Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Visi dan Misi


a. Visi

Visi dari program gizi yaitu“Terwujudnya Masyarakat Yang Bermutu dan


Mandiri di bidang gizi menuju Indonesia sehat.”

b. Misi
Misi dari program gizi untuk mencapi visi tersebut di atas yaitu:

1. Meningkatkan dan mengembangkan kerjasama dengan lintas sektor terkait


dibidang kesehatan.

2. Bersama Masyarakat meningkatkan upaya kesehatan yang paripurna,


merata, bermutu dan berkeadilan di bidang gizi

3. Menciptakan manajeman yang transparan dan dapat


dipertanggungjawabkan dibidang gizi

B. Tujuan Program Gizi


1. Tujuan Umum
Profil Program Gizi dibuat dengan tujuan sebagai evaluasi akhir dari
serangkaian kegiatan gizi yang telah dilakukan sepanjang tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran pelaksanaan program gizi di puskesmas Rawat Inap
Rejo Katon selama tahun 2017.
b. Sebagai alat monitoring keberhasilan program gizi puskesmas Rawat Inap
rejo Katon dalam melaksanakan program perbaikan gizi untuk masyarakat
selama tahun 2017.
c. Sebagai acuan dalam perencanaan program kegiatan perbaikan gizi di
puskesmas rawat Inap rejo Katon tahun 2018.
C. Latar Belakang

Fasilatas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, dan

EVALUASI GIZI 2017 1


kuaratif maupun rehabilitatif yang dilakukan pemerintah daerah dan masyrakat.
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyrakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyrakat yang setinggi
– tingginya di wilayah kerja.

Jenis pelayananan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan puskesmas,


namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh puskesmas di
tambah dengan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan dengan
permasalahan yang ada serta kemampuan puskesmas.

Salah satu program pokok puskesmas adalah upaya perbaikan gizi


masyarakat. Program perbaikan gizi masyrakat adalah salah satu program pokok
puskesmas yaitu program kegiatan yang meliputi peningkatan pendidikan gizi,
penanggulangan kurang energi protein, Anemia gizi besi, Gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY), kekurangan Vitamin A, Keadaan Zat gizi lebih,
peningkatan surveilens gizi, dan pemebrdayaan Usaha perbaikan gizi keluarga/
Masyarakat.

Kegiatan – kegiatan program ini ada yang dilakukan harian, bulanan,


semester (6 bulan), dan tahun (Setahun sekali)serta beberapa kegiatan Investigasi
dan Intervensi yang dilakukan setiap saat jika ditemukan masalah gizi. Kegiatan
program perbaikan gizi masyarakat dapat dilakukan dalam maupun luar gedung
Puskesmas.

Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada
akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama
yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energi protein ( KEP ),
anemia gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY).

Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi
makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau
ketidakseimbangan asupan dengan kebutuhan.

EVALUASI GIZI 2017 2


Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan
ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir
yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus,
kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan
pertumbuhan pada anak usia sekolah.

Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di


masa datang perlu dilakukan evaluasi program gizi dan perencanaan sesuai masalah
yang ada sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi.
Keadaan ini diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global
dalam menetapkan program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan pemantauan.

D. Permasalahan Prioritas Program


Yang menjadi permasalahan prioritas program adalah :
1. Penanggulangan dan mencegah terjadinya gizi buruk
2. Ibu menyusui memberikan ASI secara Eksklusif
3. Menurunkan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil dan ibu nifas
4. Pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A
5. Menurunkan prevalensi bumil KEK
6. Pencegahan dan penanggulangan GAKY

E. KegiatanProgram Gizi Tahun 2017


1. Pemberian Makanan Tambahan

Dalam rangka menanggulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi


masyarakat, Program gizi pada tahun 2017 ini mendapatkan bantuan makanan
tambahan MP.ASI dari Pusat ataupun APBD untuk balita berdasarkan jumlah
BGM dan Gizi Kurang yang ada diwilayah Puskesmas Rawat Inap Rejo Katon.
Karena keterbatasan bantuan yang ada makanan tambahan tersebut
diprioritaskan pada balita umur 6-24 bulan dari keluarga miskin dengan BGM
dan Gizi Kurang, makanan tambahan berupa biskuit yang diberikan selama 3
bulan. Selain itu juga Puskesmas Rawat Inap Rejo Katon mengadakan

EVALUASI GIZI 2017 3


pengadaan makanan tambahan yang didanai oleh dana BOK untuk balita gizi
kurang yang diberikan selama 3 bulan,diharapkan setelah diberikan makanan
tambahan dapat meningkatkan status menjadi gizi baik mencegah untuk tidak
jatuh pada gizi buruk.

Untuk Ibu hamil KEK, mendapatkan makanan tambahan berupa biskuit


untuk Ibu Hamil KEK yang diberikan selama 3 bulan dari Pusat ataupun
APBD. Puskesmas Rawat Inap Rejo Katon juga mengadakan pengadaan
makanan tambahan yang didanai oleh dana BOK untuk ibu hamil
KEK,diharapkan setelah diberikan makanan tambahan selama 3 bulan dapat
mengurangi prevalensi Ibu Hamil KEK.

2. PemberianSuplemen Gizi ( Vitamin A dan Tablet Tambah Darah)


Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi ( energi, lemak, protein,
vitamin, dan mineral) untuk pertumbuhan, perkembangan, penglihatan dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara itu, tak ada satu jenis makananpun
yang lengkap kandungan zat gizinya. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang
meningkat terutama pada bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui, maka dapat
dipenuhi dengan mengkonsumsi suplementasi gizi seperti kapsul vitamin A dan
tablet tambah darah (tablet zat besi).
Kegunaan Vitamin A adalah untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan
serta meningkatkan daya tahan tubuh. Vitamin A merupakan zat gizi yang
penting (essensial) bagi manusia, karena tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga
harus dipenuhi dari luar.
Pemberian Vitamin A bertujuan untuk mencegah kekurangan Vitamin A
yang dapat menyebabkan kebutaan. Mengingat dampak Kekurangan Vitamin A
selain menyebabkan kebutaan juga meningkatkan kegawatan komplikasi
penyakit infeksi seperti diare, campak dan pneumonia maka dilakukan
akselerasi Persentase kapsul vitamin A untuk semua kelompok sasaran yaitu
bayi, balita dan ibu nifas.
Anemia gizi yang disebabkan karena kekurangan zat besi masih merupakan
masalah gizi utama dan merupakan faktor yang melatarbelakangi kejadian
kematian ibu melahirkan (AKI) karena perdarahan.Untuk mencegah dan

EVALUASI GIZI 2017 4


menyembuhkan Anemia maka diberikan suplementasi tablet Fe pada ibu hamil
dan remaja putri usia 12-18 tahun.

3. Pemberdayaan Masyarakat untuk Pencapaian Keluarga Sadar Gizi


Mencermati perkembangan masalah gizi dan pengalaman di dalam
pelaksanaan program perbaikan gizi, diperlukan pergeseran orientasi program
perbaikan gizi, mengacu pada paradigma sehat. Upaya perbaikan gizi
mempertimbangkan beberapa hal penting sebagai berikut:
 Arah perbaikan gizi lebih mengedepankan perubahan perilaku keluarga,
untuk mencegah dan menanggulangi gizi kurang dan gizi lebih
 Sasaran perbaikan gizi diperluas mencakup seluruh kelompok siklus
hidup, meliputi; bayi, balita, usia sekolah, remaja dan usia produktif
serta usia lanjut.
 Pendekatan yang lebih mengutamakan pemberdayaan keluarga,
pemberdayaan masyarakat, peningkatan Persentase dan kualitas
pelayanan didukung kerjasama lintas sektor.

Beberapa contoh perilaku sadar gizi :

1. Memantau berat badan secara teratur;


2. Makan beraneka ragam;
3. Hanya mengkonsumsi garam beriodium;
4. Memberikan ASI saja kepada bayi, sejak lahir sampai usia 6 bulan;
5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi bagi anggota keluarga
yang membutuhkan.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keluarga


sadar gizi, program gizi mengdakan penyuluhan di setiap pengajian dan acara
keagamaan di desa wilayah kerja puskesmas Rawat Inap Rejo Katon.

4. Dilaksanakan Surveilans gizi


Surveilans gizi adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan
diseminasi informasi pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang
indikator yang terkait dengan kinerja perbaikan gizi masyarakat.

EVALUASI GIZI 2017 5


Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi
pencapaian kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan
jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di
kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga
bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perbaikan gizi masyarakat.

EVALUASI GIZI 2017 6


BAB II

GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

A. Keadaan Umum

1. Luas Wilayah Dan Letak Geografis

Puskesmas Rejo Katon terletak di Desa Rejo Katon, Kecamatan


Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Puskesmas ini
secara geografis terletak pada 4055′39″S dan 105026′10″E. Sebagian besar
wilayah berupa dataran rendah dengan ketinggian 40-50 mdpl. Wilayah ini
beriklim tropis dengan musim penghujan di bulan Oktober-Februari dan
musim kemarau di bulan April-September. Suhu di wilayah ini berkisar
antara 27-30oC. Wilayah Rejo Katon sebagian besar berupa lahan pertanian
padi, palawija dan perkebunan karet.

Puskesmas Rejo Katon memiliki wilayah kerja seluas 500,6 hektar.


Batas wilayah kerja Puskesmas Rejo Katon adalah sebagai berikut:

- Sebelah utara : Kecamatan Seputih Raman


- Sebelah timur : Kecamatan Way Bungur
- Sebelah selatan : Desa Raman Endra,Kecamatan Raman Utara
- Sebelah barat : Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung
Tengah

EVALUASI GIZI 2017 7


Gambar 2.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rejo Katon

2. DEMOGRAFI

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Wilayah Kerja


Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016

Luas Jumlah
Jumlah
No Desa Wilayah Kepala
Penduduk
(Km2) Keluarga

1 Rejo Katon
88,6 3434 1115
2 Rama Puja
122,5 4123 1231
3 Restu Rahayu
102,2 1606 468
4 Rantau Fajar 3486 1041
87,0
5 Raman Fajar
100,3 3205 1000
12368 4855
500,6
Sumber: data Kecamatan Raman Utara Agustus 2016

EVALUASI GIZI 2017 8


Berdasarkan tabel Desa Rama Puja memiliki wilayah paling luas
dengan luas wilayah 122,5 km2. Desa Rama Puja juga memiliki jumlah
penduduk dan kepala keluarga paling banyak yaitu sebesar 4123 penduduk
dengan 1231 kepala keluarga.

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Wilayah Kerja


Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016
No Desa Jumlah Laki-Laki Perempuan
Penduduk

1 Rejo Katon 3599 1875 1724

2 Rama Puja 4123 2136 1987

3 Restu Rahayu 1606 798 808

4 Rantau Fajar 3486 1759 1727

5 Raman Fajar 3205 1587 1618

16019 8155 7864

Sumber: data Kecamatan Raman Utara Agustus 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa total jumlah penduduk laki-laki


lebih besar dibanding jumlah penduduk perempuan. Desa Rama Puja
memiliki jumlah penduduk laki-laki paling banyak yaitu 2136 jiwa dan juga
memiliki jumlah penduduk perempuan paling banyak yaitu 1987 jiwa.

