Anda di halaman 1dari 25

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

RUPTUR TENDON ACHILLES

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu PenyakitBedah
di RSUD RAA. Soewondo Pati

Oleh :
Azkiyatin Nailil Muna
30101206572

Pembimbing:
dr. Khozin Hasan, Sp.BO

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH


RSUD RAA. SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Tegalarum 3/1 Jaken
Tanggal Periksa : 04 Oktober 2017
Nomor RM : 078XXX
b. Anamnesis
Auto-anamnesis dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2017 Di Bangsal
Teratai 4, RSUD RAA Soewondo Pati
 Keluhan Utama : Nyeri pada betis kaki kiri.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
- Onset : ± 1 bulan SMRS
- Lokasi : betis kaki kiri
- Kualitas : nyeri dirasakan sangat berat dan senut-
senut
- Kuantitas : nyeri dirasakan muncul perlahan dan
dikeluhkan terus-menerus.
- Faktor modifikasi : bertambah berat sehingga pasien mengeluh
tidak bisa melakukan aktivitas
- Gejala lain : bengkak di bagian bawah lutut sampai
pergelangan kaki
- Kronologi :Pasien datang ke poli orthopedi RSUD
RAA Soewondo Pati dengan keluhan utama nyeri di betis kaki
kiri sejak ± 1 bulan SMRS. Keluhan tersebut muncul secara
perlahan dan dirasakan terus menerus. pasien jatuh terpeleset
dengan posisi kaki kiri jatuh terlebih dahulu. Nyeri pada lutut
kanan dirasakan semakin hebat saat digunakan untuk berjalan.
Sebelumnya pasien sudah berobat dengan di pijat tetapi tidak
berkurang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat operasi : orif (fraktur tibia dextra) pada tahun 2008
Riwayat opname : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai Petani dan biaya pengobatan ditanggung
Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.

1.2. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
 Keadaan umum :Tampak sakit sedang
 Status kesadaran: E4V5M6, composmentis
 Tanda-tanda vital:
 Tensi : 120/70 mmHg
 Suhu : 36,7 ºC
 Nadi : 94 x/menit, regular, isi cukup
 Laju Nafas : 18 x/menit
b. Status Gizi
Baik
c. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di bangsal Teratai 4 RSUD RAA Soewondo Pati pada tanggal
4 Oktober 2017.
 Kepala : Normocephal, tidak terdapat kelainan
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, diameter 3mm, reflex cahaya (+/+),
mata cekung (-/-), sekret (-/-)
 Hidung : Bentuk normal ,sekret (-/-), napas cuping hidung (-
), bekuan darah (-/-)
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen (-/-),
sekret (+/+)
 Mulut : Sianosis perioral (-), tonsil T1/T1,
faring hiperemis (-), gusi berdarah (-)
 Leher : Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-),
retraksi suprasternal (-), kaku kuduk (-)
 Thorax : dinding thorax normal dan pergerakan simetris,
retraksi ICS (-)
- Cor : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : datar, bising usus (+), perkusi timpani, supel, hepar
teraba 1 cm dan lien tidak teraba, retraksi epigastrik
(-), tidak teraba masa di region supra pubik
 Kulit : turgor kulit kembali cepat
 Ekstremitas : akral hangat, crt<2 detik, sianosis (-), udem (-)
ANGGOTA GERAK
Superior Inferior
- Motorik
Gerakan B/B B/BT
Kekuatan 5/5 5/4
Tonus N/N ↓/↓
Klonus -/- -/-
- Reflek :
Reflek fisiologis +/+
+/+
Reflek patologis -/+
-/+

d. Status Lokalis
Regio ankle joint sinistra
- Look : udem (+), eritem (+)
- Feel : nyeri tekan (+)
Tes thompson : +
Tes Matles :+
- Movement : nyeri gerak (+), ROM tidak dinilai

