Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 7 TAHUN 2016

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4


Tutor : dr. Sri Nita Agustina
Awen Fitri Yanata (04011181520031)
Siti Vira Hananingtyas (04011181520035)
Suci Kartika Putri (04011181520036)
Zaimah Shalsabila (04011181520071)
Dini Putri Multazami (04011181520139)
Nurhani Rizkya Dwiputri (04011181520140)
Nurlutfiyyah Aini (04011181520061)
Nada Nabilah Amani (04011181520146)
Muhammad Razan Faturrahman (04011181520151)
Karina Rahma Meidiarti (04011181520157)
Litania Leona Hidayat (04011281520172)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario A Blok 5 Tahun 2015” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,
2. Tutor kelompok 4, Ibu dr. Sri Nita
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 14 Desember 2015

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
I. Skenario A ........................................................................................... 4
II. Klarifikasi Istilah ................................................................................. 4
III. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
IV. Analisis Masalah .................................................................................. 5
V. Merumuskan Keterbatasan Masalah .................................................. 19
VI. Topik Pembelajaran ........................................................................... 20
1. Articulatio Glenohumeral .............................................................. 20
2. Musculotendinous Rotator Cuff .................................................... 31
3. Neuromusculoskeletal ................................................................... 38
4. Range of Motion ............................................................................ 42
5. Cedera pada Bahu .......................................................................... 43
6. Ekstremitas Superior Dextra Anterior ........................................... 45
7. Daerah Bahu .................................................................................. 47
VII. Kerangka Konsep ............................................................................... 53
VIII. Kesimpulan ........................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 54

3
I. Skenario

Andi, seorang pemain bola berusia 25 tahun, mengalami cedera saat bermain sepak bola.
Ia terdorong oleh lawan mainnya dari belakang pada daerah bahu kanan dengann kuat. Ia
mengeluhkan nyeri bahu yang hebat, dan lengan atas kanan menggantung ke bawah tubuhnya
dengan posisi sedikit abduksi dan eksorotasi.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan range of motion terbatas, dan caput os humerus dapat
diraba di bagian anterior sekitar subcoracoid. Selain itu, didapatkan paralisis musculus
deltoideus dengan sensasi kulit yang berkurang pada sebagian daerah bahu.

Dokter menyatakan Andi mengalami dislokasi articulation glenohumeral dextra anterior


disertai dengan cedera pada n. axillaris, dan kemungkinan robekan pada musculotendinous
rotator cuff.

II. Klarifikasi Istilah

1. Cedera : cacat atau luka sedikit, rusak atau merana


2. Nyeri : berasa sakit atau rasa yang menimbulkan
penderitaan
3. Abduksi : gerakan keluar sumbu badan (tentang tangan
dan kaki) atau kearah luar sumbu kaki (tentang
ibu jari kaki)
4. Eksorotasi : gerakan rotasi ke luar
5. Range of motion : kisaran dapat diekstensikan dan direfleksikan
suatu sendi diukur dengan derajat lingkaran
6. Caput os humerus dextra : kepala tulang humerus bagian sebelah kanan
7. Anterior : terletak di atau mengarah kedepan, lawan
posterior
8. Subcoracoid : Dibawah processus coracoideus
9. Paralisis musculus deltoideus : kelumpuhan pada otot deltoideus
10. Dislokasi : perpindahan atau pergeseran suatu sebagian
11. Articulatio glenohumeral dextra : Persendian antara cavitas glenoidalis dan os
humerus
12. N. Axillaris : nervus yang mempersyarafi bagian axillaris

4
13. Musculotendinous rotator cuff : kelompok dari 4 otot yang terdiri dari M.
Supraspinatus, M. Infraspinatus, M.
Subscapularis, dan M. Teres Minor yang
berfungsi untuk menstabilkan sendi
glenohumeral.
14. Robekan : suatu yang sudah robek, atau terlepas, terputus
dari anyaman, jahitan dan sbg.

III. Identifikasi Masalah

1. Andi, seorang pemain bola berusia 25 tahun , mengalami cedera saat bermain sepak
bola. Ia terdorong oleh lawan mainnya dari belakang pada daerah bahu. (V)
2. Ia mengeluhkan nyeri bahu yang hebat dan lengan atas kanan menggantung ke bawah
tubuhnya dengan posisi sedikit abduksi da eksorotasi (VVV)
3. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan range of motion terbatas, dan caput os humerus
dextra dapat diraba di bagian anterior sekitar subcoracoid. Selain itu, didapatkan
paralisis musculus deltoideus dengan sensasi kulit yang berkurang pada sebagian
daerah bahu (VV)
4. Dokter menyatakan andi mengalami dislokasi articulation glenohumeral dextra
anterior disertai dengan sedera pada n. axillaris, dan kemungkinan robekan pada
musculotendinous rotator cuff. (VVVV)

IV. Analisis Masalah

1. Dokter menyatakan andi mengalami dislokasi articulatio glenohumeral dextra


anterior disertai dengan cedera pada n. axillaris, dan kemungkinan robekan
pada musculotendinous rotator cuff.
a. Apa gejala terjadinya dislokasi articulatio glenohumeral dextra anterior?
 deformitas sendi
 terdapat kelainan bentuk misalnya hilangnya tonjolan tulang normal, misalnya
deltoid yang rata pada pemeriksaan fisik
 pergerakan art.glenohumerale terbatas
 dapat teraba depresi yang dalam antara caput humeri dan acromion di lateral
 rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan terutama bila menahan beban
 Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh

5
 Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
 Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan

b. Bagaimana mekanisme terjadinya dislokasi articulatio glenohumeral dextra


anterior?
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong
kedepan,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-
kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta yaitu dengan
tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di
bawah karakoid.

c. Apa akibat dari cedera nervus axillaris?


Cedera pada nervus axillaris menyebabkan kelemahan dan defisit sensorik
dikawasan N. Radialis, otot deltoideus (abduksi dan adduksi bahu), otot-otot
ekstensor tangan dan tangan menjadi lemah.

d. Apa akibat dari robekan dari musculotendonous rotator cuff?


robekan pada musculotendinous rotator cuff akan menyebabkan peradangan yang
biasanya disertai keluhan nyeri. Keluhannya juga dapat berupa kesulitan
mengabduksi lengan. Otot dan tendo supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke
lengan, nyeri dirasakan sebagai nyeri dalam di sisi lateral bahu, bagian tengah otot
deltoid turun ke insersi deltoid. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epicondylus
lateral siku

e. Bagaimana pergerakan pada articulation glenohumeral dextra anterior?


Sendi ini memiliki 3 sumbu gerak (tri axial). Gerakan yang dapat dilakukan antara
lain adduksi, rotasi medial, rotasi lateral, fleksi, ekstensi dan sirkumduki.
a. Flexi
Flexi normal sekitar 90 derajat dan dilakukan oleh serabut anterior m.
deltoideus, m. pectoralis mayor, m. bicep brachii dan m. coracobrahialis.
b. Ekstensi
Ekstensi normal sekitar 45 derajat dan dilakukan oleh serabut posterior m.
deltoideus, m. latissimus dorsi dan m. teres mayor.

6
c. Abduksi
Gerakan ini dilakukan oleh serabut tengah m. deltoideus, dibantu oleh m.
supraspinatus. M. supraspinatus mempertahankan caput humeri tetap berada di
cavitas gleinodalis; gerakan ini memungkinkan m. deltoideus berkontraksi dan
melakukan abduksi humerus. Lengan akan bergerak menjauhi sumbu tubuh.
d. Adduksi
Adduksi normal adala sebesar 45 derajat di depan thorax. Gerakan ini
dilakukan oleh m. pectoralis mayor, m. latissimus dorsi, m. teres mayor dan m.
teres mayor. Lengan akan bergerak mendekati sumbu tubuh.

e. Rotasi lateral
Rotasi lateral normal adalah sebesar 45 derajat. Gerakan ini dilakukan oleh m.
infraspinatus, m. teres minor dan serabut posterior m. deltoideus.
f. Rotasi medial
Rotasi medial normal adalah sekitar 55 derajat. Gerakan ini dilakukan oleh m.
subscapularis, m. latissimus dorsi, m. teres mayor dan serabut anterior m.
deltoideus.

