Disusun oleh:
Kelompok VI
Asrul
Ainun N
Hayatul fitry s
Desitha kurnia cabaiya
St arisa
Rimayani hasbianita
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun
yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara
bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang
menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak
manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari
prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,
1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggung jawabkan dan dipertanggung gugatkan dan setiap
penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral. (Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip etika
keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-prinsip legal dalam praktik
keperawatan.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
2. Apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan?
3. Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
I.3 Tujuan
I.4 Manfaat
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi
saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
d. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
e. Moral Right
Moral right menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan sifat.
Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau timbulnya
perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati. Standar moral
dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau masyarakat dimana ia
dibesarkan.
1. Euthanasia
Euthanasia ini terbagi kedalam 2 (dua) macam, yaitu euthanasia positif (aktif) dan euthanasia
negatif (pasif) dengan penjelasan sebagaik berikut.
Euthanasia positif ini adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikan instrumen (alat) seperti suntikan ke dalam tubuh pasien. Suntikan ini diberikan
apabila penyakitnya sudah sangat parah atau stadium akhir, yang menurut perhitungan/perkiraan
medis tidak ada harapan untuk sembuh atau bertahan lama.
Inti dari euthanasia positif ini adalah pemberian instrumen (alat) oleh dokter kepada pasien
sebagai tindakan akhir.
a. Seseorang yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering
mengalami pinsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia.
Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran yang tinggi (overdosis) yang sekitanya dapat
menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernafasannya sekaligus.
b. Orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama, misalnya karena bagian otaknya terserang
penyakit atau mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia mungkin hanya
dapat hidup dengan bantuan alat pernafasan, sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita
tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan itulah yang memompakan udara kedalam paru-
parunya dan menjadikannya dapat bernafas secara otomatis. Jika alat pernafasan tersebut
dihentikan, si penderitan tidak mungkin dapat melanjutkan pernafasannya. Maka satu-satunya cara
yang mungkin dapat dilakukan adalan membiarkan pasien itu hidup dengan menggunakan alat
pernafasan bantuan. Namun ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai “Orang
mati” yang tidak mampu melakukan aktifitas. Maka memberhentikan alat pernafasan itu sebagai
cara posotif untuk memudahkan proses kematiannya.
Yang dimaksud dengan euthanasia ngetif (pasif) adalah tindakan dokter berupa penghentian
pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mampu lagi untuk
sembuh. Pemberhentian pengobatan ini mangakibatkan cepatnya kematian. Namun biasanya
tindakan ini dilakukan karena pihak keluarga pasien tidak mampu menanggung biaya pengobatan
yang sangat tinggi. Hal itulah yang menjadikan euthanasia ini menjadi bersifat negatif.
Inti dari euthanasia negaatif ini adalah penghentian pengobatan kepada pasien. Perbedaan
dengan yang positif adalah tindakan yang dilakukan. Euthanasia positif, mengganti obat biasa
menjadi obat mati, karena obat biasa itu hanya memperburuk keadaan.
a. Penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan
benturan pada bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit syaraf yang tidak ada harapan
sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru dan masih ada kemungkinan untuk
hidup dan bertahan, namun pengobatannya dihentikan, sehingga mempercepat kematiannya.
b. Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita penyakit tashallub al-Asyram
(kelumpuhan tulang belakang) atau syalal al-Mukhkhi (kelumpuhan otak). Dalam keadaan
demikian ia dapat saja kanndibiarkan tanpa diberi pengobatan. Apabila terserang penyakit paru-
paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin akan dapat membawa kematian anak tersebut.
At-tashallub al-musyrab atau al-syaukah al-masyquqah ialah kelainan pada tulang belakang yang
bisa menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki dan kehilangan kemampuan/ kontrol pada
saluran kandung kemih dan usus besar. Anak yang menderita penyakit ini senantiasa dalam kondisi
lumpuh dan membutuhkan bantuan khusus selama hidupnya.
Sedangkan al-syalal al-mukhkhi (kelumpuhan otak) ialah suatu keadaan yang menimpa saraf otak
sejak anak dilahirkan yang menyebabkan keterbelakangan pikirab dan kelumpuhan
badannyadengan tingkatan yang berbeda-beda. Anak yang menderita penyakit ini akan lumpuh
badan dan pikirannya serta selalu memerlukan bantuan khusus selama hidupnya[viii].
c. DR. Kartono Muhammad mengetakan bahwa pada praktek secara sadar atau tidak, euthanasia pasif
bisa saja terjadi di Indonesia yang tidak sadar terpaksa melakukannya karena kurangnya fasilitas
yang ada dirumah sakit. Sedangkan yang sadar, membiarkan pasien yang sudah tidak tertolong lagi
itu dibawa pulang sebelum waktunya.
Dari sumber yang berbeda, ada 2 ragam yang dikelompokkan juga sebagai macam-macam
dari euthnasia, yaitu euthanasia volunter, ialah penghentian tindakan pengobatan atau
mempercepat kematian atas permintaan pasien.
Kemudian euthanasia volunter, ialah euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam kedaan
tidak sadar di mana tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap
famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit
dibedakan dengan pembunuhan kriminal[ix].
C. Hukum Euthanasia
Sebagai umat Islam dan sebagai warga negara Indonesia, tindakan yang dilakukan agar
mempercepat proses kematian (euthanasia) ini, tentu saja menuai banyak kontroversi, tentang
bagaimanakah hukum melaksanakannya bagi pribadi, atau orang yang bertindak sebagai
pengeksekusinya. Berikut ini adalah penjelasan bagaimana hukum euthanasia menurut pandangan
Islam dan menurut hukum negara Indonesia.
Islam sangan mengatakan bahwa pretikat manusia didunia adalah sebagai khalifah, artinya
manusia memiliki status yang mulia di dunia. Dalam hal ini syariat Islam berarti menjunjung tinggi
hak hidup bagi manusia.
C. Hukum Euthanasia
Sebagai umat Islam dan sebagai warga negara Indonesia, tindakan yang dilakukan
agar mempercepat proses kematian (euthanasia) ini, tentu saja menuai banyak
kontroversi, tentang bagaimanakah hukum melaksanakannya bagi pribadi, atau orang yang
bertindak sebagai pengeksekusinya. Berikut ini adalah penjelasan bagaimana hukum
euthanasia menurut pandangan Islam dan menurut hukum negara Indonesia.
1. Euthanasia menurut hukum Islam
Islam sangan mengatakan bahwa pretikat manusia didunia adalah sebagai khalifah,
artinya manusia memiliki status yang mulia di dunia. Dalam hal ini syariat Islam berarti
menjunjung tinggi hak hidup bagi manusia.
2. Transplantasi Organ
b. Allograft (Homotransplantasi).
Allograft (Homotransplantasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh seseorang ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya, yakni
manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan
tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea
mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat
keberhasilannya belum tinggi. Transfusi darah sebenarnya merupakan
bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari
tubuh manusia (darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain
(recipient).
c. Xenograft (Heterotransplatasi).
Xenograft (Heterotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ
dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya
antara species manusia dengan binatang. Yang sudah terjadi contohnya
daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera),
meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil.
d. Transplantasi Singenik
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari
seseorang ke tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki
hubungan secara genetik.
3. Supporting Devices
Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak miliknya.
A. Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak orang lain, seperti kekerasan,
ancaman dan kesalah pahanan.
1. Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak
menyerang dan membahayakan.
Contoh : perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray walaupun
pasien tidak menyetujui hal itu.
2. Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin.
Contoh: perawat mengancam untuk melakukan injeksi tanpa persetujuan klien,
jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut kekerasan.
3. Kesalah Pahaman adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat resmi.
Contoh : hal ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area terbatas yang
mengganggu kebebasan klien tersebut.
B. Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak
diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan
pencemaran nama baik.
1. Pelanggaran privasi.
Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari gangguan
terhadap masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
1) Gangguan terhadap privasi
2) Peniruan nama
3) Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan
4) Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh : pemberian informasi medis klien kepada pihak tidak berwenang seperti
wartawan atau atasan klien.
C. Tort Nonintensional
1. Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar prosedur oprasional. Untuk malpraktek kedokteran
juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang
dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum
pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis,
penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan
yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya
di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang
pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan Hartley (1998)
mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari
kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan
yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan
kewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
2. Persetujuan
3. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur dianostik invasive, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan akibat penolakan
(Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi penyelenggara
pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti
oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan juga
menggambarkan alternative pengobatan dan risiko terkait dalam semua pilihan
pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan darurat
dapat mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis,
seorang klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan
atas kelalaian.
Infored consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia
pelayanan kesehatan dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien
tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak
melakukan operasi atau prosedur medis langsung, maka pengambilan persetujuan
bukan merupakan tugas perawat. Orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
prosedur tersebut juga bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.
4. Masalah Aborsi
Pada kasus Roev Wade di tahun 1973, Mahkamah Agung AS memutuskan
adanya hak dasar bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk melakukan
aborsi. Pengadilan menyatakan bahwa selama trimester pertama seorang wanita
dapat melakukan terminasi kehamilan tanpa persetujuan Negara bagian karena
risiko mortalitas alami dari aborsi pada masa ini lebih kecil dibandingkan
kelahiran normal. Selama trimester kedua, pengadilan berhak melindungi
kesehatan sang ibu sehingga Negara bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan
fasilitasnya. Pada trimester ketiga, janin telah mampu bertahan hidup sehingga
bagian Negara berhak melindungi janin. Oleh karena itu, pada trimester ketiga
terdapat larangan aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk menyelamatkan nyawa
sang ibu.
Pada kasus Webster v Reproductive Health Service di tahun 1989,
pengadilan mempersempit cakupan kasus Roe v Wade. Beberapa Negara bagian
mewajibkan pemeriksaan viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan hidup
sebelum pelaksanaan aborsi jika fetus telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara
bagian juga mewajibkan pengambilan persetujuan orang tua anak dibawah umur,
atau keputusan pengadilan bahwa anak tersebut telah matang dan dapat
memberikan persetujuan sendiri.
5. Siswa Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika tindakannya
membahayakan klien. Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya ata
ketiadaan tindakannya, maka siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan institusi
pendidikan juga bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa
keperawatan tidak diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak dipersiapkan
sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka selama pembelajaran
keterampilan baru. Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja rumah sakit,
tetapi institusi tetap bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan siswa
keperawatan. Siswa keperawatan diharapkan melakukan tindakan secara aman
seperti halnya seorang perawat professional. Staf fakultas bertanggung jawab
untuk memberikan instruksi dan mengawasi siswa, tetapi pada beberapa situasi
tanggung jawab ini juga diemban perawat staf yang bertugas sebagai pengajar.
Setiap sekolah keperawatan harus memberikan definisi yang jelas mengenai
tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak boleh
melaksanakan tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten
perawat. Sebagai contoh, meskipun telah belajar tentang pemberian obat
instramuskular, tetapi siswa tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas
memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara
hukum ia juga akan bertanggung jawab. Jika seseorang meminta siswa yang
bertugas sebagai asisten perawat untuk melaksanakan prosedur yang belum dapat
mereka lakukan secara aman, maka ia harus menyampaikan informasi tersebut
kepada pengawas agar mereka memperoleh bantuan.
6. Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan kontrak
antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan
perlindungan pada perawat saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional atau
malpraktik medis. Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi membayar
biaya persidangan dan pengacara yang mewakili perawat. Perawat yang
dipekerjakan oleh institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh pihak asuransi
institusi tersebut. Perawat tidak perlu memperoleh asuransi tambahan, kecuali ia
berencana melakukan praktik di luar institusi. Namun asuransu intitusi tersebut
hanya menanggung perawat yang bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.
III.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebagai seorang perawat
yang professional dalam bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat harus memahami
dan menerapkan etika keperawatan yang digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang
yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan, dalam memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, perawat juga harus mengetahui prinsip-prinsip etika
keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan dan prinsip-prinsip legal dalam
praktik keperawatan, sehingga nantinya dalam memberikan pelayanan kesehatan, seorang
perawat dapat meberikan pelayanan terbaik kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Internet :
http://ristalikestar.blogspot.com/2014/04/makalah-etika-keperawatan.html di ambil pada hari
Jum’at tanggal 19 Desember 2014 pukul 12.00 WIB.