Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 13 No. 1, Juli 2012: 31-46


ISSN 1411-5212

Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Disparitas Akses Pendidikan Dasar


di Indonesia
Fiscal Decentralization Impacts on Primary Education Access Disparities in
Indonesia

Shinta Dorizaa,∗, Deniey A. Purwantob,∗∗, Ernita Maulidaa


a
Universitas Negeri Jakarta
b
Institut Pertanian Bogor

Abstract
The objective of fiscal decentralization objective in Indonesia is to reduce development disparities. Rega-
rding education development, one crucial issue is access disparity. Using 440 sub provincial database during
2005-2009, this study is aim to analyze the impact of fiscal decentralization in reducing disparity of pri-
mary education access. Using fixed-effect model, the result showed that Dana Alokasi Khusus (DAK) for
Education, DAK Non Education, and Pendapatan Asli Daerah (PAD) have significant impact in reducing
education access disparity along with the wealth and regional characteristics. Nonetheless efforts need to
be done to optimize the equalization of education access including strengthening the provincial government
role in resources allocation and distribution of basic education services.
Keywords: Fiscal Decentralization, Primary Education Access, Panel Data Analysis

Abstrak
Tujuan desentralisasi fiskal di Indonesia adalah untuk mengurangi kesenjangan pembangunan. Terkait
dengan pembangunan pendidikan, salah satu masalah krusial adalah kesenjangan akses. Menggunakan
data dari 440 database kabupaten kota selama 2005–2009, studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak
desentralisasi fiskal dalam mengurangi disparitas akses pendidikan dasar. Dengan menggunakan fixed-effect
model, hasilnya menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan, DAK Non-Pendidikan,
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki dampak yang signifikan dalam mengurangi disparitas akses
pendidikan bersama dengan karakteristik kekayaan dan regional. Berbagai upaya tetap perlu dilakukan
untuk mengoptimalkan pemerataan akses pendidikan termasuk penguatan peran pemerintah provinsi
dalam alokasi dan distribusi sumber daya pelayanan pendidikan dasar.
Kata kunci: Desentralisasi Fiskal, Akses Pendidikan Dasar, Analisis Data Panel

JEL classifications: C23, I20, R50

Pendahuluan

Desentralisasi fiskal merupakan perwujudan


dari ’money follow function’ dari implementasi

Alamat Korespondensi: Kampus A UNJ Jl. Rawa- kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Sema-
mangun Muka, Telp. 021-4715094. Hp. 081585531035.
E-mail : shintadoriza@yahoo.com.
ngat yang mendasari otonomi daerah dan de-
∗∗
E-mail : deniey_ap@yahoo.com (Deniey A. P.) & sentralisasi fiskal adalah untuk lebih mengop-
emaulida@yahoo.com (Ernita M.) timalkan pelaksanaan pembangunan dan hasil-
32 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

hasilnya. Kebijakan pembangunan yang terpu- Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Ta-
sat pada era sebelumnya telah menimbulkan hun. Untuk memperoleh gambaran yang lebih
berbagai permasalahan dalam pembangunan komprehensif, dipertimbangkan pula beberapa
termasuk salah satunya kesenjangan pemba- faktor yang secara teoritis dan empiris turut
ngunan antardaerah. Oleh karena itu, orientasi memengaruhi disparitas akses pendidikan da-
lainnya dari desentralisasi fiskal adalah mengu- sar. Dalam hal ini adalah faktor-faktor sosi-
rangi kesenjangan pembangunan antardaerah al ekonomi masyarakat dan karakteristik da-
(Brodjonegoro, 2003). erah. Studi ini juga diharapkan dapat menja-
Di sisi lain, undang-undang mengamanatkan wab berbagai permasalahan dalam mengopti-
fokus anggaran yang lebih besar pada bidang malkan peran desentralisasi fiskal dalam me-
pendidikan untuk dapat lebih mengoptimal- ningkatkan pemerataan akses pendidikan da-
kan pembangunan pendidikan, serta yang lebih sar, sekaligus dapat berkontribusi terhadap pe-
penting lagi adalah meningkatkan akses pendi- nyusunan kebijakan dan penyelenggaraan pen-
dikan bagi seluruh masyarakat. Masalah akses didikan dasar dan pengelolaan keuangan peme-
pendidikan menjadi salah satu prioritas peme- rintah.
rintah. Melalui Rencana Strategis Pembangun- Seperti telah disampaikan di atas bahwa
an Pendidikan 2005–2009 (Renstra Kemendik- sepanjang tahun 2004–2009, disparitas akses
nas 2004–2009), pemerintah menargetkan pe- pendidikan dasar semakin menurun. Hal ini
nurunan disparitas akses pendidikan tingkat mencerminkan bahwa pemerataan akses pen-
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah didikan dasar di Indonesia telah berlangsung
Pertama (SMP) melalui penurunan disparitas dengan baik, namun masih terdapat bebera-
Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tingkat pa hal yang perlu dilakukan untuk mengop-
SD dan SMP antara kabupaten dan kota an- timalkan pemerataan tersebut. Khususnya, di
tarprovinsi di Indonesia. tingkat kabupaten dan kota dengan disparitas
Secara umum, sepanjang 2004–2009 dispari- yang cukup besar tersebut mengindikasikan le-
tas akses pendidikan dasar semakin menurun. bih pentingnya prioritas pada pembangunan
Untuk tingkat SD, disparitas APK menurun infrastruktur secara umum di kabupaten dari-
dari 2,49% pada tahun 2004 menjadi 2,40% pa- pada di kota. Tujuannya agar pelayanan pen-
da tahun 2009. Sementara pada tingkat SMP, didikan di kawasan pedesaan lebih mudah di-
APK menurun dari 25,1% pada tahun 2004 jangkau (Media Indonesia Online, 2008).
menjadi 23% pada tahun 2009. Namun, pen- Gambar 2 memperlihatkan bahwa beberapa
capaian tersebut belumlah optimal apabila di- provinsi dapat menurunkan disparitas APK SD
bandingkan dengan target yang telah ditetap- dan SMP di bawah tingkat nasional. Walau-
kan. Disparitas APK SD untuk tahun 2009 di- pun demikian, terdapat pula beberapa provin-
targetkan sebesar 2,30% dan 19% untuk dis- si yang memiliki APK SD dan SMP di atas
paritas APK SMP (Kementerian Pendidikan tingkat disparitas APK SD dan SMP nasional.
Nasional, 2009). Terkait dengan desentralisasi Provinsi-provinsi seperti Riau, Jawa Tengah,
fiskal, berbagai instrumen yang telah dijalan- Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan me-
kan seharusnya dapat meningkatkan pemera- miliki disparitas yang relatif lebih baik diban-
taan akses pendidikan dasar (lihat Gambar 1). dingkan dengan daerah lain. Dengan kata lain,
Oleh karena itu, studi ini dilaksanakan un- provinsi-provinsi tersebut relatif lebih baik da-
tuk mengkaji bagaimana dampak desentralisa- lam hal pemerataan akses pendidikan tingkat
si fiskal terhadap pengurangan disparitas ak- dasar.
ses pendidikan dasar terutama di tingkat SD Terkait dengan hal di atas, perkembangan
dan SMP yang erat hubungan dengan program instrumen desentralisasi fiskal juga patut men-
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 33
Gambar 1: Target dan Realisasi Disparitas APK Sekolah Dasar dan SMP

Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, Depdiknas (2007), diolah

Tabel 1: Perkembangan Instrumen Desentralisasi Fiskal (Rupiah per Kapita)

