoyo Hadiningrat, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

1
STATUS PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. SOEWONDO KENDAL
Nama Mahasiswa : Azkiyatin Nailil Muna
NIM : 30101206572
DokterPembimbing : dr. Wijoyo Hadiningrat, Sp. OG
Tanggal : Desember 2017

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M Agama : Islam
Usia : 25 tahun Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Sudah Menikah No. CM : 545xxx
Pekerjaan : Karyawan swasta Tgl Masuk RS : 23 Desember 2017
Alamat : Bringinsari ¼ Ruang : Mawar
Jenis Kelamin : Perempuan

B. ANAMNESIS (SUBJEKTIF)
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 Desember
2017 pukul 13.00 WIB di Ruang Mawar RSUD dr. H. Soewondo Kendal dan
didukung dengan data medik pasien.
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar flek-flek banyak melalui
jalan lahir sejak 1 bulan.
2. Keluhan Tambahan
Keluhan disertai keluar gelembung-gelembung kecil seperti mata
ikan berwarna putih dari jalan lahir
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G1P0A0 usia 25 tahun, hamil ± 9 minggu, rujukan dari poli
kandungan RS Pelita Harapan, datang ke IGD RSUD dr. H. Soewondo
Kendal dengan keluhan keluar flek-flek banyak dari jalan lahir sejak 1
bulan. Pasien mengatakan dalam sehari mengganti pembalut sebanyak 3
kali. Keluhan tersebut disertai dengan keluarnya gelembung-gelembung
kecil berwarna putih seperti mata ikan dari jalan lahir. Pasien juga

2
mengeluh sering mual dan muntah dalam 1 bulan terakhir ini. Biasanya
pasien muntah hingga sebanyak 3-4 kali dalam sehari, namun sekarang
keluhan mual dan muntah sudah mulai berkurang. Selain itu, pasien juga
merasakan perutnya semakin membesar tetapi tidak mengetahui apakah
perutnya tersebut membesar sesuai usia kehamilannya atau tidak karena
pasien tidak mengingat haid pertama-terakhir. Selama hamil, pasien
mengatakan tidak pernah merasakan gerakan janin pada perutnya.
Keluhan tidak disertai nyeri pada perut.
Malam hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan
keluar darah segar dengan jumlah banyak dari jalan lahir. Keluhan
tersebut juga disertai dengan keluarnya gelembung-gelembung kecil
berwarna putih seperti mata ikan dari jalan lahir. Keluhan tidak disertai
nyeri pada perut maupun keluar gumpalan-gumpalan darah dari jalan
lahir. Pasien menyangkal mengalami trauma atau berhubungan dengan
suami sebelum keluar darah tersebut.

4. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang. Usia
pernikahan kurang lebih 1 tahun.

5. Riwayat Obstetri
 G1P0A0
 HPHT :20 – 10 – 2017
 HPL :27 – 07– 2018
 Usia kehamilan : 9 minggu 2 hari
 G1 : Hamil ini

6. Riwayat KB
Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi.

7. Riwayat ANC

3
Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan.
Pasien hanya melakukan tes pack sekali ± 4 minggu yang lalu dan
hasilnya (+). Pasien melakukan pemeriksaan USG sekali, yaitu pada
kamis pagi tanggal 21 Desember 2017 di RS Pelita Harapan, 2 hari
sebelum masuk rumah sakit karena keluhan keluar darah segar dari jalan
lahir yang dialami pasien.

8. Riwayat Haid
 HPHT : 20 – 10 – 2017
 Menarche : 14 tahun
 Siklus : teratur, 28 hari
 Lama : 7 hari
 Dismenorrhea : (-)

9. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat penyakit paru : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat operasi di perut : disangkal

10. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat penyakit paru : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

11. Riwayat Sosial dan Ekonomi

4
Pasien seorang ibu rumah tangga dan tinggal di rumah dengan
suami yang juga bekerja sebagai karyawan swasta. Biaya kesehatan
ditanggung oleh JKN NPBI.

C. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : composmentis
- Tanda-tanda vital :
- TD : 125/84 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,50C
- Status Internus :
- Kepala : mesocephale
- Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
- Hidung : discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping
hidung (-)
- Telinga : normotia, discharge (-)
- Mulut : sianosis (-), bibir kering (-)
- Tenggorokan : faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : simetris, membesar, kencang (-), retraksi papilla
mammae (-), hiperpigmentasi areola (-/-)
- Jantung :
 Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : redup, batas-batas jantung tidak dapat
ditentukan karena terhalang oleh pembesaran mamae
 Auskultasi : suara jantung I dan II murni, reguler, suara
tambahan (-)
- Paru

5
 Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris statis dan
dinamis
 Palpasi : stern fremitus simetris dextra dan sinistra, nyeri
tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
- Abdomen
 Inspeksi : perut tampak membesar, striae gravidarum (-),
linea nigra (-), bekas operasi (-)
 Auskultasi : DJJ (-)
 Palpasi : terasa pembesaran uterus tepat di umbilicus,
perabaan lunak, ballottement (-), tidak teraba bagian-bagian janin,
gerakan janin (-)
- TFU : 16 cm
- Genitalia
 Externa : lendir darah (-), darah segar (+), gelembung mola
(+), vulva oedem (-), pus (-), ulcus (-), lesi kecil-kecil (-)
 Interna : vaginal toucher
Dinding vagina normal, massa (-), portio licin, pembukaan dan
penipisan serviks (-), nyeri goyang portio (-), adneksa,
parametrium dan cavum douglas dextra et sinistra dalam batas
normal, korpus uteri antefleksi dan lunak.
 Inspekulo : tidak dilakukan
- Extremitas :
Superior Inferior
Varises -/- -/-
Refleks fisologis +/+ +/+
Refleks patologis -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Oedem -/- -/-

6
D. STATUS OBSTETRI
 Abdomen :
 Inspeksi : perut tampak membesar, striae gravidarum (-), linea
nigra (-), bekas operasi (-)
 Auskultasi : DJJ (-)
 Palpasi : terasa pembesaran uterus tepat di atas umbilicus,
perabaan lunak, ballottement (-), tidak teraba bagian-bagian janin,
gerakan janin (-)
- TFU : 16 cm
 Genitalia
- Externa : lendir darah (-), darah segar (+), gelembung mola (+), vulva
oedem (-), pus (-), ulcus (-), lesi kecil-kecil (-)
- Interna : vaginal toucher
Dinding vagina normal, massa (-), portio licin, pembukaan dan
penipisan serviks (-), nyeri goyang portio(-), adneksa, parametrium dan
cavum douglas dextra et sinistra dalam batas normal, korpus uteri
antefleksi dan lunak.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium :
23/12/2017 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9,0 (L) gr/dL 11,5 – 16,5
Hematokrit 29,4 (L) % 35 – 49
Leukosit 9,3 103/µL 4,0 – 10,0
Trombosit 192 103/µL 150 – 500
HIV Nonreaktif Nonreaktif
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
 Test kehamilan (21/11/2017) : positif samar
 USG (21 Desember 2017) :

7
F. RESUME
Pasien G1P0A0 usia 25 tahun, hamil ± 9 minggu, rujukan dari Poli
kandungan RS pelita Harapan, datang ke IGD RSUD dr. H. Soewondo
Kendal dengan keluhan keluar flek-flek banyak dari jalan lahir sejak 1
bulan dan mengganti pembalut sebanyak 3 kali dalam sehari. Keluhan
tersebut disertai dengan keluarnya gelembung-gelembung kecil berwarna
putih seperti mata ikan dari jalan lahir serta mual dan muntah hingga 3-4
kali sehari dalam 1 bulan terakhir ini. Pasien juga merasakan perutnya
semakin membesar tetapi tidak mengetahui apakah perutnya tersebut
membesar sesuai usia kehamilannya atau tidak karena pasien tidak
mengingat haid pertama-terakhir. Selama hamil, pasien mengatakan tidak
pernah merasakan gerakan janin pada perutnya. Keluhan tidak disertai
nyeri pada perut maupun nyeri kepala.
Malam hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan
keluar darah segar dengan jumlah banyak dari jalan lahir. Keluhan
tersebut juga disertai dengan keluarnya gelembung-gelembung kecil
berwarna putih seperti mata ikan dari jalan lahir. Keluhan tidak disertai
nyeri pada perut maupun keluar gumpalan-gumpalan darah dari jalan
lahir. Pasien menyangkal mengalami trauma atau berhubungan dengan
suami sebelum keluar darah tersebut.
Pemeriksaan fisik : dalam batas normal