7
g. Sirkumduksi
Sirkumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan yang lain.

f. Apakah ada hubungan keterkaitan antara dislokasi articulatio glenohumeral


dextra anterior dengan cedera pada n. axillaris?
Ada, karena apabila terjadi dislokasi anteroinferior, nervus axillaris bisa terluka
karena tekanan langsung dari caput humeri di nervus inferior saat melewati
quadrangular space.

g. Apa saja komponen yang menyusun musculotendinous rotator cuff?


Tendo dari otot-otot rotator cuff yang terdiri dari m. subscapularis, m. teres minor,
m. supraspinatus dan m. infraspinatus mengelilingi kapsul articulatio

8
gleinohumeral dan menyokong agar mempertahankan caput humeri tetap berada
di dalam cavitas gleinodalis serta membuat pergerakan pada regio deltoideus.

h. Bagaimana histology pada otot-otot rangka?


Otot rangka memilki karakteristik sebagai berikut:
 Ototnya berlurik-lurik dan memilki banyak inti ditepian
 Setiap serat otot tersusun dari miofibril dan miofilamen. Miofilamen terdiri
dari filamen aktin (pita I) yang berwarna terang dan filamen miosin (pita A) yang
berwarna lebih gelap; hal ini membentuk pola lurik pada otot yang sangat khas.

9
 Garis Z padat membagi pita I menjadi 2 bagian; diantara dua garis Z terdapat
unit kontraktil yang disebut sarkomer.
 Otot dikelilingi oleh jaringan ikat epimisium
 Fasikulus otot diikat oleh perimesium dan setiap fasikulus-fasikulus yang
membentuk berkas serat otot akan diikat oleh endomisium

10
 Perenggangan otot menyebabkan refleks regang dan gerakan memperpendek
otot
 Otot rangka melekat pada tulang sehingga apabila terjadi kontraksi maka otot
akan bergerak (pergerakan motorik)

Rangsangan untuk kontraksi otot dibawa oleh tubulus T kesetiap serat otot,
serabut otot dan membran retikulum sarkoplasma. Kemudian kalsium
mengaktifkan pengikatan aktin dan miosin, menyebabkan otot berkontraksi dan
memendek. Saat otot berkontaksi, pita I dan H sementara pita A tidak berubah.
Kontraksi juga menyebabkan otot mendekatkan garis Z satu sama lain dan
memperpendek sarkomer. Setelah akhir rangsangan, kalsium secara aktif
dipindahkan dan disimpan di dalam retikulum sarkoplasma.

i. Bagaimana histology yang menyambung caput humeri dengan cavitas


glenoidalis?
Pada caput tulang humerus terdapat kartilago hialin yang berfungsi untuk
melindungi tulang agar tidak berkontak langsung dengan cavitas gleinodalis.
Katilago hialin mengandung serat-serat kolagen yang tersebar dalam bentuk-

11
bentuk anyaman halus dan rapat. Hal ini menyebabkan karakteristik yang kuat dan
lentur.
Sedangkan pada cavitas gleinodalis dilapisi dengan labrum yang merupakan
fibrokartilago. Kartilago ini terisi oleh berkas padat serat kolagen tipe I yang
berdampingan dengan matriks tulang. Kolagen tipe I merupan kolagen yang

paling kuat dan lentur sehiggs mampu memberikan kekuatan tegang, menahan
beban dan menahan tekanan.

j. Bagimana histology tulang pajang?


 Sel-sel pada tulang adalah :
1. Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi osteoid.
Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan tulang
sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling
berhubungan melalui tonjolan-tonjolan pendek.
2. Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang.
Mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan
cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.

12
3. Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan
merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki tulang bersama
osteoblast. Osteoklas ini berasal dari deretan sel monosit makrofag.
4. Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive yang
menghasilkan osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada
permukaan dalam jaringan tulang.
 STRUKTUR MAKROSKOPIK
Pada potongan tulang terdapat 2 macam struktur :
Substantia spongiosa (berongga) dan Substantia compacta (padat).
 JENIS JARINGAN TULANG
Secara histologis tulang dibedakan menjadi 2 komponen utama, yaitu :
Tulang muda/tulang primer
Tulang dewasa/tulang sekunder
Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi tulang primer
mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang
sekunder tersusun secara teratur.
 Jaringan Tulang Primer
Dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan kerusakan
tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer
yang bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder.
Jaringan tulang primer akhirnya akan mengalami remodeling menjadi tulang
sekunder (lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan resilien. Karena itu
pada tulang orang dewasa yang sehat itu hanya terdapat lamella saja.
 Jaringan Tulang Sekunder
Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai
lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel
kolagen yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella.
 PERIOSTEUM
Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan pengikat pada
fibrosa yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian
periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam
periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni. Bagian
dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik karena memiliki potensi

13
membentuk tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik sangat penting dalam
proses penyembuhan tulang.
 ENDOSTEUM
Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang membatasi
rongga sumsum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh rongga-rongga dalam
jaringan tulang termasuk Canalis Haversi dan Canalis Volkmanni. Sebenarnya
endosteum berasal dari jaringan sumsum tulang yang berubah potensinya
menjadi osteogenik.
 KOMPONEN JARINGAN TULANG
Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga
terdiri atas unsur-unsur : sel, substansi dasar, dan komponen fibriler. Dalam
jaringan tulang yang sedang tumbuh, seperti telah dijelaskan pada awal
pembahasan, dibedakan atas 4 macam sel :
1. Osteoblas
Sel ini bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang, oleh karena
itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya berbentuk
kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel
dengan kompleks Golgi di bagian basal. Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Osteosit yang
terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan menjadi sel
osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat berubah menjadi
osteosit lagi atau osteoklas.
2. Osteoklas
Merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar antara 20 μm-
100μm dengan inti sampai mencapai 50 buah.
3. Sel Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, oleh karena itu dinamakan pula sel
osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang pada
periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan
tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang
kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan
dalam dari jaringan tulang tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang,
sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.

14
 MATRIKS TULANG
Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan substansi interseluler
terdiri dari ± 70% garam anorganik dan 30% matriks organic.
95% komponen organic dibentuk dari kolagen, sisanya terdiri dari substansi
dasar proteoglycan dan molekul-molekul non kolagen yang tampaknya terlibat
dalam pengaturan mineralisasi tulang. Kolagen yang dimiliki oleh tulang
adalah kurang lebih setengah dari total kolagen tubuh, strukturnya pun sama
dengan kolagen pada jaringan pengikat lainnya. Hampir seluruhnya adalah
fiber tipe I.

k. Apa saja komponen yang menyusun articulatio glenohumeral dextra anterior?


Caput os humeri masuk kedalam cavitas glenodalis, membentuk kapsul sendi
yang disokong oleh beberapa ligamen yaitu lig. Coracaohumerale di cranial, ligg.
Gleinohumeralia di anterior, lig. Acromiale dan lig. coracoacromiale dan otot
rotator cuff yaitu m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis dan m. teres
minor. Ligamen dan otot tersebut berperan untuk pergerakan articulaio
gleinohumeral. Caput humerus berukuran 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
cavitas gleinodalis sehingga dengan adanya ligamen dan otot rotator cuff yang
mengelilinginya akan mempertahankan letak caput humerus untuk meminimalisir
terjadinya dislokasi.

15
l. Fungsi apa yang terganggu pada articulatio genohumeral dextra anterior?
Pada skenario, terjadi dislokasi tulang humerus yang disebabkan robekkan pada
otot rotator cuff dan ligamen yang menyokongnya menyebabkan range of motion
menjadi terbatas. Dislokasi yang terjadi menyebabkan tertekannya n. Axillaris
yang melewati articulatio gleinohumeral yang menyebabkan hilangnya respon
terhadap sensasi di m. deltoideus serta paralisis.

m. Fungsi apa yang terganggu pada robekan musculotendinous rotator cuff?


Fungsi yang terganggu adalah menggerakkan tangan (lebih sulit untuk
mengabduksikan tangan), dan menyebabkan caput humeri tidak pada tempatnya
serta tidak dapat Memberikan keseimbangan otot ke sendi glenohumeral.

2. Ia mengeluhkan nyeri bahu yang hebat dan lengan atas kanan menggantung ke
bawah tubuhnya dengan posisi sedikit abduksi dan eksorotasi
a. Bagaimana mekanisma abduksi dan eksorotasi pada bahu dan lengan?
 Gerakan abduksi
Yaitu gerakan pada bidang frontal dengan axisnya horisontal. Otot penggerak
utamanya adalah otot deltoid midle dan supraspinatur. Abduksi sendi bahu
meliputi tigafase, yaitu: abduksi 0 – 90 derajat akan diikuti gerakan eksternal
rotasi. Otot-otot yang berkerja pada fase ini adalah deltoid, seratus anterior,
dan trapezius ascenden desenden. Gerakan ini dihambat oleh adanya tahanan
peregangan dari latisimus dorsi dan pektoralis mayor. Abduksi 120o – 180o
melibatkan otot deltoid, trapezius dan erector spine. Gerakan ini
dikombinasikan abduksi, fleksi dan vertebra.
 Gerakan eksorotasi
Yaitu gerakan sepanjang axis longitudinal yang melalui caput humeri.
Gerakan ini dilakukan oleh otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid
posterior

16
b. Bagaimana topografi anatomi ekstremitas superior pada kasus ini dalam keadaan
normal?

Normal Joint Dislocation Joint

3. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan range of motion terbatas, dan caput os


humerus dextra dapat diraba di bagian anterior sekitar subcoracoid. . Selain itu,
didapatkan paralisis musculus deltoideus dengan sensasi kulit yang berkurang
pada sebagian daerah bahu
a. Apa yang menyebabkan range of motion yang terbatas?
Range of motion merupaka suatu jangkauan yang dapat dilakukan oleh bagian
tubuh baik itu menjauhi atau mendekati sumbu tubuh, membentuk suatu sudut,
memutar dan lain-lain. Persendian sangat berperan dalam besar kecilnya range of
motion. Apabila terjadi gangguan pada sendi dimana dalam kasus ini adalah
dislokasi tulang humerus, maka sendi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga
menyebabkan range of motion menjai terbatas.

b. Bagaimana range of motion yang seharusnya pada articulatio glenohumeral


anterior?

Joint Action Degrees of motion

Shoulder Fleksi 180°

Ekstensi 45°

17
Adduksi 40°

Abduksi 180°

Medial rotasi 90°

Lateral rotasi 90°

c. Apa makna range of motion yang terbatas?


Terjadi gangguan pada sendi dimana dalam kasus ini adalah dislokasi tulang
humerus, maka sendi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan
range of motion menjai terbatas.

d. Apa yang menyebabkan paralisis musculus deltoideus?


Cedera karena tekanan kuat yang menekan keatas lipatan axilla memungkinkan
dislokasi caput humeri yang menyebabkan paralisis M. Deltoideus

e. Bagaimana mekanisme sensasi kulit yang normal?


Sensasi kulit yang normal adalah sensasi kulit dengan respon terhadap rangangan
cepat dan normal

4. Andi, seorang pemain bola berusia 25 tahun , mengalami cedera saat bermain
sepak bola. Ia terdorong oleh lawan mainnya dari belakang pada daerah bahu
a. Apa saja yang dapat menyebabkan cedera pada saat bermain bola?
 Kurangnya pemanasan atau gerakan pemanasan yang salah
 Gaya permainan dan gerakan yang salah
 Tidak adanya pendinginan
 Benturan fisik dengan pemain lain
 Terlalu maemaksakan kinerja otot pada saat bermain bola

b. Bagaimana mekanisma terjadinya cedera pada kasus ini?


Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi pregnoid, subkorakoid dan
subklavikuler. Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput
os humeri dari cavitas artikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu
anterior biasanya terjadi setelah cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi,
berotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang

18
menyebabkan gerakan rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus
disorong ke depan dan menimbulkan avulsi kapsul sendi dan kartilago beserta
periosteum labrum glenoidalis bagian anterior.
Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glnohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan
inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput
humerus (lesi Hill- Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus
menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada bagian lengan. Humerus terdorong
ke depan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-
kadang bagian posterolateral kaput hancur. Walau jarang, processus akromium
dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan lukasasio erekta (dengan
tangan mengarah: lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi
dibawah karakoid).

V. Merumuskan Keterbatasan Masalah

Pokok bahasan What I What I don’t know What I have to How I


know prove will learn

Articulatio Pengertian Histologi, etiologi, Anatomi, fisiologi,


Jurnal
Glenohumeral dextra gejala klinik, patofisiologi
anterior komplikasi
Musculotendinous Pengertian Etiologi, faktor resiko Anatomi, Pakar
Rotator cuff patofisiologi,
patologi
Neuromusculoskelet Pengertian Histology Anatomi
al Internet
Range of Motion Pengertian - Standar Range of
pada bahu Motion
Cedera pada Bahu Pengertian Klasifikasi -
Ekstremitas Superior Pengertian Anatomi Text
dextra anterior

19
Daerah bahu Pengertian Komposisi Anatomi Book

VI. Topik Pembelajaran

1. Dislokasi Articulatio Glenohumeral

a. Anatomi Articulatio Gleno humeral

Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapulae


dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi
glenohumeral yang terletak di anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan
antara acromion dan processus cocacoideus (Porterfield & De rosa, 2004).
Sedangkan caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan
diameter 3 cm dan menghadap ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan
bentuk permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe
ball and socket joint. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior (Pubz, 2002)

Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis
scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh

20
fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil.
Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen,
otot, dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004).

Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament coracohumeral dan


ligament glenohumeral.
1. Ligament coracohumeral terbagi menjadi 2, berjalan dari processus
coracoideus sampai tuberculum mayor humeri dan tuberculum minor humeri.
2. Ligament glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu :
a. superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae
sampai caput humeri,
b. middle band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai
ke depan humeri,
c. inferior band yang berjalan menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis
scapulae sampai bawah caput humeri (Porterfield & De rosa, 2004).

Gambar 2.2 Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior (Pubz, 2002)

Kapsul sendi merupakan pembungkus sendi yang berasal dari fossa


glenoidalis scapulae sampai collum anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi
menjadi dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa (Neumann, 2002).

21
1. Kapsul synovial (lapisan dalam)
Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan
synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi (Suharto,
1999). Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada
pada tiap-tiap sendi antar 1 sampai 3 ml (Price & Wilson, 1994).
2. Kapsul fibrosa (lapisan luar)
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi regenerasi
kapsul sendi (Neumann, 2002).

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m. supraspinatus, m.


infraspinatus, m. teres minor dan m.subscapularis (Snell, 2000).
1. m. Supraspinatus
2. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio di bagian
atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi
oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu m.deltoideus
melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa
glenoidalis scapulae.
3. m. Infraspinatus
m. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di bagian
tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi
oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan eksorotasi bahu dan
menstabilkan articulation.
4. m. Teres minor
m. Teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae berinsertio di
bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan
disarafi oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu
dan menstabilakan articulation humeri.
5. m. Subscapularis
m. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan anterior
scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri yang disarafi oleh n.
subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior plexus

22
brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu
menstabilkan sendi yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Otot Penggerak Sendi Bahu (Pubz, 2002)

Persyarafan pada sendi glenohumeral adalah :


Nervus axillaris dan nervus suprascapularis

Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik, antara lain :


1. perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding,
2. kapsul sendinya relatif lemah,
3. otot-otot pembungkus sendi relatif lemah,
4. gerakanya paling luas,
5. stabilitas sendi relatif kurang stabil (Suharto, 1999).

Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain fleksi, ekstensi,
abduksi, eksorotasi, endorotasi, dan sirkumduksi (Snell, 2000). Articulatio humeri
mempunyai kemungkinan gerak yang luas dan stabilitas sendi yang kurang
(bandingkan dengan articulation coxae, yang stabil tapi mempunyai kemungkinan
gerak yang terbatas). Kekuatan sendi tergantung pada tonus otot-otot manset rotator
yang terdapatdi depan, di atas dan di belakang sendi, yaitu musculus subscapularis,

23
musculus supraspinatus, dan musculus teres minor. Jika sendi dalam keadaan
abduksi, permukaan bawah caput humeri disokong oleh caput longum musculus
triceps yang menekuk kebawah oleh karena panjangnya dan memberikan sedikit
sokongan pada humerus. Selain itu, bagian bawah capsula articularis merupakan
tempat yang paling lemah. Gerakan-gerakan yang dapatdilakukan (Gambar 12-18)

b. Histologi

Articulatio gleinohumeral adalah persendian antara caput os humeri dengan


cavitas gleinodalis pada scapula. Sendi ini merupakan tipe ball-and-socket dimana

24
caput os humeri yang berbentuk bulat cocok dengan lekuk cavitas gleinodalis pada
scapula yang berbentuk socket.

Cavitas gleinodalis dilapisi dengan labrum gleinodale membentuk socket


Articulatio gleinohumeri. Labrum gleinodale ini merupakan fibrokartilago yang
memilki karakteristik sebagai berikut:
1. Mengandung lebih banyak kolagen tipe 1
2. Berstruktur kuat dan kaku
3. Biasanya terletak pada pesendian
4. Flexible, tahan terhadap renggangan

Persendian ini membentuk suatu ruangan yang memungkinkan gerakan


menjadi lebih bebas. Pada ruangan tersebut terdapat cairan yang disebut cairan
synovialis yang berfungsi sebagai pelumas antar tulang yang dihasilkan oleh lapisan
dalam pembungkus sendi (capsule joint) yang disebut membrana synovialis.

Pada caput os humeri dilapisi dengan kartilago hyalin yang memilki


karakteristik sebagai berikut:
a. Merupakan jaringan semi-translusen dengan warna kelabu kebiruan
b. kondrosit tersusun dalam kelompokan didalam matrix basofilik berisi kolagen
tipe II
c. perikondrium biasanya ada kecuali pada permukaan sendi

25
d. Kolagen tipe II memiliki karakteristik serabut sangat halus terbenam dalam
banyak substansi dasar dan memilki struktur yang kuat dan elastis

Kapsul sendi yang terdapat pada aticulatio gleinohumeral diperkuat oleh


ligamen-ligamen dari tendo otot rotator cuff berupa lembaran-lembaran fibrosa.
Serat fibrosa ini memilki karakteristik yang kuat dan lentur sehingga ligamen sangat
berperan dalam menyokong kapsul sendi gleinohumeri. Otot - otot rotator cuff
adalah m. subscapularis, m. supraspinatus, m. infraspinatus dan m. teres minor.
Ligamen ini mencegah pergerakan sendi yang berlebihan.

c. Fisiologi

Artikulatio gleinohumeri mempunyai kemungkinan gerak yang luas dengan


stabilitas yang kurang dikarenakan ukuran caput humeri tiga kali lebih besar
dibandingkan cavitas gleinodalis. Kekuatan sendi tergantung pada tonus-tonus otot

26
rotator cuff yang terdapat di depan, di atas dan di belakang sendi, yaitu m.
subscapularis, m. supraspinatus dan m. infraspinatus.
Sendi ini memiliki 3 sumbu gerak (tri axial). Gerakan yang dapat dilakukan
antara lain adduksi, rotasi medial, rotasi lateral, fleksi, ekstensi dan sirkumduki.
1. Flexi
Flexi normal sekitar 90 derajat dan dilakukan oleh serabut anterior m.
deltoideus, m. pectoralis mayor, m. bicep brachii dan m. coracobrahialis.
2. Ekstensi
Ekstensi normal sekitar 45 derajat dan dilakukan oleh serabut posterior m.
deltoideus, m. latissimus dorsi dan m. teres mayor.

3. Abduksi
Gerakan ini dilakukan oleh serabut tengah m. deltoideus, dibantu oleh m.
supraspinatus. M. supraspinatus mempertahankan caput humeri tetap berada di
cavitas gleinodalis; gerakan ini memungkinkan m. deltoideus berkontraksi dan
melakukan abduksi humerus. Lengan akan bergerak menjauhi sumbu tubuh.
4. Adduksi
Adduksi normal adala sebesar 45 derajat di depan thorax. Gerakan ini
dilakukan oleh m. pectoralis mayor, m. latissimus dorsi, m. teres mayor dan m.
teres minor. Lengan akan bergerak mendekati sumbu tubuh.

27
5. Rotasi lateral
Rotasi lateral normal adalah sebesar 45 derajat. Gerakan ini dilakukan oleh m.
infraspinatus, m. teres minor dan serabut posterior m. deltoideus.
6. Rotasi medial
Rotasi medial normal adalah sekitar 55 derajat. Gerakan ini dilakukan oleh m.
subscapularis, m. latissimus dorsi, m. teres mayor dan serabut anterior m.
deltoideus.

7. Sirkumduksi
Sirkumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan yang lain.

d. Dislokasi Articulatio Glenohumeral Dextra Anterior

Dislokasi (luksasi) sendi glenohumeral adalah terpisahnya seluruh bagian


yang membentuk sendi glenohumeral akibat rudapaksa/trauma. Dislokasi bahu

28
anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput humeri dari cavitas artikulare
sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu anterior biasanya terjadi setelah
cedera akut karena lengan di paksa ber abduksi, berotasi eksterna dan ekstensi sendi
bahu. Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral dapat terjadi pada bagian :
 anterior dan medial glenoid disebut sebagai dislokasi anterior , caput humeri
bergeser ke medial dibawah processus coracodeus.

Sendi glenohumeral sangat mudah digerakan, bisa melakukan berbagai


gerakan tetapi membuat tidak stabil, Fossa glenoidalis sendi bahu yang relative
kecil dan memiliki sedikit ligament membuat sendi glenohumeral rentan untuk
dislokasi. Dislokasi anteroinferior ini paling sering terjadi dan biasanya terkait
dengan kejadian yang menimbulkan cedera (secara klinis, semua dislokasi anterior
adalah anteroinferior). Apabila terjadi dislokasi anteroinferior, nervus axillaris bisa
terluka karena tekanan langsung dari caput humeri di nervus inferior saat melewati
quadrangular space. Selain itu, efek dari ‘pemanjangan’ humerus bisa membuat
nervus radialis merenggang dengan alur radial dan bisa membuat kelumpuhan saraf
radial.Terkadang, dislokasi anteroinferior berhubungan dengan fraktura. Dislokasi
posterior bisadisebut jarang.

29
e. Etiologi

Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya
a. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b. Trauma akibat kecelakaan
c. Trauma akibat pembedahan ortopedi
d. Terjadi infeksi di sekitar sendi

f. Patofisiologi
1. terjadi karena bahu dipaksa abduksi dan rotasi eksterna, mekanisme ini
menyababkan kaput humeri tedorong kedepan dan membuat labrum anterior
gleonoidalis dan kapsula sendi mengalami avulasi/robekan (lesi bankhardt).

30
2. Pada dislokasi berulang dapat menyebabkan lesi hill-sachs pada bagian
posterolateral caput humerus,yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput
humerus menekan glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi

g. Gejala Klinik
1. deformitas sendi
2. terdapat kelainan bentuk misalnya hilangnya tonjolan tulang normal, misalnya
deltoid yang rata pada pemeriksaan fisik
3. pergerakan art.glenohumerale terbatas
4. dapat teraba depresi yang dalam antara caput humeri dan acromion di lateral
5. rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan terutama bila menahan beban
6. Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh
7. Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
8. Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan

e. Komplikasi
1. Cedera saraf : saraf aksila
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla
3. Fraktur dislokasi
4. Kekakuan sendi bahu
5. dislokasi yang berulang
6. kelemahan otot

2. Musculotendinous Rotator Cuff

a. Definisi

Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Dan pada sendi bahu,
terdapat tendon yang mempunyai peran penting, yaitu rotator cuff dan
biceps. Shoulder tendonitis (atau rotator cuff tendonitis) adalah salah satu kondisi
paling umum yang terjadi pada persendian bahu (rotator cuff).

31
Rotator cuff adalah tendon yang mengelilingi sendi bahu. Sendi bahu dapat
bergerak dan mengubah melalui jangkauan yang lebih luas daripada sendi lainnya di
tubuh. Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang
mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini dibentuk dengan bersatunya tendon-
tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut adalah musculus supraspinatus,
musculus infraspinatus, musculus teres minor dan musculus subscapularis.

Jadi, cedera rotator cuff adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi
tubuh karena suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi pada bagian tendon
bahu serta penggunaan rotator cuff yang berlebihan ketika melakukan
aktifitas sehingga menyebabkan tendon berlawanan dengan tulang.

32
b. Etiologi

Terdapat beberapa hal yang bisa menyebabkan cedera/ robek pada rotator cuff.
Tekanan yang terjadi terus-menerus dan penggunaan rotator cuff yang berlebihan
ketika melakukan aktifitas yang sama dapat menyebabkan tendon berlawanan
dengan tulang. Cedera pada tendon rotator cuff ini sering terjadi pada orang-orang
yang berumur sekitar 40 tahun atau lebih kerena pada usia tersebut, telah terjadi
kemunduran fungsi rotatir cuff akibat tekanan-tekanan kerja dan aktifitas setiap
hari, terutama pada aktifitas yang menghuruskan lengan bergerak elevasi. Tendon
rotator cuff pada orang yang anatomis bahunya tidak stabil dapat terselip diantara
caput humeri dengan acromion (tulang yang berada di atas tendon) dan
mengakibatkan cedera/robek. Namun demikian, kelainan anatomis alami pada sendi
bahu juga dapat menyebabkan penggunaan yang abnormal pada tendon yang dapat
menyebabkan cedera/kerobekan. Faktor umum penyebab rotator cuff tendonitis
adalah olahraga. Tetapi gangguan ini juga dapat terjadi pada orang-orang yang
berusia > 40 tahun.

c. Patofisiologi

Rotator cuff yang terdiri dari empat tendon dapat mengalami cedera. Dari
keempat tendon yang terdapat pada rotator cuff ini, yang berisiko tinggi mengalami
cedera adalah tendon supraspinatus. Trauma atau salah posisi ketika berolahraga,
misalnya jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba dapat menyebabkan
tarikas secara tiba-tiba. Sedangkan pada orang tua dapat terjadi karena adanya
degenarasi pada rotator cuff. Tekanan atau tarikan terus menerus dan penggunaan
yang berlebihan ketika beraktifitas dapat menyebabkan tendon beradu dengan
tulang yang dapat mengakibatkan kerobekan pada rotator cuff. Akibat cedera
tersebut akan menyebabkan peradangan yang biasanya disertai keluhan nyeri.

33
Keluhannya juga dapat berupa kesulitan mengabduksi lengan. Otot dan tendo
supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke lengan, nyeri dirasakan sebagai nyeri
dalam di sisi lateral bahu, bagian tengah otot deltoid turun ke insersi deltoid. Rasa
nyeri juga dapat menjalar ke epicondylus lateral siku. Penyembuhan trigger
point dapat dilakukan dengan mengatur posisi pasien berbaring miring atau duduk.

Cedera rotator cuff dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, cedera dan
penuaan.
1. Robek akut
Cedera ini terjadi apabila penderita jatuh dengan lengan yang teregang atau
mengangkat barang yang berat dengan gerakan menyentak. Jenis cedera ini
dapat terjadi bersamaan dengan patah leher atau dislokasi bahu.
2. Robek karena proses penuaan
Jenis cedera ini terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama. Cedera terjadi
pada lengan yang lebih dominan. Apabila salah satu lengan mengalami robek
penuaan, maka lengan satunya biasanya juga mengalami hal serupa walaupun
tanpa rasa nyeri pada bahu. Beberapa faktor degeneratif, atau kronis dari
manset rotator robek.

Beberapa faktor yang dapat memperparah cedera:


1. Tekanan yang berulang. Gerakan bahu yang diulang terus menerus
menyebabkan tekanan pada otot dan tendon. Beberapa olahraga, seperti
baseball, tenis, dayung, dan angkat beban dapat menyebabkan resiko cedera.
Selain itu, beberapa pekerjaan dan tugas rutin juga meningkatkan resiko
cedera.
2. Kurangnya suplai darah. Seiring dengan bertambahnya usia, suplai darah ke
tendon pada rotator cuff berkurang. Tanpa suplai darah yang cukup, tubuh
tidak dapat memperbaiki tendon yang rusak. Hal ini menyebabkan cedera
tendon.
3. Bone spurs. Dengan bertambahnya usia, bone spurs (tulang yang tumbuh
secara berlebihan) sering berkembang pada bagian bawah tulang akromion.
Saat tangan diangkat, spurs menggosok tendon pada rotator cuff, sehingga
menyebabkan bahu bergeser. Dengan berjalannya waktu, hal ini melemahkan
tendon dan menyebabkan terjadi cedera tendon.

34
d. Patologi

Patologi ‘ rotator cuff’ umumnya disebabkan faktor-faktor, yaitu mikro trauma


dan makro trauma baik terjadi karena adanya hipomobilitas ‘shoulder complex’,
gangguan sikap, olah raga pekerjaan atau kecelakaan. Namun dapat pula karena
faktor penyebab yang lain yaitu misalnya problema segmental C5-C6. Adanya
iritasi pada radik C5-C6 (C7) akan menyebabkan nyeri radikuler yang dapad
menyebabkan nyeri pada otot-otot yang sesegmen.

Apabila keluhan nyeri berlangsung lama akan menimbulkan ‘shympatetic


nocisensoric reflex’ yaitu aktifitas sistem simpatis yang berlebih sehingga terjadi
gangguan mikro sirkulasi pada jaringan yang memperoleh efferent simpatis
tersebut, akibatnya dapat terjadi miosis atau tendomiosis dan zona jaringan ikat
pada dermatome simpatisnya.

e. Faktor resiko

Karena sebagian besar cedera rotator cuff disebabkan karena proses


pemakaian dan proses penuaan, seseorang dengan usia diatas 50 tahun memiliki
resiko yang lebih tinggi menderita kondisi ini. Sehingga terdapat ungkapan “bahu
berusia 50 tahun” (50 year old shoulder).

Seseorang yang mengangkat beban berulang atau mengangkat beban berat


juga memiliki resiko yang lebih tinggi menderita kondisi ini. Atlet tenis dan
baseball adalah yang memiliki resiko tinggi. Selain itu, tukang cat, tukang kayu dan
seseorang dengan profesi yang melakukan aktivitas berat juga beresiko tinggi.

Walaupun cedera karena pemakaian berlebih atau aktivitas olahraga dapat


terjadi pada seseorang dengan usia yang lebih muda, namun cedera pada usia muda
biasanya disebabkan oleh cedera traumatik seperti jatuh.

f. Gejala yang di Timbulkan


Saat rotator cuff robek, gejala yang paling umum terjadi :
1. Rasa sakit pada bahu terutama saat mengangkat tangan. Rasa sakit dapat
dialami saat mengangkat tangan untuk menyisir rambut atau menekuk tangan
ke belakang untuk memakai baju.

35
2. Merasa lemah, bahu terasa sembap, dan nyeri saat tidur di atas tangan yang
bermasalah. Bahu juga dapat mengalami penurunan jangkauan gerakan. Pada
robekan yang lebih besar, rasa sakit yang terus menerus dan lemas pada otot
dapat terjadi.
3. Pada kasus robeknya seluruh rotator cuff bahu, besar kemungkinan tidak
dapat mengangkat tangan sama sekali.

g. Anatomi

Sumber: Atlas Anatomi Sabotta


Musculotendinous rotator cuff is the anterior, superior, and posterior aspects
of the capsule of the shoulder joint reinforced by the tendons of insertion of the
supraspinatus, infraspinatus, teres minor, and subscapularis (SITS) muscles.
Musculotendinous rotator cuff berfungsi sebagai penunjang gerakan (kinematik)
dan memastikan posisi caput humeri tepat berada difossa glenoidalis, serta
memberikan keseimbangan otot ke sendi glenohumeral.

Cedera rotator cuff adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh
karena suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi pada bagian tendon bahu
serta penggunaan rotator cuff yang berlebihan ketika melakukan aktifitas sehingga
menyebabkan tendon berlawanan dengan tulang.

36
Robekan dari rotator cuff dibagi menjadi beberapa grade, yaitu ; kecil (kurang
dari 1cm), sedang (1-3 cm), dan besar (3-5cm), massif (lebih besar 5cm).
pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk melihat derajat artopaty dan fibrosis
dari rotator cuff dan untuk, bila otot sudah menjadi fibrosis dan terrektraksi, maka
tidak akan dapat sembuh kembali. Bila pada pasien dengan robekan rotator
cuff grade III dan pada MRI menunjukan terjadinya retraksi pada rotator cuff ke
glenoid dengan artropi yang hebat sudah dapat dipastikan tidak akan dapat sembuh
secara spontan.

Robekan pada musculotendinous rotator cuff akan menyebabkan peradangan


yang biasanya disertai keluhan nyeri. Keluhannya juga dapat berupa kesulitan
mengabduksi lengan. Otot dan tendo supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke
lengan, nyeri dirasakan sebagai nyeri dalam di sisi lateral bahu, bagian tengah otot
deltoid turun ke insersi deltoid. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epicondylus
lateral siku. Bagian dari musculotendinous rotator cuff yang biasanya mengalami
robekan adalah M. Supraspinatus.

Robekan yang terjadi pada orang dengan usia lebih besar dari 60 mungkin
terjadi robekan yang sekunder terhadap perubahan degeneratif.
 M. supraspinatus mempunyai fungsi untuk menggerakkan tangan secara
abduksi dan sebahagian gerakan rotasi, dan menarik caput os humeri agar
tidak terjadi dislokasi. Karena fungsi inilah M. Supraspinatus sering
mengalami robekan. M.supraspinatus memperkuat capsula articularis dari arah
superior.
 M. infraspinatus mempunyai fungsi untuk rotasi eksternal dari humerus,
menarik humerus, extensor serta fixator persendian bahu dan stabilisasi
glenohumeral joint. M. teres minor mmempunyai fungsi untuk rotasi eksternal
dan flexor persendian bahu. M. Teres minor ini sangat sedikit sekali
mengalami masalah. M. Infraspinatus dan M.teres minor memperkuat capsula
articularis dari arah dorsal.
 M. subscapularis mempunyai fungsi untuk internal rotasi, adduktor os humeri,
fixator persendian bahu dan menjaga letak humerus. M. Subscapularis
merupakan otot yang paling besar dan paling kuat diantara SITS.
M.subscapularis memperkuat capsula articularis dari ventral.

37
3. Neuromusculoskeletal

a. N.axillaris

Sumber: Atlas Anatomi Sobotta

N. axillaris merupakan cabang dari fasiculus posterior dan yang berjalan


kebelakang dan kebawah dari permukaan medial M. Subscapularis dan menghilang
diantara musculus dan arteri M. Subscapularis. N.Axillaris menghubungkan
sensorik major ke kulit melalui bagian atas.

Cedera pada nervus axillaris dapat menyebabkan kesulitan dalam gerakan


abduksi karena fungsi utama dari saraf ini adalah untuk gerakan abduksi.

Kerusakan pada saraf N. Axillaris yang merupakan salah satu cabang dari
fasiculus posterior menyebabkan kelemahan dan defisit sensorik dikawasan N.
Radialis, otot deltoideus (abduksi dan adduksi bahu), otot-otot ekstensor tangan dan
tangan menjadi lemah.

Cedera pada N. Axillaris sangat jarang tarjadi kelumpuhan kecuali jika


terpotong dan disertai dengan rusaknya otot deltoideus dan teres major atau oleh
cedera karena tekanan kuat yang menekan keatas lipatan axilla yang
memungkinkan dislokasi caput humeri karah bawah, atau fraktur collum
chirurgicum humeri yang menyebabkan paralisis M. deltoideus .

38
Defisit sensorik dapat terjadi pada daerah bagian atas lateral dari lengan .
daerah sensasi n.axillaris berada di M. Deltoideus bagian lateral untuk mengetahui
adanya trauma pada nervus axllaris.

b. Histologi Musculuskeletal ( Otot Rangka)

Sumber: Atlas Histologi di Fiore

Serat otot rangka adalah sel multinukleus silindris panjang, dengan inti-inti
tersebar di perifer. Otot ini memiliki banyak nukleus karena penyatuan prekursor
sel otot mioblas (myoblastus) selama perkembangan embrionik. Setiap serat otot
terdiri dari subunit-subunit yang disebut miofibrilyang terentang disepanjang
serat. Miofibril, selanjutnya, terdiri dari banyak miofilamen (myofilamentum)
yang dibentuk oleh protein kontraktil tipis, aktin, dan protein kontraktil tebal,
miosin.

Di dalam sarkoplasma, susunan filamen aktin dan miosin sangat teratur,


membentuk pola crossstriation yang dilihat di bawah mikroskop cahaya berupa
stria I (discus isotropicus) terang dan stria A (discus anisotropicus) gelap di
setiap serat otot. I(arena cross-striation ini, otot rangka disebut juga textus
muscularis striatus (striated muscle). Pemeriksaan dengan mikroskop elektron
memperlihatkan susunan internal protein kontraktil di setiap miofibril. Gambaran
resolusi-tinggi ini menunjukkan bahwa setiap stria I terang terpisah menjadi dua
oleh linea Z (diskus atau pita) padat melintang. Di antara dua linea Z yang

39
berdekatan terdapat unit kontraktil otot terkecif sarkomer (sarcomerum).
Sarkomer adalah unit kontraktil berulang yang terlihat di sepanjang setiap
miofibril dan merupakan ciri khas sarkoplasma serat otot rangka dan jantung.

Otot rangka dikelilingi oleh lapisan jaringan ikat padat tidak teratur
yang disebut epimisium (epimysium). Dari epimisium, lapisan jaringan ikat
kurang padat tidak teratur, disebut perimisium (perimysium), masuk dan
memisahkan bagian dalam otot menjadi berkas-berkas yang lebih kecil yaitu
fasikulus (fasciculus muscularis); setiap fasikulus dikelilingi oleh perimisium.
Selapis tipis serat jaringan ikat retikular, endomisium (endomysium),
membungkus setiap serat otot. Di selubung jaringan ikat terdapat pembuluh darah
(vas sanguineum), saraf, dan pembuluh limfe (lihat Gambaran Umum 6).Hampir
semua otot rangka terdapat reseptor regang sensitif, yaitu gelendong
neuromuskular (iunctio neuromuscularis fusi). Gelendong ini terdiri atas kapsul
jaringan ikat, tempat ditemukannya serat otot modifikasi yaitu serat intrafusal
(myofibra intrafusalis) dan banyak ujung saraf (terminationes neurales),
dlkelilingl oleh ruang berisi-cairan. Gelendong neuromuskular memantau
perubahan (peregangan) panjang otot dan mengaktifkan refleks kompleks untuk
mengatur aktivitas otot.

c. Histologi skeletal tulang kompak

Sumber: Atlas Histologi di Fiore

40
Sumber: Atlas Histologi di Fiore

Pemeriksaan tulang pada potongan melintang memperlihatkan dua jenis


tulang, tulang kompak (textus osseus compactus) dan tulang
spongiosa/kanselosa (textus osseus spongiosus) (lihat Gambaran Umum +).
Pada tulang panjang, bagian silindris luar adalah tulang kompak padat.
Permukaan dalam tulang kompak di dekat rongga sumsum (cavitas medullaris)
adalah tulang spongiosa (kanselosa).

Tulang kanselosa mengandung banyak daerah yang saling berhubungan


dan tidak padat; namun, kedua jenis tulang memiliki gambaran mikroskopik
serupa. Pada bayi baru lahir, rongga sumsum tulang panjang tampak merah dan
menghasilkan sel darah. Pada orang dewasa, rongga sumsum tulang panjang
biasanya tampak kuning dan terisi oleh sel adiposa (lemak).

Pada tulang kompak, serat kolagen tersusun dalam lapisan . Lapisan


tulang yang tipis disebut lamela (lamella ossea) yang saling sejajar di bagian
tepi tulangr atau tersusun konsentris mengelilingi suatu pembuluh darah. Di
tulang panjang, lamela sirkumferensial luar (lamella circumferentialis externa)
terletak di bagian dalam periosteum. Lamela sirkumferensial dalam (lamella
circumferentialis interna) mengelilingi rongga sumsum tulang. Lamela
konsentrik (lamella osteoni) mengelilingi saluran-saluran dengan pembuluh
darah, saraf; dan jaringan ikat longgar yang disebut osteon (sistem Havers).
Ruang di osteon yang mengandung pembuluh darah dan saraf adalah kanalis

41
sentralis (Havers). Sebagian besar tulang kompak terdiri dari osteon (osteonum).
Lakuna dengan osteosit dan terhubung melalui kanalikuli ditemukan di antara
lamela pada setiap osteon .