EVALUASI GIZI 2017 9


Tabel 2.3. Distribusi Penduduk Menurut Umur Wilayah Kerja
Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016
No Kelompok Jumlah Penduduk
Umur
(Tahun)
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+Perempuan

1 0–4 681 641 1322

2 5–9 503 736 1239

3 10 – 14 380 382 762

4 15 – 19 407 187 594

5 20 – 24 601 605 1206

6 25 – 29 901 856 1757

7 30 – 34 770 801 1571

8 35 – 39 787 748 1535

9 40 – 44 377 378 755

10 45 – 49 395 398 838

11 50 – 54 302 300 632

12 55 – 59 320 280 600

13 60 – 64 296 279 575

14 65 – 69 274 350 624

15 70 – 74 276 355 631

16 75+ 275 339 614

JUMLAH 8155 7864 16019

Sumber: data Sekretaris Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016

Tabel 2.3. menunjukkan bahwa jumlah penduduk paling banyak


berasal dari golongan umur 25-29 tahun yaitu sebesar 901 laki-laki dan 856
perempuan. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berasal dari golongan
umur 60-64 tahun yaitu sebesar 296 laki-laki dan 279 perempuan.

EVALUASI GIZI 2017 10


Tabel 2.4. Sebaran dan Kepadatan Penduduk Per-Desa Wilayah Kerja
Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016
No. Desa Kepadatan Penduduk (per km2)

1 Rejo Katon 38,76

2 Rama Puja 33,48

3 Restu Rahayu 13,92

4 Rantau Fajar 37,05

5 Raman Fajar 30,67

Sumber: data Kecamatan Raman Utara Agustus 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa desa yang memiliki kepadatan


penduduk tertinggi yaitu Desa Rejo Katon dengan kepadatan penduduk per
km2 sebesar 38,76. Sedangkan desa yang memiliki kepadatan penduduk
terendah yaitu Desa Restu Rahayu dengan kepadatan penduduk per km2
sebesar 13,92.

Distribusi Penduduk Menurut Suku Agama


Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Rejo Katon adalah
suku Jawa dan sebagian kecil suku Bali. Sebagian besar suku Jawa menganut
agama Islam dan sebagian kecil beragama Kristen/Protestan. Penduduk suku
Bali menganut agama Hindu. Penduduk dengan agama Hindu terbanyak
terdapat di Desa Restu Rahayu yang mayoritas penduduknya adalah suku
Bali.

EVALUASI GIZI 2017 11


3. SOSIO, EKONOMI, DAN PENDIDIKAN

Tabel 2.6. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Wilayah Kerja


Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016
No Variabel Jumlah

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+


Perempuan

1 Penduduk berumur 10 tahun 894 898 1792


ke atas yang melek huruf

2 Persentase pendidikan
tertinggi yang ditamatkan:

A. Tidak memiliki ijazah SD 224 203 427

B. SD/MI 803 736 1539

C. SMP/ MTS 380 382 762

D. SMA/ MA 102 182 284

E. Sekolah menengah 17 15 32
kejuruan

F. Diploma I/diploma II 7 4 11

G. Akademi/diploma III 22 19 41

H. Universitas/diploma IV 14 13 12

I. S2/S3 (master/doktor) 0 0 0

Sumber: data Sekretaris Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rejo Katon Tahun 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di wilayah


kerja Puskesmas Rejo Katon merupakan lulusan SD/MI. Hanya sebagian
kecil yang merupakan lulusan Akademi/Universitas.

EVALUASI GIZI 2017 12


Gambar 2.2. Persentase Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Rejo Katon
Berdasar Pekerjaan

petani
buruh
belum bekerja
pelajar
swasta
pns/tni/polri/bumn

Sumber: data Sekretaris Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rejo Katon Tahun
2016
Tabel 2.7. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2005-2015

Indikator Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin (ribu jiwa) 248,40

Persentase penduduk miskin 26,20

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) 4,37

Indeks keparahan kemiskinan (P2) 1,18

Garis kemiskinan (rupiah/kapita/bulan) 133095

Sumber: data BPS Kabupaten Lampung Timur

EVALUASI GIZI 2017 13


BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

A. Sasaran dan Target Program


1. Sasaran Program
Sasaran program perbaikan gizi masyarakat mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang telah
menetapkan sasaran pokok Pembagunan Sub Bidang Kesehatan dan Bidang
Gizi Masyarakat yang bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat, dengan
target indikator pada Tahun 2019 sebagai berikut:

1) Anemia pada ibu hamil sebesar 28%


2) Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 8%
3) Bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50%
4) Anak balita kekurangan gizi (underweight) sebesar 17%
5) Anak balita kurus (wasting) sebesar 9,5%
6) Anak baduta ( di bawah 2 Tahun) stunting (pendek dan sangat pendek)
sebesar 28%

Untuk mencapai sasaran RPJMN bidang kesehatan 2015-2019, dalam rencana


strategis Kementrian Kesehatan 2015-2019, disebutkan bahwa sasaran kegiatan
Pembinaan Gizi Masyarakat adalah meningkatnya pelayanan gizi masyarakat.
Indikator pencapaian sasaran tersebut pada Tahun 2019 adalah :

1) Persentase ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan sebesar 95%
2) Persentase ibu hamil yang mendapatkan 90 TTD selama masa kehamilan
sebesar 98%
3) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50%
4) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 50%
5) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan sebesar 90%
6) Persentase remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) sebesar 30%

EVALUASI GIZI 2017 14


Sasaran perbaikan gizi tersebut di atas secara kualitatif belum seluruhnya terdeteksi
untuk itu masih perlu dilakukan kegiatan surveilans masalah gizi secara menyeluruh
dan berkesinambungan serta membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik lintas
sektor terkait maupun penentu kebijakan di Kabupaten Lampung Timur.

2. SasaranKelompok
Sasaran Kelompok prioritas adalah kelompok rentan dan usia produktif
yaitu: bayi, balita, Ibu hamil,Ibu menyusui dan Remaja Putri
Tabel.3.1 Sasaran Program Gizi Tahun 2016
No Sasaran 2016 Jumlah

1 Balita 0-23 bulan 1.685

2 Balita 24-59 bulan 2.650

3 Balita 0-59 bulan 4335

4 Bumil 955

6 Bufas 912

7 Remaja Putri 2652

3. Target Program PerbaikanGizi


Sejalan dengantarget RPJMN dan Renstra Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung, target indikator program perbaikan gizi Tahun 2016sebanyak 18
indikator yaitu:
1) Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik ( KEK) yang mendapat
Makanan Tambahan;
2) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan;
3) Persentase remaja putri mendapat TTD;
4) Persentase Ibu nifas mendapat kapsul vitamin A;
5) Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD;
6) Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah;
7) Persentase balita mempunyai buku KIA/KMS;
8) Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya;
9) Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya;

EVALUASI GIZI 2017 15


10) Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali
berturut-turut;
11) Persentase balita di Bawah Garis Merah;
12) Persentase ibu hamil anemia.
Indikator dan target program Gizi secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini:
Tabel. 3.2 Target Program Gizi
INDIKATOR KINERJA PROGRAM
NO TARGET KET
(OUTCOME)
1 Presentase Kasus Balita Gizi Buruk yang mendapat
Perawatan. 100%
2 Presentase Balita yang ditimbang berat badannya D/S. 78,18%
3 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang Recall
70%
mendapat ASI eksklusif. 24jam
35% 6 bln
4 Persentase rumah tangga mengkonsumsi garam
98,42%
beriodium
5 Presentase Balita 6-59 bln mendapat Kapsul Vit.A 85,56%
6 Persentase Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah
(TTD) 90 tablet Fe3 selama masa kehamilan 87%

7 Presentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan


tambahan 50%
8 Persentase balita kurus yang mendapat makanan
40%
tambahan
9 Presentase remaja putri yang mendapat tablet tambah
15%
darah(TTD)
10 Presentase Ibu Nifas mendapat kapsul vitamin A 81%
11 Persentase Bayi baru lahir mendapat Inisiasi
Menyusui Dini ( IMD ) 36%

12 Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR) 9,4%


13 Persentase Balita Mempunyai buku KIA/KMS 100%
14 presentase balita ditimbang yang naik BB/(N/D) 82%
15 Presentase Balita ditimbang yang tidak naik Berat
badannya ( T ) 3,2%
16 Presentase Balita ditimbang yang tidak naik BB 2
kali berturut turut ( 2 T ) 3,36%
17 Presentase Balita di Bawah Garis Merah (BGM) 0,70%
18 Prevalensi Anemia pada ibu hamil 33,5%

EVALUASI GIZI 2017 16


B. Data Persentase program gizi Tahun 2016
Tabel.3.3Pencapaian Program Gizi Tahun 2016

Pencapaian
No Indikator Target
Tahun 2016
1 Presentase Kasus Balita Gizi Buruk yang mendapat
100% 100 %
Perawatan
2 Presentase Balita yang ditimbang berat badannya D/S 76,18% 74,0 %
3 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang 70% 52,2 %
mendapat ASI eksklusif 35% 33,6 %
4 Persentase rumah tangga mengkonsumsi garam
98,42% 99,23%
beriodium
5
Presentase Balita 6-59 bln mendapat Kapsul Vit.A 85,56% 96,88 %

6 Persentase Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah


87% 100%
(TTD) 90 tablet Fe3 selama masa kehamilan
7 Presentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan
50% 100%
tambahan
8 Persentase balita kurus yang mendapat makanan
40% 100%
tambahan
9 Presentase remaja putri yang mendapat tablet tambah
15% 12,9%
darah(TTD)
10 Presentase Ibu Nifas mendapat kapsul vitamin A 81% 96,4%
11 Persentase Bayi baru lahir mendapat Inisiasi
36% 59,7%
Menyusui Dini ( IMD )
12 Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR) 9,4% 3,3%
13 Persentase Balita Mempunyai buku KIA/KMS 100% 96,26%
14 presentase balita ditimbang yang naik BB/(N/D) 82% 80,7%
15 Presentase Balita ditimbang yang tidak naik Berat
3,2% 1,2%
badannya ( T )
16 Presentase Balita ditimbang yang tidak naik BB 2
3,63% 0,5%
kali berturut turut ( 2 T )
17 Presentase Balita di Bawah Garis Merah (BGM) 0,70% 0,004%
18 Prevalensi Anemia pada ibu hamil 33,5% 4,08%

EVALUASI GIZI 2017 17


BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN

A. Persentase Gizi Buruk Mendapat Perawatan


Definisi Operasional :
1. Kasus balita gizi buruk adalah balita gizi buruk yang dirawat inap maupun
rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat sesuai dengan
tatalaksana gizi buruk.
2. Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah
proporsi kasus balita gizi buruk yang ditemukan di suatu wilayah pada periode
tertentu x 100%
3. Ukuran Indikator
Kinerja penanganan kasus gizi buruk dinilai baik jika seluruh balita gizi buruk
yang ditemukan mendapat perawatan.
4. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah status gizi berdasarkan indeks berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) dengan nilai Z-score kurang dari -3
SD dengan atau tanpa gejala klinis.
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangannutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah
standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk
karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat
atau kalori ( marasmus), dan kekurangan kedua-duanya(marasmus-
kwashiorkor). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah
lima Tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi
buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah
bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

Anak balita (bawah lima Tahun) sehat atau kurang gizi dapat
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia
minimal 2 Tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai

EVALUASI GIZI 2017 18


dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan
dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi
kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan gizi
buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat
berat atau akut (Pardede, J, 2006).

4.1 Etiologi
Banyakfaktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya


jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsurgizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak
bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:

a. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh


masyarakat;
b. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pola asuhanak;
c. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu

a) Keluarga miskin;
b) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak;
c) Faktorpenyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC,
HIV/AIDS, saluranpernapasan dan diare.

EVALUASI GIZI 2017 19


4.2.Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan
atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik
seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut
mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan
vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting
bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi
karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang
dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya
terang dan gelap.

Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut
akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap.
Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air


(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin
myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari
kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi
kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal
ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL,
maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema.


Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti
semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga
tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke
intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh.

EVALUASI GIZI 2017 20


Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus


adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang
tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua
dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak
lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat


masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak,
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,
pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis,
mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

EVALUASI GIZI 2017 21


g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.
h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula
perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama
gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

5. Jumlah Kasus Gizi Buruk Tahun 2016

Berdasarkan laporan dari puskesmas sepanjang Tahun 2016, jumlah


kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sukadana sebanyak 4 kasus lama.
Dari 2 kasus gizi buruk semua sudah mendapat kan perawatan baik rawat inap
maupun rawat jalan. Gizi buruk yang masih dalam perawatan sebanyak 1 kasus
dan yang meninggal 1 kasus, sedangkan yang 2 usia anak lebih dari 60 bulan
tetapi masih dilakukan pemantauan dan penanganan dari Puskesmas.

Dari jumlah kasus gizi buruk yang ada yang terjadi sepanjang Tahun
2016,sudah mendapatkan penanganan dan perawatan, baik dari Rumah Sakit,
Puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan yaitu dengan merujuk ke Rumah
Sakit, memberikan konseling, pemberian PMT atau MP-ASI maupun rawat
jalan dipuskesmas serta pemantauan yang dilakukan oleh petugas gizi
dipuskesmas yang terdapat kasus gizi buruk. Hal ini berarti indikator
persentase balita gizi buruk mendapat perawatan telah tercapai.

Kasus gizi buruk di lihat dari jenjang pendidikan Kepala Keluarga dapat
dilihat pada grafik 4.2 dibawah ini :

EVALUASI GIZI 2017 22


Grafik.4.2 Jumlah Kasus Gizi Buruk Puskesmas Sukadana 2016
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

12.50% 12.50%

TIDAK SEKOLAH

25% SD
SMP
50%
SMA

Dari 4 kasus gizi buruk dengan jenjang pendidikan orang tua setingkat SMA yaitu
sebanyak 12,5%, jenjang pedidikan orang tua setingkat SMP sebanyak 50%, kasus
dengan jenjang pendidikan orang tua setingkat SD sebanyak 12,5% dan yang tidak
bersekolah sebanyak 12,5%. Dari data tersebut kasus gizi buruk yang terbanyak
adalah dari kelompok dengan jenjang pendidikan orang tua setingkat SMP yaitu
sebanyak 50%. Ada 3 hal yang saling berkaitan terutama dalam hal gizi buruk
diantaranya mengenai kemiskinan, kesempatan kerja rendah dan pendidikan yang
rendah. Maka hal tersebut mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah
tangga dan beberapa pola asuh anak yang sering keliru sehingga berakibat pada
kurangnya asupan gizi pada balita dan balita tersebut akan mudah sekali terkena
berbagai macam penyakit.

Oleh karena itu penanganan gizi buruk harus ditangani secara kolektif dan
partisipatif dari berbagai pihak melalui penanganan preventif, kuratif, promotif,
maupun rehabilitatif salah satunya dengan penanganan kasus gizi buruk dan
pemberdayaan ekonomi keluarga.

EVALUASI GIZI 2017 23


6. Data kasus gizi buruk berdasarkan penyakit penyerta Tahun 2016

Kasus gizi buruk yang disertai penyakit penyerta sebanyak 100 % dari 4
kasus yang ada dapat dilihat pada grafik 4.3 dibawah ini. Sedangkan jenis
penyakit penyertanya dapat dilihat pada grafik 4.4

Grafik.4.3 Persentase Kasus Gizi Buruk Puskesmas Sukadana 2016


Berdasarkan Ada/Tidak adanya Penyakit Penyerta

Penyakit Penyerta

Grafik.4.4 Persentase Kasus Gizi Buruk Puskesmas Sukadana 2016


Berdasarkan Penyakit Penyerta

Jantung
Hidrocephalus
Brain Cancer
Microcephalus

EVALUASI GIZI 2017 24


Pada anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh
secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.
Jadi kesimpulannya selama penyakit belum dapat disembuhkan status gizi anak
akan sulit menjadi baik atau dengan kata lain status gizi buruk akan sulit diatasi

7. Data Kasus Gizi Buruk Berdasarkan Faktor Ekonomi Orang Tua Tahun 2016
Jika dilihat dari tingkat ekonominya dari 4 kasus gizi buruk yang ada
sebanyak 75 % dari keluarga miskin dan 25 % dari keluarga non gakin.

Grafik.4.5 Persentase Kasus Gizi Buruk Kabupaten Lampung Timur 2016


Berdasarkan Tingkat Ekonomi

Gakin
Non Gakin

Permasalahan ekonomi kerap menjadi alasan utama banyaknya kasus gizi


buruk. Separuh dari total rumah tangga masyarakat Indonesia mengkonsumsi
makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari. Lima juta balita berstatus kurang gizi
dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi.
Hal ini menjadi gambaran sederhana tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang
mencerminkan rendahnya kesadaran gizi di kalangan masyarakat. Kemiskinan yang
diderita oleh penduduk Lampung Timur belumlah selesai.

Data dari BPS Tahun 2014 menunjukan bahwa masyarakat miskin di Kabupaten
Lampung Timur masih 42,5 %. Dengan tingkat ekonomi yang rendah, masyarakat
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Mereka tidak sanggup

EVALUASI GIZI 2017 25


membeli beras yang harganya kian melambung. Mereka tak mampu membeli
daging, makan tempe dan tahu pun sudah serasa mewah.Jangankan memikirkan
standar kesehatan dan asupan gizi, sudah bisa makan hari itu pun mereka syukuri.
Dengan kenyataan yang seperti ini, wajar jika masih ada kejadian kasus gizi buruk
di Kabupaten Lampung Timur.

8. Data kasus gizi buruk berdasarkan lokasi Puskesmas

Dari 13 Desa yang ada diwilayah Puskesmas yang , kasus gizi buruk tersebar di
4 desa, dimana kasus terbanyak ada di desa Sukadana Ilir, yaitu 2 kasus gizi buruk,
faktor penyebab terjadinya kasus gizi buruk di wilayah tersebut yaitu karena tingkat
pendidikan orang tua yang rendah, tingkat ekonomi menengah ke bawah serta
penyakit penyerta. Sebaran kasus gizi buruk berdasarkan lokasi puskesmas dapat
dilihat pada grafik 4.6 di bawah ini
Grafik.4.6 Persentase Kasus Gizi Buruk Puskesmas Sukadana 2016
Berdasarkan Lokasi Puskesmas

0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1 Series2
0.05
0

B. Presentase Balita yang ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di Posyandu maupun diluar


posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui adanya gangguan
pertumbuhan. Definisi Operasional :

EVALUASI GIZI 2017 26


 S balita 0-59 bulan 29 hari adalah balita 0-59 bulan 29 hari yang berasal
dari seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode tertentu.
 D balita 0-59 bulan 29 hari adalah balita 0-59 bulan 29 hari yang
ditimbang diseluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode
tertentu.
 Persentase D/S balita 0-59 bulan 29 hari adalah proporsi balita 0-59
bulan 29 hari yang ditimbang terhadap balita 0-59 bulan 29 hari yang
berasal dari seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode
tertentu x 100%
Ukuran Indikator
Kinerja penimbangan baduta dan balita yang ditimbang berat badannya dinilai baik
bila persentase D/S setiap bulannya sesuai target.
Grafik.4.7 Persentase Balita Ditimbang
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

90.0
80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0 D/S
20.0 BGM
10.0
0.0

Berdasarkan grafik.4.5 diatas, persentase Balita Ditimbang sebanyak


79,7%, sehingga telah mencapai target indikator program perbaikan gizi
2016 yang besarnya 76,18 %, hal ini dikarenakan perbedaan sasaran yang
digunakan, pada Tahun 2015 menggunakan sasaran real, sedangkan pada
Tahun 2016 menggunakan sasaran proyeksi Pusdatin. Balita yang
ditimbang diposyandu merupakan indikator partisipasi masyarakat dan
salah satu fungsi pemantauan pertumbuhan melaluikegiatan penimbangan di
posyandu adalah mendeteksi dini masalah tumbuh kembang pada balita.

EVALUASI GIZI 2017 27


Selama balita yang ditimbang belum mencapai 100 %, masih ada
kemungkinan balita gizi kurang atau balita yang mempunyai masalah
tumbuh kembang belum terjaring.
Oleh karena itu perlu ditingkatkan dan dilakukan upaya
peningkatan partisipasi masyarakat pada setiap bulannya untuk
mengantisipasi penurunan pencapaian. Tindak lanjut yang dapat dilakukan
yaitu dengan melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor.
Koordinasi lintas program dengan bekerja sama dengan petugas
promkes dan kerja sama lintas sektor dengan Camat dan PKK tingkat
kecamatan untuk menggerakkan masyarakat datang ke posyandu,
memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, melakukan
kegiatan-kegiatan inovatif yang bertujuan untuk menggerakkan masyarakat
datang ke posyandu dan melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di
posyandu, bekerja sama dengans PAUD dalam hal pencatatan pelaporan
Penimbangan balita yang ada di PAUD bisa dilakukan di PAUD,
sehingga walaupun balita yang ada di PAUD tidak datang ke posyandu,
tetap tercatat sebagai balita yang ditimbang. Guru PAUD menyetorkan hasil
penimbangan kepada kader poryandu setiap bulannya. Diharapkan dengan
kerjasama lintas program dan lintas sektor bisa meningkatkan partisipasi
masyarakat untuk datang ke Posyandu

C. ASI Eksklusif
1. Definisi Operasional
a. Bayi umur 0-6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 bulan 1 hari sampai
5 bulan 29 hari;
b. Bayi umur 6 bulan adalah seluruh bayi yang mencapai umur 5 bulan
29 hari;
c. Bayi mendapat ASI Eksklusif 0-6 bulan adalah bayi 0-6 bulan yang
diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin,
dan mineral berdasarkan recall 24 jam;
d. Bayi umur 0-6 bulan yang ada di suatu wilayah adalah jumlah
seluruh bayi umur 0 bulan 1 hari sampai 5 bulan 29 hari yang tercatat

EVALUASI GIZI 2017 28


pada register pencatatan pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan di
suatu wilayah pada periode tertentu;
e. Persentase bayi umur 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah
proporsi bayi mendapat ASI E ksklusif 0-6 bulan terhadap jumlah
seluruh bayi umur 0-6 bulan yang datang dan tercatat dalam register
pencatatan/Buku KIA/KMS di suatu wilayah pada periode tertentu x
100%;
f. Persentase bayi umur 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah
proporsi bayi mencapai umur 5 bulan 29 hari mendapat ASI Eksklusif 6
bulan terhadap jumlah seluruh bayi mencapai umur 5 bulan 29 hari yang
datang dan tercatat dalam register pencatatan/Buku KIA/KMS di suatu
wilayah pada periode tertentu x 100%.
2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif sesuai target.
3. Persentase Bayi usia 0 – 6 bulan Mendapat Asi Eksklusif
Salah satu perilaku menuju kemandirian keluarga sadar gizi adalah
pemberian ASI Ekslusif. Persentase bayi yang mendapat ASI Ekslusif
Tahun 2016 yaitu sebesar 51,04%. TrendPersentase ASI Ekslusif di
Puskesmas Sukadana Tahun 2016 dapat dilihat pada grafik 4.8 berikut ini :
Grafik.4.8 PersentaseBayi 0 -6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0 Series1
0.0

EVALUASI GIZI 2017 29


Dari grafik.4.8 diatas dapat kita lihat Persentase Asi Eksklusif di Tahun
2016,Persentase Asi Eksklusif Tahun 2016 yang besarnya 51,04 % belum mencapai
target SPM yang besarnya 70%, hal ini perlu adanya upaya tindak lanjut yaitu
meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu
(PP ASI) dan menjelaskan tentang pentingnya ASI bagi ibu dan bayi.
Untuk meningkatkan Persentase Asi Eksklusif program gizi berencana
mengadakan belanja ruang laktasi untuk dan mensosialisasikan ASI eksklusif di
seluruh diwilayah Puskesmas Sukadana dan bertugas memberikan konsultasi di
ruang pelayanan Terpadu bagi yang ingin berkonsultasi tentang ASI.
D. Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium
1. Defini Operasional
 Garam konsumsi beriodium adalah produk bahan makanan yang
komponen utamnanya Natrium Klorida (NaCl) dengan penambahan
Kalium Iodat (KlO3)
 Alat Tes Cepat Garam Beriodium ( larutan uji garam beriodium)
adalah larutan yang digunakan untuk menguji kandungan Iodium dalam
garam secara kualitatif yang dapat membedakan dalam garam secara
kualitatif yang dapatmembedakan ada/tidaknya Iodium dalam garam
melalui perubahan warna menjadi ungu.
 Rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium adalah seluruh
anggota rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium
 Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium
adalah proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium
terhadap jumlah seluruh rumah tangga yang diperiksa di suatu wilayah
pada periode tertentu x 100%

2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik, jika persentase rumah tangga mengkonsumsi garam
beriodium sesuai target.

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium, yang
dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan.

EVALUASI GIZI 2017 30


Garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat Kurang Yodium (
GAKY).Yang ditunjukkan dengan tanda–tanda adanya pembesaran kelenjar
gosndok, terhambatnya pertumbuhan ( pendek, cebol), gangguan perkembangan
mental, gangguan fungsi syaraf otak ( gangguan kecerdasan, bisu, tuli, dan juling)
Grafik.4.9 Persentase Rumah Tangga Mengkonsumsi Garam Beryodium
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

100
90
80
70
60
50
40
30
20 Series2
10
0

Berdasarkan grafik 4.9 diatas, persentase Rumah tangga yang mengkonsumsi


garam beriodium diwilayah Puskesmas Sukadana pada Tahun 2016 yaitu sebesar
99,23 %, hasil cakupan telah mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 98,42
%.Tindak lanjut yang tetap perlu dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten untuk melakukan operasi pasar
garam beriodium dan terus melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan
garam beriodium.

E. Persentase balita usia 6 – 59 bulan yang dapat vitamin A


1. Definisi Operasional
 Bayi umur 6-11 bulan adalah bayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu
wilayah kabupaten/kota;
 Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di
suatu wilayah kabupaten/kota;
 Kapsul vitamin A adalahkapsul yang mengandung vitamin A dosis
tinggi ( 100.000 SI warna kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan dan
200.000 SI warna kapsul merah untuk anak balita 12-59 bulan);

EVALUASI GIZI 2017 31


 Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah proporsi bayi 6-
11 bulan ditambah proporsi balita 12-59 bulan yang mendapat 1 ( satu )
kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan terhadap jumlah seluruh
balita 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah pada periode tertentu x
100%.
2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita 6-59 bulan mendapat vitamin A sesuai
target.
Pemberian kapsul vitamin A dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu pada
bulan Februari dan Agustus. Persentase balita usia 6-59 bulan yang mendapat
kapsul Vitamin A pada Tahun 2016 adalah sebesar 96,88%, Sementara target
indikator Program Perbaikan Gizi Tahun 2016 adalah 85,56%. Hal ini karena
pemenuhan kebutuhan Vitamin A tepat pada waktunya yaitu di bulan Februari
dan Agustus, sudah dilakukan pengecekan terhadap ketersediaan kapsul
Vitamin A, berjalannya surveilans gizi sehingga pencatatan dan pelaporan lebih
akurat, sudah adanya peningkatan akses distribusi dan pemantauan pemberian
kapsul yang lebih intensif langsung ke sasaran dengan dilakukan sweeping.

Perkembangan persentase vitamin A selama tiga Tahun terakhir dapat


dilihat pada grafik. 4.10 di bawah ini

Grafik.4.10
Persentase Balitausia 6-59 bulan yang Mendapat kapsul vitamin A
Puskesmas Sukadana 2016

98.00
96.00
94.00
92.00
90.00
88.00
86.00

6-11 bulan
12-59 bulan
6-59 bulan

EVALUASI GIZI 2017 32


F. Persentase Ibu Hamil Mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90
Tablet Selama Masa Kehamilan
1. Definisi Operasional
 Tablet Tambah Darah (TTD) adalah tablet yang mengandung Fedan
asam folat, baik yang berasal dari program maupun mandiri.
 TTD Program adalah tablet yang mengandung 60 mg elemental besi
dan 0,25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan
secara gratis pada ibu hamil.
 TTD mandiri adalah TTD atau multi vitamin dan mineral, minimal
mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara
mandiri sesuai anjuran.
 Ibu hamil mendapat 90 TTD adalah ibu yang selama masa kehamilan
minimal mendapat 90 TTD program maupun TTD mandiri.
 Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD adalah proporsi ibu hamil
yang mendapat 90 TTD terhadap jumlah sasaran ibu hamil yang ada di
suatu wilayah pada periode tertentu x 100 %.
Suplementasi tablet Fe diberikan kepada Ibu hamil dimaksudkan untuk
mencegah dan menanggulangi kejadian anemia gizi besi. Persentase pemberian
tablet Fe3 pada ibu hamil di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2016 yaitu sebesar
100%. Bila dibandingkan dengan target Indikator Program Perbaikan Gizi Tahun
2016yang besarnya 87% berarti Persentase Tahun 2016 sudah mencapai target yang
telah ditetapkan. Gambaran perkembangan ibu hamil yang mendapat Fe3 tiga
Tahun terakhir dapat dilihat pada grafik 4.11. di bawah ini

Grafik. 4.11
Persentase Ibu Hamil mendapat 90 Tablet Tambah Darah
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00 FE 1
10.00
0.00 FE 3

EVALUASI GIZI 2017 33


G. Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK) Mendapatkan PMT
1. Definisi Operasional
 Ibu hamil KEK adalah ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas (LILA)
‹ 23,5 cm
 Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama utama dalam bentuk
makanan tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan
lokal yang diberikan minimal selama 90 Hari Makan Ibu ( HMI)
berturut-turut.
 Persentase ibu hamil KEK mendapat makanan tambahan adalah
proporsi ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan
terhadap jumlah ibu hamil KEK yang ada di suatu wilayah pada periode
tertentu x 100%
2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu hamil KEK mendapat makanan
tambahan sesuai target.
KEK adalah penyebabnya dari ketidak seimbangan antara asupan untuk
pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi. Istilah KEK atau kurang energi
kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi Protein (KEP) yang
diperuntukkan untuk wanita yang kurus akibat kurang energi yang kronis.
Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).
Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil adalah keadaan dimana
ibu hamil mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung
lama atau menahun.Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan
dimana ibu hamil mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang
dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah Kekurangan Energi Kronis
(KEK) pada ibu hamil adalah program Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Program tersebut bertujuan untuk menanggulangi masalah KEK ibu hamil serta
tercapainya peningkatan status gizi yang baik pada ibu hamil dan mengurangi
prevalensi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Program PMT untuk ibu hamil
KEK merupakan salah satu program rutin di Program Gizi yang terdapat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur.

EVALUASI GIZI 2017 34


Tahun 2016 ini mendapatkan makanan tambahan berupa biskuit lapis untuk Ibu
Hamil KEK yang diberikan selama 3 bulan yang bersumber dari Kementrian
Kesehatan RI, APBD I Provinsi Lampung dan dana APBD II Kabupaten
Lampung Timur, selain itu makanan tambahan untuk ibu hamil KEK juga
didapat dari dana BOK berupa makanan kudapan atau makanan selingan yang
juga diberikan selama 3 bulan,diharapkan setelah diberikan makanan tambahan
selama 3 bulan dapat mengurangi prevalensi Ibu Hamil KEK
Grafik 4.12
Presentase Ibu Hamil KEK mendapat Makanan Tambahan
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10 Series2
0

Dari grafik.4.12 di atas, persentase ibu hamil KEK mendapat makanan


tambahan di Puskesmas Sukadana pada Tahun 2016 yaitu mencapai 100% sudah
mencapai target Indikator Program Perbaikan Gizi sebesar 50%.
Persentase ibu hamil KEK mendapat makanan tambahan yaitu 100% untuk
seluruh desa yang ada diwilayah kerja Puskesmas Sukadana.
H. Persentase Balita Kurus mendapat Makanan Tambahan
1. Definisi Operasional
 Balita kurus mendapat makanan tambahan adalah jumlah anak usia
6 bulan 0 hari sampai dengan 59 bulan 29 hari dengan status gizi kurus
(BB/PB = -3 SD sampai ‹ - 2 SD) yang mendapat makanan tambahan
selama 90 hari berturut-turut.

EVALUASI GIZI 2017 35


 Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk makanan
tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan lokal yang
diberikan minimal selama 90 Hari Makanan Anak (HMA) berturut-
turut.
 Persentase balita kurus mendapat makanan tambahan adalah
proporsi balita kurus yang mendapat makanan tambahan selama 90
HMA terhadap jumlah balita kurus di suatu wilayah pada periode
tertentu x 100%
2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase balita kurus yang mendapat makanan
tambahan sesuai target
Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses
pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan
orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau
faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh
dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap
pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus
dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia
sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu. Para
ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema
makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya.
Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia
pertumbuhan.
Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak
(dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat
badannya kurang, maka status gizinya kurang. Di Posyandu (Pos Pelayanan
Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang juga bisa
digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS.
Dengan memperhatikan umur anak, kemudian mengeplotkan berat badannya
dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau maka status gizi baik,
bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk.

EVALUASI GIZI 2017 36


Pemberian Makan Tambahan adalah program intervensi bagi balita kurus,
balita Gizi Kurang dan 2 T dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan status
gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak, agar tercapainya
status gizi dan kondisi yang baik sesuai dengan umur anak tersebut.
Untuk balita kurus, mendapatkan makanan tambahan berupa biskuit untuk
balita usia 6-24 bulan bersumber dari Kementrian Kesehatan RI dengan sasaran
sebanyak 9 sasaran, untuk balita gizi kurang maupun 2T diadakan makanan
tambahan berupa bubur untuk bayi usia 6-11 bulan bersumber dari APBD
dengan sasaran sebanyak 15 bayi, sedangkan biskuit untuk anak balita usia 12-
24 bulan yang diberikan selama 3 bulan yang bersumber dari APBD I Provinsi
Lampung sebanyak 21 balita sasaran, dan dari APBD II Kabupaten Lampung
Timur sebanyak 20 sasaran balita, selain itu makanan tambahan juga didapat
dari dana BOK berupa makanan kudapan atau makanan selingan yang juga
diberikan selama 3 bulan. Diharapkan dengan pemberian makanan tambahan ini
balita kurus tidak jatuh menjadi gizi buruk dan dapat meningkatkan status gizi
masyarakat. Pemberian makanan tambahan pada balita kurus di Kabupaten
Lampung Timur mencapai 100% dapat dilihat pada grafik.4.13 di bawah ini.