Instrumen Fiskal 2005 2006 2007 2008 2009


DAU 600.416 988.967 1.127.179 1.085.564 1.380.415
DAK Pendidikan 13.579 26.042 45.243 59.557 69.247
DAK Non-Pendidikan 33.161 86.015 119.888 165.222 158.809
PAD 57.530 80.604 97.635 161.890 119.924
Sumber: Kementerian Keuangan dan BPS, diolah

jadi perhatian. Beberapa instrumen fiskal ter- dua kali lipat sepanjang tahun 2005–2009. Bah-
sebut baik yang terkait langsung dengan oto- kan, untuk DAK Pendidikan meningkat hampir
nomi daerah dan desentralisasi fiskal maupun tiga kali lipat sepanjang tahun 2005–2009. Ha-
instrumen keuangan daerah yang memengaru- sil studi dari tim peneliti lembaga Smeru (Usm-
hi pelaksanaan pembangunan di daerah. De- an et al., 2008) merekomendasikan sebuah pa-
sentralisasi fiskal akan berdampak mengura- radigma baru berupa pendesentralisasian ke-
ngi ketimpangan pendapatan antardaerah ter- pada pemerintah provinsi mengenai kewenang-
utama daerah di Pulau Jawa dengan daerah an pengalokasian, pengoordinasian, dan penga-
di luar Pulau Jawa (Waluyu, 2008). Berdasar- wasan pelaksanaan atas penggunaan DAK oleh
kan Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara umum, pemerintah kabupaten dan kota.
instrumen-instrumen yang ada mengalami pe- Di sisi lain, perkembangan beberapa indika-
ningkatan yang cukup signifikan sepanjang ta- tor sosial ekonomi juga menunjukkan perkem-
hun 2005–2009. Misalnya saja, Dana Aloka- bangan yang cukup positif. Hal ini berdampak
si Umum (DAU) yang meningkat lebih dari pada keadaan iklim usaha yang kondusif ter-
34 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

Gambar 2: Disparitas APK SD dan SMP Menurut Provinsi 2008

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional, diolah


Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 35
Tabel 2: Perkembangan Indikator Sosial Ekonomi

Indikator Sosial Ekonomi 2005 2006 2007 2008 2009


Rata-Rata PDRB (Rp Juta per Kapita) 7,1 7,24 7,58 7,95 8,2
Tingkat Kemiskinan (%) 17,92 18,83 17,64 16,24 15,13
Tingkat Melek Huruf 88,8 91,7 92,1 92,7 93
Sumber: BPS, diolah

hadap perekonomian daerah dalam bentuk: a) nerimaan pada keuangan pemerintah daerah.
percepatan pertumbuhan ekonomi daerah, b) Pertama, adalah melalui instrumen yang dise-
penurunan tingkat pengangguran, c) pening- but sebagai instrumen keseimbangan fiskal (fis-
katan upah tenaga kerja, d) pengentasan ke- cal balancing instrument). Dalam prakteknya
miskinan, dan e) peningkatan pendapatan asli di Indonesia instrumen tersebut diimplemen-
daerah (Isdijoso dan Tri, 2002). Perkembang- tasikan melalui Dana Bagi Hasil (DBH) baik
an Regional Domestik Bruto (PRDB) per ka- penerimaan pajak maupun non-pajak.
pita yang meningkat, tingkat kemiskinan yang Kedua, adalah melalui instrumen yang ber-
menurun, serta tingkat melek huruf yang me- dasarkan ketentuan dan spesifikasi teknisnya
ningkat juga terlihat pada Tabel 2. Kesemu- dapat dikatakan sebagai instrumen transfer
anya diharapkan memberikan dampak positif tanpa syarat (less conditioned-type transfer in-
terhadap penurunan disparitas akses pendidik- strument). Implementasi instrumen jenis ini
an dasar di Indonesia. dilaksanakan melalui Dana Alokasi Umum
(DAU). Dana ini dialokasikan berdasarkan ka-
pasitas fiskal masing-masing daerah yang diha-
Tinjauan Referensi rapkan dapat mengimbangi disparitas kemam-
puan daerah dalam membiayai pembangunan.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bertu-
juan untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan Ketiga, terdapat pula instrumen desentrali-
pembangunan dan hasilnya dengan lebih men- sasi fiskal yang dapat digolongkan sebagai in-
dekatkan layanan pemerintah kepada masyara- strumen transfer bersyarat (conditioned-type
kat sekaligus mengurangi kesenjangan pemba- transfer instrument), yaitu Dana Alokasi Khu-
ngunan antardaerah. Desentralisasi fiskal me- sus (DAK). DAK dialokasikan kepada daerah
rupakan salah satu mekanisme transfer dana dan sektor-sektor tertentu berdasarkan priori-
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nega- tas dan arah pembangunan nasional. Yang ti-
ra (APBN) dalam kaitan dengan kebijakan ke- dak kalah pentingnya adalah instrumen Pen-
uangan negara, yaitu untuk mewujudkan keta- dapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat me-
hanan fiskal yang berkelanjutan dan membe- nentukan kapasitas fiskal suatu daerah un-
rikan stimulus terhadap aktivitas perekonomi- tuk membiayai pembangunan di daerahnya
an masyarakat (Elmi, 2002). Dengan desentra- masing-masing.
lisasi fiskal, diharapkan akan tercipta pemera- DBH, DAU, dan DAK merupakan
taan kemampuan keuangan antardaerah untuk instrumen-instrumen desentralisasi fiskal, se-
membiayai kewenangan urusan pemerintahan mentara PAD merupakan instrumen keuangan
yang diserahkan kepada daerah. pemerintah daerah yang erat kaitannya de-
Sejalan dengan tujuan desentralisasi fiskal ngan instrumen desentralisasi fiskal tersebut.
tersebut, transfer keuangan pemerintah pusat Instrumen-instrumen tersebut mendukung
kepada pemerintah daerah dilaksanakan mela- pelaksanaan pembangunan di daerah, baik se-
lui beberapa instrumen melalui sisi belanja da- cara langsung yang dialokasikan kepada sektor
erah pada keuangan pemerintah pusat dan pe- atau bidang tertentu (misalnya pendidikan),
36 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

maupun secara tidak langsung melalui pe- nyatakan dalam bentuk:


ningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
ln(Y ) = ln(A) + αln(L) + βln(K) (2)
Dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi
masyarakat inilah kesenjangan atau disparitas dengan:
pembangunan antardaerah dapat diturunkan Y = kuantitas produksi;
termasuk disparitas akses terhadap layanan L = input tenaga kerja;
pendidikan dasar. K = input modal;
A = representasi dari faktor produktivitas
Input Output total;
α = koefisien elastisitas output dari tenaga
Pembangunan merupakan suatu proses mul- kerja;
tidimensional yang melibatkan perubahan be- β = koefisien elastisitas output dari dan modal.
sar dalam struktur sosial, perilaku umum dan
lembaga-lembaga nasional, serta percepatan Asumsi koefisien elastisitas ini adalah con-
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketim- stants return to scale yang ditentukan oleh
pangan, dan pemberantasan kemiskinan abso- tingkat teknologi yang tersedia (α + β = 1).
lut (Todaro, 2009). Dalam hal ini, perubahan- Menurut pendekatan teori produksi untuk
perubahan yang dimaksud termasuk diantara- pendidikan, sekolah diandaikan sebagai sua-
nya perubahan dalam struktur produksi dan tu unit produksi pada sisi penawaran. Berbe-
alokasi input pada berbagai bidang sehingga da dengan unit produksi pada model ekono-
terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, mi umumnya, sekolah diasumsikan sebagai unit
baik dalam hal pendapatan, kesehatan, mau- yang tidak memaksimalkan keuntungan yang
pun pendidikan sebagai bagian dari hak dasar pada umumnya adalah berstatus negeri atau
manusia. Dalam konteks pembangunan pendi- swasta (Boissiere, 2004). Pendekatan teori pro-
dikan, perspektif yang serupa dapat dijabarkan duksi untuk pendidikan ini dapat menjelaskan
sebagai suatu proses pengembangan dan aloka- efektivitas sekolah sehingga dapat menjawab
si input dalam bidang pendidikan untuk men- apa yang dapat dilakukan terhadap input se-
ciptakan atau meningkatkan output sektor pen- hingga dapat meningkatkan output (dalam hal
didikan yang lebih baik. Sesuai dengan Renca- ini pelayanan pendidikan). Murillo et al. (2002)
na Strategis Pembangunan Pendidikan Nasio- menguraikan beberapa faktor yang memenga-
nal 2004–2009, pembangunan pendidikan na- ruhi siswa atau lulusan dalam pendekatan teori
sional dilaksanakan melalui tiga kebijakan uta- produksi untuk pendidikan, di antaranya: (1)
ma yang salah satunya adalah melalui pemera- faktor personal seperti gender dan suku; (2)
taan dan perluasan akses pendidikan. Pemera- faktor keluarga seperti tingkat sosial ekonomi,
taan dan perluasan akses inilah yang dapat di- jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidik-
posisikan sebagai salah satu output yang diha- an orang tua siswa; (3) faktor yang berhubung-
rapkan dalam pembangunan pendidikan sebe- an dengan tempat tinggal; dan (4) faktor seko-
lum lebih jauh lagi pencapaian hasil dan dam- lah dan guru.
pak yang diharapkan. Berdasarkan fungsi produksi dasar, Glewwe
Salah satu pendekatan dalam analisis pem- (2002) merumuskan satu fungsi produksi untuk
bangunan pendidikan adalah teori produksi de- pendidikan yang inklusif dengan bentuk seba-
ngan bentuk fungsi produksi Cobb Douglas se- gai berikut:
perti dalam Persamaan (1):
H = c + αS + β1 A1 + β2 A2 + ...
Y = ALα K β (1)
+ βn An + δ1 Q1 + δ2 Q2 + ...
Bentuk linier dalam Persamaan (1) dapat di- + δm Qm + υ (3)
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 37

dengan: memperoleh konstanta yang berbeda-beda un-


H = modal manusia yang menggunakan tuk masing-masing kabupaten dan kota pada
ukuran tingkat pengetahuan; setiap periode (Greene, 1997). Adapun spesifi-
S = sekolah atau tahun lama sekolah; kasi model studi sebagai berikut:
A = merepresentasikan kemampuan dan
kapasitas belajar siswa; ASi,t = αi + γF Di,t + δSi,t + λDi,t
Qm = faktor kualitas sekolah seperti besar + εi,t (5)
kelas, kualifikasi guru, dan sebagainya.
dengan:
Faguet dan Sanchez (2006) menggunakan AS = disparitas akses pendidikan SD dan
model yang serupa dengan mempertimbang- SMP untuk setiap provinsi di Indonesia.
kan dampak desentralisasi fiskal terhadap ou-
tput pendidikan. Formulasi model yang digu- Untuk memperoleh cakupan analisis yang
nakan adalah sebagai berikut: lebih luas, studi ini menggunakan disparitas
APK SD dan APK SMP. AS merupakan va-
∆Smt = α + ζDmt + βRmt + γPmt riabel tidak bebas. Berdasarkan Statistik Pen-
+ δCmt + εmt (4) didikan Nasional yang diterbitkan oleh Kemen-
terian Pendidikan Nasional, Angka Partisipasi
dengan: Kasar (APK) dihitung berdasarkan formulasi
∆S = peningkatan angka partisipasi sekolah; berikut:
D = vektor dummy yang menjelaskan karakte-
ristik desentralisasi masing-masing kota; JS
AP K = x100 (6)
R = vektor yang mengukur ketersediaan sum- JP
ber daya (faktor penawaran); dengan:
P = vektor yang mengukur partisipasi politik JS = jumlah siswa pada tingkat pendidikan
dan kerjasama; tertentu;
C = vektor yang menjelaskan kontrol faktor- JP = jumlah penduduk pada kelompok usia
faktor sosial ekonomi dan geografis; tertentu sesuai dengan jenjang pendidikannya
indeks m = merepresentasikan dimensi daerah masing-masing.
untuk semua vektor;
indeks t = merepresentasikan dimensi waktu
Dari rumusan APK tersebut, disparitas
untuk semua vektor.
APK dihitung dengan formulasi sebagai ber-
ikut:
Metode
DisparitasAP K = max(AP Ki )
Data yang digunakan dalam studi ini ada- − min(AP Ki ) (7)
lah data sekunder bersumber dari Kementeri-
an Pendidikan Nasional, Badan Perencanaan Sementara itu, beberapa variabel bebas di-
dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Ke- gunakan untuk menduga variabel tak bebas
menterian Keuangan, dan Badan Pusat Statis- yang dikelompokkan dalam beberapa faktor.
tik (BPS). Unit analisis yang digunakan ada- F D adalah faktor desentralisasi fiskal untuk
lah data 32 provinsi pada periode 2005–2009 melihat bagaimana dampak masing-masing in-
dengan data dasar 440 kabupaten dan kota di strumen fiskal tersebut terhadap disparitas ak-
Indonesia. Sementara itu, model dasar yang di- ses pendidikan. Berikutnya S adalah faktor la-
gunakan dalam studi ini adalah model data pa- tar belakang sosial ekonomi masyarakat. Be-
nel. Hasil estimasi model tersebut diharapkan berapa studi terdahulu (Faguet dan Sanchez,
38 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

