Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, berlangsung kira - kira 6 minggu (Kementerian kesehatan RI, 2013).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Jumlah kasus kematian Ibu di Jawa
Tengah pada tahun 2017 adalah sebanyak 475 kasus (88,05 per 100.000
kelahiran hidup), mengalami penurunan dari tahun 2016 sebanyak 602 kasus
(109,65 per 100.000 kelahiran hidup). Sebesar 60 % kematian ibu terjadi pada
masa nifas, sebesar 26,32 % pada waktu hamil dan sebesar 13,68 % terjadi
pada saat persalinan dengan penyebab kematian tertinggi yang bergeser dari
perdarahan pada tahun - tahun yang lalu menjadi hipertensi sebagai penyebab
utama (Dinkes Jateng, 2017).
Asuhan pada ibu nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera
setelah kelahiran sampai 6 minggu setelah kelahiran. Tujuan dari asuhan masa
nifas adalah untuk memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada ibu
segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan,
dalam persalinan dan segera setelah melahirkan. Adaptasi hasil yang
diharapkan adalah terlaksananya asuhan pada ibu post partum termasuk
melakukan pengkajian, membuat diagnose, mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnose dan masalah potensial, tindakan
segera dan rencana asuhan (Maryunani, 2016).
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas
sesuai standar, yang dilakukan sekurang – kurangnya tiga kali sesuai jadwal
yang dianjurkan, yaitu 6 jam sampai 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4
sampai hari ke-28 pasca persalinan dan pada hari ke-29 sampai dengan 42
hari pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan masa nifas yang diberikan
terdiri dari pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan tinggi puncak Rahim
(fundus uteri), pemeriksaan lokhea dan cairan pervaginam lain, pemeriksaan
payudara dan pemberian ASI Eksklusif, pemberian komunikasi dan edukasi
(KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir termasuk keluarga berencana
dan pelayanan keluarga berencana pasca persalinan (Dinkes Jateng, 2017).

1
Pemerintah mengatur peran dan fungsi bidan dalam memberikan asuhan
kepada ibu nifas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Menurut
Permenkes No 97 Tahun 2014 pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan
meliputi : pelayanan kesehatan bagi ibu dan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir. Pelayanan kesehatan bagi ibu tersebut paling sedikit 3 kali selama masa
nifas yaitu 1 kali pada periode 6 jam pertama sampai dengan 3 hari pasca
persalinan, 1 kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari pasca persalinan
dan 1 kali pada periode 29 hari sampai dengan 42 hari pasca persalinan
(Permenkes Nomor 97 Tahun 2014).
Di wilayah kerja puskesmas Ngaliyan mayoritas persalinan terjadi di RS
rujukan seperti RS Tugu, RS Hermina dan RS Permata Medika. Selama bulan
Pebruari 2019 persalinan di puskesmas Ngaliyan hanya ada persalinan
spontan dari persalinan yang ada. Dari persalinan, diantaranya
adalah persalinan dengan operasi Sectio Caesarea (SC) (Laporan KIA
Puskesmas Ngaliyan).
Saat ini, proses persalinan secara SC diduga lebih banyak bukan karena
indikasi medis. Para ahli kesehatan berkampanye secara intensif untuk
menekan jumlah kelahiran caesar yang bukan indikasi medis ini atau non-
emergency cesarean section. Karena, dampak kesehatan pasca operasi sesar
ini cukup berat seperti infeksi, perdarahan, luka pada organ, komplikasi dari
obat bius dan bahkan kematian, Sinsin (2008) dalam (Per-angin, Isnaniah and
Rizani, 2014).
Tindakan operasi Sectio Caesarea (SC) dapat menyebabkan nyeri dan
mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan karena adanya
pembedahan. Nyeri pasca bedah ini akan menimbulkan reaksi fisik dan
psikologis sehingga akan mengakibatkan mobilitas ibu menjadi terbatas,
Activity of Daily Living (ADL) terganggu, bonding attachment (ikatan kasih
saying ) dan proses menyusui bayi terganggu dan hal ini mengakibatkan
respon ibu terhadap bayi kurang (Danefi dan Agustini, 2016). Menurut
Depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia
terkait kehamilan, persalinan dan nifas yaitu perdarahan 28%, eklampsi 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%. Pada masa persalinan

2
komplikasi paling tinggi terjadi pada persalinan yang dilakukan dengan cara
SC, dengan kata lain SC juga merupakan risiko morbiditas dan mortalitas ibu
yang lebih tinggi daripada persalinan pervaginam. Komplikasi yang sering
terjadi pada post SC adalah infeksi, perdarahan, luka kandung kemih, dan
rupture uteri .
Persalinan melalui Sectio Caesaria bukanlah alternatif yang lebih aman,
oleh karena itu pemeriksaan dan monitoring dilakukan beberapa kali sampai
tubuh ibu dinyatakan dalam keadaan sehat. Komplikasi tersebut dapat
dicegah bila pasien post partum pasca SC mau melakukan Mobilisasi. Oleh
karena itu, Mobilisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dilakukan
oleh ibu post SC (Danefi dan Agustini, 2016). Bahaya infeksi setelah operasi
persalinan (Sectio Caesarea) masih tetap mengancam sehingga perawatan
setelah operasi memerlukan perhatian untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian, Manuaba (2013) dalam (Nurani, Keintjem and Losu, 2015).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, berlangsung kira – kira 6 minggu (Kementerian kesehatan
RI, 2013).
Nifas merupakan masa pulihnya kembali alat - alat kandungan mulai
dari persalinan selesai sampai alat - alat kandungan kembali seperti pra
hamil, dimana lama masa nifas adalah 6-8 minggu (Saifuddin, 2009).
Puerperium adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu
kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap
penambahan anggota baru, Hamilton (1995) dalam (Maryunani, 2016).
Puerperium adalah masa sesudah persalinan yang memerlukan masa
penyesuaian fisik dan psikologis, mulai dari kelahiran bayi sampai
dengan kembalinya organ - organ reproduksi kepada keadaan semula
seperti pada keadaan sebelum hamil, Bobak (1995) dalam (Maryunani,
2016).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi dan
plasenta, yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan
seperti sebelum hamil dengan waktu 6-8 minggu. Jadi masa nifas adalah
masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-alat kandungan kembali
seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu 6-8 minggu dimana pada
masa ini terjadi penyesuaian fisik dan psikologis terhadap perubahan
fisiologis dan penambahan anggota keluarga baru.
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Maryunani (2016) menyatakan bahwa masa post partum
dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
a. Immediate post partum dalam 24 jam pertama
1) Disebut juga puerperium dini (minggu pertama).
2) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan masa kepulihan
dimana ibu sudah diperbolehkan mobilisasi jalan.

4
3) Masa pulih / kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan - jalan.
4) Pada masa ini sering terjadi masalah, misalnya atonia uteri,
sehingga bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu.
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah
40 hari (Anggraini, 2010)
b. Early Post Partum Period (minggu pertama)
1) Disebut juga puerperium intermedial (minggu kedua sampai
minggu keenam).
2) Masa pulih / kepulihan menyeluruh otot - otot alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu.
3) Pada masa ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
Gambar 1.1
Tinggi Fundus Uteri Normal Pada Masa Nifas

c. Late Post Partum Period (minggu kedua sampai minggu keenam)


1) Disebut juga remote puerperium.
2) Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi,

5
waktu untuk sehat sempurna bias berminggu - minggu, bulanan
atau tahunan
3) Pada periode ini bidan dapat melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari - hari serta konseling KB.
3. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Perubahan pada uterus terjadi segera setelah persalinan karena
kadar estrogen dan progesteron yang menurun yang mengakibatkan
proteolisis pada dinding uterus. Dalam keadaan normal, uterus
mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan
kurang 4 minggu. Perubahan yang terjadi pada dinding uterus
adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat
implantasi plasenta. Jaringan – jaringan di tempat implantasi
plasenta akan mengalami degenerasi dan kemudian terlepas. Tidak
ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi
plasenta karena pelepasan jaringan ini berlangsung lengkap. Uterus
secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil dengan berat 60 gram. (Anggraini,
2010).
Proses itu dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Proses involusi uterus adalah
sebagai berikut :
a) Atrofi Jaringan
Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan
adanya penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar
yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi
pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi
dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus
berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang
menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia).
Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi
disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena

6
pada masa hamil uterus harus membesar menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya,
darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan
hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka
pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasaDisebabkan
oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia
dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Autolisis
Proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen
dan progesteron.
c) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke uterus.(Vivian
Nanny & Tri Sunarsih.2011)
Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus melalui 2 cara
yaitu :
(1) Kontraksi oleh ion kalsium
Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos
mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain
yang disebut kalmodulin. Terjadinya kontraksi diawali
dengan ion 22 kalsium berkaitan dengan calmodulin.
Kombinasi calmodulin ion kalsium kemudian bergabung
dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim
yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin
kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus
perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin
tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami
fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan
secara berulang dengan filamen aktin dan bekerja melalui
seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga menghasilkan
kontraksi otot uterus.
(2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormon

7
Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah
epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin,
oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor
hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion
kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi
membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi.
Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan
potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium
masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot
uterus dengan demikian proses involusi terjadi sehingga
uterus kembali pada ukuran dan tempat semula. Adapun
kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya,
tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah
persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh
adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian
bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya
kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus
uterus akan turun sedikit demi sedikit.
2) Implantasi Tempat Plasenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka itu mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya
sebesar 3 sampai 4 cm dan pada akhir nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
trombus. Regenerasi terjadi selama 6 minggu.(Vivian Nanny & Tri
Sunarsih. 2011)
Implantasi plasenta dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2
sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm (Anggraeni,
2010).

