Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Low Back Pain ec Hernia Nukleus


Pulposus Lumbal dengan Sindrom Kauda
Equina

Disusun Oleh:

Nur Tasya Ruri

11 2018 016

Pembimbing:

dr. Dini Adriani, Sp.S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf RS Bhakti Yuda - Depok


Periode 26 Januari 2018 – 02 Maret 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA DEPOK
Nama : Nur Tasya Ruri Tanda Tangan
NIM : 11.2018.016 ........................................
Tanda Tangan
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Dini Adriani, Sp.S ………………………….

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan :-

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kp. Plered RT03/12 No 59 Depok

Diperiksa diruang : Ruang Poli

Tanggal masuk : 01 Februari 2019


SUBJEKTIF
Anamnesis :
1. Keluhan Utama :
Nyeri betis kanan sejak 3 tahun

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri satu sisi pada betis sebelah kanan, nyeri dirasa sudah
kurang lebih sejak 3 tahun, nyeri dirasa seperti tertarik dan cenat-cenut, pasien juga merasakan
panas pada betisnya, pasien tidak tau berapa lama serangan nyeri terasa, nyeri dirasakan hilang
timbul dirasa ketika bekerja dan membaik ketika istirahat tetapi nyeri dirasa semakin memberat
sejak 1 tahun belakangan ini. nyeri dapat timbul kapan saja ketika sedang kerja maupun ketika
sedang istirahat. Nyeri hanya terasa pada betis kanan tidak terasa pada bagian lainnya.
Pasien tidak merasakan adanya baal dan kesemutan pada ekstermitas bawah. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma dengan jatuh terduduk. Pasien mengatakan bahwa sekarang kalau
berjalan kakinya harus sedikit diseret yang sebelah kanan. Pasien mengatakan bahwa pekerjaan
sehari-harinya adalah berjualan minyak terkadang pasien mengangkat dengan kedua tangannya
20 kg minyak pada tangan kiri dan 20 kg minyak pada tangan kanan . BAB dan BAK normal,
demam, batuk, pilek mual dan muntah tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Keluarga:


Os mengatakan tidak memiliki riwayat keluarga dengan keluhan yang sama seperti yang
dialami pasien. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
alergi, dan keganasan

4. Riwayat Penyakit Dahulu :


pasien sebelumnya berobat di klinik Atama karena keluhan nyeri pinggang, nyeri dirasakan
seperti tertarik dan cenut-cenut dan disaranka oleh dokter untuk melakukan foto rontgen tulang
belakang dokter mengatakan bahwa tulang belakang pasien bengkok. Pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi dan tidak memiliki riwayat kencing manis, stroke, dan penyakit jantung
5. Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi:
 Status ekonomi pasien menengah kebawah baik.
 Pasien mengatakan jarang berolahraga

1. Status Presens
 Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4M6V5=15
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 36,7°c
 Pernapasan : 20 x/menit
 Berat badan : 44,5 kg
 Kepala : Normocephal, simetris
 Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Jantung : tidak diperiksa
 Paru : tidak diperiksa
 Perut : tidak diperiksa
 Alat kelamin : Tidak diperiksa

2. Status Psikikus
 Cara berpikir : Sesuai usia
 Perasaan hati : Normotim
 Tingkah laku : Wajar, pasien sadar
 Ingatan : Amnesia (–)
 Kecerdasan : Baik

3. Status Neurologikus
 Kepala
1. Bentuk : Normocephali
2. Nyeri tekan : tidak ada
3. Simetris : kanan sama dengan kiri
4. Pergerakan : Normal, tidak terbatas
 Leher
1. Sikap : Simetris
2. Pergerakan : normal
3. Kaku kuduk : tidak diperiksa

 Urat Syaraf Kepala


Kanan Kiri

N I. (Olfaktorius)

Subjektif Normosmia Normosmia

Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N II. (Optikus)

Tajam pengelihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapangan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III. (Okulomotorius)

Celah mata Ptosis (-) Ptosis (-)

Pergerakan bola mata Baik Baik

Strabismus - -

Nistagmus - -

Eksoftalmus - -

Pupil

Besar pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Isokor Isokor


Reflex terhadap sinar (+) (+)

Reflex konversi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflex konsensual Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diplopia (-) (-)

N IV. (Troklearis)

Pergerakan mata (+) (+)

( kebawah-dalam )

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia (-) (-)

N V. (Trigeminus)

Membuka mulut Normal Normal

Mengunyah Normal Normal

Menggigit Normal Normal

Reflex kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N VI. (Abduscens)

Pergerakan mata ke lateral Baik Baik

Sikap bulbus Ditengah Ditengah

Diplopia (-) (-)

N VII. (Fascialis)

Mengerutkan dahi + +

Menutup mata + (bisa menahan) + (bisa menahan)


Memperlihatkan gigi Simetris Simetris

Menggembungkan pipi Simetris Simetris

Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan


depan

NVIII. (Vestibulokoklear)

Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N IX. (Glossofaringeus)

Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan


belakang

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N X. (Vagus)

Arcus pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Bicara (+) (+)

Menelan Normal Normal

Nadi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N XI. (Asesorius)

Mengangkat bahu Normal Normal

Memalingkan kepala Normal Normal

N XII. (Hypoglossus)

Pergerakan lidah Normal Normal


Tremor lidah (-) (-)

Artikulasi Normal Normal

 Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
a. Motorik
 Respirasi : Thorakalabdominal
 Duduk : pasien dapat duduk
 Bentuk Kolumna Vertebralis : normal
 Pergerakan Kolumna Vertebralis : Tidak dilakukan

b. Sensibilitas
Kanan Kiri

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri + +

Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Refleks
Refleks kulit perut atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan


2. Anggota gerak atas
(a) Motorik
Kanan Kiri

Pergerakan Baik Baik

Kekuatan 5555 5555

Tonus Normotonus Normotonus

Atrofi - -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lokalisasi Tidak dilakukan Tiak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri

Biceps ++ ++

Triceps ++ ++

Radius Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ulna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hoffman-Trommer - -

3. Anggota gerak bawah


(a) motorik
Kanan Kiri

Pergerakan + +

Kekuatan 5555 5555

Tonus Normotonus Normotonus

Atrofi + -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri + -

Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri

Patella ++ ++

Achilles + +

Babinski - -

Chaddock Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Schaefer Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Oppenheim Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gordon Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Tes pergerakan ekstremitas bawah
Kanan Kiri

Laseque >700 >700

Kerniq >1350 >1350

Patrick - -

Kontrapatrick - -

RINGKASAN
Subjektif
Seorang pasien perempuan usia 63 tahun datang ke Poli Saraf dengan keluhan nyeri pada
betis kanan sejak 3 tahun dan memberat 1 tahun terakhir. Nyeri pada betis dirasakan hilang timbul.
Nyeri seperti ditarik dan cenut-cenut pasien juga merasa panas pada betis kananya. Nyeri dirasakan
sudah mengganggu aktivitas. Nyeri pada betis kanan dirasakan tidak berkurang walaupun saat
berbaring dan istirahat. Pasien mengatakan nyeri pada betisnya yang hebat ini adalah yang
pertama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis GCS 15 E4M6V5, TD= 110/80
mmHg, Suhu= 36,7oC, Nadi= 80x/menit, Nafas= 20x/menit. Nervus kranialis semua dalam batas
normal. Pada refleks fisiologis didapatkan biceps ++/++, triceps ++/++ ,KPR ++/++ APR
+/+refleks patologis tidak ditemukan kelainan.. Pergerakan motorik ekstremitas atas dan bawah
dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang :
1. X foto lumbosacral AP/Lat

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Nyeri radikuler, hiporefleks achilles kanan dan kiri, lasegue >70/>70,
Kernig >135/>135, atrofi tibialis anterior dan m. gastrocnemius.
Diagnosis Topik : Radiks saraf lumbosakral
Diagnosa Etiologik : Herniasi Diskus
Diagnosis Patologi : Kompresi radiks

RENCANA PENGELOLAAN
 Masalah : Nyeri satu sisi pada betis kanan
 Assessment : LBP ec HNP Lumbosacral dengan sindrom kauda equina

PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
 Tirah baring pada dasar rata
 Pro Fisioterapi
 Latihan Fisik : olahraga berenang

Medikamentosa:
 PCT 300 mg
 Codein 10 mg
 Pregabalin 25mg
 Na Diclofenac 25mg
 Gabapentin 20g
 Omeprazole

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad santionam : dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Tulang belakang (Columna vertebralis) adalah pilar yang kuat, melengkung dan
dapat bergerak yang menopang tengkorak, dinding dada, dan ekstremitas atas,
menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan melindungi medulla spinalis.1
Tulang belakang terdiri dari sejumlah vertebra, yang dihubungkan oleh discus
intervertebralis dan beberapa ligamentum. Setiap vertebra terdiri dari tulang spongiosa
yang terisi dengan sumsum tulang merah dan dilapisi oleh selapis tipis tulang padat.1
Tulang Columna Vertebralis :1
- 7 vertebra cervicales
- 12 vertebra thoracicae
- 5 vertebra lumbales
- Sacrum
- Vertebra coccygeae

Vertebra dan sendi tipikal

Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola yang umum. Vertebra tipikal


menunjukkan:1

Corpus: lempeng tulang yang tebal, agak melengkung di permukaan atas dan bawah arcus
vertebrae, terdiri dari:1

a) Pediculus dibagian depan: bagian tulang yang berjalan ke arah bawah dari corpus,
dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intervetebrale,
b) Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke arah belakang dan
ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan
Gambar 1. Columna vertebralis dilihat dari samping1

c) Foramen vertebrale: lubang besar yang dibatasi oleh corpus di bagian depan,
pediculus di bagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang
d) Foramen intervertebrale: lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang
berdekatan; dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai
e) Processus articularis superior dan inferior: membentuk persendian dengan processus
yang sama pada vertebra di atas dan di bawahnya
f) Processus transversus: bagian tulang yang menonjol ke lateral
g) Spina: penonjolan mengarah ke belakang dan ke bawah
h) Discus intervebralis adalah cakram yang melekat pada permukaan corpus dua
vertebrae yang berdekatan; terdiri dari anulus fibrosus, cincin jaringan
fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang
mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam annulus fibrosus

Ligamentum

Sejumlah ligamentum yang menghubungkan vertebra:1


a) Ligamentum longitudinalis anterior berjalan ke bawah di depan corpus vertebra
b) Ligamentum longitudinalis posterior berjalan ke bawah di belakang corpus vertebra
(yaitu, di dalam canalis vertebralis),
c) Ligamentum-ligamentum pendek yang menghubungkan processus transversus dan
spina dan mengelilingi sendi pada processus articularis

Vertebra cervicalis

Vertebra cervicalis kecil, memilliki corpus yang tipis dan memiliki processus
transversus, dibedakan dengan adanya foramen (yang dilalui oleh arteri vertebralis) dan
ujung dua tuberkel.1

Vertebra thoracica

Berikut ini adalah vertebra tipikal. Selain gambaran umum, mereka mempunyai ciri:1

a) Facies articularis pada bagian samping corpus untuk artikulasi dengan caput costae,
b) Facies articularis pada processus transversus untuk artikulasi dengan tuberculum
costae

Vertebra lumbalis

Vertebra lumbalis merupakan tulang yang massif dengan processus lateralis dan
spinosus yang kuat. Canalis vertebra dibentuk oleh sambungan foramen vertebrale dan oleh
discus intervebralis dan ligamentum yang menghubungkannya. Canalis ini berisi:1

a) Medulla spinalis, yang berjalan ke bawah sampai vertebra lumbalis pertama atau
kedua,
b) Nervus spinalis ketika meninggalkan dan memasuki medulla spinalis,
c) Pembuluh darah,
d) Meningen (menutupi medulla spinalis).

Sacrum dibentuk oleh lima vertebra yang berfusi menjadi satu. Tulang ini berbentuk
baji yang melengkung, dengan ciri:1

a) Permukaan konkaf yang licin di bagian posterior yang membentuk bagian belakang
rongga panggul,
b) Permukaan konveks yang kasar di bagian posterior yang merupakan tempat
perlekatan ligamnetum dan sebagian musculus erector spinae dan musculus gluteus
maximus,
c) Facies pada tiap sisi untuk artikulasi dengan os ilium,
d) Facies articularis kecil di bagian bawah untuk artikulasi dengna os coccygeus,
e) Empat foramen sacralis anterior dan empat posterior yang dilalui oelh cabang anterior
dan posterior nervus sacralis.

Os coccygeus

Tulang kecil berbentuk segitiga, dibentuk dari empat os coccygeus yang bergabung
menjadi satu. Tulang ini berartikulasi dengan sacrum dan membentuk sebagian dinding
posterior pelvis.1 Commented [V1]: Sugiarto B. Fisiologi & anatomi modern
untuk perawat. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2003.h. 30-37

Sistem Somatosensorik

Impuls somatosensorik dari perifer dihantarkan di sepanjang serabut saraf aferen


ke badan sel neuron, yang terletak di ganglion radiks dorsalis (ganglia spinalis). Impuls
kemudian dihantarkan menuju system saraf pusat, tnapa melewati sinaps perantara, di
sepanjang penonjolan sentra (akson) pada neuron yang sama. Akson ini membuat kontak
sinaptik dengan neuron kedua di medulla spinalis atau batang otak, yang aksonnya berjalan
kea rah sentral, dan menyebrangi garis tengah menuju sisi yang berlainan pada level
tertentu di sepanjang perjalanannya. Neuron ketiga terdapat di thalamus sehingga disebut
“gerbang kesadaran”; neuron ini berproyeksi ke berbagai area kortikal yang penting adalah
korteks somatosensorik yang terletak di girus post-sentralis di lobus parietal.2

Gambar 2. Posisi Serabut Berbagai Modalitas Somatosensorik Medulla Spinalis2


Komponen Sentral Sistem Somatosensorik

Traktus spinoserebelaris posterior

Serabut Ia yang cepat menghantar impuls dari spindle otot dan organ tendon terbagi
menjadi banyak kolateral setelah memasuki medulla spinalis. Beberapa serabut kolateral
ini langsung membuat kontak sinaps dengan neuron motrik α yang besar di kornu anterius
medulla xspinalis (lengkung reflex monosinaptik). Serabut kolateral lain yang muncul
setingkat vertebra torakal dan sakral berakhir di nucleus berbentuk tabung yang terdapat di
dasar kornu posterius setinggi vertebra C8-L2, yang dikenal dengan berbagai macam
seperti; kolumna sel intermediolateralis, nucleus torasika, kolumna Clarke, dan nucleus
Stilling. Neuron pasca sinaps kedua dengan badan sel yang terletak di nucleus ini
merupakan asal traktus spinoserebelaris posterior, yang serabutnya merupakan penghantar
impuls tercepat di seluruh tubuh. Traktus spinoserebelaris posterior berjalan ke atas di
dalam medulla spinalis sisi ipsilateral di bagian posterior funikulus lateralis dan kemudian
berjalan melalui pedunkel serebelaris inferior ke vermis serebelum. Serebut aferen yang
muncul setingkat vertebra servikalis (yaitu di atas level kolumna sel intermediolateralis)
berjalan di dalam fasikulus kuneatus untuk membuat sinaps dengan neuron kedua yang
sesuai di nucleus kuneatus asesorius medullae dan serabut yang keluar berjalan naik ke
serebelum.2

Traktus spinoserebelaris anterior

Serabut aferen Ia lainnya yang memasuki medulla spinalis membentuk sinaps


dengan neuron funikularis di kornu posterior dan di bagian sentral substansia grisea
medulla spinalis. Neuron kedua traktur ini, yang ditemukan setingkat segmen vertebra
lumbalis bawah, merupakan sel asal traktus spinoserebralis anterior, yang berjalan naik di
dalam medulla spinalis baik di sisi ipsilateral maupun kontralateraldan berakhir di
serebelum. Kebalikan dengan traktus spinoserebalis posterior, traktus spinoserebelaris
anterior menyilang di dasar ventrikel keempat ke otak tengah dan kemudian berbelok ke
arah posterior untuk mencapai vermis serebelum melalui pedunkal serebelum superior dan
velum medularis superior. Serebelum menerima input propioseptif aferen dari semua
region tubuh; akibatnya, output eferen polisinaptiknya memengaruhi tonus otot dan aksi
koordinasi otot-otot agonis dan antagonis (otot sinergistik) yang berperan pada saat berdiri,
berjalan, dan semua gerakan lain. Dengan demikian, selain sirkuit regulasi yang lebih
rendah di medulla spinalis itu sendiri, yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, sirkuit
fungsional yang lebih tinggi untuk regulasi gerakan ini juga meliabatkan jaras lain, jaras
non piramidal dan neuron motorik α dan ƴ. Semu a proses tersebut terjadi tanpa disadari.2

Kolumna Posterior

Impuls berasal dari reseptor di otot, tendon, fasia, kapsul sendi, dan jaringan ikat
(korpuskel Vater-Pacini dan korpuskel Golgi-Mazzoni), serta reseptor kulit. Serabut aferen
yang menghantarkannya adalah prosesus neuron pseudounipolar bagian distal ganglion
spinale. Prosesus bagian sentral sel ini kemudian berjalan naik di dalam medulla spinalis
dan berakhir di nuclei kolumna posterior di medulla yang lebih rendah.2
Gambar 3. Traktus Sensorik Serabut Utama Medula Spinalis2

Traktus spinotalamikus anterior

Impuls yang timbul di reseptor kuteneus (ujung saraf peritrikial, korpuskel taktil)
dan dihantarkan di sepanjang serabut saraf perifer bermielin cukup-tebal ke sel-sel
pseudounipolar radiks ganglion dorsalis, dan dari sini masuk ke medulla spinalis melalui
radiks posterior. Di dalam medulla spinalis, prosesus sentralis sel radiks ganglion dorsalis
berjalan ke atas di kolumna posterior sekitar 2-15 segmen, sedangkan kolateralnya berjalan
1 atau 2 segmen ke bawah, membbentuk kotak sinaptik dengan sel-sel pada berbagai
tingkat segmental di substansi grisea kornu posterior. Sel-sel tersebut (neuron kedua)
kemudian membentuk traktus spinotalamikus anterior, yang serabut-serabutnya menyilang
di kommisura spinalis anterior, berjalan naik di dalam funikulus anterolateral kontralateral,
dan berakhir di nucleus ventro posterolateral talami, bersama dengan serabut-serabut
traktus spinotalamikus lateral dan lemnikus medialis. Neuron ketiga di nucleus thalamus
ini kemudian memproyeksikan aksonnya ke girus post-sen-tralis di traktus
talamokortikal.2

Traktus spinotalamikus lateralis

Ujung saraf bebas di kulit merupakan reseptor perifer untuk stimulus nyeri dan
suhu. Ujung-ujung saraf tersebut terbentuk dari akhiran kelompok serabut A yang tipis dan
serabut C yang hampir tidak bermielin, yang membentuk prosesus perifer neuron
pseudounipolar di ganglion spinalis. Prosesus sentral melewati bagian lateral radiks
posterior di dalam medulla spinalis dan kemudian terbagi secara longitudinal menjadi
kontralateral yang pendek dan berakhir di dalam satu atau dua segmen substansia
gelatinosa, membuat kontak sinaptik dengan neuron funikularis (neuron kedua) yang
prosesusnya membentuk traktus spinotalamikus lateral. Prosesus ini menyilang garis
tengah di komisura spinalis anterior sebelum berjalan naik di funikulus lateralis
kontralateral menuju thalamus. Seperti kolumna posterior, traktus spinotalamikus lateralis
tersusun secara somatotropik; namun, pada traktus ini serabut dari ekstremitas bawah
terletak di sebelah lateral sedangkan serabut yang berasal dari tubuh dan ekstremitas atas
terletak lebih medial.2

Serabut yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu terletak sangat berdekatan satu
dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan secara anatomis. lesi pada traktus
spinotalamikus lateralis merusak kedua modalitas sensorik tersebut, meskipun tidak selalu
derajat yang sama.2

Sistem Motorik
Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus pre-sentralis
lobus frontal (korteks motorik primer, area 4 Broadmann) dan area kortikal di sekitarnya
(neuron motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam jaras berserabut panjang
(terutama traktus kortikospinalis/ traktus piramidalis), melewati batang otak dan turun ke
medula spinalis di kornu anterior membentuk kontak sinaptik dengan neuron motorik
kedua- biasanya melewati satu atau beberapa interneuron perantara.2

Gambar 4. Traktus Kortikospinalis2

Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-
sama membentuk traktus piramidalis, jalur tercepat dan tersingkat antara area motorik
primer dan motor neuron di kornu anterior. Selain itu, area kortikal lainnya (terutama
korteks premotorik area 6) dan nuklei subkortikalis (terutama ganglia basalis)
berpartisipasi dalam pengendalian gerakan tingkat neuron. Area-area tersebut membentuk
lengkung umpan balik yang kompleks satu dengan lainnya serta dengan korteks motorik
primer dan serebelum; struktur ini memengaruhi sel-sel di kornu anterior medul spinalis
melalui beberapa jaras yang berbeda di medula spinalis. Fungsinya terutama untuk
memodulasi gerakan dan untuk mengatur tonus otot.2
Impuls yang terbentuk di neuron motorik saraf kranial dan kornu anterior medula
spinalis berjalan melewati radiks anterior, pleksus saraf (di regio servikal dan
lumbosakral), serta saraf perifer dallak perjalanannya ke otot-otot rangka. Impuls
dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor end plate taut neuromuskular.2

Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis biasanya
menimbulkkan paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik kedua di kornu anterior,
radiks anterior, saraf perifer, atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flaksid.
Defisit motorik akibat lesi pada sistem saraf jarang terlihat sebagai gejala tunggal; biasanya
disertai oleh berbagai defisit sensorik, otonom, kognitif, dan/ atau defisitneuropsikologis,
tergantung pada lokasi dan sifatvlesi penyebabnya.2

Traktus kortikospinalis/traktus piramidalis

Traktus ini berasal dari kortek motorik dan berjalan melalui substansia alba serebri
(korona radiata), kornu posterius kapsula interna (serabut terletak sangat berdekatan di
sini), bagian sentral pedunkulus serebri (krus serebri), pons, medulla oblongata (bagian
anterior), tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid. Piramid
medulla (terdapat satu pada masing-masing sisi) menjadi asal penamaan traktus tersebut.
Pada bagian bawah medulla, 80-85% serabut piramidal menyilang ke sisi lain sehingga
dinamakan dekusasio piramidum. Serabut yang tidak menyilang di sini berjalan menuruni
medulla spinalis di funikulus anterior ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis anterior;
serabut ini menyilang lebih ke bawah (biasanya setingkat segmen yang dipersarafi) melalui
komisura anterior medulla spinalis. Pada tingkat servikal dan torakal, kemungkinan juga
terdapat beberapa serabut saraf yang tetap tidak menyilang dan mempersarafi neuron
motorik ipsilateral di kornu anterior, sehingga otot-otot leher dan badan mendapatkan
persarafan kortikal bilateral.2

Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio piramidum,


kemudian menuruni medulla spinalis di funikulus lateralis kontralateral sebagai traktus
kortikospinalis lateralis. Traktus ini mengecil di area potong-lintangnya ketika berjalan ke
bagian bawah medula spinalis, karena beberapa serabutnya berakhir di masing-masing
segmen sepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus piramidalis
berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudian menghantar impuls
motorik ke neuron motor α yang besar di kornu anterius, serta motor neuron yang lebih
kecil.2 Commented [V2]: Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik
neurologis Duus: anatomi, fisiologi, tanda, gejala ed 4.
Jakarta: EGC; 2014.h.12-46
Tabel jenis-jenis Sindroma Medula Spinalis.3

Sindroma Kausa Utama Gejala dan Tanda Klinis


Hemicord (Brown Trauma tembus,  Paresis UMN ipsilateral di bawah lesi dan
Sequard syndrome) kompresi ekstrinsik LMN setinggi lesi dan LMN setinggi lesi.
 Gangguan eksteroseptif (nyeri dan suhu)
kontralateral
 Gangguan proprioseptif (raba dan tekan)
ipsilateral
Sindroma Spinalis Cedera yang  Paresis LMN setinggi lesi, UMN dibawah lesi
Anterior menyebabkan HNP  Dapat disertai disosiasi sensibilitas
pada T4-6  Gangguan eksteroseptif, proprioseptif normal
 Disfungsi sfingter
Sindroma Spinalis Hematomielia,  Paresis lengan > tungkai
Sentral Servical traua spinal (fleksi-  Gangguan sensorik bervariasi
ekstensi) (disetesia/hiperestesia) di ujung distal lengan
 Disosiasi sensibilitas
 Disfungsi miksi, defekasi, dan seksual
Sindroma Spinalis Trauma, infark  Paresis ringan
Posterior arteri spinalis  Gangguan eksteroseptif (nyeri/parestesia) pada
posterior punggung, leher, dan bokong
 Gangguan proprioseprif bilateral
Sindroma konus Trauma lower  Gangguan motoric ringan, simetris, tidak ada
medularis sacral cord atrofi
 Gangguan sensorik saddle anesthesia, muncul
lebih awal, bilateral, ada disosiasi sensibilitas
 Nyeri jarang, relative ringan, simetris, bilateral
pada daerah perineum dan paha
 Reflex Achilles (-), reflex patella (+)
 Disfungsi sfingter terjadi dini dan berat
 Reflex bulbocavernosus dan anal (-)
 Gangguan ereksi dan ejakulasi

Sindroma Cauda Cedera akar saraf  Gangguan motoric sedang sampai berat,
Equina lumbosacral asimetris, dan atrofi (+)
 Gangguan sensibilitas saddle anesthesia,
asimetris, timbul lebih lambat, disosiasi
sensibilitas (-)
 Nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radicular,
asimetris
 Gangguan reflex bervariasi
 Gangguan sfingter timbul lambat, jarang berat,
reflex jarang terganggu, disfungsi seksual
jarang

Definisi
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung
bawah, di Antara sudut iga paling bawah dan sacrum. Nyeri punggung bawah (NPB)
merupakan jenis nyeri yang sering jumpai. Prevalensi NPB di Amerika Serikat
diperkirakan Antara 15-20% (Chou et al. 2007), di Indonesia prevalensi NPB sebesar
18% (Meliala dan Pinzon, 2005). Penyebab NPB sebagian besar (sekitar 85%) adalah
nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa cedera otot, ligament, spasme
atau keletihan otot. Penyebab yang serius (red flag) termasuk, antara lain, fraktur
vertebra, infeksi, tumor.4
Penyebab NPB sebagian besar (sekitar 85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan
pada jaringan lunak, berupa cedera otot, ligament, spasme atau keletihan otot. Penyebab
yang serius (red flags) termasuk Antara lain, fraktur vertebra, infeksi, tumor.4
Distribusi nyerinya bias local, radicular, atau nyeri rujuk (referred pain) NPB bias
akut (<4 minggu), subakut (4-13 minggu) dan kronik (>12 minggu).4
Sekitar 90% NPB akut adalah benigna, sembuh spontan dalam 4-6 minggu tetapi
cenderung berulang. NPB dengan sindrom radicular sembuh spontan dalam 2 minggu,
sebagian kecil dalam 6-12 minggu, dan yang membutuhkan tindakan bedah hanya 1-2%.4 Commented [V3]: Suryamiharja A, Purwata TE &
Suharjanti I. Nyeri Neuropatik di Daerah Punggung Bawah
(Low Back Pain). Dalam Suryamiharja A, Purwata TE,
Suharjanti I, Yudivanta editor. Konsensus Nasional 1
Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Jakarta:
Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Etiologi Indonesia (PERDOSSI); 2011. h.29-33
Salah satu misteri besar dari nyeri pinggang bawah (NBP) adalah etiologinya.
Studi epidemiologi, anatomi, biomekanik, dan patologi, hingga etiologic NBP
menjelaskan hubungan yang jelas antara faktor risiko atau jaringan yang mengalami
cedera dengan simptom yang muncul.5
Banyak klasifikasi nyeri punggung bawah yang ditemukan dalam literatur, tetapi
ada yang benar-benar memuaskan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Ada yang berdasarkan struktur anatomis (nyeri punggung bawah primer,
sekunder, referral, dan psikomatik), ada yang berdasarkan sumber nyeri (viserogenik,
neurogenic, vaskulogenik, spondilogenik, dan psikogenik). Sangat beragamnya
klasifikasi ini antara lain karena banyaknya penyakit atau kelainan yang menyebabkan
nyeri punggung bawah.5
Sidharta (2008) telah membuat kerangka untuk dapat menelusuri beberapa jenis
nyeri pinggang bawah yang tersusun secara sistemati.5
1. Nyeri punggung bawah traumatik, yang dapat dibagi dalam:5
a. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada unsur miofasial, dan
b. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada komponen keras susunan neuro-
muskuloskeletal
2. Nyeri punggung bawah akibat proses degeneratif, yang mencakup:5
a. Spondilosis
b. Hernia Nukleus Pulposus
c. Stenosis spinalis
d. Osteoatritis
3. Nyeri punggung bawah akibat penyakit inflamasi, yaitu:5
Artritis rheumatoid

a. Spondilitis angkilopoetika
4. Nyeri punggung bawah akibat gangguan metabolisme (Nyeri punggung bawah
osteoporotik)5
5. Nyeri punggung bawah akibat neoplasma5
6. Nyeri punggung bawah akibat kelainan kongenital5
7. Nyeri punggung bawah sebagai nyeri alih5
8. Nyeri punggung bawah akibat gangguan sirkulatorik5
9. Nyeri punggung bawah psikoneurotik5 Commented [V4]: 4. Trianggoro B (ed). Nyeri punggung
bawah. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2013.h.22-27, 65-68
Patomekanisme Nyeri Punggung Bawah

NPB Mekanik
NPB Mekanik merupakan keluhan yang disebabkan proses mekanik atau yang
melibatkan struktur-struktur anatomi punggung bawah, antara lain peregangan
(strain) daerah lumbal, herniasi nukleus pulposus (HNP), spondilosis , spondilostesis,
stenosis kanalis spinal, dan fraktur. Ciri khas dari NPB mekanik ini berupa nyeri yang
muncul saat melakukan gerakan atau aktifitas yang melibatkan punggung bawah, dan
nyeri akan berkurang saat istirahat atau tidak melakukan gerakan punggung bawah.5
a. Herniasi atau Prolapsus Diskus Intervertebralis (HNP= Herniasi Nucleus
Pulposus) Topis tersering pada penderita HNP adalah di segmen lumbal 4 dan 5
(L4-5), dengan keluhan yang dirasakan berupa: nyeri radikuler di daerah
punggung bawah, bagian lateral paha dan tungkai atas, serta dijumpai kelemahan
saat dorsofleksi pada daerah kaki dan tumit. Kompresi pada radiks Sakral 1 (S1)
akibat HNP L5-S1 ditandai dengan keluhan nyeri radikuler di posterior paha,
lateral betis dan kaki, serta bias terdapat kelemahan gerakan eversi dan fleksi
kaki.5
b. Stenosis kanalis spinal
Kompresi medulla spinalis terdapat pada penderita stenosis kanalis spina
yang secara klinis ditunjukkan dengan: nyeri punggung yang terasa berjalan dan
hiperekstensi punggung, nyeri lebih terasa saat berjalan menanjak dibandingkan
menurun, terkadang dijumpai pseudoklaudikasio atau nyeri tungkai bilateral saat
berdiri lama maupun berjalan5
c. Spondilostesis
Pada beberapa keadaan dijumpai struktur vertebra (khususnya daerah
lumbal) mengalami perubahan posisi, dimana ada 1 atau lebih segmen vertebra
yang berada lebih maju dari yang lain. Keadaan ini disebut dengan spondilolitesis
dan menyababkan defek pars interartikularis. Keluhan NPB dirasakan memberat
saat aktifitas dan ekstensi vertebra, serta berkurang dalam posisi fleksi.5
d. Fraktur
Kejadian fraktur kompresi sering dijumpai pada penderita lansia lebih dari
70 tahun, dengan riwayat osteoporosis sebelumnya. Penggunaan preparat
kortikosteroid jangka lama juga merupakan faktor risiko terjadinya fraktur ini.
Biasanya tak ada riwayat trauma mekanik sebelumnya.5
- NPB Non Mekanik
Penyebab NPB non mekanik antara lain: keganasan, infeksi, dan arthritis, dimana
penderita mengeluhkan nyeri yang terasa bertambah saat istirahat atau tidak sedang
melakukan aktifitas, dan berkurang saat melakukan aktifitas.5
a. Ankylosing Spondylitis
Merupakan suatu keadaan yang merupakan akibat dari proses artropati
inflamatori, dapat mengenai vertebra dan pelvis. Keluhan penderita berupa:
kekakuan yang muncul pagi hari namun membaik saat aktifitas, onset bisa
dimulai pada usia kurang dari 40 tahun, lingkup gerak sendi (LGS) lumbal dan
artikulasi sakroiliaka terbatas. Untuk menilai LGS ini bisa diperiksa dengan tes
Schober.5
b. Keganasan
Keganasan yang menyebabkan keluhan LBP berkisar 1% dari kasus-kasus
LBP yang ada. Biasanya focus primer berasal dari: paru, mamae, prostat, atau bisa
pula dilatarbelakangi oleh myeloma multiple. Pada kecurigaan suatu kasus
keganasan, perlu ditanyakan riwayat keganasan baik dirinya maupun dari
keluarga. Nyeri yang ada bertambah berat terutama saat malam hari.5
c. Infeksi
NPB sering juga dijumpai pada kasus-kasus dengan latar belakang infeksi,
seperti: osteomielitis, septic discitis, abses paraspinal atau epidural, termasuk
akibat infeksi jamur atau tuberkulosa. Sama halnya dengan kasus infeksi yang
lain, penderita memiliki riwayat keluhan febris dan nyeri tajam fokal di daerah
lumbal.5 Commented [V5]: Trianggoro B (ed). Nyeri punggung
bawah. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2013.h.22-27, 65-68

Epidemiologi

Umumnya mulai dirasakan pada usia 25 tahun dan meningkat pada usia 50 tahun (Yunus
M, 2008). Penelitian dari kelompok studi nyeri Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI)
menemukan bahwa jumlah penderita LBP sebanyak 35,86 persen dari total kunjungan pasien nyeri
(PERDOSSI, 2007). Enam puluh lima koma lima persen dari penderita LBP adalah wanita, dan
persentase penderita tertinggi pada rentang umur 41 hingga 60 tahun.6

Hernia Nukleus Pulposus

Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur


annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis
spinalis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis, Ruptur
Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.7

Epidemiologi

Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia
30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan
tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada pasien dengan herniasi diskus lumbalis,
memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan
pasien HNP L4-L5. HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang
penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP di Amerika Serikat
adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri
punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di
Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada
usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-
hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari
pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut.7

Patomekanisme

Proses Degenaratif Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago


yang berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna 7 vertebralis dan
juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut).
Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu
terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan
radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian kolumna
vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobilee ke yang kurang
mobile (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak). Proses Traumatik Dimulainya
degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral, yang dapat menyebabkan
degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral
fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika
tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada
herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda
dengan cara yang salah dan jatuh. Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade
berdasarkan keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang
sesungguhnya, yaitu:7
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan
annulus fibrosus.7
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus
fibrosus.7
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah
ligamentum, longitudinalis posterior.7
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis Commented [ntrt6]:

posterior.7 Commented [ntrt7]: BAHAN AJAR IV. Hernia Nucleus


Pulposus. Fak Kedokteran UNHAS;2016 hal 3-7
Gambar 3. Grading dari hernia nucleus pulposus7

Tabel faktor resiko LBP5

Faktor Demografi Faktor Kesehatan


Usia Indeks masa tubuh (IMT)
Gender / jenis kelamin Merokok
Status sosial ekonomi dan pendidikan Status kesehatan umum
Faktor Pekerjaan Faktor Psikologi
Aktivitas fisik seperti membungkuk, Depresi
mengangkat atau memutar Faktor Anatomi Spinal
Pekerjaan yang monoton Variasi anatomi
Ketidak puasan terhadap pekerjaan Abnormalitas pada imaging
Prosedur Diagnosis Commented [V8]: Trianggoro B (ed). Nyeri punggung
bawah. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2013.h.22-27, 65-68
Anamnesis
System klasifikasi yang simple dan praktis pada NPB dapat dibagi menjadi 3
kategori; kondisi patologi spinal yang spesifik, nyeri pinggang bawah non spsifik, dan
nyeri radikuler atau stenosis spinal. Prioritas pertama dalam melakukan triage diagnosis
selama menggali anamnesis dari pasien adalah melakukan identifikasi terhadap kondisi :
“red flags” dan adanya kemungkinan potensi “yellow flags”. Red flags adalah gejala dan
tanda yang dapat meningkatka kecurigaan kita terhadap kemungkinan adanya suatu
kondisi patologis spinal yang serius, sedangkan yellow flags adalah factor yang
meningkatkan risiko untuk berkembangnya kondisi nyeri kronik dan disabilitas jangka
panjang.5

Tabel 1. Bendera Merah Nyeri Punggung Bawah5

Red Flags
Age History Symtoms Finding
Presentation Violent trauma Constant, progressive, Persisting severe
under 20 years non-mechanical pain restriction of lumbal
flexion
Onset over 55 Past history of Neurological Neurological signs
years cancer symptoms
Systemic steroid Systemically unwell Structural deformity
use Weight loss
Drug abuse Thoracic pain
HIV

Dugaan klinis selanjutnya dapat dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan


lanjutan, namun sesungguhnya pada poin ini tujuan utamanya adalah melakukan proses
skrining. Langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi terhadap pasien yang
kemungkinan mengalami nyeri radikuler. Distribusi dan pola nyeri yang digambarkan oleh
pasien seharusnya dapat membantu dugaan klinis yang kemudian bila dikonfirmasi dengan
melakukan pemeriksaan fisik dapat menjadi dasar untuk melakukan pemeriksaan yang
lebih lanjut.5

Tabel 2. Bendera kuning Nyeri Punggung Bawah5

Faktor Kejadian (occurrence) Kronisitas


Individu Usia, kesehatan fisik, Obesitas, tingkat pendidikan
kekuatan otot punggung dan rendah, nyeri dan disabilitas
abdomen, merokok berat

Psikososial Stres, ansietas, suasana Distres, suasana perasaan


perasaan/emosi, fungsi depresif, somatisasi
kognitif, tingkah laku
terhadap nyeri
Okupasional Melakukan pekerjaan secara Ketidakpuasan hati terhadap
manual, membungkuk dan pekerjaan, ketidaksediaan
memutar badan, getaran pekerjaan yang ringan
seluruh badan, ketidakpuasan sewaktu kembali ke tempat
hati terhadap pekerjaan, tugas kerja, pekerjaan mengangkat
monoton, dukungan sosial dan beban sebanyak ¾ hari
hubungan pekerjaan, kontrol

Kondisi red flags secara sendiri-sendiri tidak memberikan makna yang signifikan
terhadap kemungkinan patologis yang serius, namun adanya red flags multiple akan
meningkatkan kecurigaan klinis dan menjadi indikasi untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan. Meskipun insiden red flags belum pernah di evaluasi secara komprehensif namun
insiden tumor spinal sangat redah yaitu 0,1% (praktek klinik( dan 0,7% (non akademik) ini
berarti bahwa kemungkinan untuk terjadinya kesalahan diagnosis terhadap suatu kondisi
patologi yang serius sangat rendah bahkan pada kasus yang tidak memiliki kondisi red
flags dengan penilaian klinik yang sangat hati-hati, kondisi patologis spinal yang serius
yang terdeteksi dalam pemeriksaan radiologi hanya 1 kasus dari 2500 pasien.5
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang baik dapat memberikan informasi yang penting tentang


penyebab dan derajat nyeri pinggang. Pemeriksaan yang dilakukan berupa inspeksi,
palpasi, rentang gerak, serta pemeriksaan neurologi yang rinci.5

Rentang gerak (ROM) lumbal normal adalah ekstensi 15o, fleksi 40o, dan rotasi
lateral 40o. Penilaian dilakukan terhadap kekuatan otot, proprioseptif dan sensasi raba tekan
pada setiap dermatom, reflex, tanda Babinski dan klonus.5

Pemeriksaan SLR dan kros SLR biasanya memberikan hasil positif pada
kebanyakan pasien dengan herniasi discus lumbal bawah. Femoral stretch biasanya positif
pada herniasi discus lumbal atas (L2-L3, L3-L4). Dalam pemeriksaan ini pasien berada
pada posisi pronasi dan lutut di ekstensikan perlahan dari posisi ekstensi. Nyeri menjalar
sepanjang bagian anterior dari paha menunjukkan hasil yang positif. Pemeriksaan
pinggang harus disertai dengan pemeriksaan terhadap sendi pinggul dan sendi sacroiliaca,
karena nyeri bias saja merupakan symptom referral dari berbagai kondisi patologi pada
sendi.5

Pemeriksaan Neurologi pada NPB

Pemeriksaan deficit neurologi membutuhkan riwayat adanya kelemahan otot,


gangguan keseimbangan, parastesi, kebas, nyeri radikuler, dan gangguan miksi atau
defekasi. Pemeriksaan neurologi meliputi kekuatan otot, evaluasi, sensasi sensibilitas dan
reflex, dan analisa gait.5

Tabel 3. Pemeriksaan Neurologi yang berhubungan dengan kompresi radiks5

Nerve Root Weakness Altered Sensation Altered Reflexes


L2 Iliopsoas Anterior thigh, groin None
L3 Quadriceps Anterior and lateral Patellar
thigh
L4 Quadriceps ankle Medial ankle and Patellar
dorsoflexion (heel- foot
walking)
L5 Great-toe Dorsum of foot None
dorsiflexion
S1 Ankle plantar flexion Lateral plantar foot Achilles
(toe-walking)
Commented [V9]: Trianggoro B (ed). Nyeri punggung
bawah. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2013.h.22-27, 65-68
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan untuk tujuan
penatalaksanaan lebih lanjut (triage) NPB dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :5

1. NPB non-spesifik.
Pada umumnya terdapat ciri-ciri sebagai berikut :
a. Umur 20-55 tahun.
b. Keadaan umum baik.
c. Nyeri pada daerah paha, bokong, dan lumbosakral.
d. Nyeri mekanik.

2. NPB dikarenakan gangguan neurologis (radikulopati dan stenosis spinalis).


a. Adanya nyeri radikuler/ischialgia.
b. Nyeri menyebar sampai di bawah lutut, tidak hanya paha bagian belakang.
c. Riwayat nyeri/kesemutan yang lama.
d. Tanda Lasegue positif.
e. Riwayat gangguan miksi/defekasi/fungsi seksual.
f. Adanya saddle back anestesia/hipestesia.
g. Adanya kelemahan tungkai dan gangguan gaya jalan.

3. NPB yang disebabkan oleh penyakit spinal yang serius (red flags).
Bendera merah atau red flags adalah gejala pada nyeri punggung yang memberi
indikasi akan adanya kondisi serius. Kelainan patologik spinal yang serius antara lain
keganasan tulang vertebra, radang spinal, dan sindrom kauda equina. Anamnesis yang
perlu diajukan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 55 tahun.
b. Riwayat trauma : kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian.
c. Riwayat adanya karsinoma.
d. Adanya penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
e. Pemakaian obat-obatan imunosupresan/kortikosteroid sistemik.
f. Penyalahgunaan obat/narkoba.
g. Riwayat febris dan radang saluran kemih.

Pemeriksaan Penunjang
1. Neuroimaging
Pemeriksaan pencitraan (imaging) dan penunjang diagnostik yang lain dilakukan
menurut indikasi, tidak perlu dilakukan secara rutin. Seringkali kelainan radiografi
berkorelasi negatif dengan gejala klinik sehingga dapat mengarahkan pada intervensi
yang tidak perlu.5
a. Foto polos
Pemeriksaan foto polos vertebra untuk evaluasi awal disarankan pada
pasien dengan risiko tinggi terjadinya fraktur kompresi seperti riwayat trauma
vertebra, osteoporosis, dan penggunaan steroid.5

b. MRI / CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan gejala defisit neurologis
yang progresif atau dicurigai menderita penyakit spinal yang serius dimana
keterlambatan diagnosis dapat berakibat fatal. MRI lebih unggul daripada CT
scan. Pada pasien dengan LBP persisten dan gejala radikulopati atau stenosis
spinal, pemeriksaan MRI atau CT scan spinal hanya disarankan pada pasien yang
merupakan kandidat untuk tindakan operasi.5

2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laju endap darah (LED), darah tepi lengkap, C reactive protein
(CRP), faktor reumatoid, alkali fosfatase, dan kalsium dilakukan sesuai indikasi.5

Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis
Perlu pertimbangan yang matang antara manfaat dan efek samping obat-obatan LBP
sebelum memulai terapi.5
a. LBP akut
Parasetamol, OAINS selektif (misalnya selekoksib) dan non selektif (misalnya
diklofenak), relaksan otot, opioid (untuk nyeri hebat), injeksi titik picu (steroid +
lidokain) dan epidural untuk nyeri radikuler.5

b. LBP kronik
Pilihan analgesik dan relaksan otot seperti pada LBP akut. Anti konvulsan
(pregabalin, gabapentin, karbamazepin, okskarbamazepin, fenitoin), anti depresan
(amitriptilin, duloksetin, venlafaksin), penghambat reseptor alfa (klonidin,
prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan), dan kortikosteroid. Kombinasi
pregabalin dan selekoksib lebih efektif menurunkan skor nyeri pada LBP
dibandingkan dengan monoterapi pregabalin atau selekoksib.5 Commented [ntrt10]:

2. Terapi non farmakologis5


a. LBP akut
 Terapi latihan
Terapi latihan pada LBP akut manfaatnya tidak begitu besar.
 Manipulasi spinal (khiropraktik)
Pada pasien dengan LBP akut tanpa radikulopati dapat dipertimbangkan
terapi manipulasi spinal yang telah terbukti bermanfaat.
 Tirah baring
Lamanya tergantung kasus. Sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 3 hari
dan diusahakan untuk kembali ke aktivitas normal secepat mungkin
dikarenakan tirah baring yang lama dapat menimbulkan kelemahan otot
dan demineralisasi tulang.
 Korset lumbal
Korset dan penopang lumbal yang lain terbukti tidak mengurangi nyeri
pada pasien LBP akut.
 Kompres hangat
Kompres hangat dapat memberikan manfaat untuk mengurangi sakit pada
LBP akut.
b. LBP kronik
Rehabilitatif
Pada LBP subakut dan kronik, rehabilitasi interdisiplin intensif termasuk terapi
latihan, akupuntur, manipulasi spinal, dan cognitive behavioral therapy (CBT)
dapat memperbaiki status fungsional dan mengurangi nyeri untuk jangka pendek
dan panjang.5
 TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
Manfaat TENS tidak jelas.
 Korset lumbal
Korset lumbal mungkin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya LBP dan
mengurangi nyeri pada LBP kronik.
 Terapi latihan
Pada LBP kronik didapatkan bukti-bukti kuat bahwa terapi latihan
bermanfaat. Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat
tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.
 Akupuntur
Akupuntur bermanfaat untuk LBP.
 Intervensi psikologis
CBT dan progressive relaxation lebih efektif untuk LBP kronik dan
subakut dibandingkan plasebo dan sham therapy.
 Pencegahan nyeri punggung
o Penjelasan pada pasien tentang penyakit yang dideritanya.
o Pemberian brosur-brosur yang berisi aktivitas yang harus dihindari,
dan petunjuk latihan untuk memperkuat otot punggung membantu
pasien untuk mencegah kekambuhannya.

3. Terapi bedah

Terapi bedah memerlukan indikasi yang ketat untuk mencegah terjadinya failed
back syndrome (kegagalan dan kekambuhan setelah operasi). Terapi bedah perlu
dipertimbangkan pada keadaan sebagai berikut :
 Setelah satu bulan dirawat konservatif tidak ada kemajuan.
 Ischialgia berat sehingga pasien tidak mampu menahan nyerinya.
 Ischialgia menetap atau bertambah berat.
 Adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual.
 Adanya bukti klinis terganggunya radiks.
 Ada kelemahan otot tungkai bawah. Commented [V11]: Suryamiharja A, Purwata TE &
Suharjanti I. Nyeri Neuropatik di Daerah Punggung Bawah
(Low Back Pain). Dalam Suryamiharja A, Purwata TE,
Suharjanti I, Yudivanta editor. Konsensus Nasional 1
Prognosis Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Jakarta:
Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Biasanya pasien sembuh rata-rata dalam 7 minggu. Tetapi sering dijumpai episode Indonesia (PERDOSSI); 2011. h.29-33.
berulang. Dan sebanyak 80% pasien mengalami keterbatasan dalam derajat tertentu selama
12 bulan, mungkin hanya 10-15% yang mengalami disabilitas berat. Status pasien setelah
2 bulan terapi merupakan indikator untuk meramalkan status pasien pada bulan ke 12.
Penentuan faktor risiko dapat juga memperkirakan perkembangan perjalanan penyakit low
back pain ke arah kronisitas. 8

Klasifikasi : berdasarkan ASIA/IMSOP

Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis ditegakan pada saat 72 jam sampai 7
hari setelah trauma.3

a. Berdasarkan impairment scale :


Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen
sacral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama
masih punya kekuatan kurang dari 3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama
punya kekuatan lebih dari 3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

ASIA : American spinal injury association/ International medical society of paraplegia


(IMSOP)
b. Berdasarkan tipe dan lokasi trauma :
i. Complete spinal cord injury (grade A)
a. Unilevel
b. Multilevel
ii. Incomplete spinal cord injury (grade B,C,D)
a. Cervico medullary syndrome
b. Central cord syndrome
c. Anterior cord syndrome
d. Posterior cord syndrome
e. Brown sequard syndrome
f. Conus medullary syndrome
iii. Complete cauda equina injury (grade A)
iv. Incomplete cauda equina injury (grade B,C,D)
BAB III
PEMBAHASAN
Ny. datang dengan keluhan nyeri pada betis kanan. Nyeri dirasakan mengganggu aktivitas.
Nyeri yang muncul saat istirahat atau aktifitas, dan nyeri tidak akan berkurang saat istirahat. Hal
ini sesuai dengan teori ciri khas dari nyeri punggung bawah mekanik, nyeri yang muncul saat
melakukan gerakan atau aktifitas yang melibatkan punggung bawah, pasien memiliki kebiasaan
mengangkat beban berat. Pada anamnesis tidak terdapat rasa baal pada selangkangan dan tidak ada
masalah saat buang air kecil dan buang air besar dan inspeksi pada kedua tungkai kanan dan kiri,
terdapat asimetris pada tungkai bawah kanan dan kiri karena adanya atrofi m. tibialis anterior dan
m. gastrocnemius dextra. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya refleks biseps, triseps, dan
KPR tetapi refleks pada APR bagian kanan menurun. Pasien juga didiagnosis dengan Sindrom
equina dikarenakan ciri-ciri yang didapat dari anamnesis yaitu pasien mengeluhkan adanya
gangguan motorik dari sedang sampai berat pada pemeriksaan fisik sesuai dengan sindrom cauda
equina yaitu terdapat terjadi paresis flasid pada ekstremitas bawah.. Ia sesuai dengan diagnosis
topis yaitu radiks saraf L3-L4 dan L5-S1 berdasarkan distribusi nyeri dan perubahan refleks.
Pasien dianjurkan untuk di rawat jalan dikarenakan nyeri yang dirasa pasien hilang timbul
dan pasien masih bias jalan sendiri ataupun duduk ketika serangan tidak ada. Untuk
medikamentosa diberikan PCT, Codein, Pregabalin Na Diclofenak untuk mengurangi rasa nyeri,
Omeprazole agar tidak nyeri pada lambung akibat efek dari obat pereda nyeri tersebut. Untuk
terapi non medika mentosa, pasien dianjurkan untuk menghindari mengankat beban berat dan
melakukan gerakan yang dapat membuat cidera.
Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam dikarenakan LBP tidak menyebabkan kematian.
Prognosis ad functionam pada pasien ini dubia ad malam karena pada kasus ini penderita sudah
terdapat atrofi pada m. tibialis anterior dan m. gastrocnemius dextra, untuk kembali normal sangat
sulit. Prognosis ad sanationam dubia dikarenakan penyembuhan pada pasien tergantung kepada
kepatuhan berobat pasien secara farmakologis dan non farmakologis, tetapi pada pasien ini
terdapat indikasi untuk di operasi. Karena indikasi untuk operasi adalah bila setelah satu bulan
dirawat konservatif tidak ada kemajuan, ischialgia berat sehingga pasien tidak mampu menahan
nyerinya, ischialgia menetap atau bertambah berat, adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual,
adanya bukti klinis terganggunya radiks, ada kelemahan otot tungkai bawah.

Daftar Pustaka
1) Sugiarto B. Fisiologi & anatomi modern untuk perawat. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2003.h.
30-37
2) Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologis Duus: anatomi, fisiologi, tanda, gejala
ed 4. Jakarta: EGC; 2014.h.12-46
3) Soertidewi L, Misbach HJ, Sjahrir H. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis
dan Trauma Spinal. hal. 20-22.
4) Suryamiharja A, Purwata TE & Suharjanti I. Nyeri Neuropatik di Daerah Punggung Bawah
(Low Back Pain). Dalam Suryamiharja A, Purwata TE, Suharjanti I, Yudivanta editor.
Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Jakarta:
Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI); 2011.
h.29-33.
5) Trianggoro B (ed). Nyeri punggung bawah. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2013.h.22-27, 65-68
6) Kaur K. Prevalensi Keluhan Low Back Pain Pada Petani di Wilayah Kerja UPT Kesmas
Payangan Gianyar April 2015. Universitas Udayana; 2015 hal 49-59
7) Bahan Ajar IV. Hernia Nucleus Pulposus. Fak Kedokteran Unhas; 2016 hal. 3-7
8) Yuliana. Low back painvol. 38 no.4. Bandung: RSUP Dr. Hadan Sadikin Bandung; 2011.

Anda mungkin juga menyukai