Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)


secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi bidang-
bidang lainnya, tak terkecuali bidang pendidikan. Hingga kini, rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu alasan utama
mengapa negara kita semakin tertinggal jauh jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Terciptanya
suasana belajar mengajar yang berkualitas merupakan cara guna
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia ini. Dalam menciptakan
kegiatan belajar mengajar yang berkualitas dibutuhkan setidaknya tiga
komponen penting yakni siswa, guru, dan bahan ajar dimana terjadilah
proses transfer ilmu dari bahan ajar yang disampaikan melalui guru kepada
siswanya dengan hasil akhir berupa pengalaman belajar. Diantara ketiga
komponen tersebut, buku bahan ajar perlu mendapatkan perhatian yang
mendalam. Pasalnya, masih dijumpai pelaksanaan pembelajaran yang
berorientasi pada bahan ajar yaitu buku teks pelajaran. Jika buku teks
pelajaran yang beredar tidak berkualitas maka akan berpengaruh pada
proses pembelajaran yang tidak berkualitas juga.
Buku teks merupakan sumber referensi utama dalam menunjang
proses belajar mengajar di sekolah (Chiappetta & Filman, 2007;
Mahmood, 2011; King, 2010; Stinner, 1992; Odom, 1993; Chiang-Soong
& Yager, 1993; Adisendjaja & Romlah, 2007). Bagi guru, buku teks
dianggap perlu guna menunjang kompetensi akademik yang telah

1
2

dimilikinya pada saat menyampaikan materi, sedangkan bagi siswa,


kebutuhan dalam memiliki suatu buku teks dianggap penting untuk
membantu memahami materi yang telah disampaikan oleh guru begitu
pula dalam menunjang proses belajar mandiri di rumah. Menurut
Direktorat Pendidikan Menengah Umum Tahun 2004, buku teks pelajaran
merupakan sekumpulan tulisan berisikan materi pada bidang tertentu yang
disusun oleh pengarang secara sistematis berdasarkan pedoman kurikulum
yang berlaku. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Council for
Science and Technology pada tahun 2000 menyatakan bahwa 89 dari
total 586 guru SMP “sering” menggunakan buku teks selama proses
belajar mengajar di kelas (King, 2010). Di samping itu, sebagian besar
guru IPA juga menjadikan 75% atau lebih materi pada buku teks sebagai
pedoman utama dalam melakukan proses pengajaran dimana lebih dari
90% kelas menggunakan buku teks yang sama (Weiss, 1987).
Tingkat ketergantungan siswa maupun guru yang tinggi terhadap
buku teks pelajaran mengharuskan semua penjelasan konsep yang tertulis
di dalamnya bernilai benar. Proses penerbitan suatu buku teks pelajaran
pun tidaklah mudah. Buku-buku tersebut harus melalui serangkaian tahap
seleksi yang dilakukan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)
sebelum akhirnya beredar di masyarakat. Permasalahan justru timbul
ketika buku teks yang telah lolos seleksi tersebut merupakan salah satu
faktor utama penyebab terjadinya salah konsep atau yang lebih dikenal
dengan istilah miskonsepsi (Suparno, 2005).
Miskonsepsi didefinisikan sebagai salah pengertian atau salah
paham dimana konsep yang dianggap benar justru bertentangan dengan
teori dan pendapat para ahli yang telah diterima secara universal.
Miskonsepsi yang disebabkan oleh guru dan buku teks dikenal dengan
istilah “miskonsepsi didaktikogenik”. Miskonsepsi ini lebih sering
ditemukan pada bidang sains karena sifatnya yang lebih membutuhkan
proses analisis dan deduksi dibandingkan hanya sekedar aktivitas
pengumpulan informasi saja (Chattopadhyay, 2016). Kimia, sebagai salah
3

satu disiplin ilmu dalam sains, mempunyai konsep yang umumnya bersifat
hierarki dan abstrak (Winarni, 2010). Publikasi mengenai miskonsepsi
dalam kimia sebagai fokus penelitian terbilang relatif baru jika
dibandingkan dengan materi fisika maupun biologi yang telah diteliti
secara lebih intensif (Nakhleh, 1992). Oleh karenanya, miskonsepsi kimia
merupakan tema yang strategis bagi penelitian dalam dunia pendidikan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari (2012)
menemukan adanya miskonsepsi pada buku BSE karangan Ari Harnanto
dan Ruminten tahun 2009 pada materi hukum kekekalan massa dan hukum
perbandingan tetap sebanyak 40% dan 27% dalam Perhitungan Kimia
pada materi massa molar dan rumus molekul. Selain itu, Sari, dkk. (2015)
menemukan tujuh istilah yang berpotensi menimbulkan miskonsepsi pada
materi kesetimbangan kimia, yaitu: (1) kesetimbangan, (2) dinamis, (3)
konsentrasi, (4) endoterm, (5) proses kontak, (6) fase, dan (7) reaksi.
Sedangkan, Barke, et al. (2009) menyatakan bahwa miskonsepsi dalam
kimia sering terjadi pada bab kesetimbangan kimia, reaksi asam-basa,
senyawa kompleks, energi, serta reaksi redoks dan elektrokimia.
Reaksi redoks dan elektrokimia merupakan salah satu materi yang
cukup kompleks dan sulit untuk dipahami (Barke, et al., 2009). Selain
tingkat kesulitan yang tinggi, materi ini juga membentuk suatu hierarki
konsep, dimana pada kelas X terdapat materi prasyarat yang bersifat lebih
sederhana (pengenalan reaksi oksidasi-reduksi) hingga materi yang lebih
kompleks mengenai reaksi redoks dan elektrokimia pada kelas XII.
Adanya hierarki konsep dalam materi ini ditujukan untuk dapat
mempermudah siswa dalam memahami setiap konsep yang ada (Novak &
Gowin, 1985), akan tetapi keberadaan materi prasyarat tersebut juga
menuntut siswa untuk benar-benar memahami materi dasar yang
bersangkutan. Jika tidak dipahami dengan baik, maka hal tersebut justru
menyebabkan miskonsepsi pada materi reaksi redoks dan elektrokimia ini
akan sulit untuk dihindari. Hal tersebut sesuai dengan data daya serap
siswa kelas XII IPA pada Ujian Nasional dalam Tabel 1.1 di bawah ini.
4

Tabel 1.1 Persentase Daya Serap Siswa SMA/MA Pada Materi Reaksi
Redoks dan Elektrokimia Ujian Nasional Tahun Ajaran
2017/2018
No Indikator yang diuji Nasional (%)
1 Memilih gambar sel volta yang tepat dari 51.83
diagram dan Eo selnya
2 Menyimpulkan reaksi elektrolisis pada gambar 49.60
3 Menentukan reaksi anode dan katode sel 53.20
elektrolisis yang tepat pada gambar
4 Menjelaskan faktor korosi 56.16
5 Menghitung massa zat yang diendapkan pada 53.58
logam yang disepuh
(Sumber: Aplikasi Pamer UN, 2018)

Rendahnya pencapaian nilai siswa, berdasarkan Tabel 1.1 di atas,


pada sebagian besar indikator dalam materi reaksi redoks dan elektrokimia
dengan persentase dibawah 55% menggambarkan bahwa daya serap siswa
terhadap materi ini termasuk dalam kategori kurang (D). Hal ini
menunjukkan banyaknya siswa yang belum sepenuhnya mampu dalam
memahami unit-unit konsep dalam materi redoks dan elektromia beserta
materi prasyaratnya. Hal senada juga disampaikan oleh Sanger &
Greenbowe (1997) dimana mereka menemukan total 32 jenis miskonsepsi
yang sering dilakukan siswa mengenai sel volta, sel elektrolisis, dan
persamaan Nernst. Terjadinya miskonsepsi terhadap konsep-konsep
esensial yang menggangu pemahaman siswa merupakan salah satu faktor
rendahnya hasil belajar siswa. Dalam kasus ini, proses penanganan suatu
miskonsepsi merupakan hal yang sulit dilakukan karena pada dasarnya,
miskonsepsi ini merupakan penyakit belajar yang memerlukan
penanganan khusus (Sudarmo, 2009).
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, buku teks sebagai
salah satu bahan ajar paling penting perlu dianalisis kualitas kontennya.
Dalam penelitian ini, proses analisis ditinjau dari sudut pandang
kontekstual, dimana miskonsepsi yang ada dikelompokan ke dalam lima
kategori yaitu: oversimplikasi, overgeneralisasi, konsep dan istilah usang,
salah identifikasi, serta cacat penelitian (Hershey, 2004). Hasil analisis
5

konten buku teks kimia pada materi reaksi redoks dan elektrokimia ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, penulis buku, dan juga para
pembuat kebijakan dalam dunia pendidikan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Salah satu faktor utama penyebab miskonsepsi pada siswa disebabkan
oleh buku teks pelajaran.
2. Ditemukannya miskonsepsi yang terjadi pada buku teks pelajaran
meskipun buku tersebut telah lolos seleksi Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
3. Miskonsepsi banyak terjadi pada mata pelajaran kimia, salah satunya pada
materi reaksi redoks dan elektrokimia.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian ini menghasilkan hasil
penelitian dengan tujuan dan ruang lingkup yang jelas. Adapun pembatasan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Buku teks yang diteliti adalah buku teks pelajaran kimia SMA kelas XII
semester ganjil.
2. Analisis miskonsepsi buku teks pelajaran yang diteliti adalah pada materi
pokok reaksi redoks dan elektrokimia.
3. Analisis miskonsepsi buku teks pelajaran dilakukan pada dua buku teks
kimia, yaitu: buku A dan buku B.
4. Proses analisis miskonsepsi buku teks pelajaran kimia ditinjau dari sudut
pandang kontekstual berdasarkan hasil penelitian Hershey (2004).
6

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka dapat disusun rumusan masalah
dalam penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat miskonsepsi pada buku teks kimia SMA kelas XII pada
pokok materi reaksi redoks dan elektrokimia?
2. Bagaimana kategori miskonsepsi pada konsep reaksi redoks dan
elektrokimia dalam buku teks kimia SMA kelas XII?
3. Bagaimana solusi dalam mengatasi terjadinya miskonsepsi dalam buku
teks pelajaran kimia?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah
untuk:
1. Mengetahui adanya miskonsepsi pada buku teks kimia SMA kelas XII
pada pokok materi reaksi redoks dan elektrokimia.
2. Mengetahui kategori miskonsepsi pada konsep reaksi redoks dan
elektrokimia dalam buku teks kimia SMA kelas XII.
3. Mengetahui solusi dalam mengatasi terjadinya miskonsepsi dalam buku
teks pelajaran kimia.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat teoritis yang dapat diperoleh pada penelitian
ini antara lain:
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai miskonsepsi
yang terjadi pada buku teks pelajaran kimia SMA kelas XII pada
pokok materi reaksi redoks dan elektrokimia.
b. Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai konsep yang
benar pada pokok materi reaksi redoks dan elektrokimia.
7

c. Penelitian ini dapat menjadi sumber acuan dalam penelitian


selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan miskonsepsi dalam
materi kimia.
2. Manfaat Praktis
Beberapa manfaat praktis yang dapat diperoleh pada penelitian
ini, antara lain:
a. Bagi Penulis, Editor, dan Penerbit
Penelitian ini dapat menjadi salah satu pedoman dalam menyusun
buku teks pelajaran dengan kualitas dan mutu yang lebih baik dan
minim akan miskonsepsi untuk kedepannya.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi khususnya kepada Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan (Puskurbuk) selaku badan-badan yang paling bertanggung
jawab atas terjaminnya kualitas konten buku teks pelajaran yang
beredar di masyarakat.
c. Bagi Guru dan Siswa
Penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan agar guru dan siswa
lebih selektif dalam memilih buku teks kimia dengan kualitas dan
mutu terbaik.

Anda mungkin juga menyukai