2006; Glewwe, 2002) menekankan peranan la- wilayah provinsi tanpa kabupaten sehingga ti-
tar belakang sosial ekonomi masyarakat terha- dak diperoleh data tingkat disparitas kabupa-
dap kemauan dan kemampuan untuk mengak- ten dan kota.
ses pendidikan dasar. Beberapa variabel juga
dipertimbangkan untuk menganalisis peran la-
tar belakang sosial ekonomi masyarakat. Selain Spesifikasi model di atas diestimasi dengan
itu, tidak kalah penting adalah faktor karak- menggunakan metode analisis data panel Es-
teristik daerah (D) yang diduga juga mempu- timated Generalized Least Square (EGLS) de-
nyai peranan yang signifikan terhadap dispari- ngan dua pendekatan, yaitu Pooled Least Squa-
tas akses pendidikan dasar. Sementara itu, in- re (PLS) dan Fixed-Effect Model (FEM). Pen-
deks i merupakan representasi provinsi dan t dekatan kedua digunakan untuk menganali-
merupakan periode atau tahun data yang di- sis lebih jauh disparitas antarprovinsi sehingga
gunakan. diperoleh gambaran performa setiap provinsi
dalam mengurangi disparitas akses pendidik-
Dari model umum Persamaan (5), terpi- an dasar di daerahnya. Pemilihan pendekat-
lih beberapa variabel yang mewakili masing- an fixed-effect model juga dilandasi oleh bebe-
masing faktor. Dalam faktor desentralisa- rapa hal. Pertama, terkait dengan pengambil-
si fiskal, terpilih variabel Pendapatan As- an data. Jika data diambil dari sampel indi-
li Daerah (P ADCAP ), Dana Alokasi Umum vidu yang merupakan sampel acak dari popu-
(DAU CAP ), Dana Alokasi Khusus bidang lasi yang besar atau dengan kata lain, studi
Pendidikan (DAKP CAP ), serta Dana Alo- dilakukan dengan tujuan menarik kesimpulan
kasi Khusus non-Pendidikan (DAKN P CAP ) suatu populasi berdasarkan beberapa individu,
yang masing-masing merupakan agregasi ting- maka digunakan pendekatan model efek acak
kat provinsi, kabupaten, dan kota untuk se- atau random-effect model (REM). Namun, ji-
tiap provinsi. Kemudian dalam faktor so- ka evaluasi meliputi seluruh individu dalam po-
sial ekonomi terpilih variabel tingkat bu- pulasi atau hanya meliputi beberapa individu
ta aksara (LIT RAT E), tingkat kesejahte- dengan penekanan pada individu-individu ter-
raan (W EALT H), dan tingkat kemiskinan sebut, maka lebih baik menggunakan pende-
(P OV RAT E). Tingkat kesejahteraan dihitung katan efek tetap atau fixed-effect model (FEM)
berdasarkan Pendapatan Domestik Regional (Hsiao, 2003). Kedua, terkait dengan jumlah
Bruto atau PDRB (ADHK) per jumlah pen- individu dan rentang waktu. Jika jumlah indi-
duduk. Sementara itu, untuk faktor karak- vidu adalah tetap sepanjang waktu, maka se-
teristik daerah (provinsi) terpilih dua varia- makin panjang waktu observasi, semakin kecil
bel dummy, yaitu indikator daerah pemekaran pula perbedaan hasil estimasi antara metode
(P ROLIF ) dan indikator wilayah Pulau Jawa FEM dan REM. Jika jangka waktu cukup pan-
atau Luar Pulau Jawa (JAV N ). Untuk varia- jang, maka dapat dipilih FEM dengan alasan
bel dummy yang pertama, provinsi dengan pe- lebih mudah dikerjakan. Ketiga, terkait dengan
mekaran di dalamnya bernilai satu, sedangkan teknik pengujian Hausman. Uji Hausman ini
provinsi tanpa pemekaran bernilai nol. Demi- didasari oleh heterogenitas antarindividu dan
kian pula untuk variabel dummy yang kedua, korelasinya dengan variabel bebas. Melalui pe-
provinsi yang berada di wilayah Pulau Jawa ngujian Hausman ini, dapat dibedakan antara
bernilai satu, sementara provinsi yang bera- model yang heterogenitas antarindividu bersi-
da di luar Pulau Jawa bernilai nol. Sementa- fat konstan dan memiliki korelasi dengan vari-
ra itu, data Provinsi DKI Jakarta tidak dima- abel bebasnya dengan model yang heterogeni-
sukkan ke dalam data. Hal ini didasari oleh tas antarindividu bersifat acak dan bebas ter-
pertimbangan bahwa DKI Jakarta merupakan hadap variabel bebasnya. Spesifikasi pengujian
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 39

Hausman adalah sebagai berikut: ini, diguna- kan pendekatan efek tetap kerat
lintang (Cross Section Fixed-Effects), serta ti-
m = (β − b)(M0 − M1 )−1 (β − b)
dak digunakannya variabel dummy dalam esti-
∼ χ2 (K) (8) masi. Tidak digunakannya variabel dummy da-
lam model kedua disebabkan sebaran variabel-
Dengan M0 adalah matriks kovarians untuk variabel dummy antarwaktu yang bersifat te-
dugaan FEM dan M1 adalah matriks kovari- tap. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
ans untuk dugaan REM. Jika nilai m ditolak, studi ini berfokus pada program Wajib Belajar
maka penggunaan metode FEM tidak dipilih. Pendidikan Dasar (Wajardikdas) Sembilan ta-
Dengan kata lain, semakin besar m, maka ke- hun yang dilaksanakan pemerintah dalam per-
mungkinan penerimaan dugaan metode REM iode studi.
semakin besar. Pengujian Hausman ini meng-
ikuti distribusi Chi-Square (χ2 ) sehingga pe- Pemilihan pendekatan model efek tetap di-
ngujian hipotesis REM adalah sebagai berikut: dasari oleh beberapa alasan, baik dari karak-
H0 : chi2 Stat < chi2 (k, α) −→ random-effect teristik kumpulan data maupun dari hasil uji
model statistik. Dari karakteristik kumpulan data, di-
Ha : chi2 Stat < chi2 (k, α) −→ fixed-effect mo- ketahui bahwa data yang digunakan adalah da-
del ta seluruh provinsi yang ada di Indonesia. De-
Jadi, H0 ditolak jika chi2 Stat (chi2 estima- ngan kata lain, data yang digunakan adalah
si) lebih besar dibandingkan dengan chi2 (k, α) data populasi, bukan data sampel. Selain itu,
(tabel chi2 ). jumlah kerat lintang (cross section) pada ti-
Model dasar pada Persamaan (5) digunakan ap periode adalah tetap. Sementara itu, dari
untuk mengestimasi dua kelompok data panel, hasil pengujian Hausman menunjukkan bah-
yaitu data panel tingkat SD dan tingkat SMP. wa chi2 Stat sebesar 2,87, lebih besar dari pa-
Untuk memperoleh spesifikasi model estimasi, da tabel chi2 yang sebesar 0,55 dengan ting-
digunakan pendekatan omitting variables (Hsi- kat kepercayaan sebesar 99%. Dengan demiki-
ao, 2003) hingga didapat komposisi variabel an, pendekatan fixed-effect model adalah mo-
bebas yang cukup robust. del yang robust untuk digunakan dalam anali-
sis. Selain itu, penggunaan pendekatan estima-
si fixed-effect model diharapkan dapat membe-
Hasil dan Analisis rikan gambaran tingkat disparitas akses pendi-
dikan dasar setiap provinsi.
Dari estimasi beberapa spesifikasi model, ter-
pilih dua spesifikasi model yang cukup rep- Hasil estimasi terhadap variabel-variabel de-
resentatif untuk masing-masing panel tingkat sentralisasi fiskal pada Tabel 3 menunjukkan
pendidikan, yaitu tingkat SD dan SMP. Seca- hasil yang cukup beragam. Pendapatan Asli
ra umum, model pertama adalah model de- Daerah (PAD) terbukti secara signifikan ber-
ngan variabel bebas yang komprehensif ter- pengaruh positif terhadap disparitas akses pen-
masuk di antaranya variabel-variabel dummy didikan, baik pada tingkat SD maupun pada
yang merepresentasikan karakteristik daerah. tingkat SMP. Hal ini menjadi indikasi bahwa
Estimasi model pertama menggunakan pende- daerah dengan PAD yang relatif lebih ting-
katan Pooled Least Square (PLS). Sementara gi memiliki tingkat disparitas akses pendidik-
itu, model kedua adalah model yang menco- an yang cenderung lebih tinggi pula. Fakta
ba menjelas- kan bagaimana keragaan masing- ini sangat menarik mengingat PAD merupak-
masing provinsi terhadap penurunan dispari- an instrumen fiskal yang pengelolaannya men-
tas akses pendidikan SD dan SMP di daerah- jadi kewenangan pemerintah daerah sepenuh-
nya masing-masing. Untuk mendapatkan hal nya. Dapat dikatakan bahwa PAD tidak ber-
40 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

kaitan langsung dengan desentralisasi fiskal. an tenaga pengajar, baik di tingkat SD mau-
Namun, selain menjadi salah satu faktor pe- pun di tingkat SMP dapat lebih merata. Ter-
nentu bagi dana perimbangan, PAD juga me- kait dengan tenaga pendidikan, dapat ditam-
nentukan seberapa besar kemampuan daerah bahkan pula bahwa masih cukup banyak guru,
untuk mengoptimalkan pembangunan di dae- baik pada tingkat dasar maupun tingkat me-
rahnya di luar dana perimbangan. Keterkaitan nengah yang bukan PNS. Dari data yang ada,
yang positif antara PAD dan disparitas akses guru non-PNS berkisar 30% dari total guru pa-
pendidikan dasar menandakan belum optimal- da pendidikan SD dan SMP. Peran pemerintah
nya alokasi PAD yang diarahkan pada pening- (pusat) untuk dapat meningkatkan ketersedi-
katan akses pendidikan dasar, baik pada ting- aan dan pemerataan tenaga pengajar sangat
kat SD maupun pada tingkat SMP. Banyak- penting untuk dapat mengurangi disparitas ak-
nya sumber pembiayaan pembangunan pendi- ses pendidikan dasar.
dikan yang bersumber dari pemerintah pusat,
Berikutnya adalah Dana Alokasi Khusus
seperti DAK Pendidikan, dana Bantuan Ope-
(DAK) yang dalam analisis ini dipisahkan an-
rasional Sekolah (BOS), dan dana program la-
tara DAK bidang Pendidikan dengan DAK bi-
innya mendorong pemerintah daerah memfo-
dang nonPendidikan. Dari hasil estimasi dapat
kuskan alokasi PAD untuk alokasi belanja pa-
dilihat bahwa DAK Pendidikan secara signifi-
da bidang yang lain. Untuk lebih mengoptimal-
kan berdampak positif terhadap penurunan
kan pemerataan akses pendidikan dasar, peme-
disparitas akses pendidikan di tingkat SMP (li-
rintah daerah diharapkan dapat lebih memfo-
hat kolom 4 pada Tabel 3). Hal ini menunjukk-
kuskan pembangunan pada bidang pendidikan
an semakin besar alokasi DAK bidang pendi-
paling tidak di luar program dan pembiayaan
dikan di suatu provinsi, maka semakin merata
yang sudah dilaksanakan pemerintah pusat.
akses pendidikan di tingkat SMP. Hal ini da-
Sementara itu, Dana Alokasi Umum (DAU) pat dijelaskan karena alokasi DAK Pendidikan
dapat dikatakan kurang memberikan dampak banyak difokuskan pada perbaikan dan pem-
yang nyata dalam mengurangi disparitas akses bangunan fisik ruang kelas dan sekolah. Na-
pendidikan dasar. Hasil estimasi yang tidak sig- mun untuk tingkat SD, diperlukan peningkatan
nifikan menunjukkan bahwa DAU belum secara dan pemerataan yang lebih baik dalam aloka-
efektif berdampak terhadap penurunan dispa- si DAK Pendidikan sehingga dapat berdampak
ritas akses pendidikan. Hal ini mengingat bah- nyata terhadap pengurangan disparitas akses
wa dari total alokasi DAU, berkisar 60% di pendidikan.
antaranya merupakan gaji pegawai negeri si-
Sementara itu, alokasi DAK non-Pendidikan
pil (PNS), baik di bidang pendidikan maupun
secara signifikan berpengaruh positif terhadap
PNS di bidang lainnya. Namun demikian, ha-
disparitas akses pendidikan di tingkat SMP. Se-
sil estimasi juga menunjukkan keterkaitan yang
bagaimana diketahui, DAK non-Pendidikan di-
negatif antara DAU dan disparitas akses pen-
alokasikan pada beberapa bidang pembangun-
didikan dasar.
an, seperti kesehatan, infrastruktur, pertanian,
Dengan kata lain, terdapat kecenderungan perikanan, dan kelautan serta pembangunan
bahwa semakin besar DAU, maka semakin kecil prasarana pembangunan. Dengan fokus alokasi
disparitas akses pendidikan dasar, baik untuk DAK tersebut pada pembangunan fisik, maka
tingkat SD maupun tingkat SMP. Untuk da- alokasi DAK tersebut secara umum mening-
pat berdampak nyata dalam pengurangan dis- katkan ketersediaan sarana dan prasarana di
paritas akses pendidikan dasar, pemerintah da- masing-masing bidang yang diharapkan dapat
erah dengan kewenangannya dapat mengelola mendorong pemerataan pembangunan ekono-
alokasi guru di daerahnya sehingga ketersedia- mi daerah. Upaya ini tampaknya belum terin-
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 41

tegrasi dengan baik terhadap upaya pemerata- ja baik karena alasan ekonomi maupun alasan
an pendidikan sehingga terjadi kecenderungan lainnya. Orang tua dan pemerintah sangat ber-
bahwa provinsi dengan pembangunan ekonomi peran di sini. Berbagai upaya hendaknya dapat
yang lebih baik justru menghadapi disparitas dilakukan untuk mendorong tingkat pendidik-
akses pendidikan yang lebih tinggi, khususnya an yang lebih baik. Trade-off antara ekonomi
di tingkat SMP. Upaya-upaya untuk menyela- dan tingkat pendidikan yang lebih baik seja-
raskan kebijakan dan alokasi anggaran antarbi- tinya memang cukup berat apalagi di tingkat
dang pembangunan hendaknya dapat lebih di- rumah tangga. Namun, jika pemerintah dae-
tingkatkan lagi agar peningkatan pembangun- rah dan pemerintah pusat telah berupaya se-
an ekonomi dapat sejalan dengan pemerataan cara optimal untuk meningkatkan ketersediaan
akses pendidikan. dan pemerataan layanan pendidikan di tingkat
SMP, orang tua dan masyarakat hendaknya da-
Kemudian faktor sosial ekonomi masyarakat
pat mendorong anak-anak usia sekolah untuk
juga menunjukkan hasil yang cukup menarik.
dapat mengakses layanan pendidikan yang le-
Pada tingkat SD, tidak satu pun di antara ting-
bih baik.
kat kemiskinan, tingkat melek huruf, dan ting-
kat kesejahteraan secara signifikan berdampak Untuk tingkat kemiskinan dan melek huruf,
terhadap disparitas akses pendidikan. Secara hasil estimasi menunjukkan bahwa keduanya
umum, hal ini mengambarkan bahwa status so- tidak secara signifikan berdampak terhadap ak-
sial dan ekonomi tidak lagi secara nyata meme- ses pendidikan. Namun, arah dari hasil estima-
ngaruhi disparitas akses pendidikan di tingkat si menunjukkan bahwa tingkat melek huruf me-
SD. Apakah keluarga miskin atau tidak, apa- miliki keterkaitan yang negatif. Hal ini menjadi
kah berasal dari keluarga yang berpendidikan satu indikasi bahwa masyarakat dengan tingkat
atau tidak, atau bahkan dari tingkat kesejah- pendidikan atau melek huruf yang lebih baik,
teraan yang lebih baik atau tidak, kesempat- cenderung memiliki disparitas yang lebih ren-
an dan akses pendidikan di tingkat SD secara dah. Artinya tingkat melek huruf masyarakat
umum tidak berbeda. Walaupun demikian, ti- di satu daerah memiliki peran terhadap kesa-
dak dapat dipungkiri adanya beberapa perma- daran masyarakat terhadap pentingnya akses
salahan dalam pembiayaan maupun ketersedi- pendidikan dasar sekalipun variabel sosial eko-
aan sarana dan prasarana pendidikan di ting- nomi lainnya jauh lebih besar perannya. Hal ini
kat SD, namun hal ini tidak lagi merupakan isu menguatkan pentingnya peran rumah tangga,
latar belakang sosial ekonomi masyarakat, na- khususnya orang tua dalam mendorong anak
mun lebih pada kebijakan dan prioritas peme- usia sekolah untuk mengakses pendidikan seti-
rintah terhadap pemerataan akses pendidikan. daknya pada pendidikan dasar.
Lain halnya dengan akses pendidikan di ting- Sementara itu, hubungan positif antara ting-
kat SMP. Dari hasil estimasi, dapat dilihat kat kemiskinan dengan disparitas akses pen-
bahwa tingkat kesejahteraan berdampak positif didikan dasar mengindikasikan semakin ting-
terhadap disparitas akses pendidikan. Hal ini gi tingkat kemiskinan suatu provinsi, semakin
menunjukkan bahwa akses pendidikan di ting- tinggi pula disparitas akses pendidikan di da-
kat SMP lebih baik pada daerah dengan kese- lamnya. Kemiskinan dari dimensi ekonomi sa-
jahteraan masyarakat yang relatif lebih ting- ngat erat kaitannya dengan kemampuan pen-
gi pula. Dalam banyak kasus di beberapa dae- duduk untuk mengakses atau membiayai akses
rah, banyak keluarga yang mendukung pendi- pendidikan. Beberapa program, seperti Bantu-
dikan anak-anaknya hingga ke tingkat pendi- an Operasional Sekolah (BOS) yang kemudi-
dikan SD saja, namun kemudian setelah lulus an banyak disalahartikan sebagai biaya sekolah
beberapa di antaranya terpaksa harus beker- gratis menjadi salah satu bukti bahwa tingkat
42 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...
Tabel 3: Hasil Estimasi Model Disparitas Akses Pendidikan SD dan SMP

Disparitas APK SD Disparitas APK SMP


Variabel Bebas PLS FEM PLS FEM
(1) (2) (3) (4)
Desentralisasi Fiskal
PADCAP 0,016* 0,021*** -0,005 0,007***
-1,938 -3,064 (-0,942) -3,972
DAUCAP -0,003 -0,003 0 0
(-0,949) (-1,351) -0,214 (-0,171)
DAKPCAP 0,055 0,037 -0,012 -0,069*
(0,592) -0,3 (-0,241) -1,704
DAKNPCAP 0,022 0,035 0,015 0,024**
(0,588) -0,87 -0,961 -2.036
Sosial Ekonomi
LITRATE -0,023 -0,056 -0,028 -0,282
(-0,111) (-0,101) (-0,297) (-1,263)
WEALTH 0,000 0 0 -0,0008**
-1,004 (-0,030) -0,238 (-2,526)
POVRATE 0,528*** 0,979 0,26 0,024
-3,333 -1,229 -2,933 -0,075
Karakteristik Daerah
PROLIF 6,150** - 7,703*** -
-2,422 -6,746
JAVN -1,645 - 10,419*** -
(-0,624) -6,564
C 6,821 10,349 32,033*** 74,506***
Weighted Statistic (0,341) -0,175 -3,562 -4,309
R2 0,233 0,586 0,556 0,925
Adjusted R2 0,187 0,456 0,529 0,902
S.E. of regression 15,734 15,139 14,871 8,204
Statistika F 5,051 4,504 20,849 39,746
Prob. (Statistika F) 0,000 0 0 0
Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%
Keterangan: • Angka dalam kurung merupakan nilai statistika t
Keterangan: untuk masing-masing variabel
Keterangan: • Nilai t-table untuk tingkat kepercayaan 90%, 95%,
Keterangan: dan 99% masing-masing adalah 1,645; 1,960; dan 2,576

kemiskinan masih menjadi faktor yang cukup pengaruh signifikan terhadap disparitas akses
berperan terhadap akses pendidikan dasar. pendidikan dasar sekaligus menjelaskan karak-
teristik apa saja yang membedakan keragaan
Untuk faktor karakteristik daerah, hanya da- disparitas akses pendidikan dasar di masing-
pat dianalisis melalui pendekatan Pool Least masing provinsi yang diestimasi melalui pen-
Square (PLS) seperti disajikan pada kolom 1 dekatan fixed-Effect Model.
dan kolom 3 pada Tabel 3. Hal ini mengingat
bahwa keragaan variabel dummy pemekaran Karakteristik daerah pemekaran atau non-
atau tanpa pemekaran dan variabel dummy wi- pemekaran terbukti signifikan berdampak ter-
layah Pulau Jawa atau luar Pulau Jawa me- hadap disparitas akses pendidikan di tingkat
rupakan variabel yang tidak berubah nilainya SD maupun SMP. Sayangnya arah yang positif
sepanjang periode studi sehingga tidak dapat menandakan bahwa daerah-daerah pemekaran
digunakan dalam pendekatan Fixed-Effect Mo- justru memiliki disparitas pendidikan yang le-
del. Namun, setidaknya dari dua karakteristik bih tinggi. Sejatinya pemekaran daerah di era
provinsi ini, dapat dianalisis variabel apa sa- otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan
ja dari karakteristik provinsi yang mempunyai efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sa-
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 43

lah satunya di bidang pendidikan. Namun, pa- dingkan dengan di luar Pulau Jawa. Terdapat
da kenyataannya jarang sekali pemekaran da- beberapa hal yang memungkinkan terjadinya
erah di Indonesia yang ditujukan untuk per- ketimpangan ini. Kemungkinan pertama ada-
baikan layanan publik, sekalipun kriteria dan lah perbedaan struktur dan distribusi pendu-
persyaratan pemekaran daerah telah memayu- duk di wilayah Pulau Jawa dan luar Pulau Ja-
ngi hal tersebut. Evaluasi Pemekaran Daerah wa. Yang kedua, jika melihat perkembangan
yang dilaksanakan Bappenas dan United Na- rata-rata disparitas APK di wilayah Pulau Ja-
tions Development Programme (UNDP, 2008) wa dengan di luar Pulau Jawa memang dalam
menyimpulkan salah satunya bahwa pelayan- periode studi (tahun 2005–2009) umumnya dis-
an publik di daerah pemekaran belum berja- paritas di wilayah Pulau Jawa lebih tinggi di-
lan optimal. Hal ini disebabkan oleh bebera- bandingkan dengan di wilayah luar Pulau Ja-
pa permasalahan, antara lain tidak efektifnya wa, walaupun dengan kecenderungan yang me-
penggunaan dana, tidak tersedianya tenaga la- nurun cukup tajam. Sementara, untuk wilayah
yanan publik, dan belum optimalnya peman- di luar Pulau Jawa relatif tidak banyak peru-
faatan pelayanan publik. Selain itu, sering kali bahan selama periode studi.
pemekaran daerah justru menyebabkan ketim-
Selain beberapa hal di atas, dari hasil esti-
pangan antardaerah yang lebih besar yang di-
masi cross section fixed-effect dapat pula diper-
sebabkan tidak berimbangnya pembagian aset
oleh gambaran bagaimana kondisi dan upaya-
seperti sekolah, rumah sakit, dan aset fisik la-
upaya mengurangi disparitas akses pendidik-
innya, serta termasuk pula pembagian sumber
an baik pada tingkat SD maupun pada tingkat
daya manusia. Rencana Pembangunan Jangka
SMP di masing-masing provinsi (Tabel 4). Se-
Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 seja-
cara umum nilai cross section fixed-effect yang
tinya telah mengamanatkan penataan daerah
negatif menunjukkan bahwa dinamika penu-
otonom baru, salah satunya melalui penyelesa-
runan disparitas di suatu provinsi relatif le-
ian status kepemilikan dan pemanfaatan aset
bih baik. Dengan nilai yang negatif, provinsi-
daerah secara optimal. Ke depan, kebijakan ini
provinsi yang ada mengoptimalkan kebijakan
hendaknya turut mempertimbangkan pemera-
dan alokasi anggarannya untuk dapat mencip-
taan akses layanan publik khususnya pendidik-
takan akses pendidikan yang lebih merata. Na-
an dasar, baik di tingkat SD maupun SMP.
mun, tidak dipungkiri pula bahwa faktor pena-
taan daerah dan faktor lainnya juga turut ber-
Selain itu, hasil estimasi menunjukkan bah-
peran. Untuk tingkat SD misalnya, provinsi-
wa variabel dummy wilayah Pulau Jawa atau
provinsi, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Te-
luar Pulau Jawa berpengaruh secara signifikan
ngah, dan Kalimantan Tengah menunjukkan
terhadap disparitas akses pendidikan, utama-
koefisien yang positif dan relatif lebih ting-
nya di tingkat SMP. Walaupun tidak diperoleh
gi dibandingkan dengan provinsi lainnya. De-
hasil yang cukup signifikan, namun tanda nega-
ngan kata lain, provinsi-provinsi tersebut me-
tif pada variabel dummy tersebut mengindika-
miliki disparitas akses pendidikan yang relatif
sikan bahwa masih ada kecenderungan dispari-
lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain-
tas akses pendidikan di tingkat SD lebih ting-
nya. Hal yang sama dengan akses pendidikan di
gi di provinsi yang berada di wilayah luar Pu-
tingkat SMP dengan provinsi-provinsi, seperti
lau Jawa. Sementara, untuk akses pendidikan
Kalimantan Tengah, Nanggroe Aceh Darrusa-
SMP, selain menunjukkan hasil estimasi yang
lam, dan Sumatera Utara menunjukkan koefi-
signifikan juga menunjukkan arah yang seba-
sien yang positif dan relatif lebih tinggi diban-
liknya. Dalam hal ini, provinsi-provinsi yang
dingkan dengan provinsi lainnya.
berada di Pulau Jawa memiliki disparitas ak-
ses pendidikan SMP yang lebih tinggi diban- Terdapat beberapa hal yang dapat menje-
44 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...
Tabel 4: Koefisien Cross Section Fixed Effect Disparitas Akses Pendidikan SD dan SMP

