Anda di halaman 1dari 23

EUTHANASIA

Disusun oleh:

Kelompok VI

 Asrul
 Ainun N
 Hayatul fitry s
 Desitha kurnia cabaiya
 St arisa
 Rimayani hasbianita

AKADEMI KEPERAWATAN YAPMA MAKASSAR

2019
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun
yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara
bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang
menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak
manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari
prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,
1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggung jawabkan dan dipertanggung gugatkan dan setiap
penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral. (Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip etika
keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-prinsip legal dalam praktik
keperawatan.
I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
2. Apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan?
3. Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?

I.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan
2. Untuk mengetahui apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan

I.4 Manfaat

Makalah Etika Keperawatan ini diharapakn mahasiswa mampu memahami dan


mengaplikasikan mengenai Etika Keperawatan dalam proses keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan

a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi
saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.

b. Beneficience (Berbuat baik)


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonom.

c. Nonmaleficience (Tidak merugikan)


Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk
melakukan yang terbaik. Resiko fisik, psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan
pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.

d. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.

e. Moral Right
Moral right menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan sifat.
Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau timbulnya
perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati. Standar moral
dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau masyarakat dimana ia
dibesarkan.

f. Nilai dan Norma Masyarakat


Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap
suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem
nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan
sering diartikan sebagai perilaku personal. Values (nilai-nilai) yang idealsatau
idaman, konsep yang sangat berharga bagi seseorang yang dapat memberikan arti
dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu yang berharga bagi seseorang, dan bisa
mempengaruhi persepsi,motivasi,pilihan dan keputusannya. Salary dan McDonnel
(1989),values yang di sadari menjadi pengendali internal seseorang adn bertingkah,
membuat pilihan dan keputusan.
II.2 Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan

1. Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya baik,


tanpa penderitaan ; sedangkanthanathos artinya mati atau kematian. Dengan
demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati
dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan bahwa euthanasia
secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada yang
menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan kehidupan manusia
atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukuan dengan cara memberikan
suntikan yang mematikan. Saat ini yang dimaksudkan dengan enthanasia adalah
bahwa seorang dokter mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan memberikan
suntikan yang mematikan atas permintaan pasien itu sendiri, atau dengan kata lain
euthanasia merupakan pembunuhan legal.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat
oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu :
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup
atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu
sendiri.
A. Jenis-jenis Euthnasia

Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari


mana sudut pandangnya atau cara melihatnya.

1. Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :


a. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut
segala tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk
mempertahankan hidup pasien. Dengan kata lain, euthanasia pasif
merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada pasien
terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini
dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak memberikan alat-
alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga
medis maupun keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja
menghendaki kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan,
misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau karena
sudah tidak mampu membayar biaya pengobatan.

b. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif


Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang
dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter
dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain,
Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Euthanasia aktif
menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obat-obatan atau
dengan cara lain sehingga pasien tersebut meninggal.

Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :


1) Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara
terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini juga dikenal
sebagai mercy killing.

2) Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)


Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga
kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
2. Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas :
a. Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu
sendiri. Permintaan pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata
lain permintaa pasien secara sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan dari
siapapun juga.
b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar.
Permintaan biasanya dilakukan oleh keluarga pasien.Ini terjadi ketika
individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak
mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan kepada penderitaan
pasien, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien
yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali menjadi bahan
perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi
apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan,
misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk meng B. Ragam
Euthanasia

Euthanasia ini terbagi kedalam 2 (dua) macam, yaitu euthanasia positif (aktif) dan euthanasia
negatif (pasif) dengan penjelasan sebagaik berikut.

1. Euthanasia Positif (aktif)

Euthanasia positif ini adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikan instrumen (alat) seperti suntikan ke dalam tubuh pasien. Suntikan ini diberikan
apabila penyakitnya sudah sangat parah atau stadium akhir, yang menurut perhitungan/perkiraan
medis tidak ada harapan untuk sembuh atau bertahan lama.

Inti dari euthanasia positif ini adalah pemberian instrumen (alat) oleh dokter kepada pasien
sebagai tindakan akhir.

Berikut ini beberapa contoh kasus euthanasia positif:

a. Seseorang yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering
mengalami pinsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia.
Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran yang tinggi (overdosis) yang sekitanya dapat
menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernafasannya sekaligus.

b. Orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama, misalnya karena bagian otaknya terserang
penyakit atau mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia mungkin hanya
dapat hidup dengan bantuan alat pernafasan, sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita
tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan itulah yang memompakan udara kedalam paru-
parunya dan menjadikannya dapat bernafas secara otomatis. Jika alat pernafasan tersebut
dihentikan, si penderitan tidak mungkin dapat melanjutkan pernafasannya. Maka satu-satunya cara
yang mungkin dapat dilakukan adalan membiarkan pasien itu hidup dengan menggunakan alat
pernafasan bantuan. Namun ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai “Orang
mati” yang tidak mampu melakukan aktifitas. Maka memberhentikan alat pernafasan itu sebagai
cara posotif untuk memudahkan proses kematiannya.

2. Euthanasia Negatif (pasif)

Yang dimaksud dengan euthanasia ngetif (pasif) adalah tindakan dokter berupa penghentian
pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mampu lagi untuk
sembuh. Pemberhentian pengobatan ini mangakibatkan cepatnya kematian. Namun biasanya
tindakan ini dilakukan karena pihak keluarga pasien tidak mampu menanggung biaya pengobatan
yang sangat tinggi. Hal itulah yang menjadikan euthanasia ini menjadi bersifat negatif.

Inti dari euthanasia negaatif ini adalah penghentian pengobatan kepada pasien. Perbedaan
dengan yang positif adalah tindakan yang dilakukan. Euthanasia positif, mengganti obat biasa
menjadi obat mati, karena obat biasa itu hanya memperburuk keadaan.

Beberapa contoh tentang euthanasia negatif sebagai berikut:

a. Penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan
benturan pada bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit syaraf yang tidak ada harapan
sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru dan masih ada kemungkinan untuk
hidup dan bertahan, namun pengobatannya dihentikan, sehingga mempercepat kematiannya.

b. Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita penyakit tashallub al-Asyram
(kelumpuhan tulang belakang) atau syalal al-Mukhkhi (kelumpuhan otak). Dalam keadaan
demikian ia dapat saja kanndibiarkan tanpa diberi pengobatan. Apabila terserang penyakit paru-
paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin akan dapat membawa kematian anak tersebut.

At-tashallub al-musyrab atau al-syaukah al-masyquqah ialah kelainan pada tulang belakang yang
bisa menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki dan kehilangan kemampuan/ kontrol pada
saluran kandung kemih dan usus besar. Anak yang menderita penyakit ini senantiasa dalam kondisi
lumpuh dan membutuhkan bantuan khusus selama hidupnya.

Sedangkan al-syalal al-mukhkhi (kelumpuhan otak) ialah suatu keadaan yang menimpa saraf otak
sejak anak dilahirkan yang menyebabkan keterbelakangan pikirab dan kelumpuhan
badannyadengan tingkatan yang berbeda-beda. Anak yang menderita penyakit ini akan lumpuh
badan dan pikirannya serta selalu memerlukan bantuan khusus selama hidupnya[viii].

c. DR. Kartono Muhammad mengetakan bahwa pada praktek secara sadar atau tidak, euthanasia pasif
bisa saja terjadi di Indonesia yang tidak sadar terpaksa melakukannya karena kurangnya fasilitas
yang ada dirumah sakit. Sedangkan yang sadar, membiarkan pasien yang sudah tidak tertolong lagi
itu dibawa pulang sebelum waktunya.

Dari sumber yang berbeda, ada 2 ragam yang dikelompokkan juga sebagai macam-macam
dari euthnasia, yaitu euthanasia volunter, ialah penghentian tindakan pengobatan atau
mempercepat kematian atas permintaan pasien.

Kemudian euthanasia volunter, ialah euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam kedaan
tidak sadar di mana tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap
famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit
dibedakan dengan pembunuhan kriminal[ix].

C. Hukum Euthanasia

Sebagai umat Islam dan sebagai warga negara Indonesia, tindakan yang dilakukan agar
mempercepat proses kematian (euthanasia) ini, tentu saja menuai banyak kontroversi, tentang
bagaimanakah hukum melaksanakannya bagi pribadi, atau orang yang bertindak sebagai
pengeksekusinya. Berikut ini adalah penjelasan bagaimana hukum euthanasia menurut pandangan
Islam dan menurut hukum negara Indonesia.

1. Euthanasia menurut hukum Islam

Islam sangan mengatakan bahwa pretikat manusia didunia adalah sebagai khalifah, artinya
manusia memiliki status yang mulia di dunia. Dalam hal ini syariat Islam berarti menjunjung tinggi
hak hidup bagi manusia.

ambil keputusan bagi pasien tersebut.


B. Ragam Euthanasia
Euthanasia ini terbagi kedalam 2 (dua) macam, yaitu euthanasia positif (aktif) dan
euthanasia negatif (pasif) dengan penjelasan sebagaik berikut.
1. Euthanasia Positif (aktif)
Euthanasia positif ini adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikan instrumen (alat) seperti suntikan ke dalam tubuh pasien. Suntikan ini
diberikan apabila penyakitnya sudah sangat parah atau stadium akhir, yang menurut
perhitungan/perkiraan medis tidak ada harapan untuk sembuh atau bertahan lama.
Inti dari euthanasia positif ini adalah pemberian instrumen (alat) oleh dokter kepada
pasien sebagai tindakan akhir.
Berikut ini beberapa contoh kasus euthanasia positif:
a. Seseorang yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga
penderita sering mengalami pinsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan
akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran yang tinggi
(overdosis) yang sekitanya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernafasannya sekaligus.
b. Orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama, misalnya karena bagian otaknya
terserang penyakit atau mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian
ia mungkin hanya dapat hidup dengan bantuan alat pernafasan, sedangkan dokter
berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan itulah yang
memompakan udara kedalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernafas secara
otomatis. Jika alat pernafasan tersebut dihentikan, si penderitan tidak mungkin dapat
melanjutkan pernafasannya. Maka satu-satunya cara yang mungkin dapat dilakukan adalan
membiarkan pasien itu hidup dengan menggunakan alat pernafasan bantuan. Namun ada
yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai “Orang mati” yang tidak mampu
melakukan aktifitas. Maka memberhentikan alat pernafasan itu sebagai cara posotif untuk
memudahkan proses kematiannya.

2. Euthanasia Negatif (pasif)


Yang dimaksud dengan euthanasia ngetif (pasif) adalah tindakan dokter berupa
penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak
mampu lagi untuk sembuh. Pemberhentian pengobatan ini mangakibatkan cepatnya
kematian. Namun biasanya tindakan ini dilakukan karena pihak keluarga pasien tidak
mampu menanggung biaya pengobatan yang sangat tinggi. Hal itulah yang menjadikan
euthanasia ini menjadi bersifat negatif.
Inti dari euthanasia negaatif ini adalah penghentian pengobatan kepada pasien.
Perbedaan dengan yang positif adalah tindakan yang dilakukan. Euthanasia positif,
mengganti obat biasa menjadi obat mati, karena obat biasa itu hanya memperburuk
keadaan.
Beberapa contoh tentang euthanasia negatif sebagai berikut:
a. Penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma,
disebabkan benturan pada bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit syaraf yang
tidak ada harapan sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru dan
masih ada kemungkinan untuk hidup dan bertahan, namun pengobatannya dihentikan,
sehingga mempercepat kematiannya.
b. Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita penyakit tashallub al-
Asyram (kelumpuhan tulang belakang) atau syalal al-Mukhkhi (kelumpuhan otak). Dalam
keadaan demikian ia dapat saja kanndibiarkan tanpa diberi pengobatan. Apabila terserang
penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin akan dapat membawa
kematian anak tersebut.
At-tashallub al-musyrab atau al-syaukah al-masyquqah ialah kelainan pada tulang belakang
yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki dan kehilangan kemampuan/
kontrol pada saluran kandung kemih dan usus besar. Anak yang menderita penyakit ini
senantiasa dalam kondisi lumpuh dan membutuhkan bantuan khusus selama hidupnya.
Sedangkan al-syalal al-mukhkhi (kelumpuhan otak) ialah suatu keadaan yang menimpa
saraf otak sejak anak dilahirkan yang menyebabkan keterbelakangan pikirab dan
kelumpuhan badannyadengan tingkatan yang berbeda-beda. Anak yang menderita
penyakit ini akan lumpuh badan dan pikirannya serta selalu memerlukan bantuan khusus
selama hidupnya[viii].
c. DR. Kartono Muhammad mengetakan bahwa pada praktek secara sadar atau tidak,
euthanasia pasif bisa saja terjadi di Indonesia yang tidak sadar terpaksa melakukannya
karena kurangnya fasilitas yang ada dirumah sakit. Sedangkan yang sadar, membiarkan
pasien yang sudah tidak tertolong lagi itu dibawa pulang sebelum waktunya.
Dari sumber yang berbeda, ada 2 ragam yang dikelompokkan juga sebagai macam-
macam dari euthnasia, yaitu euthanasia volunter, ialah penghentian tindakan pengobatan
atau mempercepat kematian atas permintaan pasien.
Kemudian euthanasia volunter, ialah euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam
kedaan tidak sadar di mana tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal
ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan.
Perbuatan ini sulit dibedakan dengan pembunuhan kriminal[ix].

C. Hukum Euthanasia
Sebagai umat Islam dan sebagai warga negara Indonesia, tindakan yang dilakukan
agar mempercepat proses kematian (euthanasia) ini, tentu saja menuai banyak
kontroversi, tentang bagaimanakah hukum melaksanakannya bagi pribadi, atau orang yang
bertindak sebagai pengeksekusinya. Berikut ini adalah penjelasan bagaimana hukum
euthanasia menurut pandangan Islam dan menurut hukum negara Indonesia.
1. Euthanasia menurut hukum Islam
Islam sangan mengatakan bahwa pretikat manusia didunia adalah sebagai khalifah,
artinya manusia memiliki status yang mulia di dunia. Dalam hal ini syariat Islam berarti
menjunjung tinggi hak hidup bagi manusia.

2. Transplantasi Organ

Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu


dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia
merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan
fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang
merupakan upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan
organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa
atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam
dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena
masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum,
budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam
menetapkan terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living
Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan kerjasama
yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi,
pemuka agama, pemuka masyarakat), pemerintah dan swata.

1) Jenis – jenis Transplantasi Organ


a. Autograf (Autotransplatasi).
Autograf (Autotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke
tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Misalnya operasi bibir sumbing,
dimana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang
sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri.

b. Allograft (Homotransplantasi).
Allograft (Homotransplantasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh seseorang ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya, yakni
manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan
tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea
mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat
keberhasilannya belum tinggi. Transfusi darah sebenarnya merupakan
bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari
tubuh manusia (darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain
(recipient).

c. Xenograft (Heterotransplatasi).
Xenograft (Heterotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya
antara species manusia dengan binatang. Yang sudah terjadi contohnya
daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera),
meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil.
d. Transplantasi Singenik
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari
seseorang ke tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki
hubungan secara genetik.

3. Supporting Devices

a. Komponen Yang Mendasari Transplantasi


Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1) Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup
atau yang sudah meninggal.
2) Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut
kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain

b. Komponen Yang Menunjang Transplantasi


Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada juga dua komponen
penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1) Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup
yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk
hidup dengan kekurangan jaringan atau oragan.
2) Adaptasi Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan
atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak
jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah
tidak dapat befungsi lagi.
3) Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor
yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal
sendiri didefinisikan kematian batang otak.
4) Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum
tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah
adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.

