Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam

masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari

pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka dan ditetapkan oleh Menteri (Permenkes Nomer 45

Tahun 2014).

Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya

atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna

secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan

merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah (Permenkes

Nomer 45 Tahun 2014).

Jika kita membicarakan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB), tentunya

tidak lepas dari peranan seorang petugas kesehatan termasuk Bidan di Desa.

Sebagai petugas kesehatan kita tidak hanya berteori atau sekedar berbicara

tentang penyakit-penyakit dan segala jenis penyebaran serta

penanggulangannya saja, melainkan kita harus mampu mengaplikasikan dan

juga mengimplementasikan di lapangan.

Kita sebagai tenaga kesehatan harus mampu mengenali masalah yang ada

di masyarakat, penyebab terjadinya masalah dan alternatif pemecahan

masalah di masyarakat serta mampu mengelola secara teknis, administrasi

dan evaluasi program masyarakat dalam skala mikro di tingkat pedesaan agar

1
dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tenaga kesehatan dalam

mengaplikasikan teori menanggulangi wabah/KLB (Sutrisna, 1987).

Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diatas

maka perlu adanya kegiatan praktikum lapangan dari mata kuliah investigasi

(penyelidikan) wabah yaitu dalam bentuk survei untuk memperoleh data

tentang berbagai penyakit yang terjadi di masyarakat yang kemungkinan

potensial menjadi suatu kejadian luar biasa (wabah).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan penyelidikan

Wabah/ Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan menganalisa kejadian/kasus

yang terjadi di suatu daerah.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengumpulkan data penyakit (data rutin) di Puskesmas.

b. Untuk menganalisis data penyakit terbesar di Puskesmas melalui

data rutin.

c. Untuk mengolah data secara manual atau komputer.

d. Untuk membuat deskripsi atau gambaran dan interprestasi data 5

penyakit terbesar di puskesmas yang potensial menjadi KLB.

e. Untuk menentukan salah satu dari 5 penyakit yang potensial menjadi

KLB.

f. Untuk perencanaan penyelidikan KLB pada penyakit yang

ditetapkan potensial KLB.

2
g. Untuk melakukan penyelidikan KLB dan menyusun laporan KLB.

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasi teori tentang

investigasi wabah.

b. Mendapatkan kemampuan dalam mengumpulkan data, menganalisis

dan membuat kesimpulan dari data rutin di puskesmas tentang

penyakit potensial wabah.

c. Mampu menyusun rencana kegiatan tentang penyelidikan dan

tindakan yang akan dilakukan dalam penanggulangan KLB.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam mendukung

proses pembelajaran aktif.

b. Pengembangan akademik bagi mahasiswa dan staf pengajar.

c. Memperoleh masukan dari instansi tempat praktikum lapangan

(Stakeholder) dalam penyempurnaan pembelajar sesuai kompetensi

kritis kesehatan masyarakat.

3. Bagi Institusi (Dinas dan Puskesmas)

a. Terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara dinas kesehatan

dan puskesmas dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

b. Mendapatkan bantuan dari mahasiswa dalam pengelolaan data

penyakit di puskesmas.

3
4. Bagi Masyarakat Setempat (Masyarakat Juwangi)

Memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai penyakit KLB yang

terjadi serta mengetahui tingkat kegawatan penyakit tersebut sehingga

masyarakat lebih cepat dan tanggap dalam tahap pengobatan penderita

serta cara pencegahannya.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Wabah

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam

masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari

pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka dan ditetapkan oleh Menteri (Permenkes Nomer 45

Tahun 2014).

Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya

atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna

secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan

merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah (Permenkes

Nomer 45 Tahun 2014).

Faktor Risiko adalah hal-hal yang mempengaruhi atau berkontribusi

terhadap terjadinya penyakit atau masalah kesehatan (Permenkes Nomer 45

Tahun 2014).

Kewaspadaan Dini KLB dan Respons adalah kesatuan kegiatan deteksi

dini terhadap penyakit dan masalah kesehatan berpotensi KLB beserta faktor-

faktor yang mempengaruhinya, diikuti peningkatan sikap tanggap

kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan yang

cepat dan tepat, dengan menggunakan teknologi surveilans (Permenkes

Nomer 45 Tahun 2014).

5
Penyelidikan Epidemiologi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

untuk mengenal penyebab, sifat-sifat penyebab, sumber dan cara penularan/

penyebaran serta faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit atau

masalah kesehatan yang dilakukan untuk memastikan adanya KLB atau

setelah terjadi KLB/ Wabah (Permenkes Nomer 45 Tahun 2014).

B. Bentuk Wabah

Epidemi digolongkan berbeda-beda bergantung pada cara penyebarannya di

masyarakat atau populasi. Ada 3 klasifikasi yang paling umum:

1. Common Source

Common source terjadi jika sekelompok orang terpajan pada

infeksi atau sumber kuman (agens patogen) yang biasa/ umum, misalnya

anak sekolah terpajan anak lain yang sedang sakit campak. Common

source epidemic biasanya dibagi menjadi 3 sub kategori, yaitu:

a. Point source

Contoh yang terjadi yaitu sekelompok orang yang menghadiri

piknik gereja mengambil salad kentang dari satu mangkok besar yang

sama. Mayoritas dari mereka yang memakan salad kentang jatuh sakit

karena salad terkontaminasi bakteri stafilokokus. Pada point source

akademik, orang terpajan di satu tempat pada satu waktu, menjadi sakit

selama masa inkubasi agens (patogen) yang didapat dari satu sumber.

b. Intermitten

Pada beberapa KLB penyakit orang yang rentan terkadang terpajan

penyakit dan terkadang tidak selama 1 periode waktu (hari, minggu,

6
atau lebih lama). Tuberculosis sering kali menular dengan cara seperti

ini, melalui penularan bawaan udara yang berasal dari batuk penderita

lain. Tuberculosis disebarkan dengan cara kontak langsung dari orang

ke orang dan karena orang berpindah dan berinteraksi dengan orang

yang lain, penyebaran penyakit ini tidak teratur dan sulit ditebak, dan

polanya juga tidak teratur, sehingga mengakibatkan epidemic yang

berulang atau disebut intermitten epidemic.

c. Continuous epidemic

Jika tingkat penyebaran epidemic cukup tinggi di masyarakat atau

populasi, dan menyerang sejumlah besar orng di dalam populasi tanpa

pengecualian, hal ini termasuk dalam epidemic yang berkelanjutan.

Jika pajanan bertambah dan meluas, dan orang yang menjadi sakit

tetap seperti biasa, atau bahkan meningkat selama beberapa waktu,

KLB ini disebut epidemic yang berkelanjutan atau continuous

epidemic.

2. Propagated epidemic

Jika common source tunggal sulit untuk diidentifikasi, tetapi

epidemic atau KLB penyakit tetap menyebar dari orang ke orang,

memperbanyak jumlah yang sakit dan biasanya membentuk pola

pertumbuhan eksponensial/ sangat mencolok. Pada epidemic tipe ini,

kasus terjadi terus menerus, melampaui satu masa inkubasi. Kurva

epidemic tipe ini biasanya memiliki serangkaian puncak yang berurutan.

7
Pada beberapa penyakit, imunitas alami atau kematian dapat

menyebabkan kerentanan menurun. Resistensi terhadap penyakit, dpat

terjadi bersamaan dengan pengobatan atau pemberian semua jenis

imunisasi yang dapat menurunkan kerentanan. Penularan penyakit

biasanya terjadi secara langsung (seperti sifilis dan penyakit menular

seksual), melalui vehicleborne (hepatitis B dan HIV/ AIDS pada pecandu

narkoba, pengguna jarum suntik bersama), penularan melalui vector

(malaria yang disebabkan oleh nyamuk).

3. Mixed epidemic

Terjadi jika common source epidemic berlanjut melalui kontak

orang ke orang dan penyakit mnyebar seperti KLB propagated. Pada

beberapa kasus sangat sulit untuk menentukan epidemic mana yang

muncul pertama kali. Selama pertengahan tahun 1990 an, yaitu saat

permulaan epidemic AIDS di Sanfransisco, HIV menyebar dengan cepat

di tempat tempat pemandian. Laki-laki homoseksual melakukan hubungan

seksual sebelum masuk ke tempat pemandian. Akan tetapi, tempat

pemandian akan dianggap sebagai aspek common source dari epidemic,

dan penularan dari orang ke orang melalui hubungan seksual menjadi

sumber penularan langsung.

