Inisiatif Pak Jokowi memajukan Danau Toba menjadi destinasi wisata
berkelas adalah kesempatan langka dan tidak sering datang. Terimakasih banyak (mauliate godang) atas insiatif Presiden Jokowi.
• Sementara kita menyambut Presiden jokowi dengan suka cita
di setiap tempat, berteriak, emosi, menangis, dia berjasa, kita puja puji,..dia sudah berbuat, sudah perhatian….fakta ini semua terekam dalam foto dan video yang bertebaran dan viral di seluruh WA-group parmargaon atau satu kampung, ataupun alumni satu sekolah. Kunjungan nya diperbincangkan di hampir semua pesta atau pertemuan orang batak. Kita merasa dan berharap bahwa masyarakat di danau Toba akan maju.
• Tapi, Apakah cukup dengan kekuatan optimisme dan suka cita
di lapo, di pesta atau, di pasar maupun WA Group … untuk merealisasikan target turis dan kemakmuran dan kemajuan masyarakat toba yang diinginkan? Terus kita, masyarakat toba dan para perantau melakukan atau sudah berkontribusi apa? Apakah kita tidak perlu berkontribusi atau kita cukup berpangku tangan saja, pokoknya Pak Jokowi sendiri akan mewujudkan cita cita kita sambil kita menonton, memperbincangkannya namun berpangku tangan.
• Tapi, Apakah Presiden jokowi sendiri dapat membuat
keajaiban, sehingga turis datang dalam jumlah yang sangat besar, katakanlah 500 000 pertahun dengan belanja rata rata 1000 dollar, terus kita bayangkan kota dan kampung disekitar danau toba akan lebih makmur menawarkan fasilitas wisata, restoran, penginapan, transportasi, hiburan berkelas seperti Bali atau Jogjakarta. Para anggota rumah tangga di sekitar danau toba akan banyak berprofesi sebagai pekerja di industri wisata. Apakah itu mimpi, angan angan atau suatu harapan optimisme yang bisa menjadi kenyataan?
• Inisiatif dan komitmen jokowi untuk memajukan Danau Toba
sebagai tempat tujuan wisata dalam rangka mensejahterakan rakyat sekitar adalah kesempatan yang langka dan tidak akan datang sering sering. Pembangunan infrastruktur sudah dimulai, termasuk Bandara Silangit yang dibanggakan serta jalan jalan disekitar kawasan danau toba. Namun inisiatif ini 3 tahun berlalu geliat kenaikan wisatawan belum terasa secara signifikan.
Kenapa terasa ada yang kurang?
• Menurut hemat kami, yang masih kurang adalah partisipasi
aktif pemangku kepentingan, pemerintah daerah dan masyarakat setempat, pemimpin adat, pemimpin komunitas, pemimpin agama dan kebanyakan masih menjadi penonton. Kemudian kami para perantau pun yang berasal dari daerah toba, ada yang menyemangati namun ada pula yang hanya mengkompori dari jauh, bereaksi cepat terhadap berita negatif atau hoax, ikut asik berdiskusi dalam WA grup marga, parsahutaon dan lain lain namun sebetulnya belum banyak berbuat yang semestinya.
• Tidak ikut ikutan minta “jambar uang” dari calon DPRD
kabupaten dan calon Bupati adalah bentuk kontribusi aktif yang bisa dilakukan oleh masyarakat disekitar danau Toba, sehingga para kepala daerah atau DPRD tidak ada alasan untuk korupsi atau sibuk mencari pendapatan tambahan untuk balik modal.
• Tidak ikut ikutan mengotori danau toba, tidak buang sampah
atau kotoran, sudah saya anggab ikut berpartisipasi dalam kesejahteraan danau toba. Modal poda na lima: Paias roham, paias pamatangmu, paias paheanmu, paias bagasmu, paias alamanmu, seharusnya menjadi pilar yang kita harus ingat dan lakukan.
• Tidak ikut ikutan menebangi pohon. Bahkan ikut memelihara
pohon dan tanaman serta hutan disekitar danau toba, demi ketersediaan sumber air masuk dan keberlangsungan danau toba, sehingga tidak menjadi danau mati dikemudian hari.
• Para pedagang tidak ikut ikutan menaikkan harga makanan
atau jualannya untuk menangguk untung “parsahalian” yang bikin kapok pendatang dilain waktu. • Para pemimpin adat dan agama yang bisa memberikan nasehat kerukunan, kerja keras, dan keramah tamahan. Para pemimpin adat dan agama serta komunitas yang ikut aktif menenangkan suasana sehingga masyarakat punya daya absorbsi dan adaptasi terhadap perubahan positif.
• Para Bupati dan Para anggota dewan yang amanah, yang
memikirkan rakyat dan bagaimana memakmurkan mereka, dan bukan memikirkan kemakmuran diri, keluarga atau partai sendiri.
• Para perantau yang ikut memberikan sumbangan pemikiran,
memberikan kesejukan dan ikut “mengompori” inisiatif positif, dan bahkan ikut menyumbangkan dana mereka untuk pendidikan dan infrastruktur dasar di kampung masing masing.
Jagalah Gengsi kita… karena katanya orang batak orang punya
harga diri • Singkat kata, Kita harus ikut….kita harus jaga gengsi, jaga harga diri, kita tidak akan mau jadi penonton saja, …, Apa kata dunia. Apa kita mau semua kredit keberhasilan nanti diambil Pak Jokowi, yang baik hati itu, kepada daerah Toba, tanpa ada kredit kepada kita, …tentu kita tidak mau itu. • Kita harus paham dan sadar diperlukan investasi untuk membangun fasilitas wisata berkelas, dan orang berinvestasi harus untung jangka panjang, meskipun jangka pendek mungkin rugi. Investasi bisa dilakukan oleh penduduk setempat ataupun pendatang. Kita harus ikut mendukung investasi itu. • Dalam menerima investasi luar dan wisatawan luar memerlukan daya adaptasi dan serap yang kuat serta keterbukaan yang inklusif. Dari Bali kita bisa mempelajari bagaimana kemampuan masyarakat Bali yang terbuka terhadap adat dan budaya dari luar kemudian menkonversi menjadi budaya bali. Mereka tetap terbuka, mereka bisa hidup berdampingan secara harmoni tanpa merubah identitas masing masing. Demikian pula mereka menciptakan situasi yang kondusif bagi investasi wisata di Bali. • Kita juga harus bisa merubah diri untuk lebih ramah, lebih sabar, lebih bersih, lebih kerja keras, meskipun suara dan rahang kita mungkin tetap keras namun hati tulus dan lembut. Bukankah ini kekuatan kita, apalagi sudah diajarkan dalam poda poda orang batak dan juga diperkuat oleh ajaran agama.
• Mudah mudahan kita bisa bercermin melihat wajah buram kita
di “air danau toba” dan kemudian kita memperbaiki diri…. Jika tidak maka insitiatif yang sudah dimulai dengan baik oleh Pemimpin kita akan percuma, dan tidak akan pernah dapat hasil yang optimal. Anak cucu generasi penerus kita suatu saat nanti akan menggerutu, menyesali dan membicarakan betapa tidak bertanggung jawabnya kita generasi sekarang, kenapa Oppung, Tulang, Bapatua, Amang boru, Inong, bupati lama, pangulu adat dan pangulu huria dulu, tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik itu.
• Jangan sampai… jangan sampai generasi penerus menyesali
dan mengerutu ke kita nanti. Mari kita bercermin di air Danau Toba, mumpung masih ada kesempatan, dan kalau muka kita memang kusut, ada kotoran, atau ada jerawat mari kita bersihkan dan rawat.