8
Status internus : dalam batas normal
Status obstetri :
 Abdomen : tidak didapatkan adanya tanda-tanda kehamilan, DJJ (-
), terasa pembesaran uterus tepat di umbilicus (setara usia kehamilan 20
minggu), TFU 16 cm, perabaan lunak, ballottement (-), tidak teraba
bagian-bagian janin, gerakan janin (-)
 Genitalia
- Externa : lendir darah (-), darah segar (+), gelembung mola (+),
vulva oedem (-), pus (-), ulcus (-), lesi kecil-kecil (-)
- Interna : vaginal toucher
Dinding vagina normal, massa (-), portio licin, pembukaan dan
penipisan serviks (-), nyeri goyang portio (-), adneksa, parametrium
dan cavum douglas dextra et sinistra dalam batas normal, korpus uteri
antefleksi dan lunak.
Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium :anemia
 Test kehamilan : positif samar
 USG : kesan mola hidatidosa

G. DIAGNOSA AWAL
Pasien G1P0A0 usia 25 tahun hamil ± 9 minggu dengan mola hidatidosa

H. PENATALAKSANAAN
 Rawat inap
 Infus RL 20 tpm
 Pro curettage :
 Post curettage :
- Injeksi ketorolac 3 x 30 mg
- PO amoxicillin 3 x 500 mg
- PO asam mefenamat 3 x 500 mg
 Resep pulang :
- Amoxicilin tablet 3 x 500 mg

9
- Asam mefenamat tablet 3 x 500 mg
I. EDUKASI
a. Memberitahu kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
pasien.
b. Memberitahu kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
tindakan kuretase.
c. Dilakukan pengawasan selama 1-2 tahun dan selama itu pasien tidak
dianjurkan untuk hamil lagi (pasien dianjurkan untuk memakai
kontrasepsi)
d. Memberitahu kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
(HCG serum) setiap minggu hingga kadarnya normal 3 kali berturut-turut
dan setelah itu dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya
normal 6 kali berturut-turut.
e. Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik,
dan foto toraks semuanya normal) setelah 2 tahun maka pasien tersebut
dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.
f. Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan
pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis
maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

10
FOLLOW UP
S O A P
23/12/17 Keluar KU :baik Pasien G1P0A0 Infus RL 20
darah segar TD :125/94 mmHg usia 25 tahun tpm
dari jalan Nadi :86 x/menit hamil ± 9 Rencana
lahir RR :20 x/menit minggu kuretase
disertai Suhu :36,50C dengan mola
gelembung- Abdomen : tidak hidatidosa
gelembung didapatkan adanya
berwarna tanda-tanda
putih dari kehamilan, DJJ (-),
jalan lahir terasa pembesaran
uterus tepat di
umbilicus (setara
usia kehamilan 20
minggu), TFU 16
cm, perabaan lunak,
ballottement (-),
tidak teraba bagian-
bagian janin, gerakan
janin (-)
Genitalia: darah
segar (+), gelembung
mola (+), uterus
lunak, tidak ada
pembukaan serviks
Pemeriksaan
penunjang:
Lab: anemia
USG: kesan mola
hidatidosa
24/12/17 Masih KU :baik Pasien G1P0A0 Infus RL 20
keluar darah TD :120/80 mmHg usia 25 tahun tpm
disertai Nadi :88 x/menit hamil ± 9 Injeksi
gelembung RR :16 x/menit minggu ketolorac 3 x
berwarna Suhu :36,40C dengan mola 30 mg
putih dari Abdomen : tidak hidatidosa PO
jalan lahir didapatkan adanya amoxicillin 3
tanda-tanda x 500 mg
kehamilan, DJJ (-), PO asam
terasa pembesaran mefenamat 3 x
uterus tepat di 500 mg
umbilicus (setara
usia kehamilan 20
minggu), TFU 16
cm, perabaan lunak,
ballottement (-),
tidak teraba bagian-