Grafik4.13
Persentase Balita Kurus yang Mendapat Makanan Tambahan
Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2016

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 Series2
0.1
0

EVALUASI GIZI 2017 37


Dari grafik.4.13 di atas, persentase balita kurus mendapat makanan tambahan
di Kabupaten Lampung Timur pada Tahun 2016 yaitu mencapai 94,01% sudah
mencapai target Indikator Program Perbaikan Gizi sebesar 40%.

I. Persentase Remaja Putri Mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)


1. Definisi Operasional
a. Remaja Putri adalah remaja puteri yang berusia 12-18 Tahun yang
bersekolah di SLTP dan SLTA
b. TTD program adalah tablet yang mengandung 60 mg elemental besi
dan 0,25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintahdan diberikan
secara gratis pada remaja puteri.
c. TTD mandiri adalah TTD atau multi vitamin dan mineral, minimal
mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara
mandiri sesuai anjuran.
d. Remaja Puteri mendapat TTD adalah jumlah remaja puteri yang
mendapat minimal 13 butir TTDsetiap bulan.
e. Persentase remaja puteri mendapat TTD adalah proporsi remaja
puteri yang mendapat TTD 1 tablet setiap minggu 1 tablet selama 1
Tahun (48 tablet), terhadap jumlah remaja puteri disuatu wilayah pada
periode tertentu x 100%.

2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase Remaja puteri mendapat dan mengkonsumsi
TTD sesuai target.

Kelompok remaja putri merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap


anemia padahal mereka merupakansumber daya manusia yang harus dilindungi
karena potensinya yang sangat besar dalam upaya pembangunankualitas
bangsa. Anemia akibat kekurangan zat gizi besi(Fe) merupakan salah satu
masalah gizi utamadi Asia termasuk di Indonesia. Pada anak usiasekolah,
prevalensi anemia tertinggiditemukan di Asia Tenggara dengan perkiraansekitar
60% anak mengalami anemiapada remajapenderita anemia, sebagai calon ibu
yang akanmelahirkan generasi penerus bangsa, anemiaakan menyebabkan

EVALUASI GIZI 2017 38


tingginya risiko untukmelahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR)yang
mempunyai kualitas hidup yang tidakoptimal.
Melihat dampak anemia yang sangat besardalam menurunkan kualitas
sumber dayamanusia, maka sebaiknya penanggulangananemia perlu dilakukan
sejak dini, sebelumremaja putri menjadi ibu hamil, agar kondisifisik remaja
putri tersebut telah siap menjadiibu yang sehat. Remaja putri
termasukkelompok yang rawan terhadap anemia, halini disebabkan karena
kebutuhan Fe padawanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria.Wanita
mengalami menstruasi setiap bulannyayang berarti kehilangan darah secara
rutindalam jumlah cukup banyak, juga kebutuhanFe meningkat karena untuk
pertumbuhanfisik, mental dan intelektual, dan kurangmengkonsumsi sumber
makanan hewani yangmerupakan sumber Fe yang mudahdiserap.
Kelompok remaja putrimempunyai risiko paling tinggi untukmenderita
anemia karena pada masa itu terjadipeningkatan kebutuhan Fe.
Peningkatankebutuhan ini terutama disebabkan karenapertumbuhan pesat yang
sedang dialami danterjadinya kehilangan darah akibatmenstruasi. Kelompok ini
juga memilikikebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsimakanan berisiko
seperti fast food, snackdan soft drink dan tingginya keinginanmereka untuk
berdiet agar tampak langsingyang mempengaruhi asupan zat gizi
termasuksumber Fe yang adekuat.
Strategi untuk mengatasi masalah anemiapada remaja putri adalah dengan
perbaikankebiasaan makan, fortifikasi makanan danpemberian suplementasi Fe.
Denganmemberikan suplementasi Fe melaluipemberian tablet tambah darah
(TTD). Untukpencegahan dan pengobatan anemia,suplementasi TTD
merupakan cara yangefisien karena mudah didapat, efeknya cepatterlihat, dan
harganya relatif murah sehinggaterjangkau oleh masyarakat luas.
Programpencegahan anemia dengan suplementasi Fe lebih banyak
ditargetkan kepada remaja putridari pada anak-anak, wanita dewasa atau
ibuhamil karena pemberian suplementasi kepadaremaja putri akan memberi
dampak yang lebih besar pada kesehatan reproduksi dankeberhasilan proses
reproduksi dibandingkandengan suplementasi selama masa hamil saja.Remaja
putri merupakan calon ibu yang harussehat dan tidak anemia, untuk
dapatmelahirkan bayi yang sehat.

EVALUASI GIZI 2017 39


Suplementasi zat besi merupakan salah satu upaya dalam penanggulangan
anemia yang dilengkapi dengan asam folat dan sekaligus dapat mencegah dan
menanggulangi anemia akibat asam folat. Program suplementasi ini diberikan
pada remaja denganPemberian tablet tambah darah selama
1Tahun. Pemeriksaan kadar Hb darah remaja putri yang dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian tablet tambah darah.Tablet tambah darah diberikan 1 tablet
setiap minggu sehingga total tablet yang diminum selama 1Tahun kegiatan
adalah 48 tablet.
Karena pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri ini merupakan
indikator baru sehingga ketersediaan tablet tambah darah di Kabupaten
Lampung Timur belum memenuhi kebutuhan. Presentase remaja putri
mendapat Tablet Tambah Darah di Kabupeten Lampung Timur pada Tahun
2016 dapat dilihat pada grafik.4.14 di bawah ini :
Grafik4.14
Persentase Remaja Mendapat Tablet Tambah Darah
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

25.0

20.0

15.0

10.0

5.0 Series1

0.0

Dari grafik.4.14 di atas, persentase remaja putri yang mendapat tablet tambah
darah di wilayah kerja Puskesmas Sukadana pada Tahun 2016 yaitu mencapai
12,9% belum mencapai target Indikator Program Perbaikan Gizi sebesar 15%,
kesenjangan 2,1%. Tablet Tambah Darah yang diberikan kurang dari 48 butir,
sehingga belum sesuai dengan DO, hal ini disebabkan karena keterbatasan
persediaan tablet tambah darah yang ada di Kabupaten Lampung Timur.

EVALUASI GIZI 2017 40


Pemberian tablet tambah darah masih dilakukan di lingkungan sekolah SMP dan
SMA bagi remaja putri kelas I,2 dan 3.

J. Persentase Ibu Nifas Mendapat Vitamin A


1. Definisi Operasional
a. Ibu nifas adalah ibu baru melahirkan sampai hari ke-42
b. Ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A adalah ibu nifas mendapat 2
kapsul vitamin A, satu kapsul diberikan segera setelah melahirkan dan
kapsul kedua diberikan minimal 24 jam setelah pemberian pertama.
c. Kapsul Vitamin A untuk ibu nifas adalah kapsul yang mengandung
vitamin A dosis 200.000 Satuan Internasionsal (SI) berwarna merah.
d. Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah proporsi ibu
nifas yang mendapat kapsul vitamin A terhadap jumlah ibu nifas yang
ada di suatau wilayah pada periode tertentu x 100%
2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu nifas mendapat dua kapsul vitamin A
sesuai target.
Pentingnya mendapatkan Vitamin A tidak hanya untuk bayi/balita, tetapi
Vitamin A juga sangat bermanfaat untuk dikonsumsi oleh ibu pada masa nifas.
Vitamin A perlu dikonsumsi oleh ibu nifas (0-42 hari setelah bersalin).
Pemberian vitamin A bagi ibu nifas sangat penting karena baik untuk kesehatan
ibu dan bayi dan juga untuk status gizinya. Apabila pada ibu nifas beresiko
kekurangan vitamin A maka hal ini akan berpengaruh pada bayinya, bayi
juga akan beresiko kekurangan vitamin A.
Ibu menyusui membutuhkan vitamin A yang tinggi yang bermanfaat
untuk memproduksi ASI (Air Susu Ibu). Konsentrasi dan jumlah vitamin A
yang terkandung dalam ASI sangat tergantung pada status gizi ibu. Sehingga
tercukupinya kebutuhan vitamin A pada ibu akan meningkatkan kualitas
ASInya. Jika makanan ibu tidak mengandung banyak vitamin A maka
ASI juga tidak banyak mengandung vitamin A. Karena itulah pentingnya
pemberian vitamin A tidak hanya penting bagi ibu tetapi juga bagi
bayinya.

EVALUASI GIZI 2017 41


Pemberian Vitamin A pada ibu nifas selain untuk mencegah kebutaan juga
akan meningkatkan kualitas ASI sehingga meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan kesehatan ibu lebih cepat pulih setelah bersalin.
Manfaat vitamin A bagi ibu nifas :
1. Meningkatkan kandungan vitamin A dalam air susu ibu (ASI)
2. Bayi yang menyusu ASI yang mengandung cukup vitamin A akan lebih
kebal dan jarang terkena penyakit infeksi
3. Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan
Mengapa ibu nifas harus minum 2 kapsul vitamin A :
1. Karena bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah
2. Kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan
daya tahan tubuh
3. Pemberian 1 kapsul vitamin A 200.000 SI pada ibu nifas hanya cukup
meningkatkan kandungan vitamin A selama 60 hari, sedangkan pemberian 2
kapsul vitamin A diharapkan menambah kandungan vitamin A dalam ASI
sampai 6 bulan.
Persentase Ibu Nifas Mendapat Vitamin A di Kabupaten Lampung Timur dapat
dilihat pada grafik di bawah ini
Grafik 4.15
Persentase Ibu Nifas Mendapat Kapsul Vitamin A
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

100.0
98.0
96.0
94.0
92.0
90.0
88.0 Series1
86.0
84.0

EVALUASI GIZI 2017 42


Dari grafik.4.15 di atas, persentase ibu nifas mendapat Vitamin A di wilayah
kerja Puskesmas Sukadana pada Tahun 2016 yaitu mencapai 96,4% sudah
mencapai target Indikator Program Perbaikan Gizi sebesar 81%.

K. Persentase Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


1. Definisi Operasional
a. Inisiasi Menyusu Dini adalah proses menyusu dimulai secepatnya
segera setelah lahir. IMD dilakukan dengan cara kontak kulit ke kulit
antara bayi dengan ibunya segera setelah lahir dan berlangsung minimal
1 (satu) jam.
b. Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD adalah proporsi bayi
baru lahir yang mendapat IMD terhadap jumlah bayi baru lahir di suatu
wilayah pada periode tertentu x 100%.

2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD
sesuai dengan target.IMD adalah bayi diberi kesempatan mulai (inisiasi)
menyusu sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi menempel di
dada ibu. Bayi dibiarkan merayap aktif mencari puting payudara ibu dan
berusaha untuk merangsang produksi ASI. Proses ini berlangsung selama 30
menit sampai 60 menit, bahkan lebih.

Manfaat Iniasisi Menyusu Dini Dalam Mencegah Kematian Bayi :


1. Mencegah kematian bayi karena hipotermia. Dada ibu berfungsi sebagai
pengatur suhu badan yang dapat mencegah risiko hypothermia dan
menghangatkan bayi.
2. Hisapan bayi pada puting ibu sewaktu IMD merangsang pengeluaran hormon
prolaktin dan oksitosin yang akan segera menghasilkan dan mengeluarkan ASI,
makanan dan minuman yang sangat dibutuhkan bayi mulai hari pertama
kehidupannya. Dengan Inisiasi Menyusu Dini akan segera memproduksi dan
menghasilkan cairan penting yang disebut kolostrum.

EVALUASI GIZI 2017 43


3. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu meningkatkan ikatan kasih sayang antara
ibu dan bayi. Kontak kulit dalam 1-2 jam pertama ini sangat penting, karena
setelah itu bayi tidur.
4. Saat IMD bayi menjilat-jilat kulit ibu, bakteri non pathogen dikulit ibu akan
tertelan. Bakteri ini akan berkembang biak di kulit dan usus bayi yang
selanjutnya akan membangun kekebalan bayi terhadap berbagai penyakit.
5. Apabila IMD terlambat dilakukan maka pemberian suplemen makanan
prelaktal berupa cairan pada bayi sejak dini tidak dapat dihindarkan.
Konsekuensinya kemungkinan bayi mudah terkena diare, sebagai salah satu
penyebab kematian bayi.

Kolostrum akan mencegah kematian bayi, karena mengandung :


1. Protein dan immunoglobulin sebagai antibodi, yang memberikan efek
perlindungan pada bayi sampai usia 6 bulan pertama kehidupannya.
Konsentrasi Imunoglobulin A (IgA), IgG, dan IgM yang terdapat dalam
kolostrum produksinya semakin menurun pada hari-hari berikutnya. Zat ini
akan membentuk daya tahan tubuh terhadap infeksi sekaligus penting untuk
pertumbuhan usus, dimana kolostrum akan membuat pelapisan yang
melindungi dan mematangkan dinding usus bayi. Ini membantu mencegah bayi
mengalami infeksi, alergi, dan intoleransi terhadap makanan lain. Protein anti-
infektif dan sel-sel darah putih merupakan imunisasi pertama terhadap penyakit
yang dihadapi bayi setelah dilahirkan. Kolostrum membantu mencegah infeksi
bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan sepsis dan kematian. Bayi yang
segera menyusu setelah lahir, dan tidak diberikan makanan lain, lebih kecil
risiko kematian jika dibanding bayi yang menyusu pertamanya ditunda, atau
mendapat asupan lain.
2. Kolostrum memiliki efek pencahar ringan, yang membantu membersihkan usus
bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwarna kehitaman).
Pembersihan ini membersihkan pula bilirubin dari usus, dan membantu
mencegah bayi kuning (jaundice). Kolostrum mengandung Faktor
pertumbuhan, yang membantu perkembangan usus bayi yang belum matang.

EVALUASI GIZI 2017 44


3. Kolostrum juga lebih kaya akan vitamin daripada ASI matang, khususnya
vitamin A. Vitamin A membantu mengurangi tingkat keparahan infeksi yang
mungkin dialami bayi.
4. Zink. Bayi yang IMD dan mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
akan tercukupi kebutuhannya akan zink. Zink mempengaruhi fungsi imun
spesifik dan non spesifik.
5. Zat Besi. Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan
pertumbuhan. Dengan dilakukannya IMD pada bayi, produksi ASI segera
terbentuk dan kebutuhan bayi akan zat besi akan terpenuhi. Disamping itu zat
besi dari ASI lebih mudak diserap tubuh bayi, dibandingkan apabila bayi diberi
makanan/minuman lainnya.

Berbagai faktor yang berkaitan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI juga
termasuk dalam faktor yang berkaitan dengan inisiasi menyusu dini. Faktor-faktor
tersebut antara lain :
1. Faktor Sosial
2. Faktor ekonomi
3. Lingkungan
4. Biologis
5. Petugas kesehatan.
Faktor Sosial yang berkaitan dengan laktasi adalah pendidikan ibu,
kepercayaan ibu dan daerah tempat tinggal ibu. Faktor ekonomi meliputi
pendapatan dan pekerjaan ibu. Faktor lingkungan adalah budaya setempat,
pengaruh keluarga, kerabat, petugas kesehatan. Faktor biologis adalah keadaan
kesehatan ibu. Selain Faktor internal, seperti pengetahuan, sikap dan pengalaman
dan persepsi ibu, kesadaran akan pentingnya ASI, Faktor eksternal seperti fasilitas
kesehatan, petugas penolong persalinan, serta keluarga, juga merupakan Faktor
yang sangat berperan dalam praktek IMD. Ini menandakan petugas kesehatan
sendiri masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai hal ini. Tampak dalam
prakteknya setelah bayi lahir, langsung dibersihkan, ditimbang, diberi suntikan,
baru setelah ibu diberikan kepada ibu untuk disusui. Padahal, penimbangan dan
pemberian suntikan pada bayi dapat ditunda setelah IMD selesai.

EVALUASI GIZI 2017 45


Tingkat pengetahuan yang memadai merupakan dasar pengembangan daya
nalar seseorang dan jalan untuk memudahkan menerima motivasi, dan selanjutnya
memberikan implikasi pada sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan IMD.
Menurut Bloom, pengetahuan merupakan bagian dari cognitive domainyang terbagi
dalam enam tahap, yang tahap ketiga adalah aplikasi, dalam hal ini praktek IMD.
Menurut Notoadmodjo, bahwa pengetahuan tidak selamanya terwujud dalam
bentuk aplikasi, karena pengetahuan dipengaruhi oleh Sosial ekonomi, budaya,
pendidikan, pengalaman, dan informasi.

Setiap perempuan juga memiliki hak memperoleh pengetahuan dan


dukungan dalam memberikan ASI terutama ASI Eksklusif, yaitu pemberian ASI
saja hingga usia 6 bulan, yang dimulai dari pelaksanaan IMD segera setelah
melahirkan. Dukungan yang sangat penting adalah dari keluarga (suami, orangtua),
serta dari petugas kesehatan/petugas penolong persalinan.

Namun ada alasan lain tidak dilakukan IMD karena ibu mengalami
pendarahan pascapersalinan. Ibu harus diberi tindakan, sementara jumlah tenaga
kesehatan tidak memadai.

Terdapat 7 kontak plus antara petugas kesehatan dengan ibu dan bayi dalam
pelayanan kesehatan untuk mempertahankan kegiatan menyusui. Kontak pertama
dan kedua adalah pada saat ibu datang untuk memeriksakan kehamilannya pada
saat Antenatal Care (K1 dan K4). Pada kesempatan ini ibu diberi informasi tentang
manfaat ASI dan pentingnya melakukan IMD. Selanjutnya dilakukan kontak saat
persalinan dan pasca salin (postnatal) sampai bayi usia 2 bulan atau lebih.

Kurangnya pengetahuan dari orangtua, pihak medis maupun keengganan


untuk melakukannya, membuat IMD masih jarang dipraktekkan. Sarana kesehatan
seperti rumahsakit seharusnya membantu ibu yang barumelahirkan untuk
melakukan IMD. Berdasarkan pedoman petugas dalam pelayanan kesehatan dalam
upaya penurunan angka kematian neonatal pada saat kelahiran adalah melakukan
manajemen asfiksia dan BBLR, pemeriksaan bayi setelah lahir, melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), mencegah hipotermi dan infeksi, memberikan injeksi

EVALUASI GIZI 2017 46


vitamin K dan Hepatitis B1, serta penanganan gawat darurat dan rujukan kasus.
Berhasil tidaknya penyusuan dini (IMD) di sarana pelayanan kesehatan, rumah
bersalin dan rumah sakit, sangat bergantung pada petugas kesehatan seperti dokter
dan bidan yang secara langsung membantu persalinan.

Persentase Bayi Baru Lahir yang mendapat IMD di Kabupaten Lampung


Timur dapat di lihat pada grafik.4.16 :
Grafik.4.16
Persentase Bayi Baru Lahir yang Mendapat IMD
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

62.0
61.0
60.0
59.0
58.0
57.0
Series1
56.0
55.0

Dari grafik.4.16 di atas, persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD di
Kabupaten Lampung Timur pada Tahun 2016 yaitu mencapai 59,7% sudah mencapai
target Indikator Program Perbaikan Gizi sebesar 36%.

L. Persentase Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi Operasional
a. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram;
b. Persentase Bayi BBLR adalah proporsi bayi BBLR terhadap jumlah bayi
baru lahir di suatu wilayah pada periode tertentu x 100%;

EVALUASI GIZI 2017 47


2. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi dengan berat badan lahir rendah sesuai
dengan target.

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya
saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin
prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur). Pada Tahun 1961,
WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram pada waktu lahir adalah bayi prematur, bayi lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap
kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembanga
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. BBLR dibedakan
menjadi dua bagian: pertama BBLR sangat rendah bila berat lahir kurang dari 1500
gram, dan kedua BBLR bila berat lahir antara 1501- 2499 gram.

A. Etiologi
Menurut Winkjosastro (2006), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR, yaitu antara lain:
a. Faktor Ibu

1. Hipertensi;
2. Perokok;
3. Gizi buruk;
4. Riwayat kelahiran Prematur sebelumnya;
5. Pendarahan antepartum;
6. Malnutrisi;
7. Hidraminon;
8. Umur ibu kurang dari 20 Tahun atau lebih dari 35 Tahun;
9. Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat;
10. Infeksi dan trauma.

EVALUASI GIZI 2017 48


b. Faktor Janin

1. Kehamilan ganda;
2. Kelainan kromosom;
3. Cacat bawaan;
4. Infeksi dalam kandungan;
5. Hidramnion;
6. Ketuban pecah dini.

c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah


d. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok
B. Bentuk Klinik
Menurut Saifuddin (2006), bentuk klinik dari BBLR adalah:
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram

C. Gambaran klinik
Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung dari tuanya umur
kehamilan. Makin muda umur kehamilan mangkin jelas tanda-tanda
immaturitas. Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat badan lahir sama
dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45
cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, umur
kehamilan kurang dari 37 minggu, kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit
tipis, lanugonya banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus,
tangisnya lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan sering timbul apnea.
Refleks tonik-leher lemah dan refleks moro positif, daya isap lemah, kulit
mengkilatdan licin (Winkjosastro, 2006).

D. Diagnosis
Menurut Mochtar (1998), diagnosis BBLR yaitu:
a. Sebelum Bayi Lahir

1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus


prematurus dan Lahir mati.
2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.

EVALUASI GIZI 2017 49


3. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin
lebih lambat walaupun kehamilan sudah angka lanjut.
4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
seharusnya
5. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
dengan Hidramnion, hipermisis gravidarum dan pada hamil lanjut
dengan pendarahan Antepartum.

b. Setelah Bayi Lahir

1. Secara klasik tampak seprti bayi yang kelaparan, tanda-tanda bayinya


tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, kulit tipis dan kering.
2. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak
bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak, mudah bergerak dan menangis
lemah.
3. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya
karena itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma
kelahiran, hipotermi dan sebagainya.

E. Komplikasi
Alat tubuh bayi lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus. Dalam
hubungan ini sebagian besar kehamilan perinatal terdapat bayi-bayi BBLR
(Prawirohardjo,2006).
Komplikasi yang mungkin terjadi bila bayi lahir dengan BBLR tidak segera
ditangani maka sering menjadi masalah yang berat, misalnya kesukaran
bernapas, kesukaran pemberian minum, ikterus berat, hipotermi dan infeksi
(Saifuddin,2006).
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:

1. Hipotermia;
2. Hipoglikemia;
3. Gangguan cairan dan elektrolit;
4. Hiperbilirubinemia;
5. Sindraoma gawat nafas;

EVALUASI GIZI 2017 50


6. Paten duktus arteriosus;
7. Infeksi;
8. Pendarahan intraventrikuler.

Dan masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) antara lain:

1. Gangguan perkembangan;
2. Gangguan pertumbuhan;
3. Gangguan penglihatan (Retinopati);
4. Gangguan pendengaran;
5. Penyakit paru kronis;
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit;
7. Kenaikan frekuensi bawaan.

F. Prognosis
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi makin (makin muda masa gestasi bayi tinggi
angka kematian), afiksia/iskemia otok, sindroma gangguan pernapasan,
perdarahan interaventrikuler, displasia bronkopulmonia, retrolental fibroplasias,
infeksi, gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia, hiperbilubinemia) kadaan
sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan,
persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dll) (Winkjosaatro, 2006).

G. Pencegahan
Menurut Manuaba (2006), dengan mengetahui berbagai faktor penyebab berat
badan lahir rendah dapat dipertimbangkan langkah pencegahan dengan cara:

1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur;


2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kehamilan dan persalinan preterm;

EVALUASI GIZI 2017 51


3. Memberi nasehat tentang :

 Gizi saat hamil;


 Meningkatkan pengertian keluarga berencana internal;
 Memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera
melakukan konsultasi;
 Menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini
penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi/diobati

Menurut Erlina (2008), pada kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Mencegah/preventif adalah langkah yang penting. Dan hal-hal yang dapat
dilakukan diantaranya:

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama


kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin dalam
kandunganya dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinanya pada kurun waktu
reproduksi sehat (20-34 Tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terikat untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.

H. Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup
diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah
kekurangan vitamin dan zat besi (Winkjosastro, 2006).

EVALUASI GIZI 2017 52


a. Mempertahankan Suhu

Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan dingin. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk
bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi berat
badan 2-2,5 kg 34°C agar ia dapat mempertahankan suhu tubu sekitar 37°C suhu
inkubator dapat diturukan 1°C perminggu untuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2 kg secara berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam tempat tidur
bayi dengan suhu lingkungan 27°C-29°C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi
dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau dengan memasang lampu
petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi. Bayi dalam inkubator hanya
dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai
keadaan umum, tingkah laku, pernapasan dan kejang (Winkjosastro, 2006).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mengalami hipotermi, sebab itu suhu
tubuhnya harus di pertahankan dengan ketat (Sarwono, 2006)

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Setelah lahir adalah


mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, dan juga sangat rentan terjadinya
hiportermi, karena tipisnya cadangan lemak dibawah kulit dan masih belum
matangnya pusat pengaturan panas di otak, untuk itu BBLR harus selalu dijaga
kehangatanya. Cara paling efektif mempertahakan suhu tubuh normal adalah
sering memeluk dan mengendong bayi. Ada suatu cara yang disebut metode
kangguru atau atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekat ibu atau orang
lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu. Cara lain, bayi jangan
segera dimandikan sebelum enam jam BBLR (Kosim, 2007).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mudah dan cepat mengalami
hipotermi, kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi relativ lebih
luas dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak, dan
kekurangan lemak coklat (brown fat) ( Koswara, 2009).

Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas dan menjadi hipotermi,
karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya

EVALUASI GIZI 2017 53


rendah dan permukaan badan relativ luas oleh karena itu bayi prematur harus
dirawat di dalam indikator sehingga badanya mendekati dalam rahim. Bila bayi
dirawat dalam indikator maka suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 °C
dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 °C. Bila indikator
tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya diletakan botol
yang berisi air panas, sehingga panas badanya dapat dipertahankan.
(Muhammad, 2008).

b. Penimbangan Berat Badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat


kaitannya dengan daya dan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan agar
bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umunya bayi
dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi
dengan berat kurang 1500 gram bayi diberi minum melalui sonde. Sesudah 5
hari bayi lahir dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka
pemberian air susu ibu diteruskan (Winkjosastro, 2006).

c. Makanan bayi

Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang di
samping itu kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari),
agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum dimulai pada
waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia pada umumnya bayi dengan berat badan lahir 2000 gram agar
lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram
diberi minum melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya,
bila daya isap cukup baik maka pemberian air susu diteruskan (Winkjosastro,
2006).

EVALUASI GIZI 2017 54


Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) reflek menelan belum sempurna oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cepat (Sarwono, 2006).
Alat pencernaan bayi masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 5 gram/kg/BB, dan
kalori 110 kal/kg/BB. Sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian
minuman bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan
lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minuman
sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi lebih sering.

ASI merupakan makanan yang paling penting sehinga ASI yang paling
penting diberikan lebih dahulu, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI
dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde lambung menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar
50 sampai 60 cc/kg/BB/hari, dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200
cc/kg/BB/hari (Ahyani, 2006).

Pertumbuhan juga harus ada cadangan kalori untuk mengejar ketinggalan


beratnya. Minuman utama dan pertama adalah Air Susu Ibu (ASI) yang sudah
tidak diragukan lagi keutungan atau kelebihanya. Disarankan Bayi menyusu ASI
ibunya sendiri, terutama untuk bayi prematur. ASI ibu memang cocok untuknya,
karena didalamnya terkandung kalori dan protein tinggi serta elektrolit
minimal, Refleks menghisap dan menelan BBLR biasanya masih sanggat lemah,
untuk itu diperlukan pemberian ASI peras yang disendokan kemulutnya atau
bila sangat terpaksa dengan pipa lambung.
Susu formula khusus BBLR, bisa diberikan bila ASI tidak dapat diberikan
karena berbagai sebab. Kekurangan minum pada BBLR akan mengakibatkan
ikterus atau bayi kuning (Badriul, 2009). Berat badan rata-rata 2500-4000 gram
kurang dari 2500 gram menunjukan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi
harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberikan infus. Beri minum
dengan tetes ASI/sonde karena reflek menelan BBLR belum sempurna,
kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg BB/ hari. (Muhammad,
2008).

EVALUASI GIZI 2017 55


d. Mencegah Infeksi

Bayi berat lahir rendah mudah sekali terkena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuaan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna, oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR), dengan
demikan perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik (Manuaba, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum
memegang bayi (Sarwono, 2006). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
sangat rentan akan infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap
infeksi berkurang, relativ belum sanggup membantu antibodi dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum oleh karena itu, perhatikan
prinsip-prinsip pencegahan infeksi, termasuk mencuci tanggan sebelum
memegang bayi ( Koswara 2009)

3. Persentase Bayi BBLR Tahun 2016


Persentase Bayi dengan Berat Badana Lahir Rendah Di Puskesmas Sukadana
sudah mencapai target capaian dari seluruh desa dapat dilihat pada grafik.4.17

Grafik.4.17
Persentase Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
Series1
1.0
0.0

EVALUASI GIZI 2017 56


M. Persentase Balita Mempunyai Buku KIA atau KMS
1) Definisi Operasional
 Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 Tahun ( 0-59 bulan 29
hari)
 Buku KIA adalah yang berisi catatan kesehatan ibu ( hamil,
bersalin, dan nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita)
serta berbagai ingformasi cara memelihara dan merawat kesehatan
ibu dan anak.
 Kartu Menuju Sehat ( KMS ) adalah kartu yang memuat kurva
pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri beras
badan menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis
kelamin.KMS digunakan untuk mencatat berat badan, memantau
pertumbuhan balita setiap bulan dan sebagai media penyuluhan gizi
dan kesehatan.
 Persentase balita mempunyai Buku KIA/KMS adalah proporsi
balita mempunyai Buku KIA/KMS terhadap jumlah balita yang ada
di suatu wilayah pada periode tertentu x 100%
2) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita mempunyai Buku KIA/KMS
sesuai dengan target

3) Persentase Balita Mempunyai Buku KIA atau KMS


Persentase Balita Mempunyai Buku KIA atau KMS Di Puskesmas
Sukadana adalah 90,66 % belum mencapai target yang besarnya 100%. Hal
ini berkaitan dengan masih adanya sasaran ibu hamil yang belum
memeriksakan kehamilannya dipelayanan kesehatan dan diwilayah tertentu
tingkat mobilitas masyarakatnya tinggi sehingga ada ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya diluar wilayah Puskesmas Sukadana.

EVALUASI GIZI 2017 57


Grafik.4.18
Persentase Balita Mempunyai Buku KIA/KMS
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

97.00
96.80
96.60
96.40
96.20
96.00
95.80
95.60
95.40
95.20 Series1
95.00
94.80

N. Persentase Balita Ditimbang yang Naik Berat Badannya


1) Definisi Operasional
 Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 Tahun (0-59 bulan 29 hari)
 Balita ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang
ditimbang diseluruh Posyandu yang melapor disuatu wilayah pada kurun
waktu tertentu.
 Berat badan naik (N) adalah hasil penimbangan berat badan dengan
grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat
badan sama dengan kenaikan berat badan minimum atau lebih.
 Persentase balita ditimbangyang naik berat badannya adalah proporsi
balita yang naik berat badannya terhadap jumlah balita yang ditimbang di
suatu wilayah pada periode tertentu x 100%
2) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita ditimbang yang naik berat
badannya sesuai dengan target.

EVALUASI GIZI 2017 58


3) Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya (N)
Persentase Balita ditimbang yang naik berat badannya (N) Di Puskesmas
Sukadana adalah 80,7 % belum mencapai target yang besarnya 81%. Hal ini
disebabkan persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya
masih belum mencapai target. Selama balita yang tidak naik berat
badannya (T) masih belum mencapai target maka persentase balita
ditimbang yang naik berat badannya belum mencapai target.

Grafik.4.19
Persentase Balita Ditimbang Yang Naik Berat Badannya (N)
Puskesmas SukadanaTahun 2016

83.0
82.0
81.0
80.0
79.0
78.0
77.0
76.0 Series1
75.0
74.0

O. Persentase Balita Ditimbang yang Tidak Naik Berat Badannya (T)


1.Definisi Operasional
a. Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 Tahun (0-59 bulan 29 hari)
b. Balita Ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang ditimbang
di seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode tertentu.
c. Tidak naik berat badannya (T) adalah hasil penimbangan berat badan
dengan grafik berat badan mendatar atau menurun memotong garis
pertumbuhan dibawahnya atau kenaikan berat badan kurang dari kenaikan
berat badan minimum.
d. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya adalah
proporsi balita yang tidak naik berat badannya (T) terhadap jumlah seluruh

EVALUASI GIZI 2017 59


balita yang ditimbang berat badannya pada suatu wilayah pada periode
tertentu x 100%

4. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya
sesuai dengan target.

5. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya


Persentase Balita ditimbang yang tidak naik berat badannya (T) Di wilayah kerja
Puskesmas Sukadana adalah 1,2 % belum mencapai target yang besarnya
3,2%.Kenaikan berat badan pada balita erat kaitannya dengan tingkat aktifitas fisik,
pola konsumsi dan status kesehatan. Usia balita adalah usia pertumbuhan yang
tingkat aktifitasnya sangat tinggi dan membutuhkan asupan zat gizi yang baik.
Kebaikan berat badan pada balita juga sangat berkaitan dengan status kesehatan usia
balita sangat rentan dengan berbagai macam penyakit seperti diare, batuk, ISPA
yang sangat mempengaruhi asupan gizi yang berdampak pada kenaikan berat
badannya.

Grafik.4.19
Persentase Balita Ditimbang Yang Tidak Naik Berat Badannya (T)
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5 Series1

0.0

EVALUASI GIZI 2017 60


P. Persentase Balita Ditimbang yang Tidak Naik Berat Badannya dua kali
berturut ( 2T )
1.Definisi Operasional
a. Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 Tahun (0-59 bulan 29 hari)
b. Balita Ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang
ditimbang di seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada
periode tertentu.
c. Tidak naik berat badannya (T) adalah hasil penimbangan berat badan
dengan grafik berat badan mendatar atau menurun memotong garis
pertumbuhan dibawahnya atau kenaikan berat badan kurang dari
kenaikan berat badan minimum.
d. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya adalah
proporsi balita yang tidak naik berat badannya (T) terhadap jumlah
seluruh balita yang ditimbang berat badannya pada suatu wilayah pada
periode tertentu x 100%
e. Balita 2T adalah balita tidak naik berat badannya dua kali berturut-
turut.
f. Persentase balita 2T adalah proporsi balita 2T terhadap jumlah balita
yang ditimbang di suatu wilayah pada periode tertentu x 100%.

6. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya
dua kali berturut-turut sesuai denagn target.

EVALUASI GIZI 2017 61


7. Persentase balita 2T
Persentase balita 2T Puskesmas Sukadana Timur sebesar 0,5% sudah mencapai
target yang tetapkan.
Grafik.4.20
Persentase Balita 2T
Puskesmas Sukadana Tahun 2016

1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
Series1
0.2
0.0

Q. Persentase Balita di Bawah Garis Merah ( BGM )


1.Definisi Operasional
a. Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 Tahun (0-59 bulan 29 hari)
b. Balita Ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang ditimbang
di seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode tertentu.
c. Bawah Garis Merah (BGM) adalah hasil penimbangan berat badan
dengan grafik berat badan berada dibawah garis merah kurva pertumbuhan
anak yang ada pada Buku KIA/KMS
d. Persentase Balita BGM adalah proporsi balita BGM terhadap balita yang
ditimbang disuatu wilayah pada periode tertentu x 100%.

EVALUASI GIZI 2017 62


2.Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika suatu persentase balita BGM sesuai dengan target.
Grafik.4.21
Persentase Balita BGM Puskesmas Sukadana Tahun 2016

0.012
0.010
0.008
0.006
0.004
0.002 Series1
0.000

Dari grafik.4.21 diatas jumlah balita yang berada di bawah garis merah pada
KMS pada Tahun 2016 berdasarkan laporan yaitu sebesar 0,004% jauh dibawah
target 0,70% sehingga harus dilakukan pemantauan secara seksama, karena balita
yang dalam kondisi seperti ini berpotensi untuk statusnya menjadi gizi buruk. Hal
inilah yang mendasari program gizi tetap mengadakan kegiatan pemberian
makanan tambahan untuk balita BGM. Sedangkan Jumlah Balita BGM (gizi kurang
menurut BB/U) pada Tahun 2016 dapat kita lihat pada grafik 4.22 di bawah ini

Grafik.4.22
Jumlah Balita BGM Kabupaten Lampung Timur

2
2
2
1
1
1
1
1
0 Series1
0
0

EVALUASI GIZI 2017 63


Jumlah Balita BGM tertinggi terdapat di Rantau Jaya Udik II,Muara
Jaya,Sukadana,Surabaya Udik yaitu sebanyak 2 kasus.

R. Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil


1.Definisi Operasional
a. Ibu hamil anemia adalah ibu hamil dengan kadar Hb‹11,0 g/dl yang
diperiksa pada saat kunjungan pertama (K1).
b. Persentase ibu hamil anemia adalah proporsi ibu hamil anemia terhadap
jumlah ibu hamil yang diperiksa di suatu wilayah pada periode tertentu x
100%
3. Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu hamil anemia sesuai target.

Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung
hemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.Kriteria Menurut WHO, Anemia pada ibu hamil yaitu jika kadar Hb < 11
gr/dl gejala anemia umumnya ditandai kelelahan walaupun baru bangun tidur
seperti lemah, letih, dan lesu, pusing, nafas sesak, serta susah berkonsentrasi.

Komplikasi Anemia dalam kehamilan :

a. Bahaya Pada Trimester I


Pada Trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion,
kelaianan kongenital, abortus/keguguran.
b. Bahaya Pada Trimester II
Pada Trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
pendarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi hingga
kematian ibu.
c. Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan
tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu
tindakan operatif.

EVALUASI GIZI 2017 64


4. Persentase Ibu Hamil Anemia
Persentase ibu hamil anemia Puskesmas Sukadana sebesar 3% sudah mencapai
target yang besarnya kurang dari 33,5%.

Grafik.4.23
PersentaseIbu Hamil Anemia Puskesmas Sukadana Tahun 2016

7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
Series1
1.0
0.0

Berdasarkan grafik di atas, persentase Ibu Hamil Anemia tertinggi terdapat di Desa
Rantau Jaya Udik II sebesar 6,8%, sedangkan Desa yang belum mencapai target
kurang dari 33,5% yaitu desa Sukadana Tengah dan Mataram Marga. Jika
dibandingkan dengan persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah
90 tablet yang sudah memenuhi target, tingginya anemia di Rantau Jaya bisa
disebabkan karena ketidakpatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah, sehingga
diperlukan pengawasan terhadap ibu hamil, supaya tablet tambah darah yang
diterima, di konsumsi seluruhnya

EVALUASI GIZI 2017 65


BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

A. Sumber daya kesehatan


Sumber Daya Kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan
keberhasilan program. Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas yang berasal dari latar
belakang pendidikan Bidan tidak sesuai dengan kebutuhan di
lapangan,keterbatasan tenaga yang ada diharapkan tidak menjadi kendala
daalam pelaksanaan program yang ada di puskesmas. Usulan tentang
permintaan Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas yang berlatar belakang
pendidikan gizi telah dilakukan,agar pelaksanaan kegiatan program dapat
maksimal.
B. Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Sumber dana program gizi Tahun anggaran 2016 berasal dari APBD
Kabupaten Lampung Timur.
SUMBER DANA ( APBD II )
NO KEGIATAN
PAGU REALISASI
1 Kegiatan Pemberian Tambahan Rp.82.500.000,- Rp.82.500.000,
Makanan dan Vitamin -
a. Pengadaan Makanan Tambahan
Untuk Ibu Hamil Gizi Kurang
b. Pengadaan Makanan Tambahan
UntuK Balita Gizi Buruk
c. Pengadaan Makanan Tambahan
Untuk Balita Gizi Kurang
d. Sweeping Tablet Fe
e. Surveilans dan Pelacakan Gizi
Buruk
f. Pemantauan TTD pada Rematri
g. Pemantauan Penggunaan Garam
Beryodium melalui sekolah
h. Penyuluhan ASI Eksklusif
i. Pembinaan ke Posyandu
Tentang ASI Eksklusif

EVALUASI GIZI 2017 66


C. Sarana dan Prasarana
Pada Tahun 2012 Puskesmas Sukadana mendapatkan antropometri kit dari
Kementrian Kesehatan yaitu sebanyak 1 paket yang berisi timbangan per, sarung
timbang, tripod, mikrotoise dan panjang badan. Pada Tahun 2015 semua posyandu
mendapatkan Dacin dari APBD Tk I.

EVALUASI GIZI 2017 67


BAB VI

KESIMPULAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT

No Kesimpulan Tindak Lanjut

1. Persentase Asi Ekslusif 0-6 bulan Meningkatkan promosi pemberian Air


(51,04%), target ( 70 %) Susu Ibu (ASI)
Mengadakan Pertemuan Advokasi PP
(Peraturan Pemerintah) tentang ASI
Eksklusif
Mengajak suami/Orang tua untuk
bekerjasama mendukung pemberian ASI
eksklusif.

2. Persentase Balita yang ditimbang Meningkatkan koordinasi lintas program


berat badannya 79,7% target 76,18% Meningkatkan koordinasi lintas sektor
dengan Camat dan PKK tingkat
kecamatan untuk menggerakkan
masyarakat datang ke posyandu,
memanfaatkan kegiatan pada forum-
forum yang ada di desa
Melakukan kegiatan-kegiatan inovatif
yang bertujuan untuk menggerakkan
masyarakat datang ke posyandu dan
melakukan promosi tentang manfaat
kegiatan di posyandu
Bekerja sama dengans PAUD dalam hal
pencatatan pelaporan

EVALUASI GIZI 2017 68


NO Kesimpulan Tindak Lanjut

3. Persentase balita mempunyai buku Meningkatkan sosialisasi kepada


KIA/KMS 96,26% target 100% masyarakat mengenai pentingnya
buku KIA
Meningkatkan kerjasama lintas
sektor khususnya Dinas Pendidikan,
dalam hal penerimaan siswa
PAUD/TK wajib menyertakan buku
KIA

4. Persentase remaja putri yang Meningkatkan kerjasama lintas


mendapat tablet tambah darah (TTD) Program
12,9% target 15% sasaran belum Melakukan integrasi program Usaha
memenuhi target, karena belum Kesehatan Sekolah
memenuhi DO yang seharusnya Mengadakan Pertemuan Advokasi
(diberikan kurang dari 48 tablet Guru UKS dalam pemberian TTD
tambah darah) karena ketersediaan Mengadakan Pertemuan Lintas Sektor
Tablet Tambah Darah yang Kurang tentang Pemberian Tablet Tambah
Darah pada remaja putri
Tetap mengusulkan kebutuhan Fe
untuk program gizi

5. Persentase balita ditimbang yang naik Meningkatkan kegiatan penyuluhan


berat badannya 80,7% target 81% diposyandu tentang gizi seimbang untuk
bayi dan balita
Membina kader posyandu untuk
melakukan upaya-upaya dalam rangka
peningkatan status gizi keluarga

EVALUASI GIZI 2017 69


6. Persentase balita ditimbang yang Meningkatkan kegiatan penyuluhan
tidak naik berat badannya 8,50% diposyandu tentang gizi seimbang untuk
target 4,2% bayi dan balita
Membina kader posyandu untuk
melakukan upaya-upaya dalam rangka
peningkatan status gizi keluarga
Pemberian PMT

7. Persentase balita ditimbang yang Meningkatkan kegiatan penyuluhan


tidak naik berat badannya 1,2% target diposyandu tentang gizi seimbang untuk
4,2% bayi dan balita
Membina kader posyandu untuk
melakukan upaya-upaya dalam rangka
peningkatan status gizi keluarga
Pemberian PMT

8. Persentase balita di bawah garis Meningkatkan kegiatan penyuluhan


merah 0,004% target 0,75% diposyandu tentang gizi seimbang untuk
bayi dan balita
Membina kader posyandu untuk
melakukan upaya-upaya dalam rangka
peningkatan status gizi keluarga
Pemberian PMT

EVALUASI GIZI 2017 70

Anda mungkin juga menyukai