Pembesaran lebih kuat menunjukkan detail suatu osteon dan bagian-bagian


osteon di dekatnya. Dibagian tengah osteon terdapat kanalis sentralis (Havers)
(A) yang terpulas-gelap dikelilingi oleh lamela (4) konsentrik. Di antara osteon
yang berdekatan terdapat lamela interstisial (5). Struktur gelap bentuk-kenari di
antara lamel adalah lakuna (t,l) yangberisi osteosit di tulang hidup. Banyak
kanalikuli (2) halus memancar keluar dari masing-masing lakuna (t, Z) ke
lakuna yang berdekatan dan membentuk sistem saluran komunikasi (2) di
seluruh matriks tulang dan di dalam kanalis sentralis (3). Kanalikuli (2)
mengandung juluran sitoplasma osteosit yang halus. Dengan cara ini, osteosit
di sekitar osteon berhubungan dengan yang lain dan dengan pembuluh darah di
kanalis sentralis. Batas luar osteon dipisahkan oleh linea cementalis (6).

Tulang humerus merupakan salah satu tulang kompak (tulang panjang).

4. Range of Motion

Range of motion atau rentang gerak sendi yaitu mengacu pada kisaran diukur
dalam derajat lingkaran dimana tulang-tulang sendi dapat digerakan
(Tortora,2011:305). Range of motion (ROM) atau luas gerak sendi (LGS) adalah luas
lingkup gerakan sendi yang mampu dicapai/dilakukan oleh sendi (Bambang
Trisnowiyanto,2012:34). ROM juga digunakansebagai dasar untuk menetapkan adanya
kelainan atau untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal
(ZairinNoorHelmi,2012:56). Menurut Hall, etal (2007:247) sendi yang normal
memungkinkan rentang gerakan yang bertujuan untuk memudahkan pergeseran dari
satu posisi ke posisi lain. Sendi-sendi tersebut memiliki rentang gerakan aktif dan pasif
(ROM).

Joint Action Degrees of motion

Shoulder Fleksi 180°

Ekstensi 45°

42
Adduksi 40°

Abduksi 180°

Medial rotasi 90°

Lateral rotasi 90°

Tabel 2.1 Standar Range of Motion (ROM) Sendi Bahu


(Sumber : Basmajian. 1980. p. 89)

5. Cedera pada Bahu

a. Definisi

Cedera bahu merupakan salah satu cedera pada anggota tubuh bagian atas.
Cedera pada organ bagian atas yang sering adalah terjadi pada bahu (Taylor,
2002:215). Cedera bahu adalah cedera yang dapat menimbulkan peradangan pada
bagian bahu. Inflamasi atau peradangan merupakansuatu reaksi lokal jaringan
dengan manifestasi klinis berupa: rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas),
dolor (nyeri), dan functiolaesa (gangguan fungsi) (Zairin Noor Helmi, 2012:168).
Cedera pada bahu sering terjadi karena terlalu lelah (Hardianto Wibowo, 2007:51).
Sendi yang sering mengalami cedera adalah sendi bahu (Yulianto Wahyono,
2006:12). Cedera bahu dapat menyebabkan gangguan yang menyebabkan
penurunan fungsi yang akan berpengaruh terhadap tubuh baik fisik maupun psikis
yang akan menggangggu penampilan atlet bergantung pada jenis cedera yang
dialami.

b. Macam-macam Cedera Bahu


Macam-macam cedera bahu yaitu sebagai berikut:
1. Luksasio / Subluksasio dari Articulasio Humeri
Pada sendi bahu sering terjadi luksasio/subluksasio karena sifatnya globeida
(kepala sendi yang masuk ke dalam mangkok sendi kurang dari separuhnya).
Cedera pada sendi bahu ini sering terjadi karena pemakaian yang berlebihan
atau body contact sport, kita harus memperhatikan bahwa sendi bahu sangat
lemah, karena sifatnya globoidea dimana hanya diperkuat oleh ligamentum
dan otot-otot bahu saja. Tanda-tanda luksaksio antara lain: lengkung bahu

43
hilang; tidak dapat digerak-gerakkan; lengan atas sedikit abduksi; lengan
bawah sedikit supinasi.
2. Luksasio/Subluksasiodari Articulasio AcromionClavicularis
Sendi akromion klavikularis kerap kali mengalami cedera karena jatuh atau
dipukul pada ujung bahu. Cedera ini sering terjadi pada penunggang kuda,
pemain rugby atau sepak bola. Jika cedera ini terbatas pada robeknya
ligamentum akromion klavikularis, maka terjadi subluksasio/dislokasi
sebagian. Jika ligamentum akromio klavikularis dan ligamentum
coracoclavicularis terputus, maka terjadilah luksasio atau dislokasi total.Pada
keadaan luksasio/subluksasio dari sendi ini, maka dapat kita raba
terangkatnya ujung klavikula bagian akromion lebih tinggi. Bila cedera sudah
berlangsung lama, pembengkakan sudah terjadi, maka ujung klavikula sukar
teraba.
3. Subdeltoid Bursitis
Disini sendi bahu dapat berfungsi dengan gerakannya yang halus karena
adanya bursa subdeltoid dan bursa ini dapat meradang. Bursa mukosa
subdeltoid memberi pelicin pada tendon yang berjalan pada atap bahu. Kalau
bursacedera, maka akan sedikit membengkak dengan bertambahnya cairan
sinova dan pada gerakan terasa nyeri,biasanya cedera ini terjadi karena
pukulan langsung pada bahu, misalnya pada body contact sport (frozen
shoulder).
4. Strain dari Otot-Otot Atap Bahu (Rotator Cuff)
Istilah rotator cuff ini dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang
mengelilingi bagian atas tulang humerus. Dibentuk dengan bersatunya
tendon- tendon atap bahu. ke-empat tendon tersebut ialah: m.supraspinatus,
m. infraspinatus, m. teresminor, m.teresmayor, dan m. sub skapularis. Pada
cedera bahu yang sering kena adalah tendon supraspinatus. Biasanya terjadi
karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya: jatuh dengan tangan lurus atau
abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang dipegang dengan tangan.
Tanda-tanda cedera bahu adalah pemain mengeluh nyeri di ujung bahu. Kalau
penderita menaikkan lengan samping setelah 45° pertama, penderita mulai
merasa sakit, lebih-lebih setelah lengan lebih tinggi. Tetapi rasa sakit
berkurang lagi setelah lewat 120°.

44
5. Swimmer’s Shoulder
Swimmer’s shoulder yaitu cedera yang dapat timbul pada cabang olahraga
polo air/renang. Cedera olahraga yang terjadi pada cabang olahraga renang
sangat sedikit, paling-paling kejang otot, sprain (cedera ligamen) dan strain
(cedera otot maupun tendon), tetapi karena polo air termasuk body contact
sport, maka kemungkinan cedera akan lebih banyak. Pada cabang olahraga
renang, terkenal adanya cedera yang disebut swimmer's shoulder, yaitu nyeri
didaerah bahu karena terlalu banyak dipakainya persendian bahu tersebut
(overuse). Nyeri bahu ini disebabkan karena tersentuhnya / tergeseknya
tendon-tendon dari otot-otot yang terdapat pada atap bahu, terutama otot
supraspinatus. Tanda- tanda swimmer’s shoulder. Nyeri didaerah bahu,
terutama terjadi didaerah bahu depan atau samping (Ali Satia Graha dan
Bambang Priyonoadi, 2009 : 48-50).

6. Ekstremitas Superior Dextra Anterior

Anatomi ekstremitas superior bagian dextra dan sinistra dapat dibagi menjadi
beberapa regio yaitu:
 Regio infraclavicularis
 Regio deltoidea
 Regio scapularis
 Regio axilaris
 Regio brachii
 Regio cubiti
 Regio antebrachii
 Regio carpus
 Regio manus
 Regio digiti

45
a. Regio Infraclavicularis
Batas – batas:
 Cranial : clavicula
 Caudal : regio mammaria
 Lateral : tepi medial M.deltoideus
 Medial : sternum
Regio ini sebagian besar ditutupi oleh M. Pectoralis major sehingga disebut juga
regio pectoralis. Regio ini merupakan dinding thorax bagian atas dan sebagai
dinding ventralis dari rongga ketiak.
b. Regio Deltoidea
Regio ini adalah daerah yang ditutupi oleh M.deltoideus.
c. Regio Axillaris
Regio ini adalah daerah yang dibatasi oleh lipat ketiak ventralis dan lipat ketiak
dorsalis. Tampak sebagai suatu lekukan yang disebut fossa axillaris. Sedangkan bila
dibuka kulit daerah ini akan merupakan suatu ruangan yang berbentuk piramid yang
disebut spatium axillaris.
d. Regio Brachii
Batas – batas regio :
 Proximal: lipat ketiak
 Distal : garis penghubung kedua epicondyli humeri
Regio brachii tediri dari regio brachii anterior dan regio brachii posterior.
e. Regio Cubiti
Batas: masing – masing 3 jari ke arah proximal dan 3 jari ke arah distal dari garis
yang menghubungkan kedua epicondyli.
f. Regio antebrachii
Batas – batas :
 Proximal : 3 jari distalis terhadap garis antara epicondyli humeri

46
 Distal : garis antara proc.styloideus radii dan proc.styloideus ulnae.
g. Tangan
Batas proximal : garis yang menghubungkan proc.styloideus radii dan
proc.styloideus ulnae
Batas distal: garis yang terdapat setinggi capituli ossa metacarpalia.
h. Regio Digiti
Yaitu jari – jari tangan.

7. Daerah Bahu

a. Osteon

 Os Scapulae

Scapula adalah tulang datar yang berada pada bagian anterior pada bidang
lateral thorax. Poros panjang dari tulang ini membentang secara tidak langsung dari
spina thorax keempat sampai sternum pada akhir rusuk pertama. Scapula berbentuk
agak melengkung dan miring untuk menyesuaikan dengan bentuk dinding thorax.
Pinggirannya membentuk segitiga, menpunyai dua permukaan, dan tiga sudut
(S.Sisson, 1956).

Permukaan lateral (Facies lateralis) terbagi atas dua fossa oleh spina scapulae,
yang terbentang antara tepi ventral sampai leher dari tulang tersebut, dimana ia
mengecil. Tepi atas dari spina berbentuk tebal dan kasar. Pada bagian tengah spina
terdapat tuber spina, tempat melekatnya M. trapezius. Fossa supraspinata terletak di
depan dari spina, berukuran lebih kecil, halus bagian permukaannya, dan
merupakan tempat berjalannya M. supraspinatus. Fossa infraspinata berada di
belakang spina, berbentuk lebar dan halus pada bagian permukaannya, mengecil
pada bagian bawah, yang ditandai dengan beberapa garis lunak sebagai pelengkap
perlekatan M. infraspinatus. Di dekat bagian leher terdapat foramen nutricia
(nutrient foramen), dan di bawahnya terdapat alur vascular (vascular groove)
(S.Sisson, 1956).

Facies costalis merupakan permukaan hampa dengan fossa subscapularis yang


memanjang di atasnya. Fossa ini memanjang hingga ke sepanjang bagian bawah
dari permukan ini, meruncing di bagian atas dan memisahkan dua permukaan kasar

47
berbentuk segitiga yang disebut facies serrata, tempat melekatnya M. serratus
ventralis. Pada bagian bawak facies costalis terdapat alur vascular (S.Sisson, 1956).

Margo cranialis (anterior border) berbentuk cembung dan kasar pada bagian
atasnya, lalu menjadi cekung dan halus di bagian bawah. Margo caudalis (posterior
border) agak cekung, tebal, dan kasar pada sepertiga bagian atasnya, menjadi tipis
di bagian tengah, dan lebih tipis lagi di bagian bawah. Margo vertebralis (ventral
border) melekat dengan cartilage scapulae (S.Sisson, 1956).

Angulus cranialis (anterior angle) adalah persimpangan antara margo cranialis


dan margo caudalis dan relatif tipis. Angulus caudalis (posterior angle) berbentuk
tipis dan kasar. Angulus glenoidalis (glenoid angle) terhubung dengan tubuh tulang
oleh collom scapulae (leher scapula/ neck of the scapula). Angulus glenoidalis
membentuk cavitas glenoidalis (glenoid cavity) untuk membentuk artikulasi dengan
caput humerus. Cavitas glenoidalis mempunyai garis luar yang oval dan batas
depannya dipotong oleh incissura glenoidalis (glenoid notch), dan membulat pada
bagian lateral. Tuber scapulae berupa penonjolan yang besar dan kasar di bagian
depan, tempat bertautnya tendon dari M. biceps brachii. Terdapat processus
coracoideus pada bagian medialnya, yang merupakan tempat timbulnya M. coraco-
brachialis (S.Sisson, 1956).

 Os Humerus

Humerus tulang panjang yang terbentang mulai dari bawah bahu, dimana
tulang ini berartikulasi dengan scapula, dan berartikulasi dengan os radius ulna pada
bagian distalnya. Humerus terdiri dari satu bidang panjang dan dua extremitas.

Corpus humeri (shaft) berbentuk silindris tidak beraturan dan penampilan


yang berpilin. Corpus humeri memiliki empat permukaan, yaitu:
 Facies lateralis (lateral surface) : halus dan melengkung spiral
 Sulcus musculo-spiralis (musculo-spiral groove) : tempat M. brachialis
 Facies medialis (medial surface) : panjang dan lurus, melengkung di
keduasisinya dan bergabung dengan permukaan anterior dan posterior

48
 Tuberositas teres ( teres tuberosity) : tempat bertautnya tendo M. latissimus
dorsi dan M. teres major. Foramen nutrisia terletak sepertiga dari permukaan
ini.

Facies cranialis (anterior surface) berbentuk segitiga, lebar, dan halus pada
bagian atas, menyempit dan melengkung pada bagian bawah. Facies cranialis ini
dipisahkan dengan facies lateralis oleh crista humeri, yang memunculkan
tuberositas deltoideus (deltoid tuberosity). Facies caudalis (posterior surface) halus,
dan melengkung pada setiap sisi

Ekstremitas proximal terdiri dari kepala, leher, dua tuberositas, dan alur
intertuleral. Tuberositas medialis terdiri dari bagian anterior dan posterior. Sulcus
intertubercularis berada di depan, dipisahkan oleh bagian anterior tuberositas.

Ekstremitas distal memiliki permukaan miring untuk artikulasi dengan os


radius ulna, yang terdiri dari dua condylus dengan ukuran yang tidak sama dan
dipisahkan oleh suatu peninggian. Condylus medialis berukuran jauh lebih besar
dan dilintasi oleh alur saggital, pada bagian anterior tempat kelopak synovial
berada. Condylus lateralis berukuran lebih kecil dan terletak agak rendah dan lebih
ke belakang.

Fossa coronoidea terletak di depan, di bawah alur pada condylus medialis.


Epicondylus medialis lebih mudah dibedakan. Pada bagian lateral dari epicondylus
lateralis terdapat crista condyloidea. Diantara epicondylus terdapat fossa olecranon,
yang memproyeksikan processus anconeus.

b. Musculus

Musculus pada daerah ini (Mm. Omi) dimulai dari scapula hingga berakhir di siku
Otot-otot Gelang Bahu (Musculi extremitates thoracicae)
 Otot kulit:
1. M. cutaneus omobrachialis
Fungsi; menggerakkan kulit daerah bahu dan lengan atas.
 Otot-otot lapis superficial :
1. M. trapezius (pars cervicalis dan pars thoracalis )

49
Musculus ini datar dan berbentuk segitiga. Fungsi: pars cervicis menarik
scapula ke cranio-dorsal, pars thoracis : menarik scapula ke caudo-dorsal
2. M. brachiocephalicus (cleidooccipitalis, cleidomastoideus dan
cleidobrachialis)
Musculus ini melintang sepanjang sisi dari collum sampai cranial dari
lengan. Fungsi: flexor kepala dan leher serta extensor bahu
3. M. