Anda di halaman 1dari 4

Bercermin diri di “Air Danau Toba”

Raden Pardede, Par Balige59

Inisiatif Pak Jokowi memajukan Danau Toba menjadi destinasi wisata


berkelas adalah kesempatan langka dan tidak sering datang.
Terimakasih banyak (mauliate godang) atas insiatif Presiden Jokowi.

• Sementara kita menyambut Presiden jokowi dengan suka cita


di setiap tempat, berteriak, emosi, menangis, dia berjasa, kita
puja puji,..dia sudah berbuat, sudah perhatian….fakta ini semua
terekam dalam foto dan video yang bertebaran dan viral di
seluruh WA-group parmargaon atau satu kampung, ataupun
alumni satu sekolah. Kunjungan nya diperbincangkan di
hampir semua pesta atau pertemuan orang batak. Kita merasa
dan berharap bahwa masyarakat di danau Toba akan maju.

• Tapi, Apakah cukup dengan kekuatan optimisme dan suka cita


di lapo, di pesta atau, di pasar maupun WA Group … untuk
merealisasikan target turis dan kemakmuran dan kemajuan
masyarakat toba yang diinginkan? Terus kita, masyarakat toba
dan para perantau melakukan atau sudah berkontribusi apa?
Apakah kita tidak perlu berkontribusi atau kita cukup
berpangku tangan saja, pokoknya Pak Jokowi sendiri akan
mewujudkan cita cita kita sambil kita menonton,
memperbincangkannya namun berpangku tangan.

• Tapi, Apakah Presiden jokowi sendiri dapat membuat


keajaiban, sehingga turis datang dalam jumlah yang sangat
besar, katakanlah 500 000 pertahun dengan belanja rata rata
1000 dollar, terus kita bayangkan kota dan kampung disekitar
danau toba akan lebih makmur menawarkan fasilitas wisata,
restoran, penginapan, transportasi, hiburan berkelas seperti
Bali atau Jogjakarta. Para anggota rumah tangga di sekitar
danau toba akan banyak berprofesi sebagai pekerja di industri
wisata. Apakah itu mimpi, angan angan atau suatu harapan
optimisme yang bisa menjadi kenyataan?

• Inisiatif dan komitmen jokowi untuk memajukan Danau Toba


sebagai tempat tujuan wisata dalam rangka mensejahterakan
rakyat sekitar adalah kesempatan yang langka dan tidak akan
datang sering sering. Pembangunan infrastruktur sudah
dimulai, termasuk Bandara Silangit yang dibanggakan serta
jalan jalan disekitar kawasan danau toba. Namun inisiatif ini 3
tahun berlalu geliat kenaikan wisatawan belum terasa secara
signifikan.

Kenapa terasa ada yang kurang?

• Menurut hemat kami, yang masih kurang adalah partisipasi


aktif pemangku kepentingan, pemerintah daerah dan
masyarakat setempat, pemimpin adat, pemimpin komunitas,
pemimpin agama dan kebanyakan masih menjadi penonton.
Kemudian kami para perantau pun yang berasal dari daerah
toba, ada yang menyemangati namun ada pula yang hanya
mengkompori dari jauh, bereaksi cepat terhadap berita negatif
atau hoax, ikut asik berdiskusi dalam WA grup marga,
parsahutaon dan lain lain namun sebetulnya belum banyak
berbuat yang semestinya.

• Tidak ikut ikutan minta “jambar uang” dari calon DPRD


kabupaten dan calon Bupati adalah bentuk kontribusi aktif
yang bisa dilakukan oleh masyarakat disekitar danau Toba,
sehingga para kepala daerah atau DPRD tidak ada alasan untuk
korupsi atau sibuk mencari pendapatan tambahan untuk balik
modal.

• Tidak ikut ikutan mengotori danau toba, tidak buang sampah


atau kotoran, sudah saya anggab ikut berpartisipasi dalam
kesejahteraan danau toba. Modal poda na lima: Paias roham,
paias pamatangmu, paias paheanmu, paias bagasmu, paias
alamanmu, seharusnya menjadi pilar yang kita harus ingat dan
lakukan.

• Tidak ikut ikutan menebangi pohon. Bahkan ikut memelihara


pohon dan tanaman serta hutan disekitar danau toba, demi
ketersediaan sumber air masuk dan keberlangsungan danau
toba, sehingga tidak menjadi danau mati dikemudian hari.

• Para pedagang tidak ikut ikutan menaikkan harga makanan


atau jualannya untuk menangguk untung “parsahalian” yang
bikin kapok pendatang dilain waktu.
• Para pemimpin adat dan agama yang bisa memberikan nasehat
kerukunan, kerja keras, dan keramah tamahan. Para pemimpin
adat dan agama serta komunitas yang ikut aktif menenangkan
suasana sehingga masyarakat punya daya absorbsi dan
adaptasi terhadap perubahan positif.

• Para Bupati dan Para anggota dewan yang amanah, yang


memikirkan rakyat dan bagaimana memakmurkan mereka,
dan bukan memikirkan kemakmuran diri, keluarga atau partai
sendiri.

• Para perantau yang ikut memberikan sumbangan pemikiran,


memberikan kesejukan dan ikut “mengompori” inisiatif positif,
dan bahkan ikut menyumbangkan dana mereka untuk
pendidikan dan infrastruktur dasar di kampung masing
masing.

Jagalah Gengsi kita… karena katanya orang batak orang punya


harga diri
• Singkat kata, Kita harus ikut….kita harus jaga gengsi, jaga harga
diri, kita tidak akan mau jadi penonton saja, …, Apa kata dunia.
Apa kita mau semua kredit keberhasilan nanti diambil Pak
Jokowi, yang baik hati itu, kepada daerah Toba, tanpa ada
kredit kepada kita, …tentu kita tidak mau itu.
• Kita harus paham dan sadar diperlukan investasi untuk
membangun fasilitas wisata berkelas, dan orang berinvestasi
harus untung jangka panjang, meskipun jangka pendek
mungkin rugi. Investasi bisa dilakukan oleh penduduk
setempat ataupun pendatang. Kita harus ikut mendukung
investasi itu.
• Dalam menerima investasi luar dan wisatawan luar
memerlukan daya adaptasi dan serap yang kuat serta
keterbukaan yang inklusif. Dari Bali kita bisa mempelajari
bagaimana kemampuan masyarakat Bali yang terbuka
terhadap adat dan budaya dari luar kemudian menkonversi
menjadi budaya bali. Mereka tetap terbuka, mereka bisa hidup
berdampingan secara harmoni tanpa merubah identitas
masing masing. Demikian pula mereka menciptakan situasi
yang kondusif bagi investasi wisata di Bali.
• Kita juga harus bisa merubah diri untuk lebih ramah, lebih
sabar, lebih bersih, lebih kerja keras, meskipun suara dan
rahang kita mungkin tetap keras namun hati tulus dan lembut.
Bukankah ini kekuatan kita, apalagi sudah diajarkan dalam
poda poda orang batak dan juga diperkuat oleh ajaran agama.

• Mudah mudahan kita bisa bercermin melihat wajah buram kita


di “air danau toba” dan kemudian kita memperbaiki diri…. Jika
tidak maka insitiatif yang sudah dimulai dengan baik oleh
Pemimpin kita akan percuma, dan tidak akan pernah dapat
hasil yang optimal. Anak cucu generasi penerus kita suatu saat
nanti akan menggerutu, menyesali dan membicarakan betapa
tidak bertanggung jawabnya kita generasi sekarang, kenapa
Oppung, Tulang, Bapatua, Amang boru, Inong, bupati lama,
pangulu adat dan pangulu huria dulu, tidak memanfaatkan
kesempatan ini dengan baik itu.

• Jangan sampai… jangan sampai generasi penerus menyesali


dan mengerutu ke kita nanti. Mari kita bercermin di air Danau
Toba, mumpung masih ada kesempatan, dan kalau muka kita
memang kusut, ada kotoran, atau ada jerawat mari kita
bersihkan dan rawat.

Refleksi Danau Toba 26 September 2019

Anda mungkin juga menyukai