Anda di halaman 1dari 34

Telinga

Embriologi
Secara anatomis telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: telinga dalam, telinga tengah dan
telinga luar. Dimana pembentukannya dimulai dari pembentukan telinga dalam, telinga tengah
dan terakhir pembentukan telinga luar.

a. Telinga Dalam

Perkembangan telinga dimulai pada minggu ke empat, dimana terjadi penebalan pada surface
ectoderm yang diinduksi oleh sinyal induksi dari paraxial mesoderm dan notochord. Kemudian
setelah menebal, terbentuklah otic placode. Otic placode kemudian berinvaginasi dan terbenam
ke surface ectoderm dan menembus jaringan mesenkim dan membentuk otic pit. Kedua ujung
dari otic pit kemudian bersatu dan membentuk otic vesicle dan pada otic vesicle terjadi
pertumbuhan diverticulum dan pemanjangan.

Page 1
Vesicle yang terus berkembang pada bagian ventralnya akan membentuk sacculus yang
kemudian menggulung dan membentuk cochlear duct. Cochlear duct yang menggulung sekitar
2,5 putaran akan membentuk membran cochlear dan terdapat penghubung dengan sacculus
yaitu ductus reuniens. Sedangkan pada bagian dorsal terjadi pembentukan dari endolymphatic
duct, utricle dan semicircular duct dengan ampulla pada salah satu ujungnya.
Stimulasi dari otic vesicle akan membuat mesenchyme di sekitarnya berkondensasi dan
berdiferensiasi membentuk cartilagoneus otic capsule. Karena pembesaran dari membranous
labirynth, vakuola muncul di cartilagoneus otic capsule dan segera membentuk perilymphatic
space. Perilymphatic space yang berhubungan dengan cochlear duct berkembang menjadi dua
bagian yaitu scala tympani dan scala vestibuli. Cartilagoneus otic capsule kemudian berosifikasi
dan membentuk bony labyrinth di telinga dalam.

b. Telinga Tengah

Bagian telinga tengah berkembang dari tubotympanic recess dari first pharingeal pouch. Bagian
proksimalnya akan membentuk pharyngothympanic tube (auditory tube). Sedangkan bagian
distalnya akan membentuk tympanic cavity yang nantinya akan meluas dan menyelimuti tulang
kecil telinga tengah/ auditory ossicles (malleus, incus dan stapes), tendon dan ligament serta
chorda thympani nerve.

c. Telinga Luar

Eksternal acoustic meatus terbentuk dari perkembangan first pharingeal groove bagian dorsal.
Pada awal bulan ke tiga, terjadi proliferasi sel-sel epitel di bawah meatus yang nantinya akan
membentuk sumbat meatus. Lalu pada bulan ke tujuh, sumbat meluruh dan lapisan epitel di lantai
meatus berkembang menjadi gendang telinga definitif. Dimana gendang telinga itu dibentuk dari

Page 2
lapisan epitel ektoderm di dasar acoustic meatus, lapisan epitel endoderm di tympani cavity dan
lapisan intermediate jaringan ikat yang membentuk stratum fibrosum. Sedangkan aurikula
terbentuk dari hasil proliferasi mesenkim di ujung dorsal first and secondary pharyngeal arch
yang mengelilingi first pharyngeal groove dan membentuk auricular hillock yang berjumlah tiga
di masing-masing sisi eksternal acoustic meatus dan kemudian auricullar hillock akan bersatu
lalu membentuk auricula definitif.
Pada awalnya, telinga luar berada di regio leher bawah. Setelah terbentuk mandibula, telinga luar
naik ke samping kepala setinggi dengan mata.

Page 3
Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari :
a) Telinga luar (auris eksterna),
b) Telinga tengah (auris media) dan
c) Telinga dalam (auris interna).
A. Telinga luar terdiri dari :
1. Aurikulum
2. Meatus akustikus eksterna
3. Membran timpani
Fungsi : Membantu menghantarkan getaran suara
Batas-batas MAE :
Anterior : Fossa mandibular, parotis
Posterior : Mastoid
Superior : resessus epitimpanikum, cranial cavity
Inferior : parotis
Meatus akustikus eksterna
- Panjang pada orang dewasa sekitar 2 – 2,5 cm
- Terbagi atas :
1/3 pars kartilagineus lateral
2/3 pars osseus medial
Lapisan kulit di atas kartilago mengandung gld. sebasea, gld. seruminosa dan folikel
rambut.
Lapisan kulit di atas tulang tidak mengandung lapisan subkutan kecuali periosteum.

Page 4
Membrana tympani
- Ukuran : panjang kira-kira 9mm, pendek 8 mm
- Tebal 0,1 mm, warna putih /kelabu, ada pantulan cahaya
- Bentuk bulat lonjong kerucut
- Posisi cranio-lateral ke caudo- medial
- Terbagi atas 4 kuadran
- Terdiri dari 3 lapis : epitel skuamous, jar.fibrosa dan mukosa
Membran Tympani Normal

B. Telinga tengah :
1. Membrana tympani
2. Cavum tympani + adneksa
3. Ossicula auditiva
Fx : Menghantar dan memperbesar getaran suara
Batas-batas cavum timpani :
Atap : Tegmen timpani
Dasar : bulbus jugularis
Posterior : mastoid, stapedius, aditus ad antrum
Anterior : dinding carotis, tuba eustasi
Lateral : membran timpani

OSSIKULA
Maleus – Inkus - Stapes

Page 5
Tuba Auditiva
Tuba auditiva = Tuba eustachius
Menghubungkan cav. tymp dgn nasofaring
Org dewasa 31-38 mm, miring 45 o
1/3 post = pars osseus, 2/3 ant pars cartil.
lumen pars cartil. dlm keadaan istirahat terkatup
lumen tuba dilapisi mukosa

Lumen TA terbuka (aktif) pada saat : menelan, menguap, bersin --> kontraksi otot tensor veli
palataini, muara tuba di nasofaring dibuka oleh m.levator veli palatine Pengatupan lumen
secara pasif oleh tekanan ektrinsik & sifat elastis dinding tuba.

C.Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran
yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.

Page 6
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria, dan
pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

Page 7
Fisiologi Pendengaran
Bunyi ditangkap oleh daun telinga dalam bentuk gelombang di fokuskan melalui CAE dan
akan menggetarkan membranno timpani. Di teruskan melalui rangkaian tulang pendengaran,
energy getar yang sudah di amplifikasi ini di sampaikan ke stapes dan akan menggerakan oval
window sehingga perilimf di skala vestibule bergerak kemudian di teruskan ke membrane
reissner yang akan mendorong endolimf, timbul gerak relative antar membrane basalis dan
membrane tektoria sehingga timbul gerak mekanik yang akan mengakibatkan defleksi
stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka terjadi pelepasan ion listrik dari badan sel,
depolarisasi sel rambut dan menghasilkan neurotransmitter terjadi potensial aksi yang akan di
teruskan ke nervus auditorius di teruskan nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (
area 39-40 ) di lobus temporalis.

Fisiologi Keseimbangan

 Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan
proprioseptif.
 Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
 Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan.
 Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin

Page 8
Anamnesis
Keluhan utama telinga dapat berupa:

1. Gangguan Pendengaran

Pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat diajukan :


1. Apakah awitannya,mendadak atau perlahan-lahan? Lamanya ?
2. Telinga mana yang terkena , atau apakah menyerang keduanya ?
3. Apakah pendengaran membaik dan bemburuk bergantian?
4. Apakah hanya yang terdengar menjadi sunyi atau adakah juga gangguan dalam
pemahaman dan pada keadaan apa?
5. Apakah awitannya berhubungan dengan penyakit lain, trauma, paparan suara ribut,
atau penggunaan obat-obatan termasuk aspirin?
6. Apakah ada riwayat kerusakan pendengaran dalam keluarga?
7. Adakah penyakit atau pembedahan pada telinga sebelumnya?
8. Apakah ada paparan dalam pekerjaan, militer,rekreasi atau paparan bising lainnya?
9. Adakah riwayat campak,mumps,influenza,meningitis,sifilis,penyakit virus yang
berat,atau penggunaan obat-obat ototksik seperti kanamicin ,streptomicin,
gentamisin /diuretik tertentu?

2. Suara berdenging ( tinnitus )

1. Bagaimana sifat-sifat bising? Dapatkah dijelaskan seperti berdering,bernada


tinggi,mengaum,menggumam,mendesis (suara uap yang terlepas) atau berdenyut
(sinkron dengan denyut)?
2. Apakah kebisingan terdengar sepanjang waktu/hanya pada ruangan yang sangat
sunyi
3. Apakah terdengarnya setelah suatu paparan bising?
4. Apakah satu sisi atau kedua telinga ?
5. Apakah disertai pusing berputar atau gangguan pendengaran?

3. Rasa pusing berputar ( vertigo )

1. Apakah pasien menjelaskan gejala-gejala sebagai kepala terasa


ringan,ketidakseimbangan,rasa berputar,atau cenderung untuk jatuh? Ke arah mana?
Apakah rasa pusing dipengaruhi oleh posisi kepala?apakah pusing pada saat

Page 9
berbaring?apakah awitannya berkaitan dengan bangun yang terlalu cepat dari
berbaring?
2. Bagaimana frekuensi dan lamanya serangan?
3. Apakah pusing bersifat terus-menerus/episodik?
4. Berapa lama selang waktu serangan?
5. Gejala lainnya : mual,muntah,tinitus,rasa penuh dalam telinga,kelemahan,fluktuasi
pendengaran,atau kehilangan kesadraan?
6. Adakah riwayat penyakit umum : DM, gangguan neurologik,
arteriosklerosis,hipertensi,gangguan tiroid,sifilis anemia,keganasan,penyakit
jantung atau paru-paru

4. Sekret Telinga (otorea)

1. Apakah disertai gatal atau nyeri?


2. Di satu sisi atau kedua telinga?
3. Apakah sekret berdarah atau purulen? Apakah berbau?
4. Sudah berapa lama? Apakah sekret pernah keluar sebelumnya?
5. Apakah didahului oleh suatu infeksi saluran napas bagian atas / suatu keadaan
dimana telinga menjadi basah?

5. Nyeri dalam Telinga (otalgia)

1. Apakah pada telinga kiri atau kanan? Dan sudah berapa lama?
2. Apakah nyeri hanya pada telinga atau menyebar atau berasal dari tempat lain?
3. Adakah yang mencetuskan nyeri, misalnya mengunyah,menggigit,batuk atau
menelan.
4. Adakah gejala-gejala kepala dan leher lainnya?

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, harus dimulai dari inspeksi dan palpasi aurikula (pinna) dan
jaringan di sekitar telinga. Kemudian liang telinga juga harus diperiksa. Alat yang diperlukan
untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait
serumen, pinset telinga dan garputala.
Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Page 10
Dimulai dengan melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga
(retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan
menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus dan akan
lebih mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop
untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan
kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga
kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus
dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya padat
atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di pegang dan
dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga
maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair
dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaannya dapat
diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural). Uji penala
yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.

Pemeriksaan telinga
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi cairan begitu pula ukuran
simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,
harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid
dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista
sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di
belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis seboroik dan dapat terdapat pula
di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien
sedikit dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus
dipegang, dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit
ke luar, Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan
pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan
perlahan ke kanalis telinga,dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat

Page 11
kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya
5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan.
Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka
tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan,
inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
Membrana timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat
mungkin pars tensa dan kerucut cahaya, umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada lipatan malleus
dan daerah perifer, dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa atau deviasi kerucut
cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau massa di telinga tengah harus dicatat.
Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat
dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumennya terdapat di kanalis eksternus,
dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop. Bila serumen sangat
lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis
telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.

Uji Ketajaman Auditorius


Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut
dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.
Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2
kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman
normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam
tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi
pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak
yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang
lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai
sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.

Page 12
TES PENALA
Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan tuli konduktif dengan tuli
sensorineural.

a. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
1. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus
akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan
meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus
eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus
akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne
Normal : Tuli konduksi : Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
 Bila pada posisi II penderita masih
tes rinne positif tes rine negatif mendengar bunyi getaran garpu tala
(getaran dapat  Jika posisi II penderita ragu-ragu
didengar melalui mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
tulang lebih  Pseudo negatif: terjadi pada
lama) penderita telinga kanan tuli persepsi
pada posisi I yang mendengar justru
telinga kiri yang normal sehingga
mula-mula timbul.

Page 13
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,
tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien.
Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid
pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

b. Test Weber
Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu
tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga
mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau
mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika
kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengar maka berarti tidak
ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi
a.Bila pendengar b.Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
mendengar lebih keras  Tuli konduksi sebelah kanan, misal adanya ototis media
pada sisi di sebelah disebelah kanan.
kanan disebut  Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapigangguannya
lateralisai ke kanan, pada telinga kanan lebih hebat.
disebut normal bila  Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri
antara sisi kanan dan terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
kiri sama kerasnya.  Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih
hebat dari pada sebelah kanan.

Page 14
 Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan

Page 15
Test Swabach
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang
datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal.
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
pasien. Pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara
garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala
orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding
dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

Tes schwabach

Contoh :
Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan:
Hasil tes penala :
Telinga kanan Telinga kiri
Rinne Negative Positif
Weber Lateralisasi kekanan
Schwabach Memanjang Sesuai dengan pemeriksa
Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

TES RINNE TES WEBER TES SCHWABACH DIAGNOSIS


Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negative Lateralisasi ke telinga yang Memanjang Tuli konduktif
sakit

Page 16
Positif Lateralisasi ke telinga yang Memendek Tuli sensorineural
sehat
Catatan Pada tuli konduktif < 30 dB,
Rinne bisa masih positif
Table 1. Kesimpulan hasil tes penala

Tes Berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal ini
yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada
nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6

Audiologi Dasar
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran
mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya
instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: (1) audiometri
nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada
sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan
(2) audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan
kemampuan mendengar dan membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien
mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai

Page 17
secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara.
Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus),
langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di
ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan
audiogram.

Frekuensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik
siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan
kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara.
Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan frekwensi 100 Hz
dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit
untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang
ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan
fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh intensitas suara yang biasa
termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per
kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang
lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat keras. Suara yang terdengar tidak
nyaman dapat merusak telinga dalam Timpanogram atau audiometri impedans,
menggunakan refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana
timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Kelenturan akan
berkurang pada penyakit telinga tertutup).
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial
elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori
asendens batang otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk
mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali tidak diperlukan seperti
pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik,
biasanya dalam bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang
dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan
apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada nervus kranialis VIII.
Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus
kranialis VIII bagai respons stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk

Page 18
membantu dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti
penyakit Meniere dan fistula perilimfe.
Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan
koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui
elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat membran
jendela bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika
selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak
berubah.

Audiometri nada murni


Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-
8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan
melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya.
Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan
hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva
hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui
jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah
orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai
ambang baku pendengaran untuk nada murni.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 20-20.000 Hz.
Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan Klasifikasi
(Desibel)
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Page 19
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL

Gambar . Pemeriksaan Audiometri

Kriteria orang tuli :


 Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 26-40 dB
 Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 41-60 dB
 Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 61-90 dB
 Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >90 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih


memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing
AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar.
Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara
minimal sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi tertentu dengan intensitas
lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur,
memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan ke
penderita. Intensitas pad pemeriksaan audiometri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak

Page 20
mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti
pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga
: apakah congek atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyebab kurang
pendengaran.

Pemeriksaan keseimbangan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan yang sederhana
yaitu :
a. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat pada dada, mata ditutup, orang normal dapat
berdiri lebih dari 30 detik.
b. Uji berjalan (Strepping Tes) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah
melebihi jarak 1 meter dan badan berputar melebihi 30 derajat berarti sudah
terdapat kelaianan. Pemeriksaan keseimbangan secara obyektif dilakukan dengan
Posturografi dan ENG.
Posturografi
Alat pemeriksaan keseimbangan dapat menilai secara objektif dan kuantitatif kemampuan
keseimbangan postural seseorang. Untuk menadapatkan gambaran yang benar tentang
gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan
menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas tumpuan yang
tidak stabil.

Elektronistagmografi (ENG)
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan
potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan
secara spontan, posisional atau kaloris. Digunakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan
vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada bagian kalori uji ini,
udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius
eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa
sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk
sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum
supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula
stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG dapat membantu
diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius internus atau fosa

Page 21
posterior. Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol
postural. Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi
sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri
pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seperti
panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana. Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam
tingkat desibel di mana suara masih terdengar. pasien terhadap enam kondisi yang berbeda
diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada
ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi
berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris
sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA
tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna
untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan
pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.

Dua Penyakit Terbanyak Pada Telinga


1. Otitis Media Akut
Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Etiologi
Kuman penyebab pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Hemofilus influenza, Eshericia colli, Streptokokus anhemoliticus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aurugenosa.
Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal
tersebut dikarenakan Tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif
lebih lebar daripada dewasa.
Faktor Risiko

Page 22
Faktor risiko terhadap tuan rumah (host) diantaranya usia, prematuritas, ras,
alergi, abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan
predisposisi genetik.

 Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level
sosial ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.
 Riwayat Infeksi Saluran Napas Atas.
 Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin
 Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan
insiden.
 Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah satu
faktor risiko penyebab OMA.
 Riwayat OMA pada usia ≤ 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA berulang.

Patofisiologi
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas
termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini
akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi
ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium,
stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi,
stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang
membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.

Page 23
Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Akibat terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di dalam kavum timpani tidak berkurang,
menyebabkan terjadi iskemia, akibatnya tekanan pada kapiler-kapiler, serta
timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium
ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang (perforasi tidak mudah
menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani terjadi karena beberapa sebab, antara lain
karena terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi.
Setelah terjadi ruptur, nanah akan keluar dan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan turun
dan anak dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan menjadi kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang terus menerus

Page 24
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis
Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Gejala Klinik OMA


Gejala klinik tergantung dari stadium serta usia pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar
atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa
rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA
ialah suhu tinggi hingga mencapai 39,50 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar
tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir
ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

Terapi
Pengobatan pada OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Sehingga terapi yang
diberikan pun tepat.
a. Stadium Oklusi
Pada stadium ini, tujuan pengobatan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan begatif di telinga hilang. Dapat diberikan obat tetes hidung berupa HCl
efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan
fisiologik untuk yang berumur > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Disamping itu, sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.

b. Stadium Presupurasi
Dapat diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani
sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
dianjurkan adalah golongan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan
minimal selam 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

Page 25
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/ kg BB per hari, dibagi dalam
4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/
kg BB/ hari.
c. Stadium Supurasi
Diberikan antibiotika dan lebih baik disertai miringotomi, bila membran timpani
masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
d. Stadium Perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3 % selama
3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
e. Stadium Resulosi
Pada stadium ini akan terlihat Membran timpani berangsur kembali normal, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya
akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani.
Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah. Pada
keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,
maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Subakut. Bila perforasi menetap dan sekret
tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK).
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.

2. Otitis Media Supuratif Kronik


Definisi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata (OMP) atau
dalam sebutan sehari-hari adalah congek.

Page 26
Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsillitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit)
dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi
saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius. Beberapa faktor-
faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :

 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
Perjalanan Penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi ottis media supuratif
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, maka
disebut Otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor penyebab OMA menjadi OMSK ialah
terapi yang terlambat diberika, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada
sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan

Page 27
dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars
flaksida. Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi:
a. Perforasi Sentral kecil b. Perforasi Sentral (Sub Total)

c. Perforasi Atik d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

Jenis OMSK

Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna. Berdasarkan
aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan OMSK tenang.

a. OMSK aktif, merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif.
b. OMSK tenang, ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah
atau kering.
a. OMSK tipe Benigna
Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
kolesteatoma.

b. OMSK tipe Maligna


Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah
suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). OMSK tipe maligna
dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada

Page 28
OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada
OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.

Diagnosis OMSK

Untuk mendiagnosis OMSK dapat ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita


seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari


perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran


tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang.

Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada


kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk


menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

Gejala Klinik OMSK Tipe Maligna

Page 29
Mengingat OMSK tipe maligna seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya,
maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di
kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe
maligna, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini
dari OMSK tipe maligna, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat; abses atau
fistel retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah (sering terlihat di
epitimpanium), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom) atau terlihat
bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.

Terapi OMSK

Terapi OMSK terkadang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,
karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:

a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah


berhubungan dengan dunia luar.
b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
d. Gizi dan higiene yang kurang.
Tipe Benigna

Prinsip terapi ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar
terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari.
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang mengandung
antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes telinga jangan
diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara
oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap
penisilin). Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resistensi terhadap ampisilin,
dapat diberikan ampisilin asam klavulat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,

Page 30
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan
pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Tipe Maligna

Prinsip terapi ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.
Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Jenis Pembedahan Pada OMSK

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.

b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien
harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.

Page 31
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.

d. Miringoplasti
Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

e. Timpanoplasti
Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai
dengan 12 bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK

Page 32
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan
kolesteatom.

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom,
sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau
luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi tersebut atau modifikasinya.

Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian. Tendensi
otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan,
akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe
maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen
pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
1. Komplikasi ditelinga tengah
a. Perforasi persisten membrane timpani
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial

2. Komplikasi telinga dalam


a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf ( sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak

Page 33
c. Hindrosefalus otitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007
2. Guyton, AC, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. EGC: Jakarta.1997.
3. Adams, George L. M.D et all. BOIES Fundamentals of otolaryngology. Edisi VI. EGC:
Jakarta. 1997.

Page 34

Anda mungkin juga menyukai