Anda di halaman 1dari 13

AKUNTANSI PERBANKAN DAN LPD

RINGKASAN MATERI KULIAH (RMK) – SAP 8


“KONSEP LEMBAGA PERKREDITAN DESA”

KELOMPOK 1

Nama Kelompok :
1. Debbi Devinta Ambri (1406305027 / 01)
2. Nadya Anjani (1406305043 / 02)
3. Putu Ari Raditya (1406305088 / 07)
4. I Kadek Widhiadnyana (1406305117 / 13)
5. I Dewa Gede Ngurah Raditya (1406305159 / 24)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2016
0
1. Sejarah dan Perkembangan LPD di Bali
1.1 Sejarah LPD di Bali
Keberadaan LPD di Bali sesungguhnya terproses dari sebuah
kesadaran dan kemauan bersama dari masyarakat adat Bali yang telah lama ada dan
berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka, sebelum Republik Indonesia ini
didirikan. Kesadaran dan kemauan bersama itu terwadahi melalui organisasi
komunitas berbasis wilayah yakni Desa Adat (kini Desa Pakraman), Banjar Adat (kini
Banjar Pakraman).
Selain itu, juga tumbuh berbagai organisasi masyarakat atas dasar aktivitas
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yakni sekaa. Sekaa-sekaa itu di antaranya Sekaa
Manyi (kelompok pemanen hasil pertanian di sawah), Sekaa Gong (kelompok
penabuh), Sekaa Semal (kelompok pengusir hama tupai) dan lain-lainnya. Masing-
masing kelompok sekaa tersebut secara aktif melaksanakan kegiatan bersama untuk
mencapai kesejahteraan bersama. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan yakni
kegiatan penghimpunan dan peminjaman dana di antara anggota sekaa. Aktivitas
penghimpunan dana itu ada yang berupa pepeson atau pecingkreman, baik berupa
uang maupun barang yang dilakukan setiap bulan. Uang yang terkumpul itu kemudian
didistribusikan kembali kepada anggota melalui rapat. Anggota yang mendapat
kesempatan meminjam uang itu ditentukan oleh rapat tersebut, termasuk bunga yang
dikenakan kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya, semua anggota sekaa akan
mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan dana sekaa itu dalam upaya
mengembangkan aktivitas ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan
bersama.
Dinamika ekonomi berbasis komunitas khas Bali itu memberi inspirasi
Gubernur Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Pada tahun 1983, pucuk pimpinan
Pemerintah Daerah Provinsi Bali ini merumuskan gagasan untuk membentuk sebuah
lembaga keuangan berbasis adat dengan mengadopsi dan mengembangkan konsep
sekaa, banjar dan desa adat yang telah tumbuh di tengah-tengah masyarakat
Bali. Untuk memperkuat gagasannya itu, Gubernur Mantra mengadakan studi banding
ke Padang. Di sana sudah berdiri Lumbung Pitih Nagari (LPN). LPN merupakan
lembaga simpan pinjam untuk masyarakat adat Padang yang cukup sukses. LPN
sudah ada di Minang, jauh sebelum Jepang menjajah Indonesia LPN pada awalnya
mengenal prinsip dasar arisan yang dimanfaatkan untuk kepentingan adat seperti
upacara pertunangan, pernikahan, pengangkatan datuk dan lain-lain. Namun lama-
1
kelamaan pengelolaan uang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif seperti modal
usaha.
Pada saat yang sama, Pemerintah Pusat juga meluncurkan program
pembentukan lembaga kredit di pedesaan untuk mendorong pembangunan ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa bulan kemudian digelar
seminar tentang Lembaga Keuangan Desa (LKD) atau Badan Kredit Desa (BKD) di
Semarang yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri pada bulan Februari 1984.
Salah satu kesimpulan seminar tersebut yaitu “perlu dicari bentuk perkreditan di
pedesaan yang mampu membantu pengusaha kecil dipedesaan yang saat itu belum
tersentuh oleh Lembaga Keuangan yang ada seperti bank”.
Sejumlah provinsi di Indonesia sesungguhnya sudah memiliki Lembaga
Perkreditan Pedesaan yang tumbuh subur pada dekade 1980-an. Lembaga ini secara
umum disebut Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP). Namun di setiap daerah
namanya berbeda-beda seperti di Aceh disebut Lembaga Kredit Kecamatan (LKC), di
Jawa Barat disebut Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), di Jawa Tengah disebut
Badan Kredit Kecamatan (BKK).
Bali mencoba menerjemahkan hasil keputusan seminar di Semarang dengan
mengandopsi konsep sekaa yang telah tumbuh di masyarakat Bali. Akhirnya,
terbentuklah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali yang dengan tujuan untuk
membantu desa adat. Keuntungan LPD direncanakan untuk membangun kehidupan
religius berikut kegiatan upacaranya seperti piodalan, sehingga warganya tidak perlu
membayar iuran wajib.
Mula pertama, dibuat pilot project satu LPD di tiap-tiap kabupaten. Kala itu,
dasar hukum pembentukan LPD hanyalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali No. 972 tahun 1984, tanggal 19 Nopember 1984. Sebagai
Implementasi dari Kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali tersebut diatas, maka
secara resmi LPD beroperasi mulai 1 Maret 1985, dimana disetiap Kabupaten
didirikan 1 LPD. Selanjutnya LPD diperkuat oleh peraturan daerah provinsi Bali No.
2 / 1988 hingga peraturan daerah provinsi Bali No.8/2002 dan peraturan terk.Selain
persyaratan untuk memiliki peraturan desa adat tertulis, pendirian LPD juga
bergantung anggaran tahunan pemerintah provinsi untuk menyediakan modal awal
dan menyiapkan para pelaksana manajemen.
1.2 Perkembangan LPD

2
Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Desa Pakraman di
Provinsi Bali sampai saat ini cukup pesat. Jika dicermati data laporan PT Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Bali, perkembangan LPD di Bali sangat
menggembirakan. Setelah 30 tahun berjalan, keberadaan LPD terbukti mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan sekaligus menyangga tumbuh
dan berkembangnya budaya Bali sebagai aset bangsa. LPD tidak saja memerankan
fungsinya sebagai lembaga keuangan yang melayani transaksi keuangan masyarakat
desa tetapi telah pula menjadi solusi atas keterbatasan akses dana bagi masyarakat
pedesaan yang nota bene merupakan kelompok masyarakat dengan kemampuan
ekonomi terbatas.
Kesuksesan LPD ini merupakan buah dari konsep pendirian dan pengelolaan
LPD yang digali dari kearifan lokal dan kultural masyarakat Bali yang berbasis pada
kebersamaan, kekeluargaan dan kegotong-royongan. Kendati ide pendirian LPD
berasal dari Pemerintah Daerah Bali (Gubernur Prof. IB Mantra), akan tetapi sujatinya
gagasan itu digali dari sesuatu yang telah berkembang sebagai kultur dan kearifan
lokal masyarakat Bali. Artinya, gagasan LPD sesungguhnya berakar pada adat dan
budaya masyarakat Bali.
Penyebab kesuksesan LPD juga berasal dari pola pengelolaan yang berbasis
komunitas dengan landasan nilai-nilai kekeluargaan dan kegotong-royongan dalam
bingkai adat dan budaya Bali. Masyarakat di Desa Pakraman menjadi pemilik
sekaligus pengelola LPD yang menjalankan tugas dan fungsinya dalam ikatan
komitmen untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama.
Sebagai buah dari inisiatif dan pengelolaan oleh masyarakat Desa Pakraman
itu lalu hasil yang dicapai juga akhirnya dinikmati secara bersama-sama. Hasil
bersama itu tidak saja tercermin melalui manfaat ekonomi, tetapi yang jauh lebih
penting adalah manfaat sosial-budaya berupa semakin kokohnya adat dan budaya.
LPD menjadi sumber utama pendanaan kegiatan adat, budaya maupun sosial
masyarakat di Desa Pakraman.
Tujuan pendirian sebuah LPD pada setiap desa adat, berdasarkan penjelasan
peraturan Daerah No.2/ 1988 dan No. 8 tahun 2002 mengenai lembaga peerkreditan
desa(LPD), adalah untuk mendukung pembangunan ekonomi perdesaan melalui
peningkatan kebiasaan menabung masyarakat desa dan menyediakan kredit bagi
usaha skala kecil, untuk menghapuskan bentuk – benttuk eksploitasi dalam hubungan
kredit, untuk menciptakan kesempatan yang setara bagi kegiatan usaha pada tingkat
3
desa, dan unttuk meningkatkan tingkat monetisasi didaerah perddesaan (Government
of Bali, 1988, Government of Bali, 2002).
Ada empat faktor yang saling terkait yang dapat menjelaskan pertumbuhan
LPD yang sangat cepat tersebut sebagai lembaga perantara keuangan di provinsi Bali.
1. Pertama, pertumbuhan LPD yang cepat tersebut secara tidak langsung
menunjukan bahwa pemerintah provinsi Bali memiliki keinginan politis yang kuat
untuk menyediakan akses kredit bagi masyarakatnya melaluui pendirian LPD.
2. Kedua, pertumbuhan yang sangat cepat pada portofolio nasabah dan pinjaman
LPD mengindikasikan bahwa LPD – baik sebagai lembaga keungan maupun
mekanisme tata- kelolanya – sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat Bali, terutama didaerah perdesaan.
3. Ketiga, Karena masing – masing LPD beroperasi hanya disebuah desa adat yang
wilayahnya relatih kecil, anggota komunitas memiliki informasi yang cukup
mengenai LPD dan dapat dengan mudah mengaksesnya.
4. Keempat, jumlah tabungan menunjukan bahwa LPD bukan hanya merupakan
lembaga pemberi pinjaman ( lending institution) tetapi juga sebagai lembaga
tabungan (saving institution), yang berarti LPD telah mampu berperan sebagai
lembaga perantara keuangan seperti halnya Bank umum.

2. Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Bidang Usaha LPD


2.1 Pengertian LPD
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah lembaga ekonomi desa yang
dipergunakan untuk penitipan dan penukaran uang di pedesaan. Sehingga pada
dasarnya LPD berfungsi sebagai pengumpulan dana, pemberi kredit, dan menjadi
perantara di dalam lalu lintas pembayaran pada umumnya dan merupakan sumber
pembiayaan pembangunan di wilayah desa adat yang ada di Bali.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007, LPD
merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di
lingkungan desa dan untuk karma desa. Menurut keputusan Gubernur Bali Nomor 3
Tahun 2003, LPD merupakan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pekraman dalam
wilayah Provinsi Bali. Menurut Peraturan Daerah Tingkat I Bali No. 2 Tahun 1988,
LPD adalah suatu nama bagi usaha simpan pinjam milik masyarakat desa adat yang
berada di Propinsi Daerah Tingkat I Bali dan merupakan sarana perekonomian rakyat
di pedesaan.Selanjutnya peranan LPD ini semakin berkembang dan bidang usaha pun

4
semakin luas, sejalan dengan kemajuan peradaban, teknologi informasi dan
globalisasi perekonomian. Karena LPD merupakan perusahaan yang dinamis
sehingga mendorong pertumbuhan perekonomian, sehingga usaha LPD bukan saja
sebagai penyimpanan dan pemberian kredit, tetapi juga sebagai alat lalu lintas
pembayaran, stabilitas dan pembayaran, stabilitas dinamisator pertumbuhan
perekonomian suatu desa. Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa LPD adalah
suatu lembaga perantara dalam proses peredaran uang, maupun sebagai sumber
pembiayaan pembangunan di wilayah desa adat yang ada di Bali pada umumnya.

2.2 Fungsi LPD


Fungsi LPD didirikan sesuai Perda Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1988
menyebutkan dalam pasal 3 bahwa :
a. LPD adalah salah satu lembaga desa yang merupakan unit operasional serta
berfungsi sebagai wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat-surat
berharga lainnya.
b. Pendayagunaan LPD diarahkan kepada usaha-usaha peningkatan taraf hidup
krama desa untuk menunjang pembangunan.

2.3 Tujuan LPD


Selanjutnya sesuai dengan Perda tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1988
disebutkan dalam pasal 4 bahwa tujuan LPD didirikan adalah :
a. Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang
terarah serta penyaluran modal kerja yang efektif.
b. Memberantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu
di pedesaan.
c. Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga
kerja pedesaan.
d. Meningkatkan daya beli atau lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa.

2.4 Bidang Usaha LPD


Sedangkan untuk pencapaian tujuan disebut di atas maka bidang usaha yang
dilaksanakan seperti tertuang pada Perda Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1988 adalah :

5
a. Menerima/menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan
deposito.
b. Memberikan pinjaman untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif pada
sektor pertanian, industri/kerajinan kecil, perdagangan dan usaha-usaha lain yang
dipandang perlu.
c. Usaha-usaha lain yang bersifat pengerahan dana desa.
d. Penyertaan modal pada unsur-unsur lainnya.
e. Menerima pinjaman-pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan.

3 Sistem Pengawasan dan Bimbingan LPD


LPD berbeda dari lembaga keuangan Mikro lain yang dikendalikan oleh
pemerintah provinsi seperti badan kredit kecamatan (BKK) di Jawa Tengah atau kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur karena kepemilikan dan
pengorganisasiannya dipengarui oleh adat istiadat masyarakat Bali. Keputusan Gubernur
No. 344 / 1993 juga menyebutkan fungsi Bank BPD Bali. Dalam pasal 2 keputusan
tersebut (pemerintah Bali, 1993b) dinyatakan bahwa Bank BPD Bali memiliki 3 fungsi
berkenaan dengan LPD. Pertama, memberikan bimbingan teknis dalam dua cara yaitu
melalui bimbingan pasif, dan melalui bimbingan aktif yang dilakukan dengan kunjungan
langsung kelokasi LPD. Kedua, Bank BPD Bali memiliki tugas untuk mengelola
koordinasi dengan organisasi lain yang terlibat didalam proses bimbingan dan
pengawasan LPD. Ketiga, Bank BPD Bali harus menyiapkan laporan evaluasi triwulan
tentang kinerja keuangan dan kesehatan LPD kepada gubernur.

4 Tata Kelola LPD


4.1 Organisasi dan Perencanaan
Berdasarkan PERDA Provinsi Bali No.8/2002, setiap LPD dikelola oleh
sebuah komite (ketua, kasir dan petugas administrasi). Deskripsi manajemen inti
dapat dijelaskan bahwa ketua bertugas mengordinasi kegiatan operasional harian
LPD, pembuatan perjanjian kontrak dengan nasabah, bertanggung jawab pada desa
adat melalui pemimpinnya (Dewan Pengawas LPD), menyusun rencana kegiatan dan
anggaran, dan memformulasikan kebijakan LPD. Petugas administrasi melakukan
tugas-tugas administrasi, baik administasi umum maupun tata buku, bertanggung
jawab kepada ketua LPD, menyusun laporan neraca dan laporan pendapatan, serta
mengelola arsip. Sedangkan kasir adalah mencatat aliran dana. Staf LPD membantu
ketua melaksanakan tugasnya dan terlibat dalam pembuatan kegiatan dan rencana
6
anggaran dalam keputusan pemberian kredit. Dalam mengelola LPD, tim manajemen
juga memantau perubahan situasi makro-ekonomi, melakukan rapat formal triwulanan
untuk evaluasi internal yang melibatkan semua staf. Staf pengumpul kredit diberi
pengarahan harian mengenai tugas mereka oleh ketua LPD sebelum mereka mulai
bekerja evaluasi internal LPD dilakukan oleh dewan pengawas. Hal ini membenarkan
pendapat bahwa struktur organisasi LPD mampu mengimplementasikan kebijakan
dan strategi LPD untuk mencapai tujuannya. Kemampuan manajemen internal LPD
memperoleh dukungan dari pengawasan dan bimbingan yang diberikan pemerintah
lokal pada tiap tingkatan dan oleh bank BPD Bali. Hal ini membenarkan pendapat
bahwa struktur organisasi LPD mampu mengimplementasikan kebijakan dan strategi
LPD untuk mencapai tujuannya. Kemampuan manajemen internal LPD memperoleh
dukungan dari pengawasan dan bimbingan yang diberikan pemerintah lokal pada tiap
tingkatan dan oleh bank BPD Bali.

4.2 Prosedur Rekuitmen


Tim manajemen inti direkrut dari desa adat lokal. Mereka dipilih dari anggota
komunitas desa dan ditetapkan dalam rapat desa untuk periode empat tahun. Namun
mereka dapat dipilih kembali apabila mampu bekerja dengan baik
(GovernmentofBali,2002,Articli11). Komite manajemen biasanya dibantu oleh dua
atau tiga staf yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan tabungan dan pinjaman.
Menurut pasal 11(4) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8/2002 bahwa salah satu
tugas penting komite inti adalah menjalankan kewenangan untuk menunjuk staf baru
atau untuk memberhentikan staf manajemen operasional LPD. Rekruitmen staf
tambahan dilakukan berdasarkan perkembangan skala usaha LPD. Pemilihan staf baru
oleh Dewan Pengawas juga didasarkan atas tes kemampuan dan sifat atau karakter
pelamar, dan masing-masing dusun di desa adat harus terwakili oleh anggota staf.
Kemudian para pelamar mengikuti tes kemampuan (motivasi, kemauan untuk
mengabdi di LPD, dan pengetahuan umum) yang diadakan oleh PLPDK. Persyaratan
umum untuk pelamar ialah memiliki minimal ijazah tingkat SMU. Singkatnya,
prosedur rekruitmen ini menggambarkan pentingnya peran institusi informal dalam
tata kelola LPD, dan menunjukkan kuatnya keterikatan LPD dengan lingkungan
sosio-kulturalnya. Prinsip Pengaturan Operasional mencakup peraturan mengenai
kecakupan modal (capital adequacy), batas jumlah peminjaman (legal lending limit),
cadangan untuk kerugian pinjaman manajemen likuiditas, dan sistem pemeringkatan
7
LPD. LPD harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) dari
lembaga keuangan agar dapat menjadi lembaga keuangan yang sehat. Berdasarkan
kriteria CAMEL BPR yang diterapkan BI berdasarkan surat edaran No. 30/UUPB, 30
April 1997 (Bank BPD Bali,2000) bahwa pengaturan ini mengatur CAR, kualitas aset
produktif, aspek manajemen, pendapatan dan likuiditas.

4.3 Mekanisme Penyaluran Pinjaman


Dalam kaitannya dengan tingkat bunga, pada tahun 2002 tingkat bunga
pinjaman untk pinjaman berkisar antara 27 hingga 33 persen, lebih tinggi dari pada
rata – rata tingkat bunga bank umum yang hanya 22 persen pertahun pada saat itu.
Peraturan desa adat juga berlaku bagi staf LPD yang melanggar peraturan dan salah
dalam mengelola operasional harian LPD, seperti kolusi, korupsi atau manipulasi.
Sanksi sosial dapat dikenakan pada mereka.selain itu, berdasarkan peraturan legal
formal, pasal 24 peraturan Daerah No. 8 / 2002 yang menyatakan bahwa staf LPD
yang melanggar peraturan dan menyebabkan LPD menderita kerugian keuangan
haruslah mengganti kerugian tersebut. Pasal 26 yang menerangkan pasal 24 peraturan
tersebut menekankan bahwa staf terpidana dapat memperoleh hukuman maksimum 6
bulan penjara atau maksimum denda Rp 5 juta. Singkatnya, gambaran ini menunjukan
bahwa institusi informal (seperti norma – norma dan sanksi sosial) dan institusi
formal ( peraturan legal formal ) digunakan bersama- sama dalam tata – kelola LPD.

4.4 Sistem Penggajian


Sistem penggajian pada LPD secara umum dimaksudkan untuk menstimulasi
kinerja yang lebih baik dari stafnya, terutama dalam mengumpulkan pinjaman dan
mempromosikan dan melayani tabungan. Diantara manjemen inti LPD, ketua
memperoleh gaji paling tinggi, diikuti oleh petugas kasir dan tenaga administrasi.
Prinsip penentuan gaji pokok yang didasarkan biaya hidup di desa di mana LPD
berada juga tercermin pada kuatnya hubungan antara LPD dan lingkungan sosio-
ekonominya. Kondisi makro-ekonomi yang terus tumbuh dan stabil disertai dengan
liberalisasi pasar keuangan pada tingkat nasional, stabilitas politik di Bali, dukungan
dari pemerintah pada semua tingkat administrative, tingkat kohesi sosial masyarakat
Bali yang tinggi dan struktur sosial tradisional yang penting telah mendukung
pertumbuhan LPD. Tidak ada keraguan bahwa kondisi makro-ekonomi yang terus
tumbuh dan stabil dan lingkugan sosio-kultural merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan LPD di Bali.

8
5 Perbedaan LPD dengan Lembaga Keuangan Lainnya
LPD sebagai lembaga keuangan milik komunitas desa pakraman memiliki
perbedaan yang sangat besar dengan lembaga-lembaga keuangan lain.
a. LPD dengan Bank
LPD sebagai lembaga keuangan komunitas desa pakraman menggunakan Pasal 18A
dan Pasal 18B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
dasar konstitusinya, sedangkan Bank berpedoman Pasal 23D, dan Pasal 33 Undang-
undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar
konstitusinya. LPD memiliki landasan konstitusional yang berbeda dengan Bank,
selain landasan konstitusional yang berbeda dasar hukum LPD juga memiliki
perbedaan dengan Bank. LPD menggunakan Undang-undang No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan Bank menggunakan Undang-undang No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai dasar hukumnya. Sifat keanggotaan LPD
adalah tertutup dan yang boleh menjadi anggota hanyalah warga masyarakat desa
pakraman sedangkan Bank sifat keanggotaannya adalah umum siapapun berhak
menjadi anggota dengan berdasarkan atas pilihan dari pemegang saham
b. LPD dengan Lembaga Keuangan Mikro
LPD dibandingkan dengan Lembaga Keuangan Mikro juga menganut dasar
konstitusional yang berbeda. Lembaga Keuangan Mikro selanjutnya disebut LKM,
menggunnakan dasar konstitusional yakni Pasal 33 Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan LPD menggunakan Pasal 18A dan Pasal
18B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan
konstitusionalnya. LKM menggunakan Undang-undang No.1 Tahun 2013 yang
disahkan pada 11 Desember 2012 lalu sebagai dasar hukum dari LKM. LKM
didirikan dengan motif untuk menunjang kebutuhan usaha kecil menengah dari
masyarakat dengan memberikan pinjaman dengan transaksi-transaksi kecil dan jangka
pendek agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,
sedangkan motif pendirian LPD adalah memelihara kebudayaan yang ada di Bali serta
sebagai sarana untuk mensejahterakan masyarakat desa pakraman dengan dasar
hukum Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kepemilikan LKM dapat dimiliki oleh siapapun bagi seluruh warga negara indonesia
dan badan usaha milik desa/kelurahan serta pemerintah daerah kabupaten/kota dan
atau koperasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 2013.

9
Berbeda dengan LPD yang berperan sebagai lembaga komunitas desa pakraman yang
kepemilikannya hanya diperuntukan bagi seluruh masyarakat desa pakraman
c. LPD dengan Koperasi
Koperasi sama seperti lembaga keuangan lainnya menggunakan pasal 33 Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan
konstutusionalnya, dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya sudah jelas berbeda
dengan LPD yang menggunakan Pasal 18A dan Pasal 18B Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Terlepas
dari landasan konstitusional yang berbeda, Koperasi juga memiliki tujuan yang
berbeda dengan LPD bila dicermati secara seksama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4
Undang-undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dapat diketahui bahwa
Koperasi didirikan dengan tujuan untuk mensejahterakan anggota pada khususnya
kemudian masyarakat pada umumnya, sedangkan LPD mengemban tujuan
memelihara kebudayaan yang ada di Bali serta sebagai sarana untuk mensejahterakan
masyarakat desa pakraman. Keanggotaan Koperasi dijelaskan dalam Pasal 26
Undang-undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bahwa keanggotaan
Koperasi bersifat umum dan setiap warga negara Indonesia yang mampu
melaksanakan tindakan hukum dan dapat bertanggung jawab dapat menjadi anggota
Koperasi, berbeda dengan LPD yang keanggotaannya mencakup seluruh masyarakat
desa pakraman, jadi yang dapat menjadi anggota pengurus LPD hanyalah masyarakat
desa pakraman ditempat dimana LPD yang bersangkutan melaksanakan kegiatannya.

6 Sumber Modal LPD


Sumber permodalan bagi LPD ditentukan berdasarkan SK Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun 1984 disebutkan dalam pasal 8 adalah:
a. Modal pertama LPD berjumlah Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) yang bersumber
dari APBD Propinsi Daerah Tingkat I Bali sebagai kredit investasi dengan jangka
waktu 5 – 10 tahun.
b. Modal LPD dalam perkembangan lebih lanjut terdiri pemupukan modal, pemanfaatan
tabungan, nasabah dan pinjaman.

Lebih lanjut dijelaskan pada Perda Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1988 dalam
pasal 6 bahwa modal terdiri dari :
a. Swadaya masyarakat sendiri dan atau irunan krama desa.
b. Bantuan pemerintah.
10
c. Modal LPD dalam perkembangan lebih lanjut terdiri dari pemupukan modal,
pemanfaatan tabungan nasabah dan pinjaman.

7 Faktor yang Mendukung Keberhasilan LPD Sebagai Lembaga Perekonomian


Rakyat yang Berbasis Masyarakat Hukum Adat di Bali.
7.1 Sinergi Antara Sumber Daya Manusia (SDM) Dengan Dasar Filosfis Konsep Tri
Hita Karana
Suatu LPD dalam hal menentukan SDM yang akan memanajemen
lembaganya ditentukan suatu kriteria yakni memiliki moral yang baik, mental yang
kuat dan mampu memotivasi diri. Ketiga komponen tersebut dinilai harus dimiliki
oleh seseorang agar dapat membawa suatu LPD menuju keberhasilan. SDM yang
memiliki moral yang baik, mental kuat dan mampu memotivasi diri sendiri tersebut
akan lebih tangguh apabila dibarengi dengan sinergi antara SDM tersebut dengan
konsep Tri Hita Karana yang merupakan dasar filosofis dari berdirinya LPD. Sinergi
antara SDM dengan konsep Tri Hita Karana tersebutlah yang menjadi pendorong dari
LPD dapat berhasil sebagai lembaga yang bertugas untuk mensejahterakan
masyarakat desa pakraman serta melestarikan kebudayaannya.

7.2 Faktor Pertumbuhan Ekonomi


Faktor pendorong yang kedua dibalik keberhasilan LPD sebagai suatu
lembaga yang bertugas mensejahterakan masyarakat desa pakramannya adalah faktor
pertumbuhan ekonomi. Faktor pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah suatu
LPD mampu menciptakan market leader dan mampu mengatasi kompetitornya. Suatu
LPD mampu menciptakan dan mengeluarkan suatu produk-produk, dimana produk itu
dapat diterima oleh masyarakat desa pakramannya. Dengan dapat diterimannya
produk-produk tersebut oleh masyarakat desa pakraman maka akan menciptakan
suatu dominasi keuntungan karena telah berhasil menarik seluruh nasabah untuk
menggunakan produk mereka sendiri, dengan dominasi tersebut sudah jelas
kompetitor lain yang sama-sama melayani kredit serupa dapat diatasi.

7.3 Produk yang Dikeluarkan oleh Suatu LPD Diterima oleh Masyarakat Desa
Pakraman
Faktor pendukung keberhasilan yang ketiga masih berhubungan dengan faktor
kedua, pada faktor yang ketiga pengurus LPD menilai bahwa pendukung atas
berhasilnya suatu LPD hingga sampai seperti saat ini bahwa produk-produk yang
11
mereka miliki dapat diterima dengan baik dan dimanfaatkan secara bijak oleh
masyarakat desa pakramannya. LPD dalam kiprahnya selama beberapa tahun
belakangan dengan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa pakraman telah
mengeluarkan produk-produk yang inovatif dan tentunya dinilai sangat membantu
oleh masyarakat

7.4 Pembangunan Pariwisata


Faktor keempat yang mendorong keberhasilan suatu LPD adalah daerah
pariwisata. Melalui pembangunan pariwisata ini suatu LPD bersama masyaraktnya
mencoba untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata di yang ada di desanya.
Sehingga bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Suartana, I Wayan. 2009. Aristektur Pengelolaan Risiko Pada Lembaga Perkreditan Desa
(LPD). Udayana University Press: Bali.
http://rismameiky.blogspot.co.id/2014/05/tugas-bank-lembaga-keuangan.html [Diakses pada tanggal
29 Oktober 2016].
http://letsreadingme.blogspot.co.id/2015/05/pengertianperan-dan-fungsi-lembaga.html?m=1[Diakses
pada tanggal 29 Oktober 2016].

12

Anda mungkin juga menyukai