Penularan penyakit secara langsung melalui kontak dari orang ke

orang terjadi pada beberapa individu sebelum dan sesudah memasuki

tempat pemandian. Common source tempat pemandian sudha jelas

merupaka suatu titik yang akan dikenakan tindakan pengendalian dan

8
intervensi kesehatan masyarakat sehingga tempat tempt pemandian

kemudian ditutup untuk mempelambat perkembangan epidemic penyakit

ini.

C. Langkah – Langkah Dalam Penyelidikan / Investigasi Wabah / KLB

Suatu kegiatan untuk memastikan adanya KLB / wabah ,

mengetahui penyebab, mengetahui sumber penyebaran, mengetahui faktor

resiko dan menetapkan program penanggulangan KLB. Penanggulangan

KLB/ wabah bertujuan untuk menangani penderita, mencegah perluasan

KLB/ wabah, mencegah terjadinya penderita/ kematian baru pada saat

terjadinya KLB/ wabah (Rianti, dkk, 2010). Langkah – langkah investigasi

KLB/ wabah meliputi :

1. Persiapan

Dikelompokkan ke dalam tiga kategori :

a. Investigasi

Pengetahuan ilmiah, perlengkapan dan alat

b. Administrasi

Prosedur administrasi termasuk ijin dan pengaturan perjalanan

c. Konsultasi

Peran masing-masing petugas yang turun ke lapangan

2. Memastikan Adanya Wabah

Untuk menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah

melampaui jumlah yang diharapkan, dengan membandingkan jumlah

9
saat ini dengan jumlah beberapa minggu, bulan atau periode waktu

yang sama pada tahun sebelumnya. Sumber informasi didapat dari :

a. Catatan surveilens

b. Catatan keluar RS, statistik kematian, register, dll

c. Data wilayah di dekatnya atau data nasional

d. Survei

3. Memastikan Diagnostik

a. Pemastian diagnostik berkaitan erat dengan pemastian adanya

wabah

b. Jika penyebab penyakit sudah diberitahukan oleh tenaga kesehatan

setempat, lakukan pemeriksaan kembali untuk meyakinkan

diagnostik

c. Pemeriksaan laboratorium

d. Bila gejala sama dan 15 % - 20 % mendapat konfirmasi

laboratorium tidak perlu pemeriksaan laboratorium

4. Membuat Definisi Kasus

Meliputi kriteria klinis yang dibatasi oleh waktu, tempat dan

orang. Kriteria klinis adalah tanda yang sedehana dan obyektif.

Jenisnya dibagi menjadi tiga : pasti ( confirmed ), mungkin (probable)

dan meragukan (possible).

a. Penyakit yang sudah jelas diagnosisnya:

1) Masa inkubasi

2) Cara penularan

10
b. Penyakit yang belum diketahui doagnosisnya

1) Ada dugaan tentang peristiwa penyebab wabah, tetapi harus

diterima akal sehat

2) Cari peristiwa lain yang lebih memungkinkan

3) Diperlukan kemampuan, kecerdasan, serta kecermatan akal

sehat (common sense) dari penyelidik

4) Beberapa patokan dapat dipakai:

a) Pencematran air atau makanan gangguan pencernaan

b) Penyakit penyakit saluran saluran pernapasan, kulit, mata

dan selaput lendir

c) Luka atau lesi pada kulit binatang atau serangga

c. Menemukan dan menghitung kasus

1) Kasus yang dilaporkan harus mewakili kasus sesungguhnya

ada

2) Penyelidik harus menggunakan sebanyak mungkin sumber

yang ada untuk menemukan tambahan kasus

3) Sumber data: praktik dokter, rumah sakit dan laboratorium

4) Jika pada tempat terbatas maka lakukan survey pada seluruh

populasi.

5. Epidemiologi Deskriptif ( Waktu, Tempat, Orang )

a. Gambaran perjalanan wabah berdasarkan waktu bertujuan untuk

melihat secara kronologis waktu timbulnya kejadian penyakit

dalam hari, minggu, bulan, jam (pada kasus-kasus tertentu),

11
memperkirakan waktu penyebaran dan cara-cara penyebaran.

Gambaran perjalanan wabah berdasarkan waktu disajikan dalam

bentuk kurva epidemik.

Ciri-ciri kurva epidemik:

1) Berbentuk histogram

2) Dapat digunakan untuk memperkirakan cara penularan

penyakit

3) Dapat memperkirakan masa inkubasi suatu penyakit

4) Informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama pada

masing-masing kasus

5) Untuk masa inkubasi yang pendek (dapat dilihat dari jam

timbulnya gejala)

6) Pilih skala untuk aksis-X

7) Masa pra wabah

6. Membuat Hipotesis

7. Menilai Hipotesis (penelitian kohort dan kasus kontrol)

8. Memperbaiki Hipotesis dan Mengadakan Penelitian Tambahan

9. Melaksanakan Pengendalian dan Pencegahan

10. Menyampaikan Hasil Penyelidikan

12
BAB III

ANALISIS DATA PENYAKIT

A. Hasil Pengumpulan/ Pengamatan Data Penyakit

Berdasarkan data rutin tahunan yang diperoleh di Puskesmas Juwangi

kab. Boyolali dari tahun 2008-2012 ditambah data tahun 2013 sampai bulan

maret, terdapat urutan 10 penyakit terbesar di puskesmas Juwangi, yang dapat

dilihat pada grafik dibawah ini.

12000

10426
10000

8000
6999
6000

4000

2000 1780
793 573
0 114 72 18 17 10

Grafik 1. 10 besar penyakit di puskesmas Juwangi tahun 2008 – Maret

2013

13
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 10 besar penyakit yang

terjadi di puskesmas Juwangi kab. Boyolali didominasi oleh penyakit

tidak menular. Dan di wilayah kerja puskesmas Juwangi bukan

merupakan puskesmas yang memiliki endemis KLB suatu penyakit,

sehingga dari 10 besar penyakit tersebut kami tidak menemukan KLB

yang sedang terjadi selama kurun waktu 5 tahun terakhir.

Melihat grafik diatas perlu adanya perhatian khusus terhadap

penyakit ISPA yang masih tinggi dibandingkan dari penyakit yang

lain yaitu sebesar 10426 dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari

survei yang dilakukan, hal ini dipicu karena faktor lingkungan dimana

masih adanya rumah yang belum tergolong dalam kriteria rumah

sehat.

Diperingkat ke dua penyakit terbesar di puskesmas Juwangi

kab. Boyolali kurun waktu 5 tahun terakhir ini yaitu Influenza sebesar

6999. Mengingat bahwa Influenza merupakan penyakit musiman

yang selalu menyerang masyarakat di musim penghujan. Kemudian

ada Diare yang menempati peringkat tiga besar di puskesmas

Juwangi. Masih tingginya penderita Diare di puskesmas Juwangi

yaitu sebesar 1780 penderita dalam waktu 5 tahun terakhir ini

dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya pola hidup bersih

masyarakat sekitar di kecamatan Juwangi. Thypus 793 kasus dan

Hipertensi 573, Asma Bronkiale 114 kasus. TB Paru 72 kasus,

Diabetes Mellitus 18 kasus, Decompensatio Cordis 17 kasus.

14
Sedangkan kasus DBD dari tahun 2008-2012 terjadi 8 kasus ditambah

lagi data terakhir dibulan Januari 2013 terdapat 2 kasus di desa

Juwangi sehingga menambah jumlah kasus menjadi 10 kasus dalam

kurun waktu 5 tahun terakhir. Dengan adanya kasus tersebut membuat

kekhawatiran masyarakat kec. Juwangi karena daerah Juwangi bukan

merupakan daerah endemis DBD. Sehingga perlu perhatian khusus

agar tidak berpotensi terjadinya suatu KLB.

B. Penyakit Potensial KLB dalam Kurun Waktu 5 Tahun Terakhir

Untuk menentukan adanya KLB di suatu daerah yaitu dengan

melihat kriteria sebagai berikut:

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada.

2. Peningkatan suatu kejadian penyakit atau kematian terus menerus

selama tiga kurun waktu berturut turut menurut penyakitnya.

3. Peningkatan kejadian penyakit 2 kali atau lebih dibandingkan

periode sebelumnya.

4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukan kenaikan 2 kali

lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan

tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata per bulan dalam 1 tahun menunjukkan kenaikan 2

kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata per bulan tahun

sebelumnya.

15
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dari suatu kurun

waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih,

dibandingkan CFR periode sebelumnya.

7. Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu

menunjukkan kenaikan 2 kali atatu lebih dibanding periode yang

sama dan kurun waktu tahun sebelumnya.

Kemudian berdasarkan kriteria penetuan adanya KLB tersebut diatas,

maka diperoleh penyakit potensi KLB sebagai berikut :

1. DBD

2. TB paru

3. Diare

4. Influenza

Berikut adalah grafik dari keempat penyakit tersebut:

450
400
350
300
250 Influenza
200 Diare

150 TB Paru
DBD
100
50
0
Jan
Jan
Apr

Jan
Apr

Jan
Apr

Jan
Apr

Jan
Apr
Okt

Okt

Okt

Okt

Okt
Jul

Jul

Jul

Jul

Jul

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 2. 4 besar penyakit potensi KLB th. 2008 – Maret 2013

16
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kasus penyakit

yang mengalami peningkatan tajam adalah kasus Influenza. Meskipun

demikian peningkatan tajam pada tahun 2011 terjadi karena memang

tahun sebelunya data kasus influenza tidak terekap, sehingga tiba-tiba

ada dengan angka yang sangat besar. Pada kasus Diare setiap bulan

terjadi kasus, hal tersebut terjadi karena kesadaran perilaku hidup

bersih dan sehat sangat rendah. Hal tersebut terbukti adanya warga

yang masih terbiasa mandi dan buang air di sungai. Pada kasus TB

Paru kasus tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009, hal itu terjadi karena

banyak kondisi rumah warga yang belum memenuhi kriteria rumah

sehat yang sebagian besar rumah warga masih menggunakan dinding

papan dengan lantai masih tanah dan ventilasi rumah yang kurang

memenuhi kriteria rumah sehat. Pada DBD terjadi kasus setiap bulan-

bulan musim pengujan pada tahun 2008, 2010, 2012 dan 2013. Hal itu

terjadi karena peningkatan jumlah nyamuk aedes aigypti saat musim

penghujan yang disebabkan oleh meningkatnya container perindukan

nyamuk.

C. Prioritas Penyakit KLB

Untuk menentukan prioritas KLB dari keempat penyakit

potensial KLB tersebut, kami menggunakan anlisis dengan teknik

skoring.

17
Teknik skoring yakni memberikan penilaian (score) terhadap

masalah tersebut dengan menggunakan ukuran parameter sebagai

berikut:

a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.

b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut

(saverity).

c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).

d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut

(degree of unmeet need).

e. Keuntungan social yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi

(social benefit).

f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical

feasibility).

g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah (resource availability).

18
Dari berbagai parameter diatas kami memberikan nilai angka 5

untuk kategori sangat tinggi, 4 untuk tinggi, 3 untuk sedang, 2 untuk

rendah dan 1 untuk kategori sangat rendah. Hasil analis dengan teknik

skoring dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Prioritas Masalah dengan Skoring

Parameter

No Technic Resourc
Penyakit Degree of Jumlah
. Preva Seve Rate Social al es
Unmeet
lence rity Increase Benefit Feasibil Availabi
Need
ity lity
1 Influenza 2 1 2 3 3 5 4 20
2 Diare 2 1 3 3 3 5 4 21
3 TB Paru 4 3 3 4 4 3 3 24
4 DBD 4 5 4 5 4 4 3 29

Kesimpulan: Dilihat dari analisis skoring, prioritas terbesar dari 4

kasus penyakit tersebut adalah DBD dengan total skor 29. Sedangkan

prioritas terendah adalah influenza dengan total skor 20.

Selain menggunakan teknik skoring, dalam menentukan

prioritas masalah tersebut kami juga menggunakan argumen

berdasarkan fakta dan data dari puskesmas dimana dari keempat

penyakit yang menjadi potensial KLB tersebut ditemukan bahwa

penyakit yang menjadi prioritas potensial KLB adalah Demam

Berdarah Dengue (DBD).

DBD merupakan penyakit virus berat yang ditularkan oleh

nyamuk endemik di banyak negara di Asia Tenggara dan Selatan,

Pasifik dan Amerika Latin. ditandai dengan meningkatnya

19
permeabilitas pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme

penggumpalan darah. Terutama menyerang anak-anak, tetapi juga

menyerang orang dewasa. Berikut adalah grafik kasus DBD dalam

kurun waktu 5 tahun terakhir.

Perlu adanya perhatian khusus untuk kasus DBD di kecamatan

Juwangi ini karena mengingat bahwa DBD bukan merupakan penyakit

endemis pada wilayah ini. Dengan adanya kasus baru dapat

memungkinkan akan terjadinnya potensi KLB. Sehingga DBD perlu

menjadi prioritas masalah.

2.5

2 2 2 2

1.5

1 1 1 1

0.5

0 0 0
Jan
Jan

Okt

Okt
Jan

Okt
Jan

Okt
Jan

Okt
Jan
Apr

Apr

Apr

Apr

Apr
Jul

Jul

Jul

Jul

Jul

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 3. Kasus DBD th. 2008 – Maret 2013

Analisis data yang diperoleh dari data rutin Puskesmas

Juwangi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dari 10 desa di kecamatan

Juwangi terdapat 8 kasus dari tahun 2008 hingga 2012. 2 kasus di desa

20
Pilangrejo, 2 kasus di desa Juwangi dan 1 kasus di desa Ngleses pada

tahun 2008. Terdapat kasus kembali pada tahun 2010 di desa

Pilangrejo terdapat 1 kasus dan di tahun 2012 terdapat 2 kasus di desa

Ngleses dan bahkan belum lama ini pada bulan Januari 2013

ditemukan kembali 2 kasus di desa Juwangi.

Melihat data diatas kejadian kasus DBD rata-rata terjadi pada

musim penghujan, hal ini membuktikan bahwa ada peningkatan

pertumbuhan nyamuk dewasa di saat musim penghujan, faktor curah

hujan akan menambah genangan air di lingkungan sekitar masyarakat

Juwangi sebagai tempat perindukan nyamuk. Suhu dan kelembapan

udara selama musim penghujan sangat kondusif bagi kelangsungan

hidup nyamuk dewasa dan tidak menutup kemungkinan hidupnya

nyamuk dewasa yang telah terinfeksi.

21
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Wilayah

Kecamatan juwangi terletak paling utara dari kabupaten

boyolali, berbatasan dengan kabupaten Grobogan

Batas kecamatan juwangi :

Sebelah Utara : Kec Karang Rayung, Grobogan

Sebelah Barat : Kec Kedung Jati, Grobogan

Sebelah Timur : Kec Geyer, Grobogan

Sebelah Selatan : Kec Kemusu, Boyolali

Gambar 1. Peta wilayah kabupaten Boyolali

22
Gambar 2. Peta wilayah kerja Puskesmas Juwangi

Luas wilayah kecamatan Juwangi adalah 7.999,350 Ha.

Wilayah kecamatan Juwangi terbagi atas 9 Desa, 1 Kelurahan, 43 RW

dan 212 RT. Semua desa di wilayah kerja Puskesmas Juwangi dapat

dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda

empat.Transportasi umum yang ada di Kecamatan Juwangi

diantaranya kendaraan roda empat, roda dua, dokar, bus yang dapat

diakses melalui Terminal Juwangi dan kereta api yang dapat diakses

melalui Stasiun Telawa Juwangi.

Jumlah penduduk di Wilayah Kecamatan Juwangi pada tahun

2011 adalah sebanyak 34.269 jiwa. Rincian penduduk Wilayah

Kecamatan Juwangi adalah sebagai berikut:

Laki laki : 16.891 jiwa

23
Perempuan : 17.378 jiwa

Jumlah KK : 9.473 kepala keluarga

Data penduduk program kesehatan Puskesmas antara lain:

1. Jumlah bayi 0-1 thn : 606 bayi

2. Jumlah balita 1-5 thn : 2.609 balita

3. Jumlah WUS : 7.247 orang

4. Jumlah BUMIL : 588 orang

5. Jumlah PUS : 6.170 orang

B. Distribusi Penyakit Berdasarkan Variabel Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas Juwangi

merupakan trend penyakit yang muncul tidak setiap tahun. Namun

dengan kemunculan DBD tersebut menjadikan keresahan dan

ketakutan masyarakat akan meluasnya DBD di Kecamatan Juwangi.

1. Disribusi DBD menurut waktu tahun (Time)

Pola terjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh

iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32) derajat

celcius, dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes aegypti

akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Indonesia

merupakan Negara dengan iklim tropis sangat mendukung untuk

berkembangnya nyamuk aedes aegypti. Dengan melihat grafik

sebelumnya diatas dapat dilihat bahwa kasus terjadinya DBD

terjadi pada musim penghujan dan peralihan musim. Dimana pada

musim penghujan akan bnyak genangan air yang tersedia sehingga

24
tersedia pula habitat nyamuk dewasa untuk bertelur dan

berkembangbiak.

2. Disribusi DBD menurut Orang (Person)

Kasus DBD yang terjadi berdasarkan usia rata-rata

menyerang anak-anak dan remaja berusia 5 - 15 tahun, karena pada

usia tersebut merupakan usia rentan terserang penyakit DBD.

Kemudian kemunculan kasus pada tahun 2013 pada bulan Januari

di desa Juwangi, penderita berusia 18 dan 20 tahun yang terjadi

pada kakak-beradik, hal tersebut kemungkinan terjadi adanya

penularan di dalam rumah karena karakteristik dari nyamuk aedes

aigypti adalah endofagik. Berdasarkan survei, kasus tersebut terjadi

kemungkinan besar dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat

untuk melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

3. Disribusi DBD menurut Tempat (Place)

Faktor lingkungan atau tempat sangat berpengaruh dalam

distribusi penyebaran nyamuk aedes aegypti. Penyakit DBD dapat

menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan

ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut karena pada

tempat tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan aedes

aegypti tidak sempurna. Dan juga perlu memperhatikan lingkungan

rumah apakah ada tempat-tempat persembunyiaan nyamuk aedes

aegypti untuk bertelur, seperti adanya genangan air pada ember

25
bekas, kaleng-kaleng bekas, ban bekas, tempat penampungan air

dan juga lain yang mendukung perkembangbiakan nyamuk.

Dari hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) pihak

puskesmas di bulan Januari 2013 kemarin dengan melakukan

pemantauan jentik berkala (PJB) di daerah penderita kasus di desa

Juwangi ditemukan 6 rumah dari 25 rumah yang diperiksa terdapat

jentik nyamuk.

HI = Rumah positif jentik


X 100%
Rumah yang diperiksa

HI = 6 / 25 x 100

HI = 24 %

ABJ = 100% - HI

ABJ = 100% - 24 %

= 76 %

Berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) diatas dapat

disimpulkan bahwa ABJ masih jauh dengan standar yang

ditentukan yaitu 95%, karena perilaku gerakan PSN yang masih

rendah. Didukung dengan daerah pemukiman warga kecamatan

Juwangi terdapat sungai yang diduga sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk.

26
BAB V

RENCANA PENYELIDIKAN DAN TINDAKAN PENANGGULANGAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

potensial wabah yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penemuan dan

peningkatan kasus DBD ini telah terjadi di Kabupaten Boyolali khususnya di

wilayah kerja Puskesmas Juwangi.

Saat menemukan adanya kasus DBD tersebut pihak Puskesmas Juwangi

telah melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Penyelidikan epidemiologi

dilaksanakan pada radius 20 rumah atau sekeliling indeks dan di sekolah

penderita. Berdasarkan PE pada bulan Januari dilakukan pemantauan jentik dan

abatisasi selektif serta fogging foccus. PE yang dilakukan salah satu tujuannya

adalah untuk mencari penderita tambahan dalam periode 3 minggu yang lalu sejak

tanggal sakit indeks kasus dengan gejala sebagai berikut :

a. Panas 2-7 hari tanpa sebab

b. Penderita dengan tanda DBD (dengan tanda pendarahan atau RL + )

c. Penderita meninggal dengan tanda DBD

Untuk menanggulangi keresahan dan ketakutan warga maka pihak

puskesmas Juwangi tanggap dengan melakukan tindakan foging focus. Kemudian

untuk menindaklanjuti adanya kasus tersebut kami telah melakukan rencana

penyelidikan dan penanggulangan.

27
A. Rencana Penyelidikan

Rencana penyelidikan merupakan kegiatan pencarian, pemeriksaan

keadaan yang sesungguhya pada kontainer-kontainer di tempat tinggal

penderita dan rumah atau bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat

umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.

Upaya penyelidikan yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan

survey lapangan, observasi, dan metode wawancara. Tujuan dari penyelidikan

penyakit DBD antara lain:

1. Menentukan dan memastikan etiologi peningkatan penyakit DBD.

2. Mengidentifikasi sumber penularan penyakit DBD.

3. Menggambarkan distribusi/penyebaran penyakit DBD berdasarkan

variabel epidemiologi (Time, Place, Person).

4. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD).

B. Tindakan Penanggulangan

Tindakan penanggulangan DBD secara sederhana dapat dilakukan dengan

tindakan menurut sasarannya, dapat dibedakan atas dua macam, yakni terhadap

kasus dan terhadap lingkungan.

Pada dasarnya tindakan terhadap kasus adalah dalam rangka mengobati

penyakit yang diderita dan pada umumnya hampir sama dengan tindakan

pengobatan. Hanya saja karena penyakit DBD adalah penyakit menular maka

tindakan terhadap kasus ini harus ditambahkan dengan tindakan lain yang

sesuai terutama pada tindakan penyelidikan yaitu disertai anemnesis,

28
pemeriksaan fisik, pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium,

diagnosa, terapi dan isolasi.

Tindakan penanggulangan pada lingkungan yaitu dengan pengendalian

vektor penyebab penyakit DBD. Upaya penanggulangan pengurangan jumlah

vektor di puskesmas juwangi di lakukan dengan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN), abatisasi dan fogging,akan tetapi penggunaan fogging

diadakan berdasarkan tingkat kegawatan penyakit serta mengurangi keresahan

warga akan bahaya, maka pihak puskesmas lebih mengutamakan cara PSN

1. Memusnahkan spesies Aedes aegypti di lingkungan pemukiman,

bersihkan tempat perindukan dengan gerakan Pemberantasan Sarang

Namuk (PSN) atau taburkan larvasida di semua tempat yang potensial

sebagai tempat perindukan larva Aedes aegypti.

2. Menggunakan lotion anti nyamuk atau obat nyamuk bagi orang-orang

yang terpajan dengan nyamuk

3. Cara mekanik dengan menggunakan jebakan atau raket elektrik pembasmi

nyamuk

29
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

1. DBD merupakan suatu penyakit yang berpotensial terjadinya KLB. Apabila

terjadi kasus/penderita DBD di suatu wilayah, dalam waktu 3 tahun

berturut-turut maka wilayah tersebut merupakan wilayah endemis.

2. Di wilayah kerja Puskesmas Juwangi terdiri 10 Desa dan 3 diantaranya

termasuk daerah potensial KLB DBD dan membutuhkan upaya

pengendalian serta penanggulangan yang tepat.

3. Berdasarkan variabel epidemiologi, distribusi kasus menurut waktu jumlah

kasus tertinggi pada tahun 2008-2013 yaitu sebanyak 10 kasus. Untuk

distribusi kasus menurut tempat, kasus terbanyak terjadi di Desa Pilangrejo

dan Ngleses yaitu sebanyak 3 kasus. Sedangkan untuk distribusi kasus

menurut orang, kasus DBD rata-rata menyerang anak-anak berumur 5-15

tahun.

4. Berdasarkan data yang kami peroleh dari Puskesmas Juwangi cara

penularan penyakit DBD dapat disebabkan oleh mobilitas penduduk, letak

geografis, kurangnya kesadaran masyarakat untuk gerakan PSN.

B. Saran

1. Upaya penanganan intensif dari tim medis Puskesmas di masing-masing

wilayah.

2. Upaya Penanganan dan Pencegahan harus dilakukan sedini mungkin.

30
3. Melaksanakan upaya penyelidikan dengan Sistem Kewaspadaan Dini

(SKD).

4. Pada daerah-daerah yang endemis DBD perlu adanya peningkatan gerakan

PSN secara rutin.

5. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN secara mandiri

dengan memberdayakan masyarakat melalui kegiatan Jumantik.

6. Melaksanakan upaya 3M Plus (Mengubur, Menimbun, Menguras, dan

Mencegah gigitan nyamuk).

31

Anda mungkin juga menyukai