3) Lokhea
Lokhea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama nifas. Lokhea terbagi menjadi 4 macam (Maryunani,
2016) :
a) Lokhea rubra / kruenta
(1) Cairan bercampur darah dan sisa - sisa selaput ketuban

8
(2) Berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa
selaput ketuban, sel – sel desidua, verniks caseosa, lanugo
dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan
(3) Berbau amis
(4) Terdapat pada hari 1 sampai 3 hari setelah persalinan
b) Lokhea sanguiholenta
(1) Lendir bercampur darah tua, warna agak coklat
(2) Cairan tersebut dapat dikatakan berwarna merah kuning,
berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke 3 sampai hari
ke -7 post partum
c) Lokhea serosa
(1) Cairannya berwarna lebih pucat dari lokhea rubra, berbentuk
serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning
(2) Cairan tidak bercampur darah lagi pada hari ke-7 sampai hari
ke-14
d) Lokhea alba
(1) Cairan yang keluar berwarna putih dan merupakan lokhea
yang terakhir
(2) Dimulai pada hari ke-14, kemudian makin lama makin sedikit
hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu
berikutnya.
4) Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong.
Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan
serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah
kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan
konsistensi lunak. Perubahan pada serviks adalah menjadi sangat
lembek, kendur dan terkulai. Segera setelah janin dilahirkan, serviks
masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam
persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2 - 3 jari dan setelah 1
minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
5) Ligamen-ligamen
Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum
menjadi kendur.
6) Vulva dan Vagina

9
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan
suatu saluran yang luas berdinding tipis. Beberapa hari pertama
setelah proses melahirkan bayi vagina masih dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur – angsur akan muncul kembali
tetapi ukuran vagina jarang kembali seperti seorang nulipara. Seperti
halnya dengan vagina seberapa hari pertama sesudah proses
melahirkan vulva tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu
vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi
menonjol.
7) Perineum
Pada proses pengeluaran bayi sering terjadi perlukaan pada jalan
lahir atau luka perineum. Luka perineum secara alami disebut
rupture, dikarenakan adanya desakan kepala janin yang terlalu cepat
atau bahu pada proses persalinan. Ruptur biasanya tidak teratur
dibandingkan dengan luka perineum yang disengaja di episiotomy
untuk memperbesar muara vagina pada saat perineum meregang
sebelum keluar kepala bayi, Manuaba (2008), Suleha (2009) dalam
(Susilowati and Mulati, 2018). Luka perineum akan menyebabkan
nyeri dan rasa tidak nyaman pada ibu post partum, hal ini akan
mengganggu interaksi ibu dan bayi, membuat ibu lebih rentan
terhadap infeksi dan terjadi perdarhan jika luka perineum tidak
dipantau dengan baik.

b. Perubahan payudara
Pada hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara
mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak
terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-
sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi
mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari
untuk mensekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let
down (mengalirkan) sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus
aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting.

10
Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia untuk
memperlancar produksi ASI diantaranya adalah metode pijat
oksitosin, teknik marmet, kompres hangat, massase rolling
(punggung), breast care. Akan tetapi karena keterbatasan informasi di
layanan kesehatan tentang prosedur pelaksanaan maka metode -
metode ini hanya dikenal saja tetapi jarang diberikan oleh tenaga
kesehatan sebagai care giver kepada pasien, Mas’ada dalam
(Nugraheni and Heryati, 2016). Menurut penelitian Breast Care dan
Pijat Oksitosin secara signifikan dapat melancarkan produksi ASI,
sehingga ibu post partum dan tenaga kesehatan direkomendasikan
untuk melakukan breast care dan pijat oksitosin untuk meningkatkan
produksi air susu ibu (Rahayuningsih, Mudigdo and Murti, 2016).
c. Tanda – tanda Vital (TTV)
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010) terdapat perubahan
tanda-tanda vital (TTV)
1) Suhu Tubuh
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5°
Celcius dari keadaan normal (36°C – 37,5°C) namun tidak lebih
dari 38°C. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme
tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam post partum,
suhu tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan
semula. Bila suhu tubuh tidak kembali normal atau semakin
meningkat, maka perlu dicurigai terhadap terjadinya infeksi.
2) Nadi
Denyut nadi normal bekisar 60 – 80 kali/menit. Pada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah
proses persalinan selesai frekwensi denyut nadi dapat sedikit
lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali
normal.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg dan
untuk diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah
dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena
terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah
mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole atau

11
lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya
hipertensi atau preeklamsi post partum.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali/menit.
Pada saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena
kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/mengejan
dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap
terpenuhi. Setelah proses persalinan, frekwensi pernafasan akan
kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan
dengan suhu dan denyut nadi.
d. Hormon
Sekitar 1 - 2 minggu sebelum partus dimulai, hormon estrogen dan
progesteron akan menurun dan terjadi peningkatan hormon prolaktin
dan prostaglandin. Hormon prolaktin akan merangsang pembentukan
air susu pada kelenjar mamae sedangkan hormon prostaglandin
memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan timbulnya kontraksi
uterus.
e. Sistem Peredaran Darah (Cardio Vascular)
Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah ibu dengan
sirkulasi darah janin akan terputus sehingga volume darah ibu relatif
akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan
beban kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera
diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme kompensasi
berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah akan
kembali normal. Biasnya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu setelah
melahirkan.
Tonus otot polos pada dinding vena mulai membaik. Volume darah
mulai berkurang, iskositas darah kembali normal dan arah jantung
serta tekanan darah menurun sampai kadar sebelum hamil (Saifuddin,
2010).
f. Sistem Pencernaan
Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1 - 3 hari
pertama post partum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus
dan mobilitas otot traktus digestifus selama proses persalinan sehingga
dapat menimbulkan konstipasi pada minggu pertama post partum,

12
selain itu adanya rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan
jahitan pada perineum, dan takut akan rasa nyeri (Suherni, dkk, 2009).
g. Sistem Perkemihan
Pada pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan. Adanya trauma akibat kelahiran, laserasi
vagina/episiotomi, rasa nyeri pada panggul akibat dorongan saat
melahirkan dapat menurunkan dan mengubah refleks berkemih.
Adanya distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan
ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik (Saifuddin,
2010).
h. Sistem Integumen.
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah
(cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa
lipatan sendi karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa
nifas (Saifuddin, 2010).
i. Sistem Musculoskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar,
kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai
beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama hamil.
Ukuran perut menyesuaikan dengan ukuran uterus mengalami
perubahan paling besar pada akhir persalinan kala tiga dan ukuran ini
cepat mengecil sehingga pada akhir minggu pertama masa nifas
beratnya kira - kira 500 gram, Williams (2012) dalam (Fitriani, 2017).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi involusi antara lain
senam nifas, mobilisasi dini ibu post partum, inisiasi menyusu dini,
gizi, psikologis dan faktor usia serta paritas (Prawirohardjo, 2010).
Senam nifas merupakan bentuk ambulasi dini pada ibu – ibu nifas
yang salah satu tujuannya adalah untuk memperlancar involusi,
sedangkan ketidaklancaran proses involusi dapat berakibat buruk pada
ibu nifas seperti terjadi perdarahan yang bersifat lanjut dan
kelancaran involusi, Diana (2014) dalam (Fitriani, 2017).
Manfaat senam nifas diantaranya adalah membantu
penyembuhan rahim, perut dan otot pinggul yang mengalami trauma

13
serta mempercepat kembalinya bagian - bagian tersebut ke bentuk
normal, membantu menormalkan sendi - sendi yang menjadi longgar
akibat kehamilan dan persalinan serta mencegah perlemahan dan
peregangan lebih lanjut (Fitriani, 2017). Hasil penelitian Larson,dkk
(2002) dalam (Fitriani, 2017) dari 1432 ibu nifas di Swedia yang
melakukan senam nifas ditemukan bahwa 71% wanita tersebut
mengalami metabolisme tubuh yang lancar dan pemulihan fisik yang
lebih cepat.
Namun kenyataan yang didapatkan di lapangan senam nifas
jarang dilakukan disebabkan karena ibu pasca melahirkan takut
melakukan banyak gerakan, takut jahitan lepas, masih sakit pada luka
perineum serta adanya kepercayaan yang selama ini berkembang dan
diyakini oleh masyarakat yaitu bila belum genap 42 hari setelah
melahirkan ibu tidak diperbolehkan melakukan aktivitas (Fitriani,
2017).
4. Adaptasi Psikologi pada Masa Nifas
Adaptasi psikologis masa nifas (Maryunani, 2016) :
a. Adaptasi psikologis masa nifas merupakan perubahan psikologis
pada masa nifas yang terjadi karena pengalaman persalinan,
tanggung jawab peran sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru
(bayi) dan peran baru sebagai ibu bayi.
b. Menurut Reva Rubin (1963) dalam (Maryunani, 2016), terdiri dari
3 fase, yaitu fase dependen, fase defenden - indefenden dan fase
indefenden.

c. Fase - fase pada adaptasi psikologis :


1) Fase Taking In :
a) Periode ketergantungan atau fase defendens.
b) Periode yang terjadi pada hari pertama sampai hari kedua
setelah melahirkan, di mana ibu baru biasanya bersifat pasif
dan bergantung, energi difokuskan pada perhatian ke tubuhnya.
2) Fase Taking Hold:
a) Periode antara ketergantungan dan ketidaktergantungan, atau
fase dependen – independen.

14
b) Periode yang berlangsung 2-4 hari setelah melahirkan, dimana
ibu menaruh perhatian pada kemampuannya menjadi orangtua
yang berhasil dan menerima peningkatan tanggung jawab
terhadap bayinya.
c) Ibu memfokuskan pada pengembalian kontrol terhadap fungsi
tubuhnya, fungsi kandung kemih, kekuatan dan daya tahan.
3) Fase letting Go:
a) Periode saling ketergantungan, atau fase independen
b) Periode ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke
rumah, dimana ibu melibatkan waktu reorganisasi keluarga.
5. Kebutuhan dasar ibu nifas
Kebutuhan dasar masa nifas antara lain sebagai berikut :
a. Gizi Ibu Nifas, dianjurkan untuk :
1) Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral, dianjurkan minum 8-12 gelas sehari, untuk
memperlancar pencernaan hindari konsumsi alkohol, makanan
yang banyak bumbu, terlalu panas / dingin, serta banyak
mengkonsumsi sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki
penyakit yang mengahruskan ibu melakukan diet, tidak ada
pantangan makanan bagi ibu menyusui, Arisman (2004) dalam
(Sulistyoningsih, 2011).
2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6
bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun kedua
400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori
per harinya.
3) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 IU. Pemberian vitamin A dalam
bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan
hidup anak. (Suherni, 2009)
Status gizi ibu yang kurang ketika menyusui tidak berpengaruh
besar terhadap mutu ASI, kecuali pada volumenya, meskipun kadar
vitamin dan mineralnya lebih rendah, Hambraeus dan Sjolin (2005)
dalam (Sulistyoningsih, 2011). Hal ini senada dengan pendapat
Bardosono (2006) dalam (Sulistyoningsih, 2011) yang menyatakan
bahwa hanya dalam kondisi ekstrem malnutrisi yang berkepanjangan,
kualitas dan kuantitas ASI dapat terpengaruh. Kondisi ini

15
dimungkinkan karena produksi ASI bukan produksi yang terjadi sesaat
tetapi merupakan proses yang sudah dimulai sejak kehamilan,
sehingga gizi dalam masa kehamilan pun turut berpengaruh.
Ibu dengan masalah gizi kurang tetap mampu memproduksi ASI
namun jika gizi kurang ini berkepanjangan dapat mempengaruhi
beberapa zat gizi yang terdapat dalam ASI. Kuantitas komponen imun
dalam ASI akan menurun seiring memburuknya status gizi ibu.
Asupan energy ibu menyusui yang kurang dari 1500 kalori per hari
dapat menyebabkan terjadinya penurunan total lemak serta terjadi
perubahan pola asam asam lemak (Sulistyoningsih, 2011).
Hasil studi yang pernah ada menunjukkan ibu menyusui dengan
obesitas rata – rata memiliki periode menyusui lebih pendek.
Kebanyakan ibu menyusui dengan berat badan berlebih cenderung
menyukai tindakan diet dan menghentikan pemberian ASI agar berat
badannya tidak terus bertambah, karena beranggapan bahwa ibu
menyusui akan merasa lapar terus sehingga makannya akan
bertambah. Padahal diet yang dilakukan pada masa pemberian ASI
Eksklusif akan memberikan efek negatif. Asupan kalori ibu menyusui
yang kurang dari 1500 – 1700 kalori dapat mengurangi 15 % volume
ASI.
Petugas kesehatan harus mendorong ibu menyusui agar tidak
melakukan diet yang radikal tanpa melalui konsultasi professional. Ibu
menyusui dengan kelebihan berat badan boleh mengurangi asupan
kalorinya tetapi tidak boleh kurang dari 1800 kalori per hari, untuk
membakar penumpukan lemak dalam tubuhnya dapat dilakukan
dengan olah raga (Sulistyoningsih, 2011).
Menurut Arisman (2004) dan Widya Karya Nasional Pangan Dan
Gizi (2004) dalam (Sulistyoningsih, 2011):
Tabel 2.1 Kecukupan Gizi Ibu Menyusui
Zat Gizi Wanita Dewasa Ibu Menyusui
0-6 bulan 7-12 bulan
Tidak Menyusui
Energi (kkal) 1900 + 500 + 550
Protein (gram) 50 + 17 + 17
Vitamin A (RE) 500 + 350 + 350
Vitamin C (mg) 75 + 45 + 45
Besi (gram) 26 + 2 + 2
Yodium (µ) 150 + 50 + 50
Kalsium (mg) 500 + 150 + 150

16
Ada beberapa makanan yang dapat di konsumsi oleh ibu nifas untuk
memperbanyak produksi ASI berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yaitu diantaranya :
a) Daun Katuk
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
pada produksi ASI kelompok ibu nifas yang diberikan ekstrak daun
katuk dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak
diberikan, dengan p-value 0,001. Ekstrak daun katuk kini dapat
dikonsumsi dengan mudah. Daun katuk dibuat dalam bentuk
kapsul siap minum yang mengandung 100 % ekstrak daun hijau
yang diproses secara alami dan higienis tanpa tambahan apapun
menjaga khasiat daun katuk. Tanpa efek samping apapun sehingga
kapsul daun katuk aman dikonsumsi untuk ibu dalam masa
menyusui dan penyembuhan beberapa penyakit seperti penyakit
kulit, mengatasi sembelit, menyembuhkan luka, mengobati susah
BAB, meningkatkan vitalitas seksual pria, meredakan dan
menurunkan demam, Badrudin Muhsin (2014) dalam
(Nindyaningrum, Rusmiyati and Purnomo, 2015).
Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu setelah
melahirkan dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300 mg / hari
selama 15 hari mulai hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat
meningkatkan produksi ASI 50,7 % lebih banyak dibandingkan
dengan ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberikan
ekstrak daun katuk (Nindyaningrum, Rusmiyati and Purnomo,
2015). Pemberian ekstrak daun katuk ini dapat mengurangi jumlah
subyek kurang ASI sebesar 12,5 %.
b) Daun Kelor
Daun kelor dijuluki sebagai “ miracle tree” karena diyakini
banyak manfaatnya. Daun kelor mengandung berbagai macam zat
gizi serta sumber fitokemikal. Penelitian membuktikan pada
kelompok ibu menyusui seminggu setelah melahirkan yang diberi
kapsul daun kelor 2 x sehari @ 800 mg/kapsul menunjukkan
peningkatan kuantitas ASI dibandingkan dengan yang tidak
diberikan kapsul daun kelor (p-value < 0,005). Peningkatan
volume ASI pada kelompok intervensi seiring dengan perubahan
status anemia menjadi normal. Kadar Hb ibu nifas yang normal
menunjukkan kecukupan zat besi yang dapat digunakan oleh

17
enzim, protein dan senyawa penting lainnya oleh sel – sel untuk
produksi energy yang selanjutnya dapat mempengaruhi produksi
ASI (Zakaria et al., 2016).
c) Daun Pepaya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Turlina and Wijayanti,
2015) yang berjudul ” Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Pepaya
Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Ny. Hanik
Dasiyem , Amd. Keb Di Kedungpring Kabupaten Lamongan”
yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam
pemberian minuman daun pepaya terhadap kelancaran ASI pada
ibu nifas dengan nilai p = 0,004 (p<0,05). Sehingga dianjurkan
pada ibu nifas untuk sering mengkonsumsi minuman daun pepaya
untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI pada ibu post
partum. Khasiat daun pepaya dalam meningkatkan produksi ASI
ditunjukan oleh kandung vitamin A 1850 SI; vitamin BI 0,15 mg;
vitamin C 140 mg; kalori 79 kalori; protein 8,0 gram; lemak 2
gram; hidrat arang 11,9 gram; kalsium 353 mg; fosfor 63 mg; besi
0,8 mg; air 75,4 gram; carposide; papayotin; karpai; kausyuk;
karposit; dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan
kesehatan ibu, sehingga dapat menjadi sumber gizi yang sangat
potensial.
Kandungan protein tinggi, lemak tinggi, vitamin, kalsium
(Ca), dan zat besi (Fe) dalam daun pepaya berfungsi untuk
pembentukan hemoglobin dalam darah meningkat, diharapkan O2
dalam darah meningkat, metabolisme juga meningkat sehingga sel
otak berfungsi dengan baik dan kecerdasan meningkat. Selain itu,
daun Pepaya juga mengandung Enzim Papain dan kalium, fungsi
enzim berguna untuk memecah protein yang dimakan sedangkan
kalium berguna untuk memenuhi kebutuhan kalium dimasa
menyusui.karena jika kekurangan kalium maka badan akan terasa
lelah, dan kekurangan kalium juga menyebabkan perubahan
suasana hati menjadi depresi, sementara saat menyusui ibu harus
berfikir positif dan bahagia.
d) Jantung pisang batu
Jantung pisang batu merupakan jenis makanan yang
mengandung Laktogogum yaitu suatu zat gizi yang dapat
meningkatkan dan memperlancar produksi ASI terutama yang

18
mengalami masalah dalam produksi ASI. Laktogogum memiliki
potensi menstimulasi hormone oksitosin dan prolaktin seperti
alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan substansi lainnya paling
efektif dalam meningkatkan dan memperlancar produksi ASI.
Pemanfaatan jantung pisang batu di masyarakat sudah banyak
ditemui. Pengolahan jantung pisang pada masyarakat biasa
dilakukan dengan diurap, direbus, dikukus, oseng – oseng atau
dimasak lainnya.
Dalam penelitiannya (Wahyuningsih et al., 2017) yang
berjudul “ Effect Of Musa Balbisiana Colla Extract On Breast
Milk Production In Breastfeeding Mothers” terdapat perbedaan
signifikan (p-value 0,003) pada produksi ASI dan (p-value 0,001)
pada level prolaktin antara ibu nifas yang mengkonsumsi jantung
pisang batu dan yang tidak mengkonsumsi. Hal itu sejalan dengan
hasil penelitian (Wahyuni and et al, 2012) dalam penelitian yang
berjudul “Pengaruh Konsumsi Jantung pisang Batu Terhadap
Peningkatan Produksi ASI Di Wilayah Puskesmas Srikuncoro,
Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah Tahun 2012 “
dimana terdapat perbedaan produksi ASI pada ibu nifas yang
ditandai dengan meningkatnya rata-rata menyusui dari 5,7 kali
menjadi 9,75 kali pada ibu menyusui yang diberi konsumsi
jantung pisang batu selama 7 hari berturut- turut berupa sayur
bening jantung pisang batu sebanyak 200 gram / hari.
b. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik
dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan
konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan
manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai
kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak
karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera
diatasi, ibu akan terancam mengalami trombosis vena. Untuk
mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini
oleh ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu
diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain,

19
yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu
harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta
latihan tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta mengayunkan
tungkainya di tepi tempat tidur.
Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri mungkin setelah
persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian komplikasi
kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis, dan emboli
perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat serta dapat
segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan dan tidak
hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu
dibantu karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing ketika
pertama kali bangun setelah melahirkan. (Bahiyatun, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prihatini, 2014
“Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri
pada Ibu Nifas di Paviliun Melati RSUD Jombang” menunjukkan
bahwa mobilisasi dini dapat mempercepat penurunan TFU pada ibu
nifas (Prihartini, 2014)
c. Higiene Personal
Ibu Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan
kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering
menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan
antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi,
hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan
sendiri.
Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis, hipertensi, post-
seksio sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah
perineum dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu
mampu mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum
dicuci sendiri. Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan,
setidaknya setelah membersihkan perineum atau setelah berkemih
atau defekasi.
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi
merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih
dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan
untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum.
Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting
terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar
secara hati - hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan

20
terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk
mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh,
pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya. Ajari ibu cara
membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih setiap
kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah
membersihkan genitalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada
waktu mencuci luka (epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan
ke belakang dan mencuci daerah anusnya yang 20 terakhir. Ibu harus
mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Jika ia menyusui
bayinya, anjurkan untuk menjaga kebersihan payudaranya.
Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan dalam.
Vulva adalah alat kelamin luar wanita yang terdiri dan berbagai
bagian, yaitu kommissura anterior, komrnissura interior, labia mayora,
labia rninora, klitoris, prepusium klitonis, orifisium uretra, orifisium
vagina, perineum anterior, dan perineum posterior.
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya
robekan tenjadi di garis tengah dan dapat meluas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami
peregangan, lebam, dan trauma. Rasa sakit pada perineum semakin
parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua
luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu
untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari Infeksi dapat terjadi, tetapi
sangat kecil kemungkinanya jika luka perineum dirawat dengan baik.
Selama di rumah sakit, dokter akan memeriksa perineum setidaknya
sekali sehari untuk memastikan tidak terjadi peradangan atau tanda
infeksi lainnya. Dokter juga akan memberi instruksi cara menjaga
kebersihan perineum pascapersalinan untuk mencegah infeksi.
Perawatan perineum 10 hari :
1) Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4 - 5 jam. Posisikan
pembalut dengan baik sehingga tidak bergeser.
2) Lepaskan pembalut dari arah depan ke belakang untuk
menghindani penyebaran bakteri dan anus ke vagina.
3) Alirkan atau bilas dengan air hangat atau cairan antiseptik pada
area perineum setelah defekasi. Keringkan dengan kain
pembalut atau handuk dengan cara ditepuk – tepuk dari arah
depan ke belakang.
4) Jangan dipegang sampai area tersebut pulih.

21
5) Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan
merupakan tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa
tidak enak, atasi dengan mandi berendam air hangat atau
kompres dingin dengan kain pembalut yang telah didinginkan.
6) Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk
mengurangi tekanan pada daerah tersebut.
7) Lakukan latihan Kegel sesering mungkin guna merangsang
peredaran darah di sekitar perineum. Dengan demikian, akan
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot - otot.
Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun saat pertama
kali berlatih karena area tersebut akan kebal setelah persalinan
dan pulih secara bertahap dalam beberapa minggu. (Bahiyatun,
2009).
Menurut Martini, 2015 “Efektifitas Latihan Kegel Terhadap
Percepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Di
Puskesmas Kalitengah Lamongan” bahwa latihan kegel dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk latihan yang di anjurkan
bagi ibu nifas untuk mempercepat penyembuhan luka perineum
(Martini, 2015).
d. Istirahat dan tidur
Anjurkan ibu untuk :
1) Istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu
untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam.
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
1) Mengurangi jumlah ASI.
2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan
perdarahan.
3) Depresi.
(Suherni, 2009).
e. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami
perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya
liang senggama, dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan
kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima,
senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu
tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi
secara dini dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.

22
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan ibu. (Suherni, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Situngkir, 2017) yang berjudul “Pengaruh Senam
Nifas terhadap Involusi Uteri pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Khusus
Daerah Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar” yang mengatakan
bahwa salah satu asuhan untuk memaksimalkan kontraksi uterus pada
masa nifas adalah dengan melaksanakan senam nifas, guna
mempercepat proses involusi uteri. Senam nifas sangat penting
dilakukan pada masa nifas, karena dapat mempercepat proses involusi
uteri dan pemulihan alat kandungan pada ibu post partum sehingga di
sarankan agar petugas kesehatan dapat memberikan pendidikan
kesehatan secara berkelanjutan kepada ibu-ibu nifas tentang manfaat
senam nifas untuk mencegah berbagai macam komplikasi pada masa
nifas.
f. Seksualitas masa nifas
Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga.
Diskusikan hal ini sejak mulai hamil dan diulang pada postpartum
berdasarkan budaya dan kepercayaan ibu dan keluarga. Seksualitas ibu
dipengaruhi oleh derajat ruptur perineum dan penurunan hormon
steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun karena
kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat
dan tidur). Penggunaan kontrasepsi (ovulasi terjadi pada kurang lebih
6 minggu) diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat
diprediksi. Menstruasi ibu terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada
ibu tidak menyusui dan kurang Iebih 30 - 36 minggu atau 4 - 18 bulan
pada ibu yang menyusui.
Hal-hal yang mempengaruhi seksual pada masa nifas, yaitu:
1) Intensitas respons seksual berkurang karena perubahan faal
tubuh. Tubuh menjadi tidak atau belum sensitif seperti semula.
2) Rasa lelah akibat mengurus bayi mengalahkan minat untuk
bermesraan.
3) Bounding dengan bayi menguras semua cinta kasih, sehingga
waktu tidak tersisa untuk pasangan.
4) Kehadiran bayi di kamar yang sama membuat ibu secara
psikologis tidak nyaman berhubungan intim.

23
5) Pada minggu pertama setelah persalinan, hormon estrogen
menurun yang mempengaruhi sel - sel penyekresi cairan
pelumas vagina alamiah yang berkurang. Hal ini menimbulkan
rasa sakit bila berhubungan seksual. Untuk itu, diperlukan
pelumas atau rubrikan.
6) Ibu mengalami let down ASI, sehingga respons terhadap
orgasme yang dirasakan sebagai rangsangan seksual pada saat
menyusui. Respons fisiologis ini dapat menekan ibu, kecuali
mereka memahami bahwa hal tersebut adalah normal.
g. Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan
kemandulan, dan penjarangan kehamilan. KB merupakan salah satu
usaha membantu 26 keluarga / individu merencanakan kehidupan
berkeluarganya dengan baik, sehingga dapat mencapai keluarga
berkualitas.
Manfaat keluarga berencana (KB) :
1) Untuk Ibu
a) Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya
kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang
terlalu pendek.
b) Adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak, untuk
istirahat, dan menikmati waktu luang, serta melakukan
kegiatan - kegiatan lain.
2) Untuk anak yang dilahirkan
a) Dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang mengandungnya
berada dalam keadaan sehat.
b) Sesudah lahir anak tersebut akan memperoleh perhatian,
pemeliharaan, dan makanan yang cukup. Hal ini disebabkan
oleh kehadiran anak tersebut yang memang diinginkan dan
diharapkan.
3) Untuk anak yang lain
a) Memberi kesempatan perkembangan fisiknya lebih baik
karena memperoleh makanan yang cukup dan sumber yang
tersedia dalam keluarga.
b) Perkembangan mental dan sosial lebih sempurna karena
pemeliharaan yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang
diberikan oleh ibu untuk anak.

24
c) Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena
sumber pendapatan keluarga tidak habis untuk
mempertahankan hidup semata - mata.
4) Untuk ayah
a) Memperbaiki kesehatan fisiknya
b) Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan
berkurang serta lebih banyak waktu luang untuk keluarganya.
Evaluasi yang perlu dilakukan bidan dalam memberi asuhan
kepada ibu nifas dan rencana ber-KB, antara lain :
1) Ibu mengetahui pengertian KB dan manfaatnya.
2) Ibu dapat menyebutkan macam - macam metode
kontrasepsi untuk ibu menyusui.
3) Ibu dapat menyebutkan beberapa keuntungan pemakaian
alat kontrasepsi.
4) Ibu dapat memilih / menentukan metode kontrasepsi yang
dirasa cocok bagi dirinya.
h. Eliminasi : BAB dan BAK
1) Buang air kecil (BAK)
a) Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan, kebanyakan
ibu dapat berkemih spontan dalam waktu 8 jam.
b) Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu
12-36 jam setelah melahirkan.
c) Ureter yang berdilatasi akan kembali dalam waktu 6 minggu.
2) Buang air besar (BAB)
a) BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema
persalinan, diit cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum
yang sangat sakit.
b) Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia.
c) Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam
regulasi BAB.
d) Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat
dianjurkan (Suherni, 2009)
i. Pemberian ASI/ Laktasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan kepada pasien:
1) Melakukan Inisiasi Menyusu dini (IMD) segera setelah lahir
2) Ajarkan cara menyusui yang benar.
3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain.
4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi.
5) Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng pada bayi, tapi
berikan ASI dengan sendok.
6) Penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan
menurunkan frekuensi pemberian ASI. (Suherni, 2009)
j. Kebiasaan yang Tidak Bermanfaat bahkan Membahayakan
1) Menghindari makanan berprotein seperti telur, ikan karena
menyusui membutuhkan tambahan protein

25
2) Penggunaan beban perut setelah melahirkan.
3) Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus tetap
berkontraksi.
4) Misahkan ibu dan bayi dalam waktu yang dalam satu jam
postpartum. (Suherni, 2009)
6. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Asuhan kebidanan pada masa nifas sesuai standar diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan Dan Masa
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi Serta
Pelayanan Kesehatan Seksual, tertuang juga dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No 28 Tahun 2017 tentang Ijin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, bahwa bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masa
sesudah melahirkan meliputi :
1) Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi :
a) pelayanan kesehatan bagi ibu
b) pelayanan kesehatan bayi baru lahir
2) Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud paling sedikit 3
(tiga) kali selama masa nifas
3) Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud dilakukan
dengan ketentuan waktu pemeriksaan meliputi:

a) 1 (Satu) kali pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 3 (tiga)


hari pascapersalinan;
b) 1 (satu) kali pada periode 4 (empat ) hari sampai dengan 28 hari
pasca persalinan; dan
c) 1 Satu) kali pada periode 29 (dua puluh sembilan) hari sampai
dengan 42 (empat puluh dua) hari pascapersalinan
4) Kegiatan Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud meliputi:
a. pemeriksaan tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu;
b. pemeriksaan tinggi fundus uteri;
c. pemeriksaan lokhia dan perdarahan;
d. pemeriksaan jalan lahir;
e. pemeriksaan payudara dan anjuran
pemberian ASI Eksklusif;

26
f. pemberian kapsul vitamin A;
g. pelayanan kontrasepsi pascapersalinan;
h. konseling; dan
i. penanganan risiko tinggi dan komplikasi
pada nifas.
7. Pemeriksaan Ibu Nifas
Maryunani (2016) dalam bukunya “Manajemen Kebidanan
Terlengkap”menjelaskan mengenai pemeriksaan Ibu Nifas sbb:
a. Pengertian :
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala
atau masalah kesehatan yang dialami oleh ibu nifas dengan
mengumpukan data obyektif dilakukan pemeriksaan terhadap pasien
b. Tujuan ;
1) Untuk mengumpulkan data.
2) Mengidentifikasi masalah pasien :
a) Memastikan involusi berjalan normal, menilai adanya tanda
infeksi, demam atau perdarahan abnormal.
b) Memastikan ibu menyusui baik dan tidak menunjukkan tanda –
tanda penyulit.
c) Memastikan ibu cukup makanan, cairan dan istirahat.
d) Menilai perubahan status sosial.
e) Mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.

c. Prinsip Umum :
1) Periksa ibu nifas disesuaikan dengan tujuan kunjungan program
dan kebijakan.
2) Menjelaskan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan pada klien
(untuk keperluan tanggung jawab dan tanggung gugat).
3) Penjagaan kesopanan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah
persalinan, 6 minggu setelah persalinan.
4) Gunakan pendekatan fisik mulai dari arah luar tubuh ke arah dalam
tubuh, posisi tergantung jenis pemeriksaan dan kondisi waktu
diperiksa.

27
5) Gunakan pendekatan pemeriksaan fisik dengan menggunakan
teknik pemeriksaan dari daerah yang mengalami kelainan
(abnormal) ke daerah yang tidak mengalami kelainan (normal).
6) Pada saat pemeriksaan fisik, pemeriksa berdiri di sebelah kanan
Pasien.
7) Perhatikan pencahayaan yang tepat, suhu dan ruangan yang
nyaman, bagian tubuh yang sedang diperiksa tidak tertutupi baju
dan selimut, serta jaga privacy pasien.
8) Lakukan dokumentasi yang tepat setelah pemeriksaan.
d. Teknik Pemeriksaan Fisik Ibu Nifas :
Teknik yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik ibu nifas ada 4 yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
e. Persiapan Pemeriksaan Fisik Ibu nifas
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan
melakukan pemeriksaan fisik :
1) Persiapan ruangan : ruangan disiapkan sebaik mungkin misal
dengan memasang penyekat, mengatur pencahayaan.
2) Persiapan peralatan : tensimeter dan stetoskop, thermometer, kapas
+ air DTT, sarung tangan, pinset, tempat sampah, cairan khlorin,
senter, bengkok.
3) Persiapan pasien : sebelum melakukan pemeriksaan beritahu
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, atur posisi untuk
mempermudah pemeriksaan, atur waktu seefisien mungkin
sehingga pasien dan bidan tidak kecapaian.

f. Pemeriksaan Fisik Ibu Nifas :


1) Pengkajian status mental dan penampilan, dapat memberikan
petunjuk tentang tingkat kesehatan dan kesejahteraan individu.
Pengkajian dilakukan pada awal anamnesa yang meliputi sikap,
kecemasan, air muka (untuk identifikasi post partum blues atau
depresi post partum) dikaji sampai 2 minggu. Inspeksi raut muka
pasien terutama saat komunikasi dan menggali data (sedih,
murung, gelisah, takut).
2) Pengukuran tanda-tanda vital

28
3) Pemeriksaan wajah, untuk mengidentifikasi adanya tanda anemis
dan eklampsi post partum bisa terjadi 1-2 hari post partum
4) Pemeriksaan leher, untuk mengkaji adanya infeksi traktus
pernafasan sebagai diagnosa banding jika ada panas
5) Pemeriksaan payudara
a) Bertujuan sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan payudara
prenatal apakah ada komplikasi post partum misalnya
bendungan pada payudara (3-5 hari post partum), abses
payudara (3-4 minggu post partum) dan menilai proses laktasi.
b) Cara pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi yang meliputi
simetris atau tidak, konsistensi, puting menonjol atau tidak,
lecet atau tidak.
c) Perawatan payudara (breast care) yang bertujuan untuk
memelihara kebersihan payudara, memperbanyak atau
memperlancar pengeluaran ASI sehingga tidak terjadi
kesukaran dalam menyusui.
6) Pemeriksaan Abdominal ;
a) Tujuan untuk memeriksa kandung kemih, distensi karena
retensi urin bisa terjadi setelah lahir, memeriksa involusi
uterus, menentukan diastatis rektus abdominalis, memeriksa
CVA (costovertebral angle) rasa sakit pada CVA/ letak
pertemuan dari iga ke 12 atau yang terbawah dari otot
paravertebral sejajar dengan kedua sisi tulang punggung,
dengan teknik auskultasi mendengarkan bising usus, dengan
palpasi dan tekanan pada perut bagian bawah untuk
mendeteksi adanya abses pelvik dll.
b) Palpasi Posisi Fundus Uteri untuk menilai proses involusi
7) Pemeriksaan genetalia
a) Tujuan pemeriksaan untuk memeriksa perineum terhadap
penyembuhan luka meliputi edema, tanda inflamasi,
hematoma, supurasi, memar,dll; memeriksa pengeluaran
lokhea meliputi warna sesuai waktu,; pemeriksaan anus
sebagai tindakan lanjut prenatal memeriksa keadaan anus
setelah persalinan terutama kondisi hemorroid; mengevaluasi
tonus otot pelvik.

29
b) Cara menilai lokhea :
Panduan evaluasi lokhea ( Maryunani, 2016) :
(1) Sedikit : lebih kecil dari 4 noda
pada pembalut, berjumlah 10-25 ml
(2) Sedang : lebih kecil dari 6 noda,
berjumlah 25-50 ml
(3) Banyak : lebih banyak dari 6
noda, berjumlah 50-80 ml
(4) Jika keluarnya darah melebihi
perkiraan yang ada pada panduan, timbang pembalut
perineum untuk memperkirakan keluarnya darah lebih
akurat (1 gram = 1 ml), dengan rasionalisasi penimbangan
pembalut dapat memberikan informasi penting, karena
keluarnya darah adalah peristiwa normal sehingga pemberi
asuhan mungkin tidak menyadari adanya pengeluaran
darah yang berlebihan
Gambar 2.2 Estimasi Penilaian Lokhea

8) Pemeriksaan ekstremitas, bertujuan untuk memeriksa adanya


thromboplebitis, edema, menilai pembesaran varises, dan
mengukur refleks patella (jika ada komplikasi menuju eklampsi
post partum).

8)Perawatan Ibu Nifas Post Operasi Sectio Caesarea


Sectio Caesarea (SC) adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2010).
Sectio Caesarea menyebabkan resiko pada daerah bekas operasi, salah
satunya adalah infeksi. Jahitan operasi caesar memiliki resiko untuk
terjadinya infeksi yang bisa saja muncul selama berada dalam masa

30
penyembuhan dari operasi Sectio Caesarea yang telah lakukan (Hardianti,
2014). Penelitian yang dilakukan oleh Sheridan tahun 2012 di Inggris
menemukan terdapat satu dari sepuluh wanita yang melahirkan dengan
operasi caesar mengalami infeksi. Dampak dari infeksi setelah
melahirkan adalah membuat para wanita cenderung kurang bisa merawat
bayi mereka dan akan membutuhkan penyembuhan yang lebih lama dari
proses melahirkan (Sri Mahmudah, 2015).
Infeksi luka akibat persalinan Sectio Caesarea beda dengan luka
persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat,
sedangkan luka Sectio Caesarea lebih besar dan berlapis-lapis. Ada
sekitar 7 lapisan mulai dari kulit perut sampai dinding rahim, yang setelah
operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Apabila
penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah menginfeksi
sehingga luka menjadi lebih parah. Kesterilan yang tidak terjaga akan
mengundang bakteri penyebab infeksi. Apabila infeksi tidak tertangani,
besar kemungkinan akan menjalar ke organ tubuh lain, bahkan organ-
organ penting seperti otak, hati dan sebagainya bisa terkena infeksi yang
berakibat kematian. Infeksi juga dapat terjadi pada rahim. Infeksi rahim
terjadi jika ibu sudah terkena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami
pecah ketuban . Infeksi puerperal dapat terjadi pada post sectio caesarea
menurut Wiknjosastro (2010) komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti
kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau bersifat berat,
seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya. Infeksi post operative terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum,
atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu.
Proses penyembuhan pasca persalinan dengan proses Sectio
Caesarea memerlukaan waktu yang lama dibandingkan persalinan
normal. Waktu normal untuk penyembuhan luka Sectio Caesarea kurang
lebih 3-4 minggu atau lebih tergantung kondisi ibu. Perawatan pasca
Sectio Caesarea yang baik sangant penting karena jika tidak hal ini dapat
mengakibatkan infeksi yang dapat memperpanjang masa penyembuhan
(Maryunani, 2016).
Di bawah ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan
ibu nifas post Sectio Caesarea di rumah :
a. Menjaga kebersihan pada luka bekas operasi

31
Luka bekas operasi Sectio Caesarea pada dasarnya tidak berbeda
dengan luka bekas operasi yang lainnya, yang harus diperhatikan
adalah tetap menjaga kebersihan luka dan daerah sekitar luka agar
terhindar dari bakteri penyebab infeksi. Menjaga kebersihan luka
operasi dilakukan dengan menjaga agar luka tetap kering dengan
mengeringkan segera ketika habis mandi (pada saat luka sudah tidak
ditutup pembalut) dan selalu pastikan kedua tangan dalam keadaan
bersih. Dalam hal kebersihan diri, sebagian besar dari pasien juga
mengatakan takut untuk mandi dikarenakan adanya luka operasi di
abdomen atau perut. Hal ini akan mempengaruhi proses penyembuhan
luka karena kuman setiap saat dapat masuk melalui luka bila
kebersihan diri kurang. Tenaga kesehatan berperan penting dalam
memberikan konseling mengenai kebersihan (Puspitasari and dkk,
2011).
b. Menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman
Dalam menggunakan perban pada luka sebaiknya tidak terlalu ketat
agar luka bekas Sectio Caesarea tidak terkena iritasi. Demikian juga
dalam menggunakan pakaian, sebaiknya menggunakan pakaian yang
longgar meliputi pakaian dalam, kaos, piyama, celana atau rok
(Maryunani, 2016).
c. Melakukan olah raga yang ringan (senam nifas atau Kegel Exercise)
Olahraga yang ringan seperti jalan santai dan senam nifas dapat
membantu dalam proses penyembuhan luka. Olah raga ringan juga
dapat mencegah terjadinya konstipasi serta penggumpalan darah,
selain itu sirkulasi darah meningkat dan mempercepat penyembuhan
luka. Anjurkan ibu untuk jalan santai mengelilingi kompleks selama
15 menit setiap pagi.

d. Memperhatikan asupan nutrisi


Selain perawatan luka dari luar, sebaiknya pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Konsumsi makanan
dengan kandungan vitamin A, vitamin C serta gandum utuh yang ada
pada sereal maupun roti gandum untuk sarapan pagi. Protein dan beta
karoten, mineral dan zink merupakan makanan wajib yang baik
dikonsumsi ibu post Sectio Caesarea.

32
Telur ayam adalah satu bahan pangan yang mempunyai kandungan
protein tinggi. Jenis telur yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia
adalah telur ayam ras dan telur itik. Konsumsi telur ayam ras lebih
tinggi karena harganya relatif murah dan tingkat juga ketersediaannya
tinggi di pasaran. Diketahui albumin pada telur (ovalbumin) paling
banyak terdapat pada putih telurnya dari pada kuningnya. Putih telur
ayam ras dalam setiap 100 gramnya mengandung rata-rata 10,5 gram
protein yang 95% adalah albumin (9,83 gram), sedang putih telur itik
setiap 100 gram mengandung rata-rata 11 gram protein (Prastowo,
2014).
Ikan gabus memiliki kandungan protein albumin yang tinggi.,
protein albumin memiliki berbagai manfaat seperti untuk peyembuhan
luka, baik luka bakar maupun setelah operasi. Ibu pasca bedah sesar
harus memperhatikan asupan makanan tinggi protein untuk proses
penyembuhan, misalnya dengan mengkonsumsi ekstrak ikan gabus.
(Fitriyani, 2016). Hasil penelitian Fitriyani menyatakan setelah 6 hari
mengkonsumsi kapsul Ekstrak ikan gabus didapatkan hasil luka
sembuh dalam waktu kurang dari 10 hari. Pemberian kapsul ekstrak
ikan gabus dapat membantu mempercepat penyembuhan luka jika
diberikan pada waktu dan dosis yang tepat. Akan tetapi proses
penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai dengan
kondisi individu masing- masing.
Hasil penelitian Nugraheni (2016) menunjukkan bahwa rata-rata
lama proses penyembuhan luka operasi sectio caesarea pada ibu nifas
yang mengkonsumsi ekstrak ikan gabus adalah 8 hari,yang artinya ikan
gabus efektif untuk proses penyembuhan luka operasi sectio caesarea
pada ibu nifas.

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan metode
pemecahan masalah, Nurhayati,dkk (2012) dalam (Hardiana, 2016).
Menurut Depkes RI (2005) manajemen kebidanan adalah metode dan
pendekatan pemecahan masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan

33
dalam memberikan asuhan kebidanan pada individu, keluarga dan
masyarakat (Maryunani, 2016).
2. Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
Varney mengatakan bahwa seorang bidan perlu lebih kritis melakukan
analisis dalam menerapkan manajemen untuk mengantisipasi diagnosis
dan masalah potensia, . Varney kemudian menyempurnakan proses
manajemen kebidanan menjadi tujuh langkah, yaitu :
a.Pengkajian (pengumpulan data dasar)
Pengkajian ibu post partum berfokus pada status fisiologis dan
psikologis ibu., tingkat kenyamanan, kurangnya pengetahuan terkait
dengan kesiapan untuk belajar, perilaku bonding, serta penyesuaian
terhadap transisi yang diperlukan untuk menjadi ibu. Selain ibu, bayi
juga perlu dikaji mengenai penyesuaian fisiologis bayi, terhadap
lingkungan di luar rahim, kenormalan fisik, serta kemampuan orangtua
dalam memenuhi kebutuhan bayi.
b. Identifikasi Diagnosis
Setiap ibu dan keluarga mengantisipasi perawatan post partum di
rumah , karenanya mereka akan memiliki respon yang unik. Setelah
menganalisa data dengan cermat, bidan dapat menegakkan diagnosis
berdasarkan data yang akan menjadi pedoman bidan dalam
menerapkan tindakan. Diagnosis yang relevan untuk ibu post partum
yang dirawat di rumah adalah sebagai berikut :
1) Kurangnya pengetahuan tentang tanda - tanda komplikasi
2) Pengetahuan yang tidak adekuat mengenai menyusui yang efektif
3) Keletihan yang berhubungan dengan kurangnya istirahat
4) Kurang pengetahuan/ ketrampilan dan harapan yang tidak
realistis dalam peran menjadi orang tua

c. Antisipasi timbulnya diagnosis atau masalah potensial


Merupakan kegiatan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan,
menunggu dan waspada, serta persiapan untuk segala sesuatu yang
terjadi pada ibu post partum yang dirawat di rumah.
d. Perlu tindakan segera dan kolaborasi
Bidan melakukan perannya sebagai penolong dan pengajar dalam
mempersiapkan ibu dan keluarganya pada masa postpartum. Bidan
yang memberi perawatan post partum di rumah melanjutkan
perawatan berbagai bentuk dan cara misalnya konseling, support,
pengajaran dan perujukan. Beberapa data dapat mengindiaksikan
adanya situasi darurat dimana bidan harus segera bertindak dalam
rangka menyelamatkan jiwa pasien.
e. Rencana asuhan sesuai kebutuhan

34
Suatu rencana asuhan diformulasi secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan keluarganya. Sedapat mungkin bidan melibatkan
mereka untuk setiap tindakan yang dilakukan. Hasil akhir atau tujuan
yang ingin dicapai disusun dengan ibu dan keluarga. Tujuan yang
ingin dicapai meliputi hal-hal berikut, Saleha (2013) (Hardiana,
2016) :
1) Ibu post partum mengalami pemulihan fisiologis tanpa
komplikasi.
2) Ibu post partum dapat memiliki pengetahuan dasar yang akurat
mengenai cara menyusui yang efektif.
3) Ibu post partum mampu melakukan perawatan yang tepat untuk
diri dan bayinya.
4) Orangtua dapat melakukan interaksi yang positif satu sama lain
terhadap bayi dan anggota keluarga yang lain.
f. Implementasi langsung untuk memenuhi kebutuhan
Dapat dilakukan oleh bidan atau sebagian dilaksanakan oleh ibu
sendiri, keluarga atau anggota kesehatan yang lain.
g. Evaluasi keefektifan asuhan
Untuk bisa efektif, evaluasi didasarkan pada harapan pasien yang
diidentifikasi saat merencanakan asuhan kebidanan. Bidan bisa
merasa cukup yakin bahwa asuhan yang diberikan cukup efektif jika
hasil akhir berkualitas bisa dicapai.
3.Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
Dokumentasi SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning)
a. Metode SOAP merupakan pengelolaan informasi yang sistematis yang
mengatur penemuan dan konklusi kita menjadi suatu rencana asuhan
b. Metode ini merupakan intisari dan proses penatalaksanaan kebidanan
guna menyusun dokumentasi asuhan
c. SOAP merupakan urutan langkah yang dapat membantu kita mengatur
pola fikir kita dan memberikan asuhan menyeluruh.
SUBYEKTIF
1) Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis.
2) Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien (ekspresi
mengenai kekhawatiran dan keluhannya).
3) Pada orang bisu, di belakang data diberi tanda “0” atau “X”
OBYEKTIF
1) Pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik.
2) Hasil pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lain.
3) Informasi dari keluarga atau orang lain.
ASSESMENT
1) Pendokumentasian hasil analisis dan intervensi (kesimpulan) data
subyektif.
2) Diagnostik / masalah
3) Diagnosis / masalah potensial

35
4) Antisipasi diagnosis / masalah potensial / tindakan segera
PLANNING
Pendokumentasian tindakan (I) dan evaluasi (E), meliputi asuhan
mandiri, kolaborasi, tes diagnostic / laboratorium, konseling dan tindak
lanjut (follow up).

Tabel 2.1 Keterkaitan antara proses manajemen kebidanan dan


Pendokumentasian
Tujuh langkah dari Lima Langkah SOAP
Helen Varney Kompetensi Inti Bidan
Indonesia
I. Pengumpulan Data 1.Pengumpulan data 1. Subyektif
2.Obyektif
II. Identifikasi 2.Identifikasi Diagnosis / 3. Assesment /
diagnosa / masalah masalah Diagnosis
actual
III. Antisipasidiagnosi
s/masalah potensial
IV. Menilai perlunya
tindakan segera /
konsultasi /
rujukan
V. Pengembangan 3.Membuat rencana 4.Planning/
rencana asuhan tindakan rencana
VI. Implementasi 4.Implementasi tindakan
Asuhan 5. Evaluasi (Dokumentasi
VII. Evaluasi implementasi)
efektifitas asuhan  Asuhan
mandiri
 Kolaborasi
 Tes
diagnostic
 Pendidikan
/ konseling
follow up
Mangkuji, 2012 (Hardiana, 2016)

4. Konsep Asuhan Kebidana Pada Ibu nifas Post SC


a. Pengkajian
1) Identitas
a) Nama : Untuk membedakan dengan pasien yang lain

36
b) Umur : Untuk mengantisipasi diagnose masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan (primigravida < 16 tahun, primigravida
tua > 35 tahun)
c) Alamat : Memberi petunjuk keadaan lingkungan tempat tinggal
d) Agama : Dapat berpengaruh terhadap kehidupan terutama
masalah kesehatan dalam mengetahui agama klien akan lebih
mudah mengatasi masalahnya
e) Pekerjaan : Untuk mengetahui sejauh mana pekerjaan dan
permasalahan kesehatan serta biaya
f) Pendidikan : Menurut hasil penelitian kesehatan ibu dan anak
akan lebih terjamin pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi
g) Kebangsaan : Untuk mengetahui identitas suatu bangsa
(Maryunani, 2016).
2) Anamnesa
a) Alasan datang
b) Riwayat persalinan : persalinan dengan SC oleh DSOG
(1) Ibu :
(a) Jenis persalinan : Operasi SC
(b) Komplikasi : Biasanya pada SC adalah plasenta previa
totalis, panggul sempit, partus lama, partus tak maju, mal
presentasi janin seperti letak lintang, letak bokong, RUI,
distosia serviks, preeklampsia dan hipertensi
(c) Plasenta : biasanya dengan SC dilahirkan dengan tangan
dan lengkap
Kelainan : ada atau tidak
Sisa plasenta : ada atau tidak
(d) Perineum : utuh
(e) Perdarahan pada SC 500 cc
(f) Tindakan : diinfus atau tidak
(g) Catatan waktu : pada SC biasanya kurang lebih 30 menit
(2) Bayi :
(a) Lahir : Tanggal, jam, BB (normal > 2500 – 4000 gram),
PB (normal 50 cm)
(b) Nilai Apgar
(c) Cacat bawaan
c) Riwayat post partum
a. Keadaan umum
(a) Hari I : ibu tampak lemah
(b) Hari ke 2-3 : sudah agak membaik tapi ibu masih merasa
sakit pada luka bekas SC
(c) Hari 4-6 : Keadaan ibu baik dan sudah bisa jalan - jalan
b. Kesadaran
(a) Somnolen : tidak sadar penuh
(b) Composmentis : sadar penuh
c. Kondisi emosional : hari 1-2 ibu merasa cemas

37
d. Tanda –tanda vital : > 3 hari stabil, biasanya pada SC T
110/70 mm hg, Nadi 84-100 x/ menit, Respirasi 16-24 x /
menit, suhu normalnya 36,5 -37, derajat celcius. Pada SC
suhu biasanya meningkat dalam beberapa hari saja.
e. Pemeriksaan fisik :
(a) Rambut : warna rambut bagaimana apakah rontok atau
tidak, apakah halus atau kasar
(b) Muka : adakah oedem pada kelopak mata, sklera
konjungtiva merah atau pucat
(c) Hidung : apakah ada polip atau tidak
(d) Mulut dan gigi :apakah mulut ada stomatitis, bagaimana
kevbersihan, gigi apakah ada carries, perdarahan gusi
(e) Leher : adakah pembesaran kelenjar thyroid atau kelenjar
lymfe
(f) Dada :
 Jantung : irama teratur atau tidak
 Paru-paru adakah wheezing atau tidak
 Payudara : bentuk apakah simetris
 Putting susu : menonjol, sejajar, hyperpigmentasi
 Pengeluaran : colostrum ada atau belum
 Kebersihan : bersih atau tidak
(g) Abdomen : Pada SC ada luka bekas SC
 Linea : nigra , albican
 Striae gravidarum
 Palpasi : involusi rahim : hari I TFU 3 jari di bawah
pusat, selama 2 hari berikutnya besarnya tidak seberapa
berkurang tetapi setelah 2 hari lagi uterus mengecil
dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari
luar. Setelah 6 minggu tercapai lagi ukuran normal.
(h) Punggung dan pinggang : posisi tulang belakang lordosis,
hifosis
(i) CVAT : ada rasa nyeri atau tidak ada rasa nyeri ketuk pada
pinggang
(j) Ekstremitas atas dan bawah : atas : ada oedem atau tidak,
palpual pucat atau tidak, kuku sianosis atau tidak. Bawah :
ada oedem atau tidak, ada varises aatu tidak, reflex patella
+/-, ada kaku sendi atau tidak.
(k) Anogenital :
 Perineum : pada SC utuh
 Pengeluaran pervaginam (lokhea) : pada hari 1-2
lokhea rubra berupa darah segar, pada hari 3-4 lokhea
serosa berupa darah encer, pada hari ke-10 lokhea alba
berupa cairan putih dan kekuning-kuningan

38
 Konsistensi : cairan atau bekuan
f. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah dilakukan
pemeriksaan Hb lengkap untuk mengetahui apakah klien
anemia atau tidak, karena pada Sc sering dilakukan tranfusi
(Maryunani, 2016).
b. Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
dan atas data-data yang telah dikumpulkan.
1) Diagnosa : P….A….hari ke….post partum dengan Sectio Caesarea
2) Dasar : Post partum dengan SC, TD : 120/80 mmhg
3) Masalah :
a) Nyeri di sekitar perut akibat luka SC
b) Gangguan pola istirahat
c) Gangguan mobilisasi
4) Kebutuhan :
a) Perawatan luka SC
b) Perawatan mobilisasi
c. Identifikasi Diagnosa atau masalah potensial
Pada langakh ini akan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan ringkasan masalah dan diagnose yang sudah
diidentifikasi.
d. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi
1) Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
lain sesuai dengan kondisi klien , kolaborasi dengan DSOG
2) Perawatan pada luka bekas SC
3) Penanganan nyeri pada luka SC
e. Merencanakan asuhan menyeluruh
1) Merencanakan perawatan post partum SC
2) Penjelasan pada ibu tentang hasil pemeriksaan
3) Kaji tingkat nyeri ibu dan menjelaskan tentang penyebab nyeri dan
cara mengatasinya
4) Observasi tanda vital dan keadaan umum ibu
5) Bimbing ibu untuk memberikan ASI Eksklusif
6) Konseling tentang kebersihan daerah vulva dan vagina
7) Konseling tentang perawatan luka SC
8) Konseling tentang perawatan payudara post partum
9) Konseling tentang KB post partum
10) Bantu ibu dalam pemenuhan nutrisi
11) Bicarakan atau diskusikan masalah keuangan pada suami dan
keluarga
f. Pelaksanaan
1) Memberi penjelasan pada ibu tentang hasil pemeriksaan
2) Mengkaji tingkat nyeri ibu dan menjelaskan tentang penyebab nyeri
dan cara mengatasi nyeri dengan istirahat.
3) Mengobservasi TTV dan keadaan umum ibu
4) Membimbing ibu untuk memberikan ASI Eksklusif

39
5) Memberikan konseling tentang perawatan payudara
6) Memberikan konseling tentang perawatan luka SC
7) Memberikan konseling tentang KB post partum yang cocok untuk
ibu
8) Membantu ibu dalam pemenuhan nutrisi
9) Membicarakan atau diskusikan masalah keuangan pada suami dan
keluarga

g. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dan asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi di dalam masalah diagnose.

40
DAFTAR PUSTAKA
Danefi dan Agustini (2016) ‘HUBUNGAN MOBILISASI IBU POST SC
( SECTIO CAESAREA ) DENGAN PENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI
RUANG 1 RSU dr . SOEKARDJO CORRELATION BETWEEN
MOBILIZATION POST SC ( SECTIO CAESAREA ) WITH THE
RECUPERATION WOUNDS OF OPERATIONS IN RO’, 2(1), pp. 11–16.
Dinkes Jateng (2017) Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2017. Semarang.
Fitriani, L. (2017) ‘Efektivitas Antara Senam Nifas Versi A Dan Senam Nifas
Versi N Terhadap Kelancaran Involusi Uteri Di Puskesmas Binuang Tahun 2017’.
Fitriyani (2016) No TitleEkstrak Ikan Gabus Untuk Mempercepat Penyembuhan
Luka Pasca bedah Sesar Pada Ny. D Umur 29 Tahun Di Bidan Praktek Mandiri
Suryati. Gombong.
Kementerian kesehatan RI (2013) ‘Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan’, E-book, pp. 22–34.
Martini, D. E. (2015) ‘EFEKTIFITAS LATIHAN KEGEL TERHADAP
PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU NIFAS DI
PUSKESMAS KALITENGAH LAMONGAN’, SURYA, 07(03).
Maryunani, A. (2016) Manajemen Kebidanan Terlengkap. Pertama. Jakarta:
CV.Trans Info Media.
Nindyaningrum, Rusmiyati and Purnomo (2015) ‘Pengaruh Pemberian Ekstrak
Daun Katuk Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum’, Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), 00, pp. 1–9.
Nugraheni, D. E. and Heryati, K. (2016) ‘Metode SPEOS (Stimulasi Pijat
Endorphin , Oksitosin dan Sugestif) Dapat Meningkatkan Produksi ASI dan
Peningkatan Berat Badan Bayi’, Jurnal Kesehatan, VIII(1), pp. 1–7.
Nurani, D., Keintjem, F. and Losu, F. N. (2015) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea’, Jurnal Ilmiah Bidan,

41
3(1), pp. 1–9.
Per-angin, N., Isnaniah, H. and Rizani, A. (2014) ‘Proses Penyembuhan Luka Post
Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2013’, Jurnal
Skala Kesehatan, 5(1).
Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 (2014) ‘Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi Serta Pelayanan Kesehatan Seksual’. Jakarta, p. 119.
Prawirohardjo, S. (2010) Ilmu Kebidanan. Edited by A. B. Saifuddin, T.
Rachimhadhi, and G. H. Wiknojosastro. Jakarata: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prihartini, S. D. (2014) ‘PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP
PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU NIFAS DI PAVILIUN
MELATI RSUD JOMBANG’, EDU HEALTH, 4(2), pp. 63–67.
Puspitasari and dkk (2011) ‘Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan
Luka Post Operasi Sectio Caesarea (Sc)’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
7(1), pp. 1–10.
Rahayuningsih, T., Mudigdo, A. and Murti, B. (2016) ‘Effect of Breast Care and
Oxytocin Massage on Breast Milk Production : A study in Sukoharjo Provincial
Hospital’, Journal of Maternal and Child Health, 1(2), pp. 101–109.
Saifuddin (2009) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Situngkir, R. (2017) ‘Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uteri Pada Ibu
Nifas Di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar’,
JUrnal Mitrasehat, VII(2), pp. 223–230.
Sulistyoningsih, H. (2011) Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Susilowati, D. and Mulati, T. S. (2018) ‘Penggunaan Bebat Perineum (Kempitan)
Untuk Mengurangi Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Post Partum’, Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan, 7(1).
Turlina, L. and Wijayanti, R. (2015) ‘Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Pepaya
Terhadap Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Ny. hanik
Dasiyem,Amd.Keb Di Kedungpring Kabupaten Lamongan’, Jurnal Surya, 07(01).
Wahyuni, E. and et al (2012) ‘Pengaruh Konsumsi Jantung Pisang Batu Terhadap
Peningkatan Produksi ASI di Wilayah Puskesmas Srikuncoro, Kecamatan Pondok
Kelapa, Bengkulu Tengah Tahun 2012 ( Effects of Banana Blossom to Increase

42
Breastmilk Production at Srikuncoro Health Center Pondok’, Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 15(4), pp. 418–424.
Wahyuningsih, D. et al. (2017) ‘Effect of Musa Balbisiana Colla Extract on Breast
Milk Production In Breastfeeding Mothers’, Belitung Nursing Jurnal, 3(3), pp.
174–182.
Zakaria et al. (2016) ‘Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor Terhadap
Kuantitas dan Kualitas Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui Bayi 0-6 Bulan’,
Jurnal MIKMI, 12(3), pp. 161–169.
Hardiana. (2016) " Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Post Seksio Sesarea (SC)
Pada Ny. M Di RSKDIA Pertiwi Makassar Tahun 2016", Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alaudddin. Makassar :Skripsi

43

Anda mungkin juga menyukai