Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Oleh:

Aristya Rahadiyan Budi 1840312410

Muhammad Farhan 1510312048

Preseptor :

dr. Amilus Ismail, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan

sekitarnya. 1 Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis

vertigo yang paling sering. Kondisi ditandai dengan sensasi berputar yang nyata,

biasanya berlangsung selama < 1 menit yang dipicu oleh adanya perubahan posisi

kepala. Vertigo biasanya terjadi ketika pasien bagun dari tidur, berguling di tempat

tidur, memiringkan kepala ke belakang atau membungkuk.2

Insiden sulit diperkirakan karena sifatnya yang benign, dengan perjalanan

penyakitnya bisa sembuh sendiri. Diperkirakan terdapat 10,7 per 100.000 hingga

17,3 per 100.000 populasi di Jepang. Rata rata onset umur terjadinya BPPV ini

adalah dekade keempat dan kelima, namun bisa juga terjadi pada masa kanak-

kanak. Secara keseluruhan insidennya meningkat sesuai dengan pertambahan

umur. Pada kebanyakan kasus, etiologi spesifik BPPV tidak bisa diidentifikasi.

Penyebab yang paling sering yang diketahui adalah cedera kepala tertutup, diikuti

dengan neuritis vestibularis. Beberapa pustaka melaporkan adanya kejadian

predisposisi seperti infeksi dan prosedur bedah tertentu, termasuk stapeidektomi

dan insersi implant koklear.3

BPPV berkaitan dengan risiko terjatuh pada orang tua sehingga menjadi

penyebab tertinggi kematian mendadak pada pasien diatas umur 65 tahun. Pada

orangtua masalah keseimbangan menjadi masalah besar pada orang tua hingga

diperlukan perlu diagnosis dan manajemen yang adekuat.4

2
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan case report ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,

talaksana, komplikasi dan prognosis dari Benign Paroxysmal Positional Vertigo

(BPPV).
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

neurologi RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Padang


2. Menambah pengetahuan mengenai Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV)
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai BPPV serta

temuan dalam kasus pada pasien


1.5 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis

vertigo yang paling sering. Kondisi ditandai dengan sensasi berputar yang nyata,

biasanya berlangsung selama < 1 menit yang dipicu oleh adanya perubahan posisi

kepala. BPPV pertama kali dijelaskan oleh Barany pada tahun 1921 pada seorang

pasien wanita dan dikaitkan dengan penyakit pada otolit. Namun, klinisnya tidak

3
dijelaskan dengan baik hingga Dix dan Hallpike mendeskripsikan posisi klasik

menyebabkan terjadinya nistagmus yang khas pada 1952 (Dix-Hallpike

manuver).3 Pemahaman lebih lanjut mengenai patologi yang terjadi serta

manajemen diagnosis dijelaskan Schuknecht dan juga Epley. Para penulis ini

menjelaskan teori kupulolitiasis, yang mana selanjutya menjadi tatalaksana terapi

pertama, serta teori kanalolitiasis yang menjadi teknik baru yang tujuan adalah

untuk mereposisi. 5

BPPV adalah gangguan vestibular perifer yang melibatkan salah satu dari

kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis yang paling sering terkena adalah

posterior, dan terkadang pada kanal lateral dan jarang pada superior. 5

2.2 Epidemiologi

Pusing yang timbul dari vertigo sering morbiditas sehingga sering

mengganggu keseimbangan dan kualitas hidup. Sebuah studi nasional yang

mengambil sampel 4869 populasi dewasa di Jerman ditemukan 22,9% mengalami

vertigo dalam 12 bulan sebelumnya, dimana insiden vertigo vestibular lebih

sering terjadi diikuti dengan kejadian konsultasi medis, gangguan aktivitas

sehari-hari dan menghindari keluar rumah. BPPV dapat terjadi dari kecil hingga

umur tua. Secara karakteristik, keluhan utama adalah pusing yang dipicu oleh

perubahan posisi, seperti melihbat ke atas atau menolehkan kepala. Sensasi

vertigo yang dirasakan biasanya pendek, namun pasien sering merasa tidak bisa

menjaga keseimbangan. Karakteristik BPPV lainnya adalah vertigo rotasional

(86%), oscillopsia (31%), nausea (33%), muntah (15%), gangguan keseimbangan

(49%), takut terjatuh (36%) dan jatuh (1%). 7

4
Insiden sulit diperkirakan karena sifatnya yang benign, dengan perjalanan

penyakitnya bisa sembuh sendiri. Diperkirakan terdapat 10,7 per 100.000 hingga

17,3 per 100.000 populasi di Jepang. Onset umur terjadinya BPPV ini adalah

dekade keempat dan kelima, namun bisa juga terjadi pada masa kanak-kanak.

Secara keseluruhan insidennya meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Pada

kebanyakan kasus, etiologi spesifik BPPV tidak bisa diidentifikasi. Penyebab

yang paling sering yang diketahui adalah cedera kepala tertutup, diikuti dengan

neuritis vestibularis. Beberapa pustaka melaporkan adanya kejadian predisposisi

seperti infeksi dan prosedur bedah tertentu, termasuk stapeidektomi dan insersi

implant koklear.3

2.3 Anatomi dan Fisiologi Vestibulokoklea5

Telinga dalam berfungsi dalam 2 hal, yaitu keseimbangan dan

pendengaran. Organ yang berfungsi untuk pendengaran adalah koklea, sedangkan

komponen vestibular pada tellinga dalam merupakan organ yang penting dalam

keseimbangan yang akan berkoordinasi dengan input lainnya (seperti

proprioseptif dan visual) ke otak sehingga bekerja menjadi suatu sistem

keseimbangan. Sistem vestibular perifer terdiri dari lima elemen di tiap sisinya:

tiga kanalis semisirkularis dan dua organ otolit, sakula dan utrikula (Gambar 2.1)

Struktur membranosa telinga dalam dan epitelnya dibungkus oleh kapsul

otik yang merupakan salah satu tulang yang paling tebal di tubuh. Kapsul otik,

yang berlokasi di bagian petrous dari tulang temporal, tidak seperti tulang lainnya,

mempunyai sedikit pergantian, karena adanya osteopontin di cairan telinga dalam

yang menekan remodeling tulang. Kanal tulang ini menjadi tempat bagi duktus

yang bermembran dengan ruang diantaranya terisi dengan perilimfe. Komposisi

5
cairan perilimfe sama dengan cairan serebrospinal. Duktus bermembran ini terisi

oleh endolimfe. Sekresi endolimfe diatur oleh stria vaskularis di koklea dan sel-sel

hitam di vestibula. Ampula kanalis semisirkularis mengeluarkan cairan yang kaya

potasium yang bersifat positif, dimana sekresinya bergantung pada ko-transporter

basolateral Na+, K(+)-ATPase, dan Na-K-Cl . Ampula terletak pada salah satu

ujung kanalis menjadi tempat beradanya krista ampularis. Krista ampularis ini

terdiri dari transduser sensorik (sel-sel rambut) dan struktur pendukung serta

mastriks gelatin yang berserat atau dikenal juga dengan kupula, dimana streosilia

dari sel rambut tertanam. Gravitasi yang spesifik pada kupula mirip dengan

endolimfe. Ketika kepala berotasi, endolimfe memenuhi duktus bermembran

bergeser akibat didorong atau ditarik pleh kupula sehingga akan mendefleksikan

stereosilia. Berdasarkan arah defleksinya dan telinga (apakah menuju atau

menjauhi kinosilium), sel-sel rambut akan akan terstimulasi atau tersurpresi.

Sinyal yang dihasilkan akan dikirim ke otak oleh cabang nervus kranialis VIII

yang terdiri dari aferen bipolar yang mana akhir perifernya terdiri dari kaliks

besar untuk transmisi sinaps sensorineural dari sel-sel rambut.

Ketiga kanalis yang ada hampir tegak lurus satu sama lain dan dapat

mengkodekan 3 potongan (roll, pitch, yaw) yang terdiri dari aksis x,y, dan z.

Potongan pitch berkorespondensi untuk berbaring, duduk dari posisi supinasi, atau

melihat ke atas atau ke bawah, sedangkan gerakan potongan plane

berkorespondensi terhadap rotasi kepala ke kanan atau kiri saat posisi supinasi.

Gerakan potongan yaw berfungsi saat kepala berputar ke kiri atau kanan saat

posisi duduk. Kinosilia menghadap utrikula pada kanalis semisirkularis horizontal

dan membelakangi utrikula pada semisirkularis posterior dan superior. Adanya

6
defleksi menuju kinosilium mengakibatkan eksitasi dan defleksi menjauhi

kinosilium menghasilkan hambatan. Kinosilia pada kritas ampularis pada ampula

semisirkularis posterior dan superior (anterior atau vertikal) berorientasi pada

depolarisasi sel-sel rambut ketika endolimfe menggerakkan arah utrikofugal.

Kepala yang menoleh ke satu sisi sesuai dengan potongan diats akan

menyebabkan endolimfe ke arah yang berlawanan. Tiap kanalis semisirkularis

bekerja bersama dengan kanal lainnya yang berlokasi di sisi kepala lainnya.

Keduanya akan mengorientasikan potongan yang sama.

Organ otolit paling baik mendeteksi akselerasi liner. Terdiri dari utrikula

dan sakula. Karena orientasinya, yang ortogonal satu sama lain, utrikula lebih

sensitif terhadap aklerasi linear dan pergerakan kepala pada potongan horiozontal,

sedangkan sakula lebih sensitif pada akselarasi liner dan perggerakan kepala pada

potongan vertical. Epitel sensorik memproyeksikan sel-sel rambut menuju

membran otokonial (sebuah lapisan tebal yang lengket) yang mana otokonia

terletak. Krital-kritas bergeser selama akselerasi linear, yang akan mendefleksikan

bundel silia sel rambut dan mengubah sinyal vestibular yang terkirim ke otak.

Krital calsium otokonia terdiri dari kalsium karbonat yang mempunyai berat 2,95

gram per cm3 dan berbentuk heksagon panjangnya 3 hingga 30  μm. Oleh karena

beratnya, krital ini sensistif dengan gaya gravitasi.

7
Gambar 2.1 Ilustrasi komponen telinga dalam yang terdiri dari kokle dan
vestibula5

Gambar 2.2 Anatomi telinga dalam8


2
2.4 Patofisiologi

Patofisiologi BPPV yang fundamental adalah terjadinya perpindahan

otokonia dari makula otolit utrikular yang masuk ke kanalis semisirkularis. Ketika

8
terjadi perubahan posisi kepala dari statis dengan acuan gravitasi, maka debris

otolit bergerak ke posisi baru dalam kanalis semisirkularis, menyebabkan, sensasi

berputar. BPPV biasanya muncul pada kanalis semisirkularis posterior, yang

merupakan kanal yang bergantung pada posisi gravitasi, dimana tipe ini terjadi

pada 60-90% BPPV.

BPPV jarang terjadi pada kanalis semisirkularis anterior, kemungkinan

karena posisinya yang terletak paling atas di labirin, dimana debris otolit jarang

terjebak.

2.5 Etiologi 5

Klasifikasi BPPV bisa berdasarkan lokasi anatomi atau etiologi.

Berdasarkan anatomi yaitu dilihat dari letak gangguannya yaitu yang paling

adalah posterior, kemudian kanal lateral dan jarang superior. Berdasarkan

penyebabnya dapat dibedakan menjadi primer biasanya idiopatik (sekitar 50-70%)

sedangkan, akibat sekunder adalah:

 Trauma kepala

Bergesernya materi otolit akibat benturan pada kepala, bisa unilateral atau

bilateral

 Neuritis vestibular

Sebagai respon inflamasi akibat infeksi pada nervus vestibular/ aparatus

mengakibatkan degenerasi dan pengaliran otolit

 Penyakit meniere

Akibat perubahan hidroptik yang berkaitan dengan penyakit Meniere

menyebabkan kerusakan struktural makula utrikula dan sakula atau akibat

obstruksi parsial labirin membranosus kanalis posterior.

9
 Otitis media

Adanya difusi toksin ke dalam endolimfe via tulang tingkap bundar

 Otosklerosis

Perubahan degeneratif pada utrikula dan sakula menyebabkan terlepasnya

otolit

 Bedah telinga dalam

Kerusakan pada utrikula selama pembedahan mengakibatkan terlepasnya

otolit. .

2.6 Manifestasi Klinis5,9

2.6.1 Anamnesis

 Keluhan pusing biasanya dideskripsikan sebagai sensasi lingkungan yang

berputar. Onsetnya akut, berat dan menghilang dalam beberapa detik-<1

menit

 Keluhan pusing dipicu jika terjadi perubahan posisi kepala, seperti saat akan

tidur, memiringkan kepala, atau saat bangun setelah dari posisi berbaring

 Adanya keluhan penyerta seperti telinga berdenging, mual, muntah

 Adanya riwayat trauma kepala, infeksi telinga, hilangnya pendengaran,

pembedahan pada tulang temporal (untuk mencari etiologi)

 Anamnesis untuk keluhan-keluhan lain (drop attack, gangguan penglihatan,

disatria, disfonia, gangguan pergerakan atau sensibilitas) bilamana keluhan

ini ada dan bersamaan dengan penurunan kesadaran maka perlu dicurigai

kelainan serebrovaskuler.

 Riwayat penggunaan obat-obatan sepeti streptomisin, gentamisin, kemoterapi

 Riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung

10
 Defisit neurologis

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum

 Pemeriksaan status neurologis

Kesadaran, nervus kranialis, motorik, sensorik, dan keseimbangan.

 Tes Nistagmus

Terdiri dari komponen cepat dan lambat. Komponen cepat untuk

menentukan jenis nistagmusnya, dan komponen lambat untuk

menentukan lesinya

 Romberg

Pasien merapatkan kaki dan kedua tangan dilipat di perut. Jika pada

keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada

serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,

kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.

 Romberg dipertajam

Perbedaan dengan romberg adalah pasien memposisikan kaki yanag

satu di depan kaki yang lainnya dengan tumit kaki depan menyentuh

jempol kaki belakang

 Tes jalan tandem

Pada kelainan vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.

 Tes Fukuda,

Dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30

derajat atau maju mundur lebih dari satu meter.

11
Gambar 2.3. Tes Fukuda

 Manuver Hallpike atau Nylen-Barany

Pada tes ini pasien disusruh duduk di tempat tidur periksa.

Kemudian ia direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan

sudut sekitar 30 derajat di bawah horizontal. Selanjutnya kepala

ditolehkan kekiri. Tes kemudian diulangi dengan kepala melihat lurus dan

diulangi lagi dengan kepala menoleh ke kanan. Penderita disuruh tetap

membuka matanya agar nistagmus agar pemeriksa dapat melihat

munculnya nistagmus. Perhatikan kapan nistagmus muncul, berapa lama

berlangsungnya, serta jenis nistagmusnya. Kemudian kepada penderita

ditanyakan apa yang dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo

yang dialami pada tes ini serupa pada vertigo yang pernah dialaminya.

Pada lesi perifer, vertigo lebih berat dan didapakan masa laten

selama sekitar 2-30 detik yang dimaksud dengan masa laten adalah

nistagmus tidak segera timbul begitu kepala mengambil posisi yang kita

berikan, nistagmus baru muncul setelah beberapa detik berlalu, yaitu

sekitar 2-30 detik. Pada lesi perifer vertigo biasanya berat, lebih berat dari

pada sentral. Pada lesi perifer nistagmus akan capai, maksudnya setelah

12
beberapa saat nistagmus akan berkurang dan kemudian berhenti, walaupun

kepala masih tetap dalam posisinya. Selain itu, pada lesi perifer, jika

manuver ini diulang-ulang, jawaban nistagmus akan berkurangdan

kemudian tidak muncul lagi. Hal ini disebut habituasi. Pada lesi vestibular

sentral tidak didapatkan masa laten. Nistagmus segera muncul, nistagmus

tidak berkurang atau mereda, tidak menjadi capai dan nistagmus akan

tetap muncul bila manuver ini diulang-ulang (tidak ada habituasi).

2.7 Diagnosis2

Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan posisi nistagmus pada lebih dari

70% kasus pasien dengan BPPV. Penemuan ini memunculkan pemeriksaan yang

menunjukkan manuver yang spesifik bergantung dari kanal yang terkena.

2.7.1 Kanalis semisirkularis posterior

Pada pasien dengan BPPV yang melibatkan kanal posterior, nistagmus

dapat terpicu jika dilakukan manuver Dix-Hallpike. Ketika terjadi pergerakan

debris otolit (kanalolitiasis) pada kanal posterior menjauhi kupula, aliran

endolimfe menjauh dari kupula, menstimulasi kanalis posterior. Hasil dari

nistgamusnya adalah kutub atas mata mengarah ke telinga yang posisinya lebih di

bawah dan memutar.

Respon positif dari manuver Dix Hall Pike menjadi diagnosis standar

BPPV pada kanalis posterior. Namun kira-kira ¼ pasien tidak ada nistagmus atau

sedikit menunjukkan gejala nistagmusnya.

13
Gambar 2.5 Manuver Dix Hallpike pada BPPV pada kanalis semisirkularis
posterior kanan9

2.7.2 Kanalis semisirkularis horizontal

Jika melibatkan kanalis horizontal maka dapat dilakukan uji log-roll

dimana, kepala diputar 900 ke kiri dan ke kanan ketika pasien berbaring.

Nistagmus horizontal terjadi saat kepala diputar ke salah satu sisi menuju tanah

(nistagmus geotrofik) atau menuju langit-langit (nistagmus apogeotropik).

Tatalaksana yang tepat BBPV kanalis horizontal membutuhkan

pengetahuan dimana telinga yang terkena. Ketika nistagmus lebih intens terjadi

pada satu sisi yang dimiringkan daripada yang lain, maka nistgamus akan

mengarah ke telinga yang sakit.

2.7.3 Kanalis semisirkularis anterior

14
Sangat jarang BPPV yang melibatkan kanal anterior, dan patofisiologinya

masih sulit dimengerti.

2.8 Tatalaksana1

Terapi pilihan yang dapat dikerjakan pada BPPV terapi Brand-Daroff dan Epley

Manuver.

a. Terapi Brand-Daroff

Pemeriksaan ini disebut juga dengan latihan vestibular (vestibular

exercise). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien duduk tegak di pinggir

tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, kedua mata tertutup kemudian

baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik.

Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain.

Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada

pagi, siang dan malam hari masing-masing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2

minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari. Lamanya pengobatan

bervariasi, sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.

b. Manuver Epley

Setelah dilakukan manuver Dix Hallpike (gambar 2.5 A,B,C dan D) kepala

diputar 900 ke arah sisi yang sehat (gambar 2.6 D), menyebabkan otolit bergeser

mendekat ke ampula. Kemudian kepala diputar 900 posisi menghadap ke wajah ke

bawah dan badan diputar 900 pada sisi yang sama, sehingga pasien berbaring pada

sisi yang sehat (gambar 2.6 E). Debris otolit berpindah pada arah yang sama.

Pasien kemudian kembali ke posisi duduk (gambar 2.6 F) dan debris otoilit

terjatuh kebawah menuju vestibula. Tiap posis harus dipertahankan hingga

nistagmus vertigo hilang minimal 30 detik.

15
Gambar 2.6 Manuver Epley untuk mengembalikan debris otolit ke ampula

Beberapa golongan yang sering digunakan:

1.Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)

 Dimenhidrinat dengan dosis 4x25 mg – 50 mg (1 tablet)

 Difenhidramin HCl dengan dosis 4x25 mg – 50 mg

2.Senyawa Betahistin (suatu analog histamin):

 Betahistin Mesylate dengan dosis 3x12 mg

 Betahistin HCl dengan dosis 3x8-24 mg, 3 kali sehari

3. Kalsium Antagonis

2.9. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad malam

16
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

BAB 3

ILUSTRASI KASUS

A. Identitas pasien
Nama Pasien : Ny. Y

17
No RM : 057452
Alamat : Bukit Api
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
B. Anamnesis/Alloanamnesis
Keluhan Utama : Pusing berputar
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pusing berputar sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, dimana pasien

merasakan lingkungan sekItarnya berputar terhadap dirinya. Pusing

berlangsung kurang dari 1 menit. Pusing dipengaruhi oleh posisi, pusing

semakin berat bila pasien melihat dan berbaring kearah kanan, serta juga

terasa semakin berat bila pasien berubah posisi dari tidur ke duduk. Pusing

akan berkurang bila pasien menutup mata. Pusing berputar dirasakan

semakin sering dan menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien sering terjatuh

akibat pusing
- Mual saat pusing tidak ada
- Muntah saat dan setelah pusing tidak ada
- Pandangan tiba-tiba kabur dan ganda tidak ada
- Penurunan kesadaran tiba-tiba tidak ada
- Lemah anggota gerak tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat telinga rasa penuh dan suara berdenging pada kedua telinga tidak

ada.
- Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
- Riwayat Trauma pada telinga dan kepala sebelumnya tidak ada.
- Riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung, kolesterol tinggi tidak ada.
- Riwayat konsumsi obat-obatan terakhir tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan sama
Riwayat Pribadi dan Sosial :
- Pasien bekerja sebagai seorang guru SD
C. Pemeriksaan Fisik
I. Umum
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif, GCS E4M6V5 = 15
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 18x menit

18
Suhu : 36,50C
Turgor Kulit : Hangat
Kulit dan Kuku : CRT < 2 detik, tidak ada sianosis
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 55 kg
Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
Kelenjer Getah Bening
- Leher : Tidak ada pembesaran
- Aksila : Tidak ada pembesaran
- Inguinal : Tidak ada pembesaran

Torak

- Paru:
o Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
o Palpasi : Fremitus ama Kiri dan kanan
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Vesikular, Rh -/-, Wheezing -/-
- Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis sulit dinilai
o Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari LMCS RIC V
o Perkusi : Batas jantung normal
o Auskultasi : Bunyi jantung regular,bising tidak ada
- Abdomen
o Inspeksi : Tidak ada distensi
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
o Auskultasi : Bising Usus +
o Perkusi : Timpani
- Korpus Vertebrae
o Inspeksi : Lurus, tidak ada lordosis, kifosis, skloliosis
o Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
II. Status Neurologikus
1. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-)
Kernig : (-)
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Bulat, ditengah, Isokhor, diameter 3 mm/3mm
Reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
III. Pemeriksaan Nervus Kranialis
A. Nervus I (Olfakturius)

Penciuman Kanan Kiri


 Subjectif (+) (+)
 Objektif Tidak dilukkan Tidak dilakukan

19
B. Nervus II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


 Tajam Penglihatan (+) (+)
 Lapangan (+) (+)
Pandangan
 Melihat Warna (+) (+)
 Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Nervus III Okulomotorius

Kanan Kiri
Bola Mata Ditengah Ditengah
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah
Nistagmus (+) (+)
Ekso/Endoftalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Reflek Cahaya (+) (+)
 Reflek akomodasi (+) (+)
 Reflek (+) (+)
konvergensi

D. Nervus IV (Troklearis)

Kanan Kiri
Gerakkan Mata (+) (+)
kebawah
Sikap Bulbus Bebas kesegala arah Bebas kesegla arah
Diplopia (-) (-)

E. Nervus VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakkan Mata ke (+) (+)
lateral
Sikap Bulbus Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah
Diplopia (-) (-)

F. Nervus V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik

20
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan (+) (+)
Rahang
 Menggigit (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
Sensorik
 Devisi Opthalmika
Reflek Kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
 Divisi Maksilla
Reflek Massester (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
 Divisi Mandibula
 Sensibilitas (+) (+)

G. Nervus VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut Wajah Simetris Simetris
Sekresi Air Mata Normal Normal
Fisura Palpebra Normal Normal
Menggerakkan Dahi Simetris Simetris
Menutup Mata Bisa menutup mata Bisa menutup mata
Mencibir/bersiul Bisa mencibir Bisa mencibir
Memperlihatkan gigi Bisa memperlihatkan Bisa memperlihatkan
gigi gigi
Sensasi Lidah 2/3 (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)

H. Nervus Vestibularis

Kanan Kiri
Suara Berisik (+) (+)
Detil Arloji (+) (+)
Rinne Test (+) (+)
Weber Test Lateralisasi tidak ada Lateralisasi tidak ada
Schwabach Test Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
 Memanjang (-) (-)
 Memendek (-) (-)
Nistagmus
 Pendular (-) (-)
 Vestibular (+) (+)
 Siklikal (-) (-)

21
Pengaruh Posisi Kepala (+) (+)

I. Nervus IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 (+) (+)
belakang
Reflek Muntah / (+) (+)
Gangguan Reflek

J. Nervus X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus Faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Menelan Ada Ada
Artikulasi Ada Ada
Suara Ada Ada
Nadi Ada Ada

K. Nervus XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh Kekanan (+) (+)
Menoleh kekiri (+) (+)
Mengangkat bahu (+) (+)
kekanan
Mengangkat bahu kekiri (+) (+)

L. Nervus XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan Lidah Ditengah
Dalam
Kedudukan Lidah Ditengah
dijulurkan
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atrofi (-)

IV. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan

Keseimbangan
Romberg Test (+), condong kekanan
Romberg Test dipertajam (+) condong kekanan

22
Stepping test (+)
Tandem gait (+)
Koordinasi
Jari-jari (+) normal
Hidung- Jari (+) normal
Pronasi-Supinasi (+) Normal
Tes Tumit-Lutut (+) Normal
Rebound Phenomen (+) Normal

V. Pemeriksaan Fungsi Motorik

Badan Respirasi (+)


Duduk (+)

Berdiri dan Gerakkan Spontan


Berjalan
Tremor (-)
Atetosis (-)
Miokllonik (-)
Khorea (-)

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakkan (+) (+) (+) (+)
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eurofi)
Tonus eutonus eutonus eutonus eutonus

VI. Pemeriksaan Sensibilitas

Sensbilitas Takti; (normal)


Sensiblitas Nyeri (normal)
Sensiblitas Termis (normal)
Sensiblitas getar (normal)
Sensiblitas kortikal (normal)
Stereonosis (normal)
Pengenalan 2 titik (normal)

23
Pengenalan rabaan (normal)

VII. Sistem Refleks

1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbamgkis Tidak dilakukan Triseps ++ ++

Laring Tidak dilakukan APR ++ ++

Masetter - KPR ++ ++

Dinding Perut Bulnocavernosum


 Atas (-) Cremaster
 Tengah (-) Sfingter
 Bawah (-)
2. Patologis Tungkai
Lengan (-) Babinski (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) Chaddoks (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
3. Fungsi Otonom
 Miksi (+)
 Defekasi (+)
 Sekresi
(+)
keringat

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
 Reaksi
(+) Reflek Glabella (-)
Bicara
 Reaksi
(+) Reflek snout (-)
Intelek
 Reaksi
(+) Reflek mengisap (-)
Emosi
Reflek memegang (-)
 Reflek palmomental (-)
VIII. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin:
HB : 11,8 g/dL
Leukosit : 9.470/mm3
Thrombosit : 231.000/mm3
IX. Rencana Pemeriksaan Tambahan
Tidak ada

24
X. Diagnosis
a. Diagnosis Klinis : Benign Paroxysmal Positional Vertigo
b. Diagnosis Topik : Canalith di kanalis semisirkularis
c. Diagnosis etiologi : idiopatik
XI. Diagnosis Differensial :-
Vertigo sentral
XII. Terapi:
1. Non medikamentosa:
a.Metode Brandt Daroff exercise
b. Edukasi
1. BPPV bukan sesuatu berbahaya dan prognosisnya baik serta hilang

spontan setelah beberapa waktu. Namun kadang dapat berlangsung

lama dan dapat kambuh kembali.


2. Keluarga turut mendukung dan memotivasi pasien
3. Mendorong pasien untuk teratur latihan vestibular
4. Menghindari dari memicu BPPV
2. Medikamentosa:
a. Beta histin Mesylate 3x12mg
b. Domperidone 3x10 mg

BAB IV

DISKUSI

25
Pada pasien ini didapatkan pusing berputar saat terjadi perubahan posisi,

dengan durasi < 1 menit, suatu keadaan yang menyebabkan perasaan seolah-olah

penderita berputar-putar terhadap ruangan atau ruangan berputar terhadapnya

disertai perasaan pusing, sempoyongan, rasa seperti melayang atau merasakan

badan atau lingkungan sekelilingnya berputar atau berjungkir balik disebut

dengan vertigo. Vertigo dapat terjadi karena gangguan di perifer atau gangguan di

sentral. Pada pasien ini vertigo terjadi saat perubahan posisi.

Pada anamnesis didapatkan hasil dari tes romberg, romberg dipertajam,

stepping tes, dan tandem gaitnya mengindikasikan adanya suatu gangguan di

organ vestibular. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis

dengan benign paroxysmal positional vertigo. BBPV biasanya terjadi pada

keadaan seperti penyakit-penyakit telinga atau penyakit yang menimbulkan

gangguan di bagian sentral dari susunan vestibularis.

Salah satu terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan BPPV adalah

dengan mengembalikan debris yang berada di kanalis. Hal ini dapat dilakukan

dengan Brand-Daroff atau Dix-Hallpike manuver. Selain itu juga dapat diberikan

medikamentosa berupa betahistin yang merupakan analog histamin dan mengatur

permeabilitas kapiler di dalam telinga dalam, dengan demikian menghilangkan

endolymphatic hydrops. Pasien juga mendapat domperidone jika terjadi mual/

muntah. Pada pasien juga diedukasikan untuk tidak memicu BBPV lagi yaitu

dengan cara menghindari melihat ke arah yang sakit dengan cepat, sehingga

debris yang dapat memicu vertigo tidak berpindah ke kanalis semisirkularis.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016. Jakarta


2. Kim JS, Zee DS. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. New Eng Jour Med.
2014. 370:1138-1147.
3. Gaur S, Awasthi SK, Bhadouriya SKS, Saxena R, Pathak VK, Bisht M.
Efficacy of Epley’s Maneuver in Treating BPPV Patients: A Prospective
Observational Study. International Journal of Otolaryngology. 2015. Articel
ID 487160, 5 pages.

27
4. Fernández L, Breinbauer HA, Delano PH. Vertigo and Dizziness in the Elderly.
Front Neurol. 2015; 6: 144.
5. Ibekwe TS, Rogers C. Clinical evaluation of posterior canal benign paroxysmal
positional vertigo. Niger Med J. 2012.53(2): 94–101
6. H. K. Neuhauser, “Epidemiology of vertigo,” Current Opinion in Neurology,
vol. 20, no. 1, pp. 40–46, 2007.
7. Parham K. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: An Integrated Perspective.
Advances in Otolaryngology. 2014. Article ID 792635, 17 pages.
8. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adam and Victor’s Principle of Neurology
10th ed. 2014. New York: McGraw Hill Medical.
9. Hornibrook J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): History,
Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions. Int J Otolaryngol.
2011; 2011: 835671.

28

Anda mungkin juga menyukai