No Provinsi SD SMP No Provinsi SD SMP


1 Nanggroe Aceh Darrusalam 7,368013 32,42558 17 Nusa Tenggara Barat -9,09983 -5,59271
2 Sumatera Utara 3,437715 17,76816 18 Nusa Tenggara Timur 0,518187 11,42916
3 Sumatera Barat 20,48115 12,0235 19 Kalimantan Barat -2,36678 3,268137
4 Riau 2,570221 -20,4527 20 Kalimantan Tengah 11,80595 34,9289
5 Jambi 1,314279 -18,7233 21 Kalimantan Selatan 7,42736 2,808187
6 Sumatera Selatan -0,95137 -3,41086 22 Kalimantan Timur 1,598106 1,999427
7 Bengkulu -7,46283 4,028231 23 Sulawesi Utara 10,17567 -14,7286
8 Lampung -13,869 -8,48475 24 Sulawesi Tengah 12,76695 1,678441
9 Kepulauan Bangka Belitung -6,82483 8,059116 25 Sulawesi Selatan 0,305684 3,296319
10 Kepulauan Riau 10,92976 8,553506 26 Sulawesi Tenggara -13,8652 -10,6291
11 Jawa Barat 10,32192 9,454114 27 Gorontalo -10,6981 -9,788
12 Jawa Tengah -2,33134 0,71033 28 Sulawesi Barat 9,195833 -26,6182
13 DIY -9,9033 -15,0471 29 Maluku -10,6495 -10,3557
14 Jawa Timur 1,724804 16,41914 30 Maluku Utara -6,14942 -30,9414
15 Banten -4,35444 7,19447 31 Papua Barat -19,3383 7,698931
16 Bali 2,433697 -16,2454 32 Papua 3,488801 7,274171

laskan kondisi di atas. Pertama adalah ting- susnya terkait dengan pemerataan akses pendi-
ginya angka pemekaran daerah pada periode dikan dasar, pemerintah provinsi memiliki per-
studi. Provinsi-provinsi dengan disparitas ak- anan yang cukup krusial dalam mengatur dan
ses pendidikan yang relatif lebih tinggi meru- mengelola alokasi sarana, prasana, dan pela-
pakan provinsi-provinsi yang pada periode stu- yanan pendidikan antara kabupaten dan ko-
di mengalami pemekaran daerah, utamanya di ta di wilayahnya. Penguatan peran pemerin-
tingkat kabupaten dan kota, seperti Kabupa- tah provinsi dalam rangka pemerataan pemba-
ten Donggala dan Kota Palu di Sulawesi Se- ngunan termasuk di antaranya pembangunan
latan atau Kabupaten Murung Raya dan Ka- bidang pendidikan mutlak diperlukan sehingga
bupaten Seruyan di Kalimantan Tengah. Pada disparitas akses pendidikan dasar di Indonesia
periode studi, daerah-daerah tersebut menga- dapat dikurangi secara optimal.
lami pergeseran angka APK yang cukup be-
sar dari daerah pemekarannya sehingga juga
berpengaruh pada melebarnya disparitas akses Simpulan
pendidikan. Faktor lain seperti terjadinya ben-
cana alam Tsunami di Kabupaten Nanggroe Secara umum studi ini menunjukkan hasil yang
Aceh Darussalam, gempa bumi di Kabupaten cukup beragam. Dari sisi desentralisasi fiskal,
Poso yang mengakibatkan rusaknya beberapa instrumen fiskal yang bersifat khusus seperti
sarana pendidikan juga turut berpengaruh ter- DAK memiliki dampak yang lebih signifikan
hadap turunnya akses pendidikan di provinsi- dibandingkan dengan instrumen yang bersifat
provinsi tersebut. umum seperti DAU. Selain itu, juga terbukti
bahwa DAK pendidikan ini memberikan dam-
Namun, yang perlu menjadi catatan adalah pak yang relatif lebih nyata untuk menurunkan
bahwa dalam hal pengurangan disparitas ak- disparitas akses pendidikan di tingkat SMP. Se-
ses pendidikan, baik pada tingkat SD maupun mentara itu, PAD secara signifikan memperle-
tingkat SMP adalah pemerintah pusat dan da- bar disparitas akses pendidikan, baik di tingkat
erah perlu mempertimbangkan aspek pemera- SD maupun SMP.
taan layanan pendidikan dasar dalam berba- Dari sisi kondisi sosial ekonomi masyarakat
gai keputusan terkait pemekaran daerah. Khu- terungkap paling tidak dua hal yang menda-
Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal... 45

sar. Pertama di tingkat SD, banyak variabel nya dapat lebih dioptimalkan lagi, sementara
sosial ekonomi masyarakat yang tidak signifi- instrumen yang bersifat umum seperti DAU
kan dampaknya terhadap disparitas akses pen- diharapkan dapat memberikan dampak yang
didikan. Artinya bahwa akses pendidikan dasar nyata untuk mengurangi disparitas akses pen-
di tingkat SD tidak lagi secara nyata dapat di- didikan dasar dari sisi kemampuan dan ke-
jelaskan oleh perbedaan status sosial maupun mauan masyarakat. Hal yang sama juga ba-
status ekonomi masyarakat. Dengan kata la- gi DAK non-Pendidikan yang lebih diarahkan
in, masyarakat dan pemerintah daerah meng- pada pembangunan infrastruktur di berbagai
anggap bahwa pendidikan dasar di tingkat SD bidang yang diharapkan dapat mendorong ke-
merupakan kebutuhan dasar yang penting un- mampuan ekonomi masyarakat dan pada gili-
tuk dipenuhi bagi anak usia sekolah. Sayang- rannya kemampuan dan kemauan masyarakat
nya, hal ini belum sampai pada tingkat SMP. untuk mengakses layanan pendidikan dasar.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa kesejahte-
raan masyarakat masih menjadi aspek pembe-
Ke depan, kebijakan-kebijakan desentralisa-
da yang cukup signifikan terhadap akses pendi-
si fiskal dan pembangunan pendidikan khu-
dikan di tingkat SMP. Tekanan faktor ekonomi
susnya pendidikan dasar diharapkan dapat le-
dan persepsi di masyarakat tentang usia pro-
bih memperhatikan pemerataan pembangun-
duktif bahwa seseorang harus bekerja di usia
an, baik untuk daerah-daerah baru hasil pe-
sekolah sangat mungkin menjadi penyebabnya.
mekaran maupun pemerataan akses pendidik-
Faktor karakteristik daerah juga terbukti an untuk wilayah di Pulau Jawa dan di luar Pu-
memengaruhi disparitas akses pendidikan da- lau Jawa sehingga pemerataan pelayanan pen-
sar. Daerah-daerah pemekaran terbukti memi- didikan dapat berjalan lebih baik lagi. Melalui
liki disparitas akses pendidikan dasar yang le- kerangka pembangunan nasional di era otono-
bih tinggi dibandingkan dengan daerah yang mi daerah, penguatan peran pemerintah pro-
bukan pemekaran, terutama untuk tingkat vinsi dalam menjalankan fungsi alokasi dan dis-
pendidikan SMP. Sementara itu, akses pendi- tribusi di antara kabupaten dan kota sehingga
dikan pada tingkat SMP di daerah yang berada tercipta pemerataan layanan pendidikan dasar
di Pulau Jawa justru menunjukkan disparitas yang lebih baik merupakan kunci utama sukses
yang lebih besar daripada daerah di luar Pulau pemerataan akses pendidikan dasar.
Jawa.
Berikut beberapa hal yang dapat disaran- Upaya-upaya untuk pengentasan kemiskin-
kan oleh studi ini. Pertama, desentralisasi fis- an dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
kal ditujukan untuk mendukung berlangsung- melalui peningkatan aktivitas-aktivitas ekono-
nya otonomi daerah yang tidak saja merupak- mi juga penting untuk dapat meningkatkan pe-
an kewenangan yang lebih besar bagi pemerin- merataan pembangunan di berbagai bidang,
tah daerah untuk melaksanakan pembangunan salah satunya dalam bidang pendidikan dasar.
di daerahnya, namun juga pemerataan pemba- Selain itu, untuk studi-studi selanjutnya dapat
ngunan antardaerah. Dalam hal pembangunan pula untuk mempertimbangkan disparitas da-
pendidikan nasional, desentralisasi fiskal mela- ri faktor-faktor yang terkait dalam mengkaji
lui berbagai instrumen dan kebijakannya diha- disparitas akses pendidikan dasar di Indone-
rapkan mampu untuk mendukung dan mendo- sia atau juga turut mempertimbangkan faktor-
rong pemerataan pelayanan pendidikan, khu- faktor input dalam pendidikan, seperti guru,
susnya pendidikan dasar yang menjadi hak se- ruang kelas, fasilitas sekolah, dan lainnya da-
tiap warga negara. Instrumen fiskal yang ber- lam mengkaji lebih jauh dampaknya terhadap
sifat khusus, seperti DAK Pendidikan hendak- disparitas akses pendidikan dasar di Indonesia.
46 Shinta D., Deniey A. P. & Ernita M./Dampak Desentralisasi Fiskal...

Daftar Pustaka December 15, 2011).


[14] Murillo, M. V., Tommasi, M., Ronconi, L.,
& Sanguinetti, J. (2002). The Economic Effe-
[1] Badan Pusat Statistik. (2009). Produk Domestik
cts of Unions in Latin America: Teachers’
Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia. Ja-
Unions and Education in Argentina. Resear-
karta : BPS.
ch Network Working Paper, R-463. Washi-
[2] Bappenas & UNDP. (2008). Evaluation of the Pro-
ngton, DC: Inter-American Development Bank.
liferation of Administrative Region in Indonesia.
http://www.iadb.org/research/pub_hits.cfm?
UNPD.
pub_id=R-463&pub_file_name=pubR-463.pdf.
[3] Boissiere, M. (2004). Determinants of Primary
(Accessed January 5, 2012).
Education Outcomes in Developing Countri-
[15] Todaro, M. P. & Smith, S. C. (2009). Econo-
es. OED Working Papers. Washington D.C.:
mic Development, 10th Edition. Boston : Pearson
World Bank. http://www.worldbank.org/oed/
Addison Wesley.
education/documents/education_primary_
[16] Usman, S., Mawardi, M. S., Poesoro, A., & Surya-
determinants_paper.pdf. (Accessed November 6,
hadi, A. (2008, Jan-Apr). Mekanisme dan Peng-
2011).
gunaan Dana Alokasi Khusus. Newsletter Sme-
[4] Brodjonegoro, B. (2003). Three Years of Fiscal
ru, 25. http://www.smeru.or.id/newslet/2008/
Decentralization in Indonesia: Its Impact on Re-
news25.pdf. (Accessed January 5, 2012).
gional Economic Development and Fiscal Sustai-
[17] Waluyu, J. (2008). Dampak Desentralisasi Fiskal
nability. http://www.econ.hit-u.ac.jp/~kokyo/
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpang-
APPPsympo04/Indonesia(Bambang).pdf. (Acces-
an Pendapatan Antar Daerah di Indonesia Tahun
sed November 6, 2011).
2001-2005. http://sulutiptek.com/documents/
[5] Elmi, B. (2002). Kebijakan Desentralisasi Fiskal
DAMPAKDESENTRALISASIFISKALTERHADAPPERTUMBU
Kaitannya dengan Hutang Luar Negeri Pemerin-
HANEKONOMIDANKETIMPANGANPENDAPATANANTARDAE
tah Daerah Otonom. Kajian Ekonomi dan Keu-
RAHDIINDONESIA.pdf. (Accessed December 15,
angan, 6 (4), 49–70.
2011).
[6] Faguet, J. & Sanchez, F. (2006). Decentralization’s
effects on educational outcomes in Bolivia and
Colombia. London: London School of Economics
and Political Science. http://eprints.lse.
ac.uk/27159/1/Decentralizations_effects_
education_world_dev_%28LSERO%29.pdf. (Acces-
sed December 15, 2011).
[7] Glewwe, P. (2002). Schools and Skills in Develo-
ping Countries: Education Policies and Socioeco-
nomic Outcomes. Journal of Economic Literature,
40 (2), 436–482. http://www.jstor.org/stable/
2698384. (Accessed January 5, 2012).
[8] Greene, W. H. (1997). Econometric Analysis, 3rd
Edition. London: Prentice Hall.
[9] Hsiao, C. (2003). Analysis of Panel Data, 2nd Edi-
tion. Cambridge: Cambridge University Press.
[10] Isdijoso, B. & Wibowo, T. (2002). Analisis
Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah
(Studi Kasus: Sektor Pendidikan di Surakarta).
Kajian Ekonomi dan Keuangan, 6 (1), 22–56.
http://fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%
5CBramtri-1.pdf. (Accessed December 15, 2011).
[11] Kementerian Pendidikan Nasional. (2007). Lapor-
an Akuntabilitas Kinerja Pemerintah. Jakarta: De-
pdiknas.
[12] Kementerian Pendidikan Nasional. (2009). Ikhtisar
Data Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
[13] Media Indonesia Online. (2008, Mei 2).
Pendidikan yang Tidak (Pernah) Tuntas.
http://meekfoundation.org/index.php?act=
articles&type=h&do=view&id=279. (Accessed

Anda mungkin juga menyukai