11
bagian janin, gerakan
janin (-)
Genitalia: darah
segar (+), gelembung
mola (+), uterus
lunak, tidak ada
pembukaan serviks
25/12/17 Keluhan (-), TD :110/90 mmHg Post kuretase BLPL
BAK (+) Nadi : 80 x/menit H+1
normal RR : 16 x/menit
Suhu : 36,70C
TFU : 2 jari di atas
simfisis

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan
hidatidosa berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air.
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang
tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambaran histolopatologik yang khas dari
mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada
vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. Jaringan trofoblast
pada villus, berpoliferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah
yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah
seperti buah anggur.4

Gambar 1. Mola Hidatidosa seperti buah anggur.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Di Asia,
insiden molahidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77
kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. Biasanya penyakit ini ditemukan pada
usia reproduktif (15-45 thn) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya
paritas kemungkinan menderita mola lebih besar. Selain itu penyakit ini juga

13
ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah serta usia kehamilan
dibawah 29 dan diatas 34 tahun.
C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 1
1. Nutrisi
2. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan
3. Keadaan sosio-ekonomi (asupan karoten rendah, defisiensi vitamin A)
4. Usia maternal
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

D. PATOLOGI
Secara mikroskopik pada mola komplit terlihat:
1. Hasil kehamilan tidak normal tanpa danya embri-janin
2. Hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan.
3. Edema vili menyebabkan pembentukan isterna sentral disertai penekanan
jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan pembuluh darah.

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:


1. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus
juga amnion pada kehamilan dini.
2. Hiperplasia trofoblastik fokal yang seringkali melibatkan
sinsitiotrofoblas.
3. Pembentukan sisterna sentral pada plasenta akibat pembengkakan fokal
vili korialis. Vili yang tidak terpengaruh memberikan gambaran normal
dan pembuluh darah vili korialis menghilang bersamaan dengan
kematian fetus.

E. PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
penyakit ini. Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia

14
kehamilan 3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah
terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan
menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu,
diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-
kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang
menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang
abnormal pula, dimana terjadi reasorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah
dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-
gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola
parsialis kadang-kadang ditemukan janin.Gelembung-gelembung ini sebesar
butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi
seluruh kavum uterus.
Ketiga, studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola
hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi
awal atau tidak adanya embrio komplit pada minggu ke-3 dan ke-5. Adanya
sirkulasi maternal yang terus-menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan
trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter.
Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat: proliferasi dari
trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya
pembuluh darahdan stroma.

F. KLASIFIKASI

15
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa
diklasifikasikan sebagai:
1. Mola hidatidosa komplit
Angka kejadian mola hidatidosa komplit lebih sering daripada
mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor
trofoblas dari mola hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa
komplit merupakan hasil konsepsi abnormal tanpa disertai embrio.
Ditandai gambaran sekelompok buah anggur.

Gambar 2. Tampak villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang


jernih. Sehingga menyerupai sekelompok buah anggur

Villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih.


Vesikel tersebut tumbuh besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.

Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak
terlihat sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya
bersifat:
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
d. Tidak adanya fetus atau amnion

16
2. Mola hidatidosa parsial
Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya
embrio atau janin yang cenderung untuk mati lebih awal.Janin secara
khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup malformasi
kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Mola ini mengalami
perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif pertumbuhannya
dibanding dengan mola hidatidosa komplit.Mungkin dijumpai beberapa
jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan kantong amnion.
Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka
kejadian koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih
rendah. Dari 3000 kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus
dilaporkan yang berlanjut menjadi koriokarsinoma.

Tabel 1. karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial


Mola
No. Gambaran
Komplit Parsial
Jaringan embrio atau
1 Tidak ada Ada
janin
Pembengkakan
2 Difus Fokal
hidatidosa pada villi
3 Hiperplasia trofoblastik Difus Fokal
4 Inklusi stroma Tidak ada Ada
5 Lekukan vilosa Tidak ada Ada
5 % (koriokarsinoma
6 Neoplasia trofoblastik 20 %
jarang)

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- terdapat amenorrhea dan gejala-gejala hamil muda yang kadang-
kadang lebih nyata dari kehamilan biasa.
- terdapat perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan
dengan usia kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada) yang merupakan diagnosa pasti.

17
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui.Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.
Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan
ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat
sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia
sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari
hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar.
Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan
kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak
mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan
kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas.
Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah
yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari
semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil
atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya
belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak
terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying
mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti
dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin

18
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang
bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat
normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplit pada
plasenta yang disertai janin hidup.
d. Eklampsia dan preeklampsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke-2.
Eklampsia atau preeklampsia pada kehamilan normal jarang terlihat
sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklampsia
yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola
hidatidosa.
e. Hiperemesis Gravidarum
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu
gejala mola hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih
tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa
berhubungan erat dengan besarnya uterus.Makin besar uterus makin
besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis.Oleh karena kasus mola
dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata
menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda
tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian
maupun kemungkinan terjadinya keganasan.Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid.Peningkatan tiroksin plasma mungkin
karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal.Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.

19
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi
hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.

 Mola hidatidosa komplit


1) Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit.
Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus mungkin membesar karena sejumlah
besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina. Gejala
ini muncul pada 97% kasus.
2) Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
3) Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi,
tremor dan kulit yang hangat.

 Mola hidatidosa parsial


a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala
yang sama dengan mola komplet. Pasien ini biasanya
mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplit atau
missed abortion.
b. Perdarahan pervaginam
c. Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
- Inspeksi
a. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan yang disebut muka mola (mola face)
b. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
- Palpasi
a. Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek
b. Tidak teraba bagian-bagian janin, balotemen dan juga gerak
janin

20
c. Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola
keluar, dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena
terkumpulnya darah baru
- Auskultasi
a. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
b. Terdengar bising dan bunyi khas

- Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan
serial diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten
setelah pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah
hormon -hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit
ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon -hCG,
sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan
dengan kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini
dapat dideteksi di urin maupun dalam serum penderita. Namun
pemeriksaan yang dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih
sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan -hCG, yaitu :
a. -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 –
10 mIU/ml
b. -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50
mIU/ml
c. -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2
juta mIU/ml

21
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum
kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG
kuantitatif >100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran
yang berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat
memiliki nilai hCG normal.Biasanya tes -hCG normal setelah 8
minggu post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat
kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa
dibuat. Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau
lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari
kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak
lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG
yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-
sel tumor yang ada.
- Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa
gambaran seperti “badai salju (snow flake pattern)” atau gambaran
seperti “sarang lebah (honey comb)” tanpa disertai kantong gestasi
atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien
yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan
dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia
kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk
membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat
memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa
termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin lebih
dari 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri.
Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya

22
lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-
bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.

Gambar 3. Tampak gambaran hipoechoic menyerupai sarang tawon


disertai adanya jaringan janin yang normal.

Gambar 4. foto USG pada Mola hidatidosa komplit

Gambar 5. foto USG pada Mola Hidatidosa Parsial

- Uji sonde uterus (Acosta sison)


Mola hidatidosa hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit
ketuban. Sonde uterus mudah masuk sampai 10 cm tanpa adanya tahanan.

23
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus.
Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat
diputar 360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan
kehamilan mola.
- Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopaque yang dimasukkan ke dalam
uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik
yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan
jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera.Dibuat foto
anteroposterior 5-10 menit kemudian.Pola sinar X yang terjadi seperti
sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion.Amniografi ini sekarang sudah jarang
digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

H. KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur
dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan
operasi.Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan
jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap
dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebgai
kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut
disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau
kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan
USG. Umumnya struktur lain mungkin memiliki penampilan serupa dengan
mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplit
sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu
yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus
membesar setinggi pusat atau lebih.

24
4. Gambaran USG yang khas : badai salju atau sarang lebah.
5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan
masa kehamilan
6. Preeklampsia dan eklampsia yang muncul sebelum minggu ke-24
7. Hiperemesis gravidarum
Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-
gelembung mola. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar
biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai
perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah
bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar gelembung.

I. DIAGNOSA BANDING
1. Kehamilan normal
2. Kehamilan dengan mioma uteri
3. Hidroamnion
4. Gemelli
5. Abortus
6. Kehamilan ektopik terganggu

J. KOMPLIKASI
- Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
- Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.
- Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi
sampai hasilnya negatif.
- DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.

25
- Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan pada usia kehamilan-16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir
fatal.
- Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
- Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.
- Infeksi sekunder
- Perforasi, karena keganasan atau karena tindakan
- Keganasan, baik menjadi koriokarsinoma ataupun menjadi mola invasif

K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan
syok hipovolemik karena perdarahan.Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklampsia dan tirotoksikosis.Preeklampsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol
penyakit dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola


Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri.
Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi

26
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis
servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis
belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator
(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati
dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua
dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak
diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret
pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar
kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan
terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya
keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak
hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda
mola invasif.

27
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer
dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi
sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi
kekambuhan penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter.Misalnya umur tua dan paritas
tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan
hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate
atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan
alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar
hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan
Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.
Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi
tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:
a. Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,
mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1 kali pada triwulan
pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan
berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan)
b. Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu
c. Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau
pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut

28
d. Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama
1 tahun)
e. Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :


1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang
keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,
1 kali seminggu sampai hasil negatif, 1 kali 2 minggu selama
triwulan selanjutnya, 1 kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1 kali 3
bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus
dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3
tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor
timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4%
dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat
kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-
gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan
kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak
terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa
tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar-
hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan
pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih
meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay
terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan
setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul
metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh

29
karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto
rontgen paru

L. PROGNOSIS
Prognosis baik Prognosis buruk
Kehamilan terakhir <4 bulan >4 bulan
B-hCG <40.000 >40.000
Kehamilan
Mola Term
sebelumnya
Terapi sebelumnya Tidak ada Gagal
Metastase Tidak ada, kadang paru cerebellum, hepar
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai nol dengan diagnosa
dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien
cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis
pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor
persisten. Hampir 20% mola komplit berlanjut menjadi tumor gestasional
trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola
hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor
trofoblastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah
menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada
lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 –
2,6%, dengan resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau
koriokarsinoma. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplit menjadi metastastik
koriokarsinoma yang potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklamsia, gagal jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju,
kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang
masih cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
Sampai sekarang belum ada kesepakatankapan pasien mola dianggap
sehat kembali. Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut
normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.

30
SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA

31
KESIMPULAN

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat
diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah
penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama
karena kecenderungannya menjadi ganas.
Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa
pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai
terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa.Walau tidak tertutup
kemungkinan adanya kesalahan HPHT, Abortus imminen, dan lain-lain.Demikian
juga adanya gejala-gejala preeklampsia dan eklampsia dini pada kehamilan yang
lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa.
Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-
gelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan
dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG
yang akan memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara
serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah
evakuasi jaringan mola.
Penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang
setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan
keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis.
Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan
memeriksakan kadar B-hCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya
kemungkinan keganasan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1.


Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.
2. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Hal: 142, 339- 348.
3. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional;
Obstetri Patologi; 28-33.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic
Disease : Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001;
835-843.
5. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal :
70-72.
6. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed, Wiliams &
Wilkins, Baltimore

33

Anda mungkin juga menyukai