1.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan
Tendon achilles merupakan tendon terbesar di tubuh manusia. Tendon
achilles menghubungkan otot betis sampai ke tulang tumit, yang fungsinya
digunakan untuk berjalan, berlari dan melompat. Meskipun tendon achilles
dapat menahan tekanan besar saat berlari dan melompat, namun tendon
achilles rentan terhadap cedera. Ruptur tendon achilles pertama kali
dijelaskan oleh Ambroise Pare pada tahun 1575 dan pertama kali dilaporkan
dalam literatur medis di tahun 1633. Ruptur tendon achilles jarang
dilaporkan sampai tahun 1950-an. Sebelum 1929, kurang dari 70 kasus
dilaporkan. Nama Achilles diambil dari nama seorang pahlawan mitologi
kuno yang bernama Achilles yang meninggal karena tusukan didaerah
tendon ini.
Ruptur tendon achilles (parsial atau komplet), merupakan salah satu
gangguan pada tendon achilles yang disebabkan karena trauma atau karena
penggunaan berlebih dari tendon achilles. Diagnosis ruptur achilles
didasarkan atas anamnesis untuk menggali riwayat penyakit dan
pemeriksaan klinis. Pencitraan memainkan peran penting dalam diagnostik
ruptur tendon achilles dan gangguan jaringan disekitarnya. Peranan
pencitraan dapat digunakan untuk menentukan diagnostik, diagnosis
banding, stadium dan keparahan penyakit. Pencitraan memberikan tambahan
informasi penting terhadap status tendon, tulang dan struktur jaringan lunak
disekitarnya. Pencitraan konvensional x-ray merupakan pemeriksaan
andalan karena sifatnya yang cepat, murah dan tersedia di banyak layanan
kesehatan. Namun pencitraan ini tidak dapat memiliki kontras jaringan
lunak, sehingga tidak dapat memberikan informasi yang akurat dan detail.
Sejak tahun 1990-an USG dan MRI merupakan pencitraan penting
yang menjadi rujukan para klinisi dalam menegakkan diagnosis ruptur
tendon achilles. Alasan penulisan laporan kasus ini karena angka kejadian
rupur tendon achilles meningkat seiring dengan meningkatnya hobi dan
kesadaran terhadap olahraga pada tahun terakhir ini.
2.2. Anatomi
Tendon achilles merupakan tempat insersi distal dari muskulus
gastrocnemius dan muskulus soleus. Tendon menginseri masuk ke daerah
rectangular di bagian tengah permukaan posterior calcaneus. Ruang antara
tendon dan tuberositas calcaneus diisi oleh bursa retrocalcanea (gambar 1).
Tendon achilles tidak terlihat sampai otot soleus berinsersi masuk ke tendon
gastrocnemius sekitar kurang lebih 3-4 cm di bagian distal.Tendon plantaris
berasal dari meniskus lateral dan epikondilus femoralis lateralis dan
berhubungan erat dengan caput muskulus gastrocnemius lateral. Tendon
plantaris menyeberang miring antara muskulus soleus dan muskulus
gastrocnemius dan berlanjut ke medial sampai ke achilles. Terdapat
beberapa insersi plantaris, tetapi sebagian besar berinsersi di aspek medial
tuberositas kalkaneus superior atau 1 cm dari anterior dan medial achilles di
kalkaneus. Kompleks achilles-plantaris disebut "kompleks trisep-surae".

Gambar 1. Betis di lihat dari posterior. Origin tendon


achilles merupakan persimpangan muskulotendinosa dari
unit gastrocnemius – soleus. Insersinya masuk ke bagian
tengah permukaan posterior dari calcaneus.
Gambar 2. Gambar skematik kaki. a: tendon Achilles. b.
bursa subkutan. c: bursa retrocalcanea. d:calcanea

Tendon terdiri atas 30% kolagen dan 2% elastin yang terdapat di


matriks proteoglikan ekstraseluler dan terdiri atas 58-70% air. Kolagen
berjalan pararel satu sama lain dan bergabung di tendon achilles. Bagian
terkecil dari kolagen adalah kolagen fibril dan tenosit. Beberapa kolagen
fiber terikat bersama membentuk lapisan dalam tendon disebut fascia.
Endotenon mengelilingi fascia untuk menstabilkan dan mengikat tendon
achiles. Endotenon terikat bersama oleh lapisan tendon terakhir yang disebut
peritendon. Peritendon di bentuk oleh 3 lapisan, epitenon, mesotenon dan
paratenon. Epitenon merupakan lapisan terdalam yang paling dekat dengan
endotenon yang terdiri dari saraf, pembuluh darah dan limfatik. Paratenon
merupakan lapisan terluar. Paratenon terdiri atas beberapa membran tipis
dan membentuk area tipis antara tendon dan fascia crura. Fascia crura di
tutup oleh jaringan subkutan dan kulit. Pada sisi ventral, paratenon terdiri
atas jaringan areolar lemak dan terdiri atas pembuluh darah dan jarinan
konektivus. Bagian ventral sampai tendon achilles merupakan suatu
triangular pre-achilles fat pad yang dikenal sebagai kager’s fat pad.
Paratenon memiliki lapisan viseral dan parietal. Paratenon ini analog dengan
sinovium yang menyediakan nutrisi untuk tendon, tapi karena tendon
achilles tidak berubah sumbu gerak, maka tidak digunakan untuk pelumasan
seperti fungsi sinovium. Paratenon ini di proksimal berhubungan dengan
fascia dan didistal dengan periosteum calcaneus. Dua lapisan jaringan
fibrosa dengan pembuluh darah mesotendal internal membuat paratenon
bergerak keatas. Serat anyaman paratenon membuat tendon meregang
hingga beberapa sentimeter dan menyebabkan tendon bergeser beberapa
derajat.

Gambar 3. Gambaran skematis struktur tendon

Gambar 4. Penampang melintang struktur tendon achilleas


Tendon achilles menerima aliran pembuluh darah dari 3 regio: 1)
musculotendinous junction, 2) paratenon yang mengelilingi tendon dan 3)
osteotendinous junction. Bagian yang kaya pembuluh darah terdapat di
anterior sedangkan yang miskin pembuluh darah terdapat di bagian tengah
dan posterior distal dari tendon achilles. Paratenon mempunyai aliran
pembuluh darah yang berlebih. Aliran darah yang rendah terdapat di insersi
calcaneus. Sepertiga tengah tendon dan paratenon menerima aliran darah
35% dari sistem vaskular ekstrinsik dan 65% dari sistem vaskuler intrinsik.
Tendon achilles di persarafi oleh saraf yang terdapat di muskulus dan
sedikit di fascia saraf kutan, dan sebagian dari saraf sural. Saraf didalam
tendon jumlahnya relatif sedikit, mengikuti aliran pembuluh darah sepanjang
aksis tendon, beranastomosis satu sama lain secara oblik dan transversal
mengikuti serat saraf dan berakhir di saraf sensoris. Akhir saraf berbeda
tergantung stimulus. Fungsi mekanoreseptor merupakan tranduser energi
fisik, mengekspresikan tekanan atau tegangan dalam saraf aferen. Nosiseptor
merupakan resepor yang merespon stimulus dan menyebabkan kerusakan
jaringan, banyak terdapat di kulit, paratenon dan tendon. Imobilisasi
menyebabkan atropi tendon. Tetapi karena tendon mempunyai metabolisme
yang rendah, maka pengaruh yang dirasakan lama dan tidak sedramatis di
otot betis.

2.3. Definisi
Ruptur tendon achilles merupakan pecahnya atau terpisahnya
serabut tendon sehingga tendon achilles tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya. Tendon adalah bagian tubuh yang menyatukan tulang dengan
otot/muskulus. Tendon achilles merupakan tendon yang melekatkan otot
gastrocnemius dan otot soleus ke salah satu tulang penyusun pergelangan
kaki yaitu calcaneus.

2.4. Epidemiologi
Insiden ruptur tendon achilles meningkat hingga 50% di negara maju.
Robekan tendon achilles paling umum terjadi di negara-negara maju dengan
prevalensi bervariasi. Insiden meningkat dari 18/100.000 pada tahun 1984
menjadi 37/100.000 pada tahun 1996. Insiden tertinggi pada kelompok umur
30-39 tahun. Tujuh puluh tiga persen cedera berhubungan dengan olah raga.
Puncak cedera yang berhubungan dengan olah raga terjadi pada usia rata-
rata 53 tahun. Gangguan pada tendon achilles lebih umum terjadi di sebelah
kiri dari pada sisi kanan dengan alasan yang tidak diketahui. Terjadi
peningkatan 200 kali lipat resiko pada tendon kontralateral pada pasien yang
sebelumnya pernah menderita ruptur tendon achilles. Ruptur tendon paling
banyak terjadi pada laki-laki dengan rasio antara laki-laki dan perempuan
kira-kira 10:1.

2.5. Etiologi
Etiologi ruptur tendon achilles multifaktorial. Diantaranya terdapat
beberapa bukti perubahan degeneratif, hipoksia degeneratif (nekrotik) pada
tendon yang ruptur. Umur mengurangi diameter serat kolagen. Perubahan ini
disertai tingkat aktivitas yang tinggi, dan hal ini menjelaskan kenapa puncak
kejadian berhubungan dengan olahraga pada kelompok umur paruh baya.
Keausan mekanis dan kekuatan berlebih (mikrotrauma) menyebabkan
kelemahan tendon permanen dan regenerasi tendon yang tidak
lengkap.Terdapat bukti penggunaan kortikosteroid sistemik dan lokal
merupakan faktor risiko terjadinya ruptur tendo achilles.
Terdapat laporan kasus fluorokuinolon terkait ruptur tendon dan bukti
laboratorium tentang efek negatif fluorokuinolon pada tenosit. Namun tidak
ada kesimpulan yang jelas tentang perannya dalam manusia. Ruptur tendon
achilles dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
gout, lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, dan hiperparatiroid. Mikro
trauma yang berulang juga merupakan faktor resiko terjadinya ruptur tendon
achilles. Teori mekanik disebut sebagai penyebab terutama pada pasien
muda dan sehat. Pada teori ini tendon sehat dapat ruptur oleh karena
makrotrauma pada kondisi fungsi dan anatomi tertentu.

2.6 Mekanisme Ruptur


Mekanisme cedera yang paling umum pada ruptur tendon achilles
diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama. Mekanisme pertama, pasien
push-off dengan menumpu pada kaki sementara lutut merenggang.
Mekanisme ini terjadi pada sebagian besar pasien. Mekanisme ini terjadi
saat sprint, melompat dan olahraga raket. Mekanisme kedua pada keadaan
pergelangan kaki yang dorsofleksi secara tiba-tiba dan tak terduga, misalnya
saat pasien tergelincir ke lubang atau jatuh menuruni tangga. Mekanisme
ketiga dorsofleksi kaki plantar-fleksi yang terjadi saat jatuh dari ketinggian.

2.7 Klasifikasi
Berdasar area anatomi, klasifikasi cedera pada tendon achilles dibagi
menjadi area noninsersional dan area insersional. Ruptur tendon achilles
termasuk area noninsersional. Selain ruptur tendon Achilles, yang termasuk
area noninsersional adalah noninsersional tendinosis achilles, paratendinitis
achilles, dan tendinopati adesif. Sedangkan yang termasuk area insersional
adalah insersional tendinosis achilles, bursitis retrocalcanea, bursitis retro-
achilles, fascitis tendo achilles distal, fraktur avulsi calcaneus.
Ruptur tendon achilles dapat terjadi secara komplet maupun sebagian.
Ruptur dapat dibagi menjadi ruptur traumatik akut, ruptur kronis, dan ruptur
kronik attritional. Namun ruptur tendon sering disebabkan karena gabungan
dari keausan karena umur dan adanya insiden traumatik akut.7 Berdasarkan
keparahan dan derajat retraksinya, ruptur tendon achilles dibagi menjadi 4
tipe:
a. Tipe 1 ruptur parsial kurang dari sama dengan 50%.
b. Tipe II ruptur komplet dengan celah tendo kurang dari sama dengan 3
cm.
c. Tipe III ruptur komplet dengan celah tendo 3-6 cm.
d. Tipe IV ruptur komplet dengan defek lebih dari 6 cm (ruptur yang
terabaikan).

2.6. Manifestasi Klinis


Pasien dengan ruptur tendon achilles memiliki riwayat nyeri sifatnya
tiba-tiba tanpa gejala sebelumnya. Sering dilaporkan pasien merasa seolah-
olah telah dipukul sesuatu dari belakang. Pada kasus tertentu, diagnosis
sangat jelas. Diagnosis berdasarkan klinis adanya celah yang teraba di
daerah ruptur selama minggu pertama disertai kemampuan fleksi plantar di
pergelangan kaki tidak ada atau sangat lemah.

2.7. Diagnosis
2.7.1 Pemeriksaan klinis
Beberapa tes digunakan untuk diagnosis ruptur achilles. Tes
calfsqueeze (gambar 5) dan tes matles (gambar 6) memiliki
sensitivitas tinggi, masing-masing 0.96 dan 0.88 dan spesifisitas 0.93
dan 0.85. Kedua tes ini sifatnya non-invasif, sederhana dan tidak
mahal. Tes calfsqueeze dikenal juga sebagai tes Simmond atau
Thompson. Pasien posisi terlentang dan pemeriksa meremas otot betis
yang terkena cedera. Jika tendon utuh, kaki akan plantar-fleksi, tetapi
jika tendon ruptur akan ada reaksi minimal atau tidak ada reaksi di
kaki dan tes dikatakan positif. Pada uji Matles, pasien disuruh
memfleksikan kedua lutut dan diamati perubahan posisi kaki. Tes ini
positif jika kaki di sisi cedera bergerak netral atau dorsofleksi.

Gambar 5. Tes calfsqueeze

Gambar 6. Test Matles

2.7.2 Pemeriksaan radiologis


Foto polos radiografi menyediakan informasi yang terbatas pada
struktur jaringan lunak sehingga tidak di rekomendasikan untuk
pemeriksaan rutin pada semua pasien dengan suspek gangguan tendon
achilles. Sebelum ada pemeriksaan USG dan MRI, pemeriksaan
radiografi jaringan lunak merupakan pemeriksaan yang paling sering
dilakukan untuk mencari adanya tanda Kager’s triangle fat pad pada
gangguan tendon achilles. Foto polos radiografi banyak tersedia di
layanan kesehatan, terjangkau, murah dan terkadang memberi
informasi pada beberapa pasien dengan nyeri pada tumit.
Pada foto polos radiografi proyeksi lateral, normalnya, tepi tendon
achilles dan fat pad disekitar pre-achilles (Kager’s triangle fat pad)
tampak sebagai gambaran radiolusen dengan batas tegas terutama di
anterior (volar) tepi tendon (gambar 7). Secara morfologi, tendon
achilles mempunyai tebal tidak lebih dari 8 mm dimensi AP, dengan
bagian proksimal paling tebal dan menipis secara bertahap di 1/3
bagian distal sampai berinsersi di tuberkulum calcaneus. Bursa
retrocalcaneus tampak sebagai area radiolusen di anterior sampai
insersi distal tendon achilles kurang lebih 2 mm di bawah permukaan
superior calcaneus.
Pemeriksaan foto polos radiografi ruptur tendon achilles menunjukkan
adanya pembengkakan soft tissue dan pengaburan di daerah Kager’s
triangle fat pad (gambar 8). Namun, selain pada kasus ruptur tendon
achilles, pengaburan Kager’s triangle fat pad tampak pada tendinopati
dan inflamasi/perdarahan di dalam fat pad pre-achilles. Adanya
kalsifikasi atau osifikasi pada tendon Achilles yang terlihat pada foto
polos merupakan ciri tendinosis kronis atau menunjukkan adanya
riwayat ruptur tendon sebelumnya. Penonjolan di calcaneus
merupakan salah satu tanda bursitis retrocalcanea.

Gambar 7. Foto polos lateral ankle normal menunjukkan tepi


anterior tendon Achilles dg batas tegas (kepala
panah), pre-achilles/Kager’s fat pad (*) dan
resessus retrocalcanea (panah utuh) .
Gambar 8. Foto polos lateral ankle dengan rupture tendon
Achilles. Tampak penebalan tendon Achilles,
hilangnya batas tegas anterior yang normal (kepala
panah) dan pre-achilles fat pad/kager’s fat pad.
Pemeriksaan USG dan MRI dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis secara akurat, namun jarang diperlukan pada kasus dengan
temuan klinis yang khas. Pemeriksaan USG dan MRI diperlukan
untuk membantu ketika diagnosis meragukan. Sehingga pemeriksaan
USG dan MRI tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin.
Pemeriksaan USG membantu membedakan tendinitis, paratendinitis,
degenerasi, ruptur sebagian (parsial) maupun ruptur komplet.
2.7.1.1 Teknik pemeriksaan USG tendon achilles
USG merupakan teknik pencitraan yang terbaik untuk
muskuloskeletal karena biayanya murah, resolusi tinggi,
tersedia di rumah sakit–rumah sakit, dapat ditoleransi dengan
baik oleh pasien, dan tidak menimbulkan radiasi ionisasi.
Pemeriksaan USG muskuloskeletal menggunakan transduser
frekwensi tinggi (sampai 20 MHz) untuk mengakses struktur
yang paling superfisial atau menggunakan transduser
multifrekwensi (7,5-12,5 MHz) untuk evaluasi umum struktur
muskuloskeletal yang agak dalam. Pemeriksaan tendon
achilles menggunakan transduser multifrekwensi (7,5-12,5
MHz) (gambar 9). Pasien diposisikian prone/terlentang dengan
kaki menggantung di tepi meja (Gambar 10). Pergelangan kaki
diposisikan dorsofleksi ringan dan diberi transmisi tebal/gel
untuk membantu mengoptimalkan pencitraan. Dilakukan
skening potongan longitudinal dan transversal (gambar 10A
dan 10B). Tendon achilles dapat mudah dilihat ketika
transduser diletakkan pada posisi sagital (potongan
longitudinal untuk serat tendon). Transduser dipindahkan ke
proksimal tempat insersi di tuberositas kalkaneus sampai ke
myotendinous junction. Transduser diputar 90 derajat untuk
evaluasi potongan transversal. Perlu membandingkan antara
kedua sisi untuk melihat perbedaan jika di curigai adanya
robekan pada tendon achilles. Kemudian dilakukan
pengukuran tendon achilles hanya pada potongan transversal.
Dilakukan evaluasi dinamis untuk melihat adanya perdarahan,
cairan, debris, jaringan parut yang mungkin mengisi jarak
antara ujung tendon yang robek. Dengan gerakan kaki pasif
menggunakan tes Thompson (tes dengan meremas otot betis),
jarak antara ujung tendon yang robek menjadi lebih jelas.
Salah satu ujung tendon bergerak tanpa gerakan translasi ke
ujung tendon lainnya. Perlu di lihat juga retroachilles dan bursa
retrokalkanes. Selain itu perlu dilihat tendon plantaris karena
pada kasus ruptur tendon achilles komplet, plantaris bisa
menyerupai residu serabut achilles yang intak.

2.7.1.2 Tampilan normal tendon achilles pada USG


Tendon achilles normal terdiri atas fasikula serabut kolagen
ekstrseluler padat. Pada USG potongan longitudinal tampak
garis linear fibrillar hiperekoik (terang) tertutup paratenon
(gambar 11a) dan pada potongan transversal tampak tendon
berbentuk bulat sampai ovoid (gambar 11b). Tendon sangat
reflektif, karena backscatter kuat dari USG, sehingga tampak
struktur ekogenik. Karena struktur kolagen ekstraselular,
ekogenitas tendon tergantung sudut balok USG (Gambar 12).
Gambar 13. (A) Tendon Achilles dg USG Potongan
longitudinal dengan FOV, dari MTJ soleus
sampai insersi di calcaneus. (B) jaringan
lunak ditandai dengan garis bentuk titik. (C)
diagram garis yang sama dengan FOV. Tendo
Achilles (AT) dibatasi oleh fleksor halucis
longus (FHL), garis terang kortek tibia dan
kager’s fat pad.

Sedikit penggoyangan transduser 5° sampai 10° dapat


membuat tendon tampak hipoekoik. Keadaan tersebut di
namakan sebagai ''anisotropi''10. Normalnya, tendon achilles
mempunyai ketebalan dan ekogenitas yang seragam pada
potongan longitudinal dengan tepi anterior dominan datar atau
cekung pada potongan transversal dengan ketebalan 4-7 mm.
Tendon achilles dikelilingi oleh garis serabut sinovial atau
jaringan ikat padat (paratenon). Paratenon bukan merupakan
serabut synovial sebenanya, tampak sebagai garis reflektif
ekogen yang samar di sekitar tendon. Paratenon tidak
menimbulkan adanya anisotropi sehingga dapat dibedakan
dengan tendon disekitarnya. Normalnya, bursa retrocalcanea
dapat terlihat sebagai cairan lapisan tipis, namun dinding
normal bursa terlalu tipis untuk dapat terdeteksi dengan USG.
Sisi ventral tendon achilles terdapat pre-achilles fat pad yang
tampak sebagai struktur ekogenik sedang yang relatif lebih
rendah dibanding ekogenitas tendon normal dan sifatnya
ireguler. Anterior pre-achilles fat pad adalah bagian dari
fleksor betis, terutama terdiri dari fleksor otot halusis longus
yang terletak diantara tibia posterior dan kortek talar (gambar
13).
Pada pemeriksaan color Doppler tendon achilles tidak
menunjukkan adanya pembuluh darah. Namun pada kondisi
yang jarang, kemungkinan terdapat minimal aliran vaskuler
masuk ke paratenon. Normalnya, pembuluh darah sangat kecil
terlihat di jaringan lemak pada pre-achilles fat pad. Terdapat
perkembangan terbaru teknik visualisasi tendon menggunakan
USG, diantaranya tissue harmonic imaging, compound
imaging, dan extended field of view (FOV) imaging.
2.7.1.3 Temuan USG ruptur tendon Achilles
Ruptur tendon achilles paling banyak terjadi kira-kira 2-6 cm
proksimal tempat insersi calcaneus (sepertiga proksimal)
dibanding sepertiga media dan tengah. Ruptur tendon achilles
parsial pada pemeriksaan USG khas didapatkan pembesaran
tendon achilles lebih dari 1 cm dan adanya area hipoekoik atau
anekoik lokal intratendinosa dan berkaitan dengan tendinosis
disekitarnya (Gambar 14). Pada ruptur komplet, tendon tampak
tak terdeteksi pada daerah yang mengalami cedera. Ujung
robekan tendon tampak terpisah/diskontinyu disertai
perubahan kontur tendon (ekostruktur lusensi) disertai adanya
perdarahan di celah tendon yang mengalami retraksi. Selain itu
tampak adanya bayangan akustik di tepi robekan dan lesi
hipoekoik tendinosis disekitarnya (gambar 15).
Temuan hasil operasi pada rupture tendon komplet adalah
tendon yang mengalami disrupsi komplet, sedang pada rupture
komplet parsial memberikan hasil operasi secara makroskopis
berupa disrupsi parsial tendon.
2.8 Diagnosis Banding
 Tendinopati
Tendinopati merupakan kelompok cedera pada tendon achilles
yang masuk pada kelompok noninsersional. Sering klinisi
menggunakan istiah tendinosis atau tendinitis, yang sebenarnya
diagnosis tendinitis dan tendinosis digunakan setelah terdapat
pemeriksaan histopatologi. Tendinopati merupakan kondisi yang
menyebabkan nyeri, bengkak, kekakuan dan kelemahan pada tendon
achilles. Histopatologi tendinopati berhubungan dengan abnormalitas
yang sama dengan tendinosis, yang merepresentasikan suatu degenerasi
tendon bukan inflamasi.
Tendinosis didefinisikan sebagai degenerasi intratendon berupa
hipoksia, mukoid atau miksoid, lemak, fibrinoid, kalsifikasi atau
gabungan yang disebabkan karena beberapa penyebab (proses umur,
mikrotrauma, gangguan vaskuler). Insidensinya meningkat seiring
meningkatnya aktivitas kompetisi olahraga dan rekreasi. Lebih banyak
terjadi pada atlet lari dengan kejadian 10 kali lebih banyak. Selain itu
sering terjadi pada atlet olah raga raket, bola voley, dan sepak bola.
Temuan USG pada tendinopati sulit dibedakan dengan ruptur
tendon achilles parsial. Terdapat 3 grade berdasarkan pemeriksaan
USG. Grade 1, tendon normal; grade 2, pembesaran tendon; grade 3,
tendon berisi area hipoekoik. Area hipoekoik dapat berupa nodul, difus,
atau multifokal. Tanda khas USG tendinopati achilles adalah penebalan
tendon dan adanya area hipoekoik dengan batas tidak jelas di dalam
tendon, dengan atau tanpa peningkatan vaskuler pada pemeriksaan
doppler. Normalnya tendon achilles mempunyai tebal 4-7 mm dan
tanpa adanya aliran darah yang terdeteksi. Adanya neovaskularisasi
pada tendinopati berhubungan dengan sakit yang menyangat, fungsi
yang jelek, dan gejala yang lama.
Pada paratendinopati achilles akut, USG menunjukkan adanya
cairan disekitar tendon. Pada adesi peritendinosa terlihat adanya
penebalan paratenon yang hipoekoik, biasanya terjadi pada gangguan
tendon kronis.
 Peritendinitis
Peritendinitis oleh banyak penulis disebut sebagai paratenonitis.
Adanya krepitasi di paratenon disebut sebagai "peritendinitis crepitans
". Pada peritendinitis achilles akut tampak adanya reaksi sel inflamasi,
edema, ekstravasasi protein plasma, dan akumulasi fibrin di paratenon.
Pada kasus kronis, ditemukan adanya penebalan paratenon, proliferasi
daerah jaringan ikat, bentukan adesi, dan perubahan obliterasi di
pembuluh darah. Nyeri mungkin terasa di mana saja di sekitar tendon
achilles, tetapi paling sering disepertiga tengah. Sering teraba nodul
disekitar tendo achilles pada peritendinitis kronis disertai penebalan
fokal atau difus di jaringan subkutan. Biasanya peritendinitis timbul
bersama dengan tendinosis. Secara klinis sangat sulit membedakan
tendinosis dari paratenonitis kecuali pada palpasi teraba nodul khas
tendinosis akut.
Gambaran USG peritendinitis adalah tampak struktur
intratendinosa sedikit berubah dengan tanda inflamasi, batas tak tegas.
Tendon achilles dapat disertai atau tanpa adanya akumulasi cairan
semisirkuler (Gambar 17). Hasil operasi didapatkan adanya paratenon
achilles hiperemi menebal dan fibrosis dengan adesi disekitar struktur
tendon.

Tabel.2 perbedaan ruptur tendon achilles dengan diagnosis


banding secara klinis dan radiologi
2.9 Penatalaksanaan
Pada saat cedera atau setelahnya, tubuh memulai proses
penyembuhan. Penyembuhan tendon adalah proses yang sangat kompleks
dengan interaksi antara darah dan selasal jaringan, mediator inflamasi dan
matriks molekul. Tujuannya adalah menyembuhkan dan memperbaiki
proses untuk mencapai hemostasis, integritas jaringan dan dapat
memberikan dukungan terhadap beban. Proses penyembuhan dapat dibagi
menjadi tiga tahap penyembuhan.
Tahap pertama mencakup hemostasis yang berlangsung selama
beberapa hari. Fase ini dimulai segera setelah cedera. Terjadi pembentukan
bekuan darah, trombosit aktif dan terjadi vasodilatasi. Terdapat kaskade
mediator pro-inflamasi yang mengarah ke angiogenesis dan perekrutan sel
inflamasi ke daerah cedera dan sel-sel ini mulai dengan penghancuran
bekuan darah dan debris.
Tahap kedua, dikenal sebagai proliferasi atau perbaikan, dimulai
hari ke dua setelah cedera dan berlangsung hingga 6 -8 minggu. Fase ini
ditandai dengan aktifitas sintetis oleh makrofag dan fibroblas. Terjadi pada
beberapa hari setelah cedera dan menyebabkan perekrutan sel dan
melepaskan faktor pertumbuhan. Fibroblas memproduksi sebagian besar
kolagen tipe III untuk stabilitas sementara.
Tahap ketiga, yang dikenal sebagai renovasi atau fase pematangan.
Dimulai pada bulan 1-2 setelah cedera dan dapat berlangsung selama lebih
dari satu tahun. Selama fase ini, kolagen tipe I mulai mendominasi dan
struktur menjadi lebih teratur. Pada akhir fase ini jaringan parut matur
terbentuk, namun tendon akan menyembuh lambat namun mungkin tidak
lengkap.
Terapi kasus ruptur tendon dapat berupa operasi maupun non
operasi (tindakan konservatif). Berdasar klasifikasi menurut keparahannya,
ruptur tendon achilles tipe I dengan tindakan konservatif, tipe II dengan
end to end anastomosis, tipe III dengan tendon graft flap, possible
synthetic graft, V-Y advancement, Bosworth turndown, tendon transfer
atau kombinasi. Sedang tipe IV dengan resesi gatrocnemius, turndown,
tendon transfer, free endon graft, synthetic graft atau kombinasi.
2.9.1 Tindakan non operasi
Tindakan dengan konservatif sangat bervariasi. Secara klasik
menggunakan gips panjang di kaki dengan lutut tertekuk/fleksi dan
tumit di equinus (selama 2-3 minggu), pemasangan gips pendek di
kaki (selama 8 minggu). Pasien tidak boleh menumpu beban selama
6 minggu pertama. Pendekatan terkini dengan menggunakan bruce
fungsional dengan penahan beban sedang. Tindakan ini merupakan
protokol yang agresif, yaitu dengan menggunakan penjepit
fungsional atau boot pra-fabrikasi (Gambar 18). Pasien dimulai
dengan menaikkan pergelangan kaki plantar fleksi sampai 45 derajat.
Kemudian secara bertahap diturunkan menjadi netral (6 sampai 12
minggu). Latihan plantar fleksi aktif dengan dorsofleksi selama
beberapa waktu dan kemudian menjalani protokol penguatan yang
lebih agresif.

Gambar 13. Boot pra-fabrikasi. Terapi non operasi dengan beban sedang.
2.9.2 Tindakan operasi

Gambar 14. Terapi operasi pada ruptur tendon Achilles


Tindakan operasi meliputi teknik operasi terbuka, operasi
terbuka terbatas, dan perkutaneus. Tindakan operasi terbuka dengan
membuat sayatan memanjang sekitar 1 cm di medial ke tendon
dengan menghindari iritasi dialas kaki (gambar 19). Sayatan
dilakukan melalui kulit dan jaringan subkutan selubung tendon
(paratenon). Perawatan yang hati-hati diparatenon penting untuk
proses penyembuhan tendon. Ujung tendon dilakukan debridement
dan kemudian dijahit dengan nonabsorbable. Terdapat kontraversi
untung rugi dilakukan jahitan di epitenon. Perlu diperhatikan tekanan
akibat tindakan sehingga harus dipikirkan adanya kolateral dari
bagian sisi yang lain.
Tabel.1 penatalaksanaan ruptur tendon achilles

Plantaris sering digunakan sebagai suplemen lokal jika


jaringan achilles miskin nutrisi. Gangguan yang signifikan dan
ruptur yang kronis mengakibatkan fungsi tendon dialihkan ke fleksor
longus digitorum, fleksor longus hallucis, atau peroneal. Teknik
perkutan lebih populer. Beberapa perangkat (Integra Achillon, Teno-
Lig) dipromosikan untuk meminimalkan risiko terjepitnya saraf sural
yang merupakan komplikasi utama tindakan perkutan ini. Biasanya
insisi kecil (1 cm) dibuat di lokasi ruptur (baik melintang atau
membujur) yang memungkinkan ruptur dapat terlihat. Tendon bagian
proksimal dijepit dan dijahit perkutan melalui tendon yang lebih
proksimal dan ditarik masuk ke selubung tendon. Proses ini diulang
di bagian distal dan kemudian jahitan ini diikat bersama-sama.
Teknik terbuka yang terbatas menggunakan elemen hibrid
terbuka dan teknik perkutan untuk meminimalkan gangguan
jaringan. Prinsip fiksasi stabil, panjang tendon yang tepat,
penanganan jaringan lunak secara hati-hati, dan perlindungan
terhadap struktur saraf harus selalu dilakukan.
2.10. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan konservatif pada ruptur tendon achilles
antara lain terjadinya ruptur ulang dan penurunan kemampuan fleksi dari
plantar. Sedangkan komplikasi tindakan operasi perkutaneus atau operasi
terbuka adalah adanya infeksi kulit superfisial, infeksi dalam, ulkus pada
tumit, ruptur achilles ulang parsial ataupun komplit. Namun kejadian
ruptur ulang pada tindakan operasi lebih rendah dibandingkan dengan
tindakan hanya dengan konservatif.

DAFTAR PUSTAKA

 Bleakney RR, White LM, Maffuli N. Imaging of the Achilles tendon.


[cited 20 july 2014]. Available from http://www.springer.com/978-1-
84628-628-5.
 Kvist M, Jarvinen M. The operative treatmen of chronic calcaneal
peritonitis. J Bone Joint Surg (Br): 1980; 62: 353-57
 Kane V. Ruptur tendon Achilles. [cited 28 august 2014]. Available from
http://www.kerjanya.net/faq/5475-ruptur-tendon-achilles.html.
 Schweitzer ME, Karasick D. MR imaging of disorders of the Achilles
tendon. AJR: 2000; 175: 613-25
 Jozsa L, Kannus L. Human tendons anatomy, physiology, and pathology.
Human kinetics. Champaign, Illinois. 1997
 Olsson N. Acute achilles tendon rupture: outcome, prediction and
optimized treatment. 2013. Gothenburg, Sweden.
 Anonim. Achilles tendon rupture. [cited 01 september 2014]. Available
from https://www.aofas.org/education/OrthopaedicArticles/Achilles
ruptures
 Buono AD, Chan O, Maffulli. Achilles tendon: functional anatomy and
novel emerging models of imaging classification. 2012. International
Orthopaedics
 Wijesekera NT, Calder JD, Lee JCL. Imaging in the assessment and
management of achilles tendinopathy and paratendinitis. Seminars in
musculoskeletal radiology: 2011; 5(1): 89-100
 Strauss EJ, Ishak C, Jazrawi L, Sherman O, Rosen J. Operative treatment
of acute achilles tendon rupture: an institutional review of clinical
outcomes. Inj
 J.Care Injured: 2006; 1-7. [cited 01 September 2014]. Available from
www.elsevier.com/locate/injury
 Adler RS, Finzel KC. The complementary roles of MR imaging and
ultrasound of tendons. Radiol Clin N Am: 2005; 771-807
 Martino F, Silvestri E, Grassi W, Garlasci G. Musculoskeletal sonography:
technique, anatomy, semeiotics and pathologica findings in rheumatic
disease.
 2007. Springer-Verg, Italy.
 Kayser R, Mahlfeld K, Heyde CE. Partial rupure of the proximal Achilles
tendon: a differential diagnostic problem in ultrasound imaging. Br L
Sport Med: 2005; 39: 838-42
 Karjalainen PT. Magnetic resonance imaging of Achilles tendon.
Academic Dissertation: 2000. University of Hesinki, Finland.
 Ohberg L. The chronic painful Achilles tendon sonographic finding and
new methods for treatment. Dissertation: 2003. Umea University, Sweden.

Anda mungkin juga menyukai