Penyusun
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dari uraian latar belakang diatas dapat kami jabarkan rumusan permasalahan
yang akan di bahas dalam makalah ini sebagai berikut :
C. Tujuan
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk Mahasiswa,
- Sebagai bahan referensi untuk makalah tentang penilaian kinerja ASN selanjutnya.
- Sebagai masukan kepada mahasiswa untuk dapat memberikan masukan-masukan
kepada pemerintah.
b. Untuk Penyelenggara Pelayanan Publik (ASN)
- Sebagai bahan sebagai standarisasi kinerja Satuan Unit Kerja.
- Sebagai masukan dan kritikan untuk kinerja yang lebuh baik.
c. Untuk Masyarakat
- Sebagai pembuka pengetahuan akan standar kinerja pegawai.
- Sebagai referensi untuk menganalisis kinerja ASN dalam pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan pelaksana dan penanggug jawab atas pelayanan
publik yang diterima oleh masyarakat. Dalam UU ASN Pasal 1 telah dijelaskan bahwa Aparatur Sipil
Negara, merupakan profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tujuan pegawai ASN dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 adalah sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa (UU No. 5 /
2014 Pasal 10). Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa Pegawai ASN terdiri
atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam penilaian kinerja ini penulis akan memfokuskan terhadap penilaian kinerja PNS di
dalam kepegawaian ASN.
manajemen Pegawai ASN didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara
adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama,
asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Dengan demikian,
diharapkan dalam pelaksanaan penilaian kinerja pegawai dapat dilakukan murni atas apa
yang telah dicapai oleh pegawai tersebut bukan atas unsur adanya korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil diatur dalam PP No. 24 Tahun 1976 tentang
CutiPNS, PP No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS, PPNo. 15
Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan PNS, PP No. 32 Tahun 1979tentang
Pemberhentian PNS, PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan DisiplinPNS, dan lain-lain.
Upaya-upaya untuk memperbarui regulasi tersebut telahdimulai walaupun belum
memperlihatkan hasil yang signifikan.Dari perspektif kelembagaan, terdapat beberapa
instansi yang menanganiperumusan kebijakan PNS seperti Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara,Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara, dan
DepartemenDalam Negeri. Deputi II Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur
KementerianPAN, contohnya, bertugas menyiapkan perumusan kebijakan dan
koordinasipelaksanaan kebijakan di bidang sumber daya manusia aparatur dengan fungsi-
fungsi :
(a) menyiapkanperumusan kebijakan di bidang sumber daya manusiaaparatur;
(b) melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang sumber dayamanusia
aparatur;
(c) melakukan pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan dibidang sumber daya
manusia aparatur; dan
(d) melaksanakan hubungan kerja dibidang sumber daya manusia dengan pemerintah
Menurut Mathis dan Jackson (2006) Manusia merupakan sumber daya yang penting
yang harus digunakan oleh organisasi sampai tingkat yang lebih tinggi atau sedikit, dan bagi
banyak organisasi karyawan yang berbakat merupakan landasan keunggulan bersaing.
Ungkapan yang senada dalam pendekaan yang lebih makro dinyatakan oleh Amstrong
(2006) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah strategis dan manajemen
organisasi harus melakukan pendekatan yang lebih komprehensif karena manusia
merupakan aset yang sangat bernilai, melalui orang-orang yang bekerja secara individual
maupun bersama-sama memberikan kontribusi untuk pencapaian tujuan organisasi.
Kinerja telah menjadi terminologi yang sering digunakan orang dalam pembahasan
dan diskusi berkaitan dengan mendorong keberhasilan sumber daya manusia dan
organisasi. Bahkan, kinerja akan selalu menjadi isu aktual dalam organisasi karena apapun
organisasinya, kinerja merupakan pertanyaan kunci terhadap efektifitas atau keberhasilan
organisasi (Sudarmanto, 2009). Menurut Wirawan (2009) konsep kinerja merupakan
singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah
performance. Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dibidang Sumber Daya
Manusia tentang kinerja. Pengertian tentang kinerja dari para ahli antara lain: (1) Mathis
dan Jackson (2006) kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan;
(2) Simanjuntak (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu; (3) Wirawan (2009) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi
atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan pencapaian hasil
kerja yang dilakukan individu atau kelompok atas dasar fungsi dan indikator yang telah
ditetapkan organisasi.
Kinerja organisasi dan kinerja setiap orang akan sangat terganung pada
kemampuan manajerial dari pimpinan. Untuk mengembangkan kompetensi pekerja
pimpinan dapat melakukan:
(1) Mengidentifikasi dn mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan, keunggulan
dan potensi yang dimiliki oleh setiap pegawai;
(2) Mendorong pekerja untuk terus belajar meningkatkan wawasan dan
pengetahuannya;
(3) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pegawai untuk belajar, baik
secara pribadi maupun melalui pendidikan dan pelatihan yang dirancang dan
diprogramkan;
4) Membantu setiap orang yang menghadapi kesulitan dalam melakukan tugas
dengan cara memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan atau pendidikan.
Dalam penilaian kinerja yang ditunjuk sebagai lembaga yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional adalah
Badan Kepegawaian Negara. Badan Kepegawaian Negara (BKN) merupakan lembaga
pemerintah yang berada di luar dari kementerian. BKN menyelenggarakan penilaian kinerja
pegawai secara nasional.
Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu
dan organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta
perilaku PNS. Penilaian kinerja PNS terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai (SKP) dan
perilaku kerja. Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel,
partisipatif, dan transparan. Penilaian kinerja PNS berada di bawah kewenangan Pejabat yang
berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing yang didelegasikan secara berjenjang
kepada atasan langsung dari PNS. Hasil penilaian kinerja PNS digunakan sebagai bahan
kajian untuk menjamin objektifitas dan pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai
persyaratan dalam pengangkatan jabatan, kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi,
dan lain-lain.
Penilaian atas kinerja PNS didasarkan atas prinsip-prinsip:
- Objektif. Penilaian terhadap pencapaian prestasi kerja sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh pandangan atau penilaian subjektif pribadi dari
pejabat penilai.
- Terukur. Penilaian prestasi kerja yang dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif.
- Akuntabel. Seluruh hasil penilaian prestasi kerja harus dapat diper-tanggungjawabkan
kepada pejabat yang berwenang.
- Partisipatif. Seluruh proses penilaian prestasi kerja dengan melibatkan secara aktif
antara pejabat penilai dengan PNS yang dinilai.
- Transparan. Seluruh proses dan hasil penilaian pretasi kerja bersifat terbuka dan tidak
bersifat rahasia.
3. Instrumen Pengukuran Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Penilaian Kinerja pada Pegawai ASN merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
atasan/pimpinan baik dilakukan secara langsung ataupun dengan bantuan lembaga-lembaga
penyelia untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan dan fungsi dari penilaian ini adalah untuk
mengetahui dan mengukur sejauh mana kinerja pegawai dalam suatu lembaga dalam rangka
mencapai tujuan dari pegawai ASN. Tujuan pegawai ASN dalam Undang-Undang No. 5
Tahun 2014 adalah sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan
pemersatu bangsa (UU No. 5 / 2014 Pasal 10). Dalam undang-undang tersebut juga
dijelaskan bahwa Pegawai ASN terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam penilaian kinerja ini penulis akan
memfokuskan terhadap penilaian kinerja PNS di dalam kepegawaian ASN.
Guna memenuhi hal tersebut maka diperlukan sebuah instrumen untuk mengukur dan
juga melakukan penilaian terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil itu sendiri.
Dalam penilaian kinerja, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penilai dalam
melakukan penilaian kinerja. Penyelia sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam
menilai prestasi kinerja pegawai, hal ini meyebabkan penilaian menjadi bias. Bias adalah
distorsi pengukuran yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai akibat ukuran-ukuran
yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias yang umum terjadi adalah:
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal. Apapun format
penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya.
Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan penempatan mungkin ditentang sebab
melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya.
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias.
Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:
- Hallo Effect. Terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengukuran
kinerja baik dalam arti positif maupun negatif.
- Central tendency yaitu penilaian prestasi kerja cenderung dibuat rata-rata dan penilai
menghindari penilaian yang bersifat ekstrim.
- Leniency bias, yaitu kecenderungan penilaian untuk meberikan nilai yang murah
dalam evaluasi pelaksanaan kerja para pegawainya.
- Strickness bias, yaitu kecenderungan penilai terlalu ketat dan keras serta mahal
dalam evaluasi pelaksanaan kerja para pegawainya
- Recency effect (kesan terakhir) yaitu kegiatan terakhir dari pegawai yang terkesan
baik atau buruk, cenderung dijadikan dasar penilaian prestasi kerja oleh atasannya.
Penilaian dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui kinerja yang lemah, hasil
yang baik dan bisa diterima, juga harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai untuk penilaian
lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu memiliki:
a. Standar kerja
Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa
jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu
berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap unit. Hal tersebut dapat
diuraikan dari analisis pekerjaan dengan menganalisis hubungannya dengan kinerja
pegawai saat sekarang. Untuk menjaga akuntabilitas pegawai, harus ada peraturan-
peraturan tertulis dan diberitahukan kepada pegawai sebelum dilakukan evaluasi.
Idealnya, penilaian setiap kinerja pegawai harus didasarkan pada kinerja nyata dari
unsur yang kritis yang diidentifikasi melalui analisis pekerjaan.
b. Ukuran kinerja
Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat
diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian yang
kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya dapat
dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk mencapai
kesimpulan sama tentang kinerja sehingga dapat menambah reliabilita sistem
penilaian.
Sistem penilaian prestasi kinerja yang baik sangat bergantung pada persiapan
yang benar-benar baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Praktis. Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa
penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menetukan keberhasilan
menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
- Kejelasan standar. Standar adalah merupakan tolok ukur seorang dalam
melaksanakan pekerjaannya. Agar memperoleh nilai tinggi, standar itu harus
pula mempunyai nilai kompetitif, dalam arti bahwa dalam penerapannya harus
dapat berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang pegawai
dengan pegawai lainnya yang melakukan pekerjaan yang sama.
- Kriteria yang objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran
yang memenuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan
memberikan informasi tentang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan
dalam melaksanakan pekerjaan.
Dengan demikian efektifnya suatu penilaian kinerja maka instrumen penilaian
kinerja, tersebut harus memenuhi syarat-syarat berikut ini, yaitu:
- Reability, ukuran kinerja harus konsisten. Jika ada dua penilai mengevaluasi
pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hal serupa menyangkut hasil
mutu pekerja.
- Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu
kegiatan yang secara logika itu mungkin.
- Sensivity, beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara
penampilan nilai tinggi dan rendah.
Metode atau teknik penilaian kinerja dapat digunakan dengan pendekatan yang
berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam prakteknya tidak ada satupun teknik yang
sempurna. Pasti ada saja keunggulan dan kelemahannya. Hal penting adalah bagaimana cara
meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan.
a. Penilaian kinerja pegawai di masa lalu
Baik para teoretisi mengembangkan bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai
merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen sumber daya manusia. Pandangan
demikianlah yang mendorong untuk menciptakan berbagai metode dan teknik penilaian
dalam kurun waktu tertentu. Berbagai metode yang dewasa ini dikenal adalah sebagai
berikut:
a. Metode peringkat. Menggunakan metode ini berarti bahwa seorang atau beberapa
penilai menentukan peringkat bagi sejumlah pegawai, mulai dari yang paling
berprestasi hingga kepada yang paling tidak berprestasi
b. Distribusi terkendali, yang dimaksud dengan distribusi terkendali ialah suatu metode
penilaian melalui para penilai menggolongkan sejumlah pegawai yang dinilai ke
dalam klasifikasi yang berbeda-beda berdasarkan berbagai faktor kritikal yang
berlainan dengan prestasi kerja, ketaatan, disiplin, pengendalian biaya, dan lain
sebagainya.
c. Metode alokasi angka, para penilai memberi nilai dalam bentuk angka kepada semua
pegawai yang dinilai. Pegawai yang mendapatkan angka tertinggi berarti dipandang
sebagai pegawai “terbaik” dan pegawai yang mendapat angka paling rendah
merupakan pegawai yang dinilai paling tidak mampu bekerja.
PENUTUP
Kesimpulan
Hidayat, Samsul. 2013. Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PP No.46/2011) dan
PerKa BKN No.1 Tahun 2013. disampaikan pada saat penyuluhan pemberlakuan PP
No.46/2011 per 1 Januari 2014 di Kantor Regional II BKN Surabaya pada November
2013.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri
Sipil
Rival, Veithzal. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia dari Teori ke Praktik.
Jakarta : Rajawali Pers