Anda di halaman 1dari 5

Nyeri neuropati (NN ) adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer

pada sistem saraf . Prevalensi nyeri neuropati (NN) diperkirakan 1% dari total populasi dan 1/3
diantaranya adalah penderita DM . NN pada penderita DM pada umumnya dirasakan di daerah kaki
(ujung ekstremitas bawah) dan jarang diatas lutut, ataupun ekstremitas atas. Diskripsi Nyeri Diabetika
(ND) ditandai dengan rasa terbakar, rasa ditikam, kesetrum, disobek, tegang, diikat, atau allodinia . Bila
tanpa pengobatan yang baik keluhan nyeri sering kali disertai dengan gangguan tidur dan mood.

Farmakoterapi untuk ND seringkali menemui kesulitan, sebab obat-obat analgesik maupun opioid
umumnya kurang efektif . Disamping hal tersebut diatas, diketahui pula bahwa tidak semua penderita
nyeri diabetika (ND) menunjukkan simptom nyeri yang sama. Sebagai ilustrasi

A. Kasus I :Seorang penderita wanita, 50 th, menderita DM tipe II selama 4 tahun.


Penderita mengeluhkan:

- panas di kaki (continuous burning pain)


- hiperalgesia statik mekanikal (tekanan)
Pada pemeriksaan neurologik ditemukan: Polineuropati aksonal ringan

B. Kasus II: Seorang laki-laki, 76 th, dengan DM tipe II selama 4 tahun Penderita
mengeluhkan:

- disestesi (spontan) di kaki dan tangan


- kulit dingin dan kadang-kadang timbul rasa nyeri seperti kesetrum
(electric-like lancinating painyang paroksismal)
Pada pemeriksaan neurologik ditemukan: Polineuropati aksonal (sensorik
dan motorik) yang berat.

Dari kedua kasus diatas, terlihat adanya perbedaan keluhan dan kelainan neurologik. Hal tersebut
mencerminkan adanya perbedaan patologi . Strategi pengobatan yang ada saat ini, yang berdasarkan
pada sindroma, ternyata belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu strategi
pengobatan yang mungkin lebih efektif perlu dicoba, yaitu yang berdasarkan pada mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya tanda dan gejala (sign and symptom). Dengan demikian pola
pengobatan dengan basis tanda dan gejala tersebut perlu dipahami lebih jauh .

PEMBAHASAN

Kelainan Patologi pada Neuropati Diabetika

DM telah lama dikenal sebagai penyakit dengan berbagai komplikasi. Banyak diantara
komplikasi yang terjadi sebagai akibat hiperglikemia. Salah satu diantaranya adalah neuropati,
sehingga disebut sebagai Neuropati Diabetika.

Neuropati diabetika(ND) muncul olerh karena adanya lesi kronik pada saraf tepi. Penyebab lesi
saraf tepi pada penderita Neuropati diabetika sangat kompleks. Ada yang mengatakan oleh karena
timbulnya degenerasi sel Schwann yang akan menyebabkan terjadinya dimielinasi. Pendapat lain
menyebutkan, terjadinya kehilangan akson, degenerasi pada ganglion radiks dorsalis (GRD) dan
hilangnya neuron-neuron di kornu anterius medula spinalis. Pada pemeriksaan elektromiografi, banyak
ahli menemukan penurunan kecepatan hantar saraf tepi. Ini yang membuktikan adanya dimielinasi.
Pada penderita neuropati diabetik (ND) dengan keluhan nyeri yang berat (terutama pada kaki)
ditemukan kelainan neurologis yang ringan, yang hanya berupa gangguan sensorik bagian distal dari
kaki. Akan tetapi, disini refleks tendo masih dalam batas normal. Sedangkan penderita DM tanpa nyeri,
sering menunjukkan refleks tendo yang negatif Apakah hal tersebut sesuai dengan dinamika proses
degenerasi dan regenerasi, masih menjadi pertanyaan. Seperti diketahui fungsi serabut saraf adalah
sebagai penghantar impuls. Apabila terjadi gangguan pada fungsi penghantar impuls tersebut, akan
mengaktifasi program survival atau terjadi kematian. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kalau
lesi yang diderita cukup berat, maka yang aktif adalah program kematian. Akibatnya yang menonjol
adalah gejala negatif dari sistem saraf, seperti gangguan sensorik dengan manifestasi berupa anestesi,
analgesi, gangguan motorik berupa kelumpuhan, atau kelainan saraf otonom berupa gangguan ereksi,
dan lain sebagainya.

Mekanisme Nyeri pada Neuropati

Trauma maupun penyakit, atau keadaan yang menyebabkan lesi serabut saraf, akan mengakibatkan
terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas dari membran . Bagian paroksismal dari lesi akan tumbuh
tunas-tunas baru (sprouting) yang sebagian diantaranya mampu mencapai organ target dan sebagian
lagi tidak, hingga berakhir sebagai tonjolan-tonjolan yang dinamakan neuroma. Di daerah neuroma ini
berakumulasi "ion channel" (terutama Na + channel). Disamping ion channel, juga terdapat molekul-
molekul reseptor dan tranducer. Hal tersebut menjadi penyebab munculnya impuls ectopic,baik yang
evoked maupun yang spontan. Di samping Na channel, pada beberapa penderita tampak danya "Alpha
-adreno-receptors" yang peka terhadap katekolamin dan noradrenalin yang dilepaskan oleh sistem
simpatis. Reseptor ini akan menambah ectopic discharge .

Akibat timbulnya ectopic discharge, neuron-neuron sensorik di kornu dorsalis dibanjiri dengan
impuls dari perifer, sehingga mengakibatkan sensitisasi neuron-neuron tersebut. Selain itu, pada lesi
saraf tepi sering menyebabkan matinya neuron-neuron inhibisi yang dapat menimbulkan nyeri spontan.
Pada lesi saraf tepi mungkin pula serabut saraf C yang ke kornu dorsalis mati, yang akan memacu
terjadinya sprouting pada serabut A beta. Sensitisasi sentral inilah yang menjadi dasar timbulnya
hiperalgesia dan allodinia.

Disamping kejadian tersebut diatas, ada pula kemungkinan lesi di serabut saraf afferen akan
menyebabkan munculnya mediator inflamasi, seperti Prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, histamin,
serotonin, dan lainnya, yang akan merangsang langsung nosiseptor, sehingga timbul nyeri. Atau dapat
pula menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menimbulkan hiperalgesia. Hal inilah yang diperkirakan
sebagai faktor yang bertanggungjawab terhadap timbulnya nyeri muskuloskeletal dan nyeri neuropati
pada penderita DM.

Hiperglikemia juga dapat menimbulkan penurunan nilai ambang nyeri pada penderita neuropati
diabetik, dan mengurangi efek opioid sebagai analgesik Kejadian ini disebabkan adanya pengaruh
glukosa terhadap reseptor opioid .
FARMAKOTERAPI
1. Attal (1999) menganjurkan obat-obatan sebagai berikut:
a. GABAPENTIN
b. Amitriptilin
c. Imipramin
d. Fenitoin
e. carbamazepin
f. Tramadol
g. Capsaicin
h. Clinidin
i. Mexilletin
j. Paroxetin
k. Clomipramin
l. Dextromethorphan

2. Dalam Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik (Meliala et al., 2000), farmako
terapi yang dianjurkan:

m. NSAID : khusus untuk nyeri muskuloskeletal dan neuroartropati


n. Antidepressan; amitriptilin, imipramin
o. Antikonvulsan: GABAPENTIN, Karbamazepin
p. Antiaritmik: mexilletine
q. Topikal: capsaicin

3.Mekanisme yang menjadi dasar timbulnya gejala ND adalah:

a. Akumulasi "Na-channel" yangmenyebabkan timbulnya gejala dari berbagai


jenis serabut saraf
b. Sensitisasi sentral

Farmakoterapi yang terpenting sebenarnya adalah obat yang mampu memblok Na-channel
(membrane stabilizing agent), obat yang bekerja sentral (di medula spinalis) untuk modulasi nyeri.
Untuk kedua mekanisme ini, obat yang bermanfaat adalah:

a. Antikonvulsan
b. Lignocaine
c. Mexiletine

Mengenai antikonvulsan, sejak tahun 1966 sampai 1994 telah banyak publikasi mengenai
penggunaan antikonvulsan sebagai ajuvan analgetik. Diantara antikonvulsan yang diteliti adalah
Carbamazepin dan Fenitoin. Akhir-akhir ini muncul antikonvulsan baru seperti: GABAPENTIN,
Lamotrigin, dan lain-lain. Khusus mengenai GABAPENTIN, telah banyak publikasi mengenai obat ini,
diantaranya:

a. Untuk Nyeri Neuropati Diabetika (Bokanja, 1998)


b. Nyeri Pasca Herpes (Rowbotham et al., 1998)
c. Nyeri Neuropati sehubungan dengan infeksi HIV
d. Nyeri Neuropati sehubungan dengan kanker
e. Nyeri neuropati deafferentasi
f. "Reflex Symphathetic Dystrophy"

KESIMPULAN

Nyeri Neuropatik merupakan salah satu komplikasi dari DM. Timbulnya nyeri pada penderita DM
sampai sekarang diperkirakan penyebabnya adalah:

a. Munculnya mediator inflamasi


b. Kelainan struktural saraf sensorik maupun otonom
c. Sensitisasi sentral

Farmakoterapi yang diperkirakan efektif untuk inflamasi (adanya mediator inflamasi) adalah
NSAID, sedangkan untuk kelainan struktural adalah Antikonvulsan, serta untuk saraf otonom adalah
Clonidin.

Daftar Pustaka

1. Attal, N., Nicholson, B., Serra, J., 2000. New Directions in Neuropathic Pain:
Focusing Treatment Symptoms and Mechanisms. Royal Society of Medicine Press
Ltd., London.
2. Backonja, M., Beudoun, A., Edwards, K.R., Schwartz, S.L., Fonseca, V., Hes, M.,
La Moreaux, L., Garopalo, E. 1998. Gabapentin for The Symptomatic Treatment
of Painful Neuropathy in Patients with Diabetes Mellitus. JAMA, 280;
pp:1831-1836.
3. Bennett, G.J., 1997. Neuropathic Pain: An Overview. In: Borsook, D. (ed),
Molecular Neurobiology of Pain. IASP Press, Seattle.
4. Devor, M., & Seltzer, Z., 1999. Pathophysiology of Damaged Nerves in Relation to
Chronic Pain. In: Wall, P.D. & Melzack, R. (Eds). Textbook of Pain. 4th
ed. Churchill Livingstone, pp: 129-164.
5. Dickenson A.H., Chapman, V. 1999. New and Old Anticonvulsant as Analgesic.
In: Devor, M., Rowbotham, M. C., & Wiesenfeld-Hallin, Z. (eds). Proceedings of
the 9th World Congress on Pain. IASP Press. Seattle, pp: 875-866.
6. McCaffery, M., Pasero, C., 1999. Pain Clinical Manual. 2nd ed. Mosby, St. Louis;
pp: 300-320.McCormack, K. 1999. Fail-safe Mechanism that Perpatuate
Neuropathic Pain. Pain: clinical up dates, VII(3).
7. McQuay, H., Carrol, D., Jasdad, A.R., Wiffen, P., Moore, A., 1995. Anticonvulsant
Drugs for Management of Pain: A systematic Review. BMJ, 311; pp: 1047-1052.,
8. Meliala, L., Suryamiharja, A., & Purba, J.S., 2000. Konsensus Nasional Penanganan
Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (Perdossi).
9. Meliala, L., Suryamiharja, A., Purba, J.S., dan Anggraini, H. 2000. Penuntun
Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).

Anda mungkin juga menyukai