Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN MINI PROJECT

Faktor-Faktor Penyebab Ibu Hamil Tidak Melahirkan Di Fasilitas


Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sorawolio

Disusun Oleh

dr. Heny Hastuti


dr. Luphyta Nimandana
dr. Resky Anggaraini Putri
dr. Wa Ode Ilfah Rahma Yufitrah

Pembimbing
dr. Hasrida Hamid

PROGRAM INTERNSHIP PERIODE 2018-2019

PUSKESMAS SORAWOLIO

KECAMATAN SORAWOLIO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab tingginya AKI adalah masih rendahnya


pemanfaatan persalinan tenaga kesehatan. Kondisi geografis, persebaran
penduduk, sosial budaya dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan
beberapa faktor penyebab rendahnya pemanfaatan persalinan tenaga kesehatan
oleh masyarat. Sektor kesehatan yang menjadi tantangan terbesar saat ini adalah
menurunkan rasio Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal
(AKN) dengan target Sustainable Development Goals/SDGs, yaitu pada tahun
2030, menurunkan rasio AKI hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran
hidup, dan menurunkan AKN setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup.1
Kematian Ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan
atau dalam periode 42 hari setelah berakhir kehamilan, akibat semua sebab yang
terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebebkan oleh kecelakaan atau cedera.2

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017


mencatat jumlah kasus kematian ibu pada tahun 2013 sebanyak 79 kasus, 2014
sebanyak 65 kasus, 2015 sebanyak 67 kasus, 2016 sebanyak 74 kasus dan tahun
2017 sebanyak 75 kasus. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000
kelahiran mengalami fluktuasi pada tahun 2013 sebanyak 240 kasus, 2014
sebanyak 205 kasus, 2015 sebanyak 131 kasus, 2016 sebanyak 149 kasus dan
tahun 2017 sebanyak 149 kasus. Jumlah kasus kematian bayi dalam kurung
waktu 5 tahun terakhir mengalami penurunan tiap tahun dari tahun 2013
sebanyak 211 kasus hingga tahun 2017 sebanyak 154 kasus. Sedangkan Angka
Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup dari tahun 2013 sebanyak 7
kasus, 2014 sebanyak 5 kasus, 2015 sampai tahun 2017 sebanyak 3 kasus.3

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara


tahun 2017, distribusi angka kematian ibu AKI menurut tenaga penolong

2
persalinan dari 75 kasus kematian ibu bersalin, sebesar 61% ditolong dokter,
27% ditolong bidan dan 12% ditolong dukun. Data yang ada menunjukkan
bahwa jumlah kematian ibu bersalin tertinggi justru terjadi pada ibu hamil yang
proses persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan yaitu bidan dan dokter
dengan jumlah 88% dari total kematian ibu bersalin. Hal ini bila ditelususri lebih
jauh sebenarnya terjadi karena rendahnya kesadaran ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan yang berkompeten
selama proses kehamilannya. Selain itu dalam banyak kasus kematian ibu
bersalin yang ditangani tenaga kesehatan (bidan dan dokter) umumnya baru
meminta pertolongan tenaga kesehatan atau dirujuk ke faskes pada saat dalam
keadaan gawat / kritis sehingga upaya pertolongan apapun yang diberikan
menjadi kurang efektif dan pada akhirnya sering berujung pada kematian ibu dan
bayinya.Ironisnya kasus kematian seperti ini kemudian tercatat sebagai kematian
ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan), hal ini
menimbulkan interpretasi yang keliru bila tidak disertai dengan data yang
akurat.3

Menurut peraturan daerah Kota Baubau nomor 3 Tahun 2016 tentang


Kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita selanjutnya disingkat
KIBBLA adalah pelayanan kesehatan terpadu dengan tujuan menurunkan angka
kematian ibu, angka kematian bayi baru lahir, angka kematian bayi dan
meningkatkan kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita.4

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gabrysch dan Campbell


menghasilkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dalam
pemilihan penolong persalinan. Empat factor tersebut yaitu faktor sosial
(termasuk umur ibu, pendidikan ibu, pendidikan suami dan dukungan suami),
faktor ekonomi (termasuk status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami dan
status ekonomi keluarga), faktor persepsi manfaat (termasuk kunjungan ANC,
paritas, keberadaan bidan desa dan komplikasi), dan faktor askes secara fisik.5

Berdasarkan data Riskesdas mencatat bahwa cakupan persalinan oleh


tenaga kesehatan di daerah perdesaan sebesar 72,5% lebih rendah dibandingkan

3
dengan di perkotaan sebesar 91,4% dan umumnya persalinan di perdesaan
dilakukan di rumah/lainnya sebesar 64,7% lebih tinggi dibandingkan di
fasilitas kesehatan sebesar 35,3%.6

Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat


akan berdampak secara langsung pada kesehatan ibu. Setidaknya ada dua
pilihan tempat bersalin yaitu di rumah ibu atau di fasilitas pelayanan
kesehatan.Tempat yang paling ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan
dengan perlengkapan dan tenaga kesehatan yang siap menolong sewaktu waktu
apabila terjadi komplikasi persalinan atau memerlukan penanganan
kegawatdaruratan. Minimal bersalin di fasilitas kesehatan seperti puskesmas
yang mampu memberikan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) sehingga apabila perlu rujukan dapat segera dilakukan. Sebaliknya
jika melahirkan di rumah dan sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis
darurat maka tidak dapat segera ditangani.7

Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di perdesaan dan


tingginya cakupan persalinan yang dilakukan di rumah maka tujuan penelitian
ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat persalinan
di Kecamatan Sorawolio.

4
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif dan
kualitatif yang bersifat deskriptif analitik, untuk mengetahui secara
langsung faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat bersalin.

B. Populasi dan Sampel


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sorawolio Kota Baubau antara
bulan Desember 2018 – Februari 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu hamil di kecamatan Sorawolio kota Baubau.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yang dipilih dengan
metode simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi sampel yaitu ibu hamil yang bersedia menjadi responden dan mampu
berkomunikasi dengan baik serta bertempat tinggal di Kecamatan Sorawolio
Kota Baubau.

C. Variabel
Variabel univariat dalam penelitian ini yaitu : umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, jumlah paritas, tempat bersalin dan alasan, jarak
rumah ke fasilitas kesehatan, ketersediaan informasi/penyuluhan tentang
persalinan di fasilitas kesehatan, jumlah ANC, dukungan keluarga untuk
bersalin di fasilitas kesehatan. Sedangkan variabel untuk data kualitatif
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Aspek presdisposing yaitu pengetahuan, sikap dan praktek terhadap
layanan persalinan tenaga kesehatan,.
2. aspek enabling yaitu ketersediaan dan keterjangkauan layanan
persalinan tenaga kesehatan.

5
3. Aspek reinforcing yaitu dukungan dan upaya yang dilakukan tokoh
masyarakat dalam meningkatkan pemanfaatan layanan persalinan tenaga
kesehatan.

Kategori fasilitas kesehatan dalam analisis ini, termasuk: rumah sakit


pemerintah dan swasta, Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, Klinik Bersalin /
Praktek Dokter. Pendidikan ibu maupun pendidikan suami dikategorikan
rendah bila SMP ke bawah dan tinggi bila SMA ke atas. Sedangkan
status ekonomi, dikategorikan miskin bila pendapatan rumah tangga
kurang dari Upah Minimum Rata-rata (UMR) dan dikategorikan tidak
miskin bila pendapatan rumah tangga di atas UMR.

D. Analisis data
Data yang dikumpulkan dari kuesioner untuk data kuantitatif dianalisis
secara univariat untuk mengetahui gambaran distribusi responden
berdasarkan variable penelitian. Sedangkan data wawancara yang terkumpul
diolah dan dianalisis dengan metode content analisis yaitu menyusun dan
menggolongkannya dalam bentuk pola, kategori atau klasifikasi agar
dapat diinterpretasikan.

Data akan disajikan dalam bentuk tabel, cross tabulation dan narasi
untuk diinterpresentasikan dan dibahas. Hasil data kualitatif digunakan untuk
menyusun rencana tindak lanjut bagi peningkatan pemanfaatan layanan
persalinan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

6
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Variabel Kuantitatif
1. Umur
Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan

Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)


< 20 5 10
20-35 37 74
>35 8 16

Tabel 3.1 di bawah menunjukkan bahwa responden sebagian besar


berada pada rentang umur 20 tahun - 35 tahun sebanyak 37 orang (74%).
Selanjutnya pada umur di atas 35 tahun sebanyak 8 orang (16%) , dan
umur di bawah 20 tahun sebanyak 5 orang (10%).

Kehamilan beresiko dari segi umur yakni di bawah 20 tahun dan di


atas 35 tahun dapat meningkatkan resiko hipertensi pada kehamilan,
diabetes, persalinan dengan tindakan sectio cesarean (SC), sampai
kematian. Sementara untuk hasil kehamilan dapat terjadi keguguran,
kelainan janin, dan kematian hasil konsepsi. Untuk mengurangi resioko
tersebut diperlukan skrining, terutama di trimester pertama (1-12
minggu).

2. Pekerjaan
Tabel 3.2 Distribusi jumlah responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
IRT 43 86
Swasta 6 12
PNS/Honorer 1 2

7
Hasil pengumpulan data dari 50 responden menunjukkan bahwa
responden sebagian besar merupakan ibu rumah tangga sebanyak 43
responden (86%) dan swasta sebanyak 6 responden (12%), dan
PNS/honorer sebanyak 1 responden (2%).

3. Paritas
Tabel 3.3 Distribusi jumlah responden berdasarkan paritas
Paritas Jumlah Persentase (%)
Paritas ≥ 4 (beresiko) 15 30
Paritas ≤4 (tidak beresiko) 35 70

Tabel 3.3 di bawah menunjukkan bahwa responden sebagian besar


memiliki jumlah paritas kurang dari 4 sebanyak 35 responden (70%),
sedangkan responden yang memiliki paritas lebih dari 4 sebanyak 15
responden (30%). Ibu hamil yang pernah melahirkan lebih dari 4 kali
dianjurkan periksa dan bersalin pada tenaga kesehatan, memanfaatkan
pelayanan antenatal sesuai standar untuk menghindari / mendeteksi
komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan persalinan.

4. Pendidikan
Tabel 3.4 Distribusi jumlah responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tidak sekolah 4 8
Pendidikan dasar 29 58
Pendidikan lanjut 17 34

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa kelompok berdasarkan pendidikan paling


banyak responden pada kelompok pendidikan dasar (SD/SMP) sebanyak 29
responden (58%), berpendidikan lanjutan (SMU/Diploma/ Sarjana) sebanyak
17 resonden (34%), sedangkan responden yang tidak sekolah sebanyak 4
responden (8%). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perilaku
hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang atau masyarakat untuk menerima informasi dan

8
mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya
dalam hal kesehatan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap
akses informasi dan pemahaman tentang suatu permasalahan yang akan
memengaruhi perilaku khususnya perilaku kesehatan. Pemahaman akan
persalinan, bahaya/ komplikasi persalinan, kemudahan mendapatkan
penanganan medis akan memotivasi dan mengarahkan ibu untuk bersalin di
fasilitas kesehatan dengan tenaga kesehatan yang kompeten.

5. Pendapatan
Tabel 3.5 Distribusi jumlah responden berdasarkan pendapatan
Pendapatan Jumlah Persentase (%)
Tidak sesuai UMR 4 8
(<= Rp. 2.177.053
Sesuai UMR 46 92
( Rp. >2.177.053)

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa responden dengan penghasilan


keluarga sesuai UMR yaitu sebanyak 46 responden (92%) dibandingkan
dengan responden berpenghasilan tidak sesuai UMR yaitu 4 responden
(8%). Penghasilan keluarga merupakan hal yang penting dalam
memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
kebutuhannya dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah.
Persiapan keuangan sangat diperlukan dalam persiapan proses
kehamilan, melahirkan maupun masa nifas dan komplikasi yang
kemungkinan dapat terjadi. Pendapatan keluarga mempengaruhi dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal ini pemilihan tempat
persalinan.
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor determinan
terhadap akses menuju pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi alasan
perempuan untuk lebih memilih rumah sebagai tempat persalinan karena

9
mereka beralasan bahwa pemilihan persalinan di rumah lebih sedikit
membutuhkan biaya dibandingkan persalinan di fasilitas kesehatan.
Mereka menganggap dengan bersalin di rumah bisa menghemat
pengeluaran untuk biaya persalinan dan uang persalinan dapat dialihkan
untuk membayar jasa tenaga kesehatan. Pendapatan keluarga
memengaruhi keluarga dalam membayar pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan seperti pertolongan persalinan, membeli obat, membayar
biaya pelayanan, membayar biaya transportasi ke tempat pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Semakin besar pendapatan dalam keluarga,
maka semakin besar peluang ibu dan keluarga untuk memilih fasilitas
kesehatan sebagai tempat persalinan.

6. Pemilihan Tempat Bersalin


Tabel 3.6 Distribusi jumlah responden berdasarkan pemilihan
tempat bersalin
Tempat persalinan Jumlah Persentase (%)
Non fasilitas kesehatan 44 88
Fasilitas kesehatan 6 12

Tabel 3.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih di


non fasilitas kesehatan (rumah) sebagai tempat persalinan sebanyak 44
responden (88%), sedangkan responden yang memilih tempat persalinan
di fasilitas kesehatan sebanyak 6 responden (12%).
Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran tenaga kesehatan dalam
upaya penurunan angka kematian ibu di Indonesia yang ditunjang
dengan fasilitas kesehatan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang
mendukung upaya penurunan angka kematian ibu yaitu peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan melalui strategis meningkatkan
layanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkeadilan dengan fokus
pada peningkatan utilisasi fasilitas kesehatan, dengan menjalin
kemitraan dengan masyarakat dan swasta.Untuk pencapaian target
tersebut, perlu intervensi efektif yang harus didukung dengan fasilitas

10
kesehatan yang terakreditasi serta manajemen pelayanan kesehatan yang
berkualitas, kebijakan mengenai pendistribusian tenaga kesehatan dan
kelengkapan di fasilitas kesehatan maupun untuk tenaga kesehatan serta
peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kesehatan.

7. Jarak Rumah Ke Fasilitas Kesehatan


Tabel 3.7 Distribusi jumlah responden berdasarkan jarak ke
fasilitas kesehatan
Jarak Jumlah Persentase (%)
≤ 2 km 37 74
≥ 2 km 13 26

Tabel 3.7 menunjukkan bahwa kelompok berdasarkan jarak rumah


responden ke fasilitas kesehatan paling banyak pada jarak ≥ 2 km
sebanyak 13 responden (26%). Sedangkan responden yang jarak rumah
ke fasilitas kesehatan ≤ 2 km sebanyak 37 responden (74%).

8. Informasi/penyuluhan persalinan di fasilitas kesehatan


Tabel 3.8 Distribusi jumlah responden yang pernah mendapatkan
informasi persalinan
Mendapat Jumlah Persentase (%)
informasi/penyuluhan
Pernah 42 84
Tidak pernah 8 16

Tabel 3.8 menunjukkan bahwa responden sebagian besar pernah


mendapatkan informasi persalinan di fasilitas kesehatan sebanyak 32
responden (84%), sedangkan responden yang tidak pernah mendapat
informasi persalinan sebanyak 8 responden (16%).

11
9. Dukungan keluarga
Tabel 3.9 Distribusi jumlah responden berdasarkan dukungan
keluarga
Dukungan keluarga Jumlah Persentase (%)
Mendukung 28 56
Tidak mendukung 22 44

Tabel 3.9 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai


dukungan keluarga baik sebanyak 28 responden (56%), dibandingkan
dengan yang memiliki dukungan keluarga kurang sebanyak 22
responden (44%). Dukungan moril dari suami/keluarga secara psikologi
memberikan perasaanaman dalam menjalani proses kehamilan dan
persalinan. Ibu hamil dan bersalin harus mendapatkan dukungan yang
sebesar-besarnya dari keluarga. Dukungan ini dapat ditunjukkan
dengan berbagai cara diantaranya memberikan ketenangan pada ibu,
menemani berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,membantu sebagian
pekerjaan ibu, bahkan dukungan untuk mendapatkan persalinan yang
aman dengan memilih tempat melahirkan.
Ibu bersalin yang mendapat dukungan keluarga cenderung memilih
tenaga dan fasilitas kesehatan untuk pertolongan persalinan dibandingkan
dengan yang tidak mendapat dukungan keluarga. Akan tetapi dengan
adanya pemberdayaan dan kemandirian seorang wanita serta peningkatan
pengetahuan seorang ibu bersalin terhadap bahaya dan komplikasi
persalinan menjadikan seorang wanita secara mandiri dapat mengambil
keputusanyang baik bagi kesehatannya khususnya dalam pemilihan
tempat persalinan.

12
B. Variabel Kualitatif
1. Pengetahuan Tentang Layanan Persalinan Tenaga Kesehatan

Wawancara terhadap responden tentang aspek pengetahuan tentang


layanan persalinan oleh tenaga kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang
layanan persalinan oleh tenaga kesehatan sangat berpengaruh terhadap
pemilihan tempat persalinan. Puskesmas Sorawolio adalah puskesmas
pelayanan Obstetri Neonatal dan Emergensi Dasar (PONED) dengan fasilitas
rawat inap yang mampu memberikan pelayanan rutin dan penanganan dasar
kegawatdaruratan kebidanan dan bayi neonates selama 24 jam dengan
fasilitas tempat tidur rawat inap. Pusekesmas Sorawolio menerapkan
PERDA KIBBLA dan melakukan sosialisasi namun masih banyak
masyarakat yang belum mematuhi PERDA KIBBLA.

Hasil wawancara kepada ibu hamil, hampir semua mengetahui bahwa


terdapat layanan bersalin di puskesmas Sorawolio. Serta sebagian responden
mengetahui pegertian, manfaat, dan kerugian tidak bersalin di puskesmas.
Namun ada beberapa alasan responden yang tidak mau melahirkan difasilitas
kesehatan diantaranya :

“…..kita biasa kalau anak pertama itu harus melahirkan dirumah,


sudah begitu mi memang dari keluarga turun temurun…”
“…..kalau melahirkan dipuskesmas kita malu banyak yang lihat-
lihat…”
“…saya melahirkan dirumah saja karenakan mau melahirkan normal
makanya biar dirumah, karena kebiasaan orang tua dan saya
melahirkan sampai anak ke empat tidak ada gangguan.”
“…dari keluarga sebenarnya dengar-dengar melahirkan di puskesmas
karena kalau ada apa-apa banyak alatnya, barukan gratis juga hanya
saja mau sendiri melahirkan dirumah saja “
“…saya dulu melahirkan tidak sempatmi panggil bidan karena cepat
sakitnya”

13
Dari hasil wawancara diatas diperlukan suatu cara sehingga pengetahuan
masyarakat tentang persalinan tenaga kesehatan khususnya persalinan yang
bersih dan aman bersifat lebih komprehensif. Hal ini sangat penting
mengingat pengetahuan akan kesehatan dalam hal ini pengetahuan tentang
persalinan yang bersih dan aman pada tenaga kesehatan adalah salah satu
unsur penting untuk membentuk prilaku kesehatan.

2. Sikap dan Pandangan Terhadap Pemerikasaan Kehamilan

Pada prinsipnya baik kaum ibu pemeriksaan kehamilan pada bidan


karena dirasakan banyak memberi manfaat dilihat dari sisi kesehatan ibu
dan bayi serta dari sisi ekonomis sangat terjangkau karena tidak dipungut
biaya.

Beberapa kutipan hasil wawancara tentang sikap dan pandangan terhadap


pemeriksaan kehamilan :

“… kalau di bidan setiap bulan diposyandu, tapi biasa saya panggil


dukun juga dirumah untuk urut kalau lagi tidak enak badan ”
“…saya salalu ke posyandu untuk periksa supaya tau perkembangan
bayiku, baru di posyandu tidak bayar”
“…kalau saya masih hamil muda saya masih turun diposyandu, tapi
kalau sudah besar sekali mi perutku saya tidak mi turun karena rumah
digunung kalau turun sering sesak”
“…sudah tiga mi anakku saya selalu ke posyandu, karena dikasih
vitamin sama bidan sama biasa dikasih biscuit”
Dapat disimpulkan responden pergi melakukan pemeriksaan kehamilan
di Puskesmas dan posyandu dengan tujuan untuk mengetahui keadaan janin
serta untuk mengukur tekanan darah, meminta obat dan vitamin. Hal ini
dilakukan karena adanya kemudahan dari segi biaya, juga manfaat yang
tidak didapat dari dukun. Namun kondisi tempat tinggal juga
mempengaruhi intensitas kunjungan ke posyandu. Walaupun intensitas

14
pemeriksaan kehamilan masih kurang dari standar karena kurang memahami
kapan waktu yang perlu untuk ke puskesmas.

3. Praktek Pemanfaatan Layanan Persalinan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan KIBBLA adalah setiap orang yang mempunyai


kompetensi dalam melakukan pelayanan KIBBLA baik secara langsung
maupun tidak langsung yang bekerja pada sarana pelayanan kesehatan
pemerintah, swasta maupun mandiri. Tenaga kesehatan memiliki kewajiban
memberikan pelayan KIBBLA yang terjangkau dan berkualitas yang sesuai
dengan standar pelayanan serta meningkatkan kemampuan tenaga dan sarana
pendukung lainnya sesaui dengan perkembangan tekonolgi dan ilmu
pengetahuan KIBBLA. Menurut KIBBLA Ibu dan ibu hamil memiliki
kewajiban melaksanakan pemeriksaan kehamilan dan persalinan di fasilitas
kesehatan dengan didampingi tenaga KIBBLA, membawa bayinya ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan
mengikuti KB paska salin kecuali dalam kondisi tertentu, serta
memprioritaskan asupan makanan yang bergizi kepada bayi dan anak balita
sesuai dengan anjuran tenaga KIBBLA. Keluarga wajib memudahkan,
membantu dan mendukung ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita dalam
mendapatkan pelayanan KIBBLA serta mematuhi anjuran dari tenaga
kesehatan KIBBLA dan prosedur pelayanan KIBBLA yang telah ditetapkan.

Dari hasil wawancara ditemukan bahwa sebagian besar responden ketika


ditanya tempat bersalin dan siapa yang sebaiknya menolong persalinan,
sebagian besar dari mereka menjawabnya sebaiknya persalinan dilakukan di
rumah dengan dukun sebagai penolong persalinan. Orang yang dihubungi
pertama kali adalah dukun. Alasannya, karena dukun diibaratkan sebagai
penolong pertama, setelah dukun datang kemudian menghubungi bidan jika
ada kesulitan dalam persalianan. Selain itu mereka juga mengatakan
keputusan memanggil dukun adalah kesepakatan bersama antara suami –
istri dan juga keluarga, sedangkan mereka telah mengetahui bahwa
puskesmas Sorawolio memiliki tenaga kesehatan KIBBLA.

15
“….kalau didukun setelah melahirkan tidak sakit, kalau dibidan saya
takut karena biasa dijahit…”
“….biasa saya tidak sempat mi hubungi bidan, karena cepat sakitnya
baru lahir mi, baru dukunya masih keluarga”
“…. saya mau di rumah saja melahirkan sama dukun, karena rumahnya
dekat jadi gampang saya panggil, baru keluarga saya semua juga
melahirkan sama dukun tidak ada kendala”
‘’… saya takut melahirkan dipuskesmas, nanti sama kayak kakaku
langsung di bawa ke rumah sakit dioperasi…”
Alasan lain mengapa ibu lebih memilih dukun diantaranya karena tempat
tinggal dukun lebih dekat dan biayanya terjangkau. Selain itu ibu
mempunyai pengalaman persalinan pada dukun yang lebih banyak dan
hasilnya juga baik. Senada dengan hal diatas, hasil penelitian Eryando di
Tangerang tahun 2007 diketahui bahwa salah satu alasan ibu menggunakan
jasa Paraji / dukun untuk periksa kehamilan dan persalinan adalah karena
dukun memiliki kemampuan untuk urut yang tidak dimiliki oleh bidan.

4. Dukungan Tokoh Masyarakat dan Kader Kesehatan Terhadap


Peningkatan Pemanfaatan layanan Persalinan Tenaga Kesehatan

Para Tokoh masyarakat ini mendukung sepenuhnya agar masyarakatmau


bersalin di fasilitas kesehatan, tetapi tanpa mengabaikan peran dukun yang
selama ini berjasa menolong persalinan di desa. Oleh karena itu pada setiap
kesempatan mereka selalu menghimbau agar ibu hamil dan bersalin untuk
memanggil dukun dan petugas kesehatan baik dokter maupun bidan.

Hasil wawancara diketahui masyarakat di wilayah kerja Puskesmas


Sorawolio menginginkan dukun sebagai penolong persalinan dengan
berbagai alasan yang melatar belakangi seperti kedekatan pribadi dan juga
hal obyektif seperti kemudahan untuk dijangkau.

Hasil wawancara dari aspek pengetahuan dapat katakan bahwa sebagian


besar para tokoh ini memiliki pemahaman yang baik tentang persalinan

16
tenaga kesehatan. Untuk aspek sikap atau pandangan tentang kehamilan dan
persalinan seluruh informan berpendapat sebaiknya ibu hamil diperiksa oleh
bidan dan dukun, dengan alasan bidan dari segi obat – obatan dan dukun
untuk pijat. Demikian juga pendapat tentang penolong persalinan, hampir
seluruh informan berpendapat sebaiknya ditolong bidan dan dukun, karena
mengingat dukun adalah penolong tradisional yang selama ini menolong
persalinan di desa mereka serta bidan dari sisi modern. Pada aspek sikap
tentang bidan sebagai penolong yang paling aman, seluruh informan setuju
bahwa bidan yang paling aman karena bidan memiliki pengetahuan, obat dan
alat yang lengkap. Terkait dengan pertanyaan tentang kelebihan bidan,
seluruh informan mengatakan karena bidan memiliki kemampuan teknis
serta obat – obatan sedangkan kelebihan dukun lebih karena alasan non
teknis yaitu satu bahasa, satu budaya dan juga karena faktor kebiasaan.

“…..tidak masalah didukun dan dibidan juga, karena kita butuh dua-
duanya, dibidan diperiksa kalau didukun kebetulan biasanya adalah
keluarga juga, dan memang sebaiknya begitu ada kerja sama antar
dukun dan bidan, mengingat di sorawolio ini dari jaman dulu orang
melahirkan dengan dukun semua ”
“ ..bisa saja didukun, kan bisa di telpon bidannya. Kayak saya
melahirkan di dukun tapi ada bidannya juga kerena kan dukun tidak
ada alat kesehatnnya sedangkan bidan ada, terus takut ada apa-apa
juga”
Hasil ini juga sesuai dengan pendapat kader kesehatan yang mengatakan
bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sorawolio lebih memilih
dukun sebagai penolong persalinan. Peranan dukun dalam kehamilan dan
persalinan sangat besar, oleh karenanya akan sangat tepat jika dukun yang
ada diberdayakan dan ditingkatkan kemampuannya terutama dalam hal
sterilisasi alat dan tempat persalinan melalui program dukun latih agar hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang bersih dan aman dapat
terpenuhi.

17
5. Rencana Tindak Lanjut Dalam Rangka Peningkatan Pemanfaatan
Layanan Persalinan Tenaga Kesehatan.

Konteks Upaya
Predisposing

a. Pemahaman masyarakat akan Memberikan penyuluhan yang


persalinan yang aman dan intensif tentang persalinan yang
bersih masih sangat minim. bersih dan aman, dapat
dirangkaikan dengan kegiatan desa
dan posyandu yang dilaksanakan tiap
bulan.
b. Masyarakat memiliki
kebiasaan dari turun-menurun Dokter/ bidan harus lebih intensif
(adat) untuk melakukan mengadakanpendekatan dengan
persalinan dirumah dibantu masyarakat, agar mereka menjadi
dukun. terbiasa dengan keberadaan dan
pelayanan yang diberikan

c. Masyarakat menganggap Melakukan penyuluhan tentang tanda


setiap persalinan normal yang dan bahaya kehamilan, persalinan
dilakukan dirumah tidak dan bayi baru lahir yang harus
memiliki penyulit. ditolong oleh tenaga kesehatan.

d. Masyarakat berpendapat Dokter/ bidan harus mau


persalinan sebaiknya dilakukan memberikan pelayanan persalinan
di rumah karena ada keluarga dengan mendatangi rumah ibu
yang menemani, selain itu bersalin dan juga mengijinkan suami
masyarakat memiliki rasa malu dan keluarga untuk mendampingi
untuk melahirkan di ibu selama proses persalinan, serta
puskesmas. menjelaskan kepada masyarakat
bahwa melakukan persalinan
dipuskesmas lebih aman karena
banyak tenaga kesehatan yang dapat
menolong jika suatu saat terjadi
penyulit persalinan.

e. Pengambil keputusan dalam Peningkatan pengetahuan tidak


memilih penolong persalinan hanya dilakukan pada ibu tetapi
adalah ibu, suami dan keluarga juga pada suami dan keluarga ibu
bersalin

Enabling
a. Masyarakat sudah malakukan Dokter / bidan harus menyediakan

18
pemeriksaan kehamilan waktu lebih banyak untuk
diposyandu . Namun intensitas mengunjungi yang ibu hamil yang
yang masih kurang dari kurang melakukan pemeriksaan
standar, dengan alasan kondisi kehamilan di posyandu. Untuk itu
tempa tinggal yang tidak perlu dukungan pemda untuk
memungkinkan untuk turun menyediakan insentif tambahan.
melakukan pemeriksaan.

b. Posyandu adalah fasilitas Meningkatkan kualitas layanan


layanan yang paling sering khususnya dalam hal KIE tentang
dikunjungi ibu hamil kehamilan dan persalinan

c. Masyarakat lebih memilih Bagi pasien BPJS harus diusahakan


dukun karena biayanya lebih agar seluruhnya bersalin di bidan,
murah dan karena dukun untuk itu bidan harus melakukan
selalu ada setiap saat. kunjungan rumah pada ibu hamil
trimester 3. Sedangkan bagi pasien
non BPJS perlu ada kebijakan dari
pemerintah daerah untuk
pembebasan biaya persalinan
dengan syarat yang sudah diatur.
Reinforcing
a. Tokoh masyarakat di Pertemuan dan penyuluhan harus
kecamatan Sorawolio dilaksanakan beberapa kali dalam
mendukung agar masyarakat sebulan di kecamatan sorawolio.
bersalin di fasilitas kesehatan dengan dokter / bidan wajib
menghadiri pertemuan bulanan.

b. Para kader rutin Peningkatan peran kader melalui


mengunjungi ibu-ibu hamil peningkatan pengetahuan dan
untuk mengingatkan jadwal insentif. untuk itu perlu dukungan
posyandu pemda dalam penyediaan tambahan
insentif bagi kader kesehatan.
c. Masyarakat menginginkan Menjalin kerja sama dengan dukun,
dukun sebagai penolong serta memberikan peningkatan
persalinan keterampilan bagi dukun terutama
dalam hal sterilisasi dan deteksi dini
perrsalinan

19
BAB IV

KESIMPULAN

1. Sebagian besar responden mengetahui bahwa terdapat layanan bersalin di


puskesmas Sorawolio
2. Pemahaman responden tentang pengertian, manfaat dan kerugian tidak
bersalin di fasilitas kesehatan sudah baik, karena sebagian besar responden
memeriksakan kehamilannya di posyandu. serta didapat dari pengalaman,
baik pribadi maupun dari orang disekitarnya.
3. Sebagian besar responden melakukan pemeriksaan kehamilan pada bidan
karena dirasakan banyak memberi manfaat dilihat dari sisi kesehatan ibu
dan bayi serta dari sisi ekonomis sangat terjangkau. Walaupun jumlah
pemeriksaan kehamilan masih kurang dari standar karena kurang memahami
kapan waktu yang perlu untuk ke puskesmas.
4. Responden memilih persalinan di rumah dengan dukun sebagai penolong
persalinan karena dukun diibaratkan sebagai penolong pertama, setelah
dukun datang kemudian menghubungi bidan jika ada kesulitan dalam
persalianan, selain itu,tempat tinggal dukun lebih dekat dengan biayanya
terjangkau, dan dari pengalaman persalinan pada dukun yang lebih banyak
dengan hasil yang baik.
5. Keputusan memanggil dukun adalah kesepakatan bersama antara suami –
istri dan juga keluarga.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian PPN/Bappenas. 2015. SDGs : Kehidupan Sehat dan Sejahtera.


Jakarta:Available at sdgs.bappenas.go.id
2. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Angka Kematian Ibu Melahirkan. Jakarta.
3. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan
Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017. Kendari: Dinas Kesehatan
Sulawesi Tenggara.
4. Peraturan Daerah Kota Baubau No. 3 Tahun 2016 Tentang Kesehatan Ibu,
Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Balita.
5. PD wilaksono, A dan Hidayati, E. 2007. Upaya PeningkatanPersalinan
Tenaga Kesehatan Berdasarkan analisis Need dan Demand. Surabaya:
Balitbangkes Surabaya.
6. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Available at www.depkes.go.id
7. Anggorodi, R. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat di
Indonesia. Jurnal Makara Kesehatan No. 13 EdisiJuni 2009

21
Lampiran 1

Tabel data univariat

No Karakteristik Jumlah %
1 Umur
<20 5 10
20-35 tahun 37 74
>35 tahun 8 16
2 Pekerjaan
IRT 43 86
Swasta 6 12
PNS/honorer 1 2
3 Paritas
Paritas ≥ 4 (beresiko) 15 30
Paritas ≤4 (tidak beresiko) 35 70
4 Pendidikan
Tidak sekolah 4 8
Pendidikan dasar 29 58
Pendidikan lanjut 17 34
5 Pendapatan
Tidak sesuai IMR 4 8
Sesuai IMR 46 92
6 Pemilihan tempat bersalin
Non fasilitas kesehatan 44 88
Fasilitas kesehatan 6 12
7 Jarak rumah ke fasilitas
kesehatan
≤ 2 km 37 74
≥ 2 km 13 26
8 Informasi /persalinan di
fasilitas kesehatan
Perna 42 84
Tidak perna 8 18
9 Dukungan keluarga
Mendukung 28 56
Tidak mendukung 22 44

22
Lampiran 2

Dokumentasi

23
24

Anda mungkin juga menyukai