II.3 Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan : Tort

Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak miliknya.
A. Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak orang lain, seperti kekerasan,
ancaman dan kesalah pahanan.
1. Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak
menyerang dan membahayakan.
Contoh : perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray walaupun
pasien tidak menyetujui hal itu.
2. Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin.
Contoh: perawat mengancam untuk melakukan injeksi tanpa persetujuan klien,
jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut kekerasan.
3. Kesalah Pahaman adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat resmi.
Contoh : hal ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area terbatas yang
mengganggu kebebasan klien tersebut.

B. Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak
diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan
pencemaran nama baik.

1. Pelanggaran privasi.
Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari gangguan
terhadap masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
1) Gangguan terhadap privasi
2) Peniruan nama
3) Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan
4) Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh : pemberian informasi medis klien kepada pihak tidak berwenang seperti
wartawan atau atasan klien.

2. Pencemaran nama baik


Pencemaran nama baik adalah publikasi pernyataan palsu yang merusak reputasi
seseorang. Niat buruk berarti pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut
mengetahui bahwa pernyataan tersebut adalah palsu dan tetap melakukaknnya.
Slander terjadi saat seseorang memberikan pernyataan palsu secara lisan.
Contohnya seorang perawat memberitahukan kepada orang lain bahwa seorang
klien menderita penyakit menular seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis
klien. Libel adalah pencemaran nama baik secara tertulis. Contohnya penulisan
data palsu.

C. Tort Nonintensional
1. Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar prosedur oprasional. Untuk malpraktek kedokteran
juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang
dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum
pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis,
penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan
yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya
di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang
pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan Hartley (1998)
mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari
kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan
yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan
kewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.

Dampak yang terjadi akibat malpraktek :


1. Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang
permanen.
2. Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa
bersalah.
3. Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
4. Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat.
5. Dari segi agama mendapat dosa.
6. Dari etika keperawatan melanggar etika keperawatan bukan tindakan professional.

2. Persetujuan

Formulir persetujuan (consent) yang telah ditandatangani dibutuhkan


untuk semua pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti operasi, beberapa
program pengobatan seperti kemoterapi dan penelitian yang melibatkan klien
(TJC,2006). Klien menandatangani formulir persetujuan umum saat masuk rawat
inap di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien atau yang
mewakilinya harus menandatangani formulir persetujuan khusus atau pengobatan
sebelum pelaksanaan prosedur tertentu secara terpisah.
Undang-undang Negara bagian menetukan persyaratan individu yang
secara hukum dapat memberikan persetujuan untuk pengobatan medis (Medical
Patient Rights Act, 1994). Perawat harus mengenal dan memahami hukum Negara
serta kebijakan dan prosedur persetujuan di institusi tempat ia bekerja.
Jika klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau berbicara dalam bahasa
asing, maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk menjelaskan istilah yang
tertulis dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga atau kerabat yang dapat
berbicara dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah informasi
kesehatan. Bantulah klien dalam membuat pilihan.

3. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur dianostik invasive, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan akibat penolakan
(Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi penyelenggara
pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti
oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan juga
menggambarkan alternative pengobatan dan risiko terkait dalam semua pilihan
pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan darurat
dapat mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis,
seorang klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan
atas kelalaian.
Infored consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia
pelayanan kesehatan dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien
tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak
melakukan operasi atau prosedur medis langsung, maka pengambilan persetujuan
bukan merupakan tugas perawat. Orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
prosedur tersebut juga bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.

4. Masalah Aborsi
Pada kasus Roev Wade di tahun 1973, Mahkamah Agung AS memutuskan
adanya hak dasar bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk melakukan
aborsi. Pengadilan menyatakan bahwa selama trimester pertama seorang wanita
dapat melakukan terminasi kehamilan tanpa persetujuan Negara bagian karena
risiko mortalitas alami dari aborsi pada masa ini lebih kecil dibandingkan
kelahiran normal. Selama trimester kedua, pengadilan berhak melindungi
kesehatan sang ibu sehingga Negara bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan
fasilitasnya. Pada trimester ketiga, janin telah mampu bertahan hidup sehingga
bagian Negara berhak melindungi janin. Oleh karena itu, pada trimester ketiga
terdapat larangan aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk menyelamatkan nyawa
sang ibu.
Pada kasus Webster v Reproductive Health Service di tahun 1989,
pengadilan mempersempit cakupan kasus Roe v Wade. Beberapa Negara bagian
mewajibkan pemeriksaan viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan hidup
sebelum pelaksanaan aborsi jika fetus telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara
bagian juga mewajibkan pengambilan persetujuan orang tua anak dibawah umur,
atau keputusan pengadilan bahwa anak tersebut telah matang dan dapat
memberikan persetujuan sendiri.

5. Siswa Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika tindakannya
membahayakan klien. Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya ata
ketiadaan tindakannya, maka siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan institusi
pendidikan juga bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa
keperawatan tidak diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak dipersiapkan
sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka selama pembelajaran
keterampilan baru. Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja rumah sakit,
tetapi institusi tetap bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan siswa
keperawatan. Siswa keperawatan diharapkan melakukan tindakan secara aman
seperti halnya seorang perawat professional. Staf fakultas bertanggung jawab
untuk memberikan instruksi dan mengawasi siswa, tetapi pada beberapa situasi
tanggung jawab ini juga diemban perawat staf yang bertugas sebagai pengajar.
Setiap sekolah keperawatan harus memberikan definisi yang jelas mengenai
tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak boleh
melaksanakan tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten
perawat. Sebagai contoh, meskipun telah belajar tentang pemberian obat
instramuskular, tetapi siswa tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas
memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara
hukum ia juga akan bertanggung jawab. Jika seseorang meminta siswa yang
bertugas sebagai asisten perawat untuk melaksanakan prosedur yang belum dapat
mereka lakukan secara aman, maka ia harus menyampaikan informasi tersebut
kepada pengawas agar mereka memperoleh bantuan.

6. Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan kontrak
antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan
perlindungan pada perawat saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional atau
malpraktik medis. Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi membayar
biaya persidangan dan pengacara yang mewakili perawat. Perawat yang
dipekerjakan oleh institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh pihak asuransi
institusi tersebut. Perawat tidak perlu memperoleh asuransi tambahan, kecuali ia
berencana melakukan praktik di luar institusi. Namun asuransu intitusi tersebut
hanya menanggung perawat yang bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.

7. Masalah Penelantaran dan Penugasan


Kekurangan staf. Selama terjadinya pengurangan staf atau tenaga kerja,
maka akan timbul masalah kekurangan staf (TJC,2006). Community Health
Accreditation Program (CHAP) dan standar federal lainnya mewajibkan institusi
untuk memiliki pedoman penentuan jumlah (rasio) perawat yang dibutuhkan
untuk melayani sejumlah klien tertentu. Masalah hukum akan terjadi bila terdapat
kekurangan jumlah perawat untuk memberikan pelayanan atau perawat harus
bekerja lembur.
Dalam usaha mengatasi hal ini, California menyusun undang-undang
California Assembly Bill 394 (AB394) yang mewajibkan penetapan rasio
perbandingan perawat dank lien dalam semua bidang keperawatan akut.
California merupakan Negara bagian pertama dan satu-satunya yang mengadopsi
peraturan ini. Standar ini diberlakukan sejak 1 Januari 2004. Sekitar 15 negara
bagian lainnya sedang membahas peraturan sejenis. Rasio staf yang aman terus
menjadi masalah dan perhatian bagi semua perawat (Benko,2004). Jika perawat
diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya, maka mereka harus
memberitahukan hal ini kepada perawat pengawas (Blair,2003).
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebagai seorang perawat
yang professional dalam bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat harus memahami
dan menerapkan etika keperawatan yang digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang
yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan, dalam memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, perawat juga harus mengetahui prinsip-prinsip etika
keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan dan prinsip-prinsip legal dalam
praktik keperawatan, sehingga nantinya dalam memberikan pelayanan kesehatan, seorang
perawat dapat meberikan pelayanan terbaik kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Internet :
http://ristalikestar.blogspot.com/2014/04/makalah-etika-keperawatan.html di ambil pada hari
Jum’at tanggal 19 Desember 2014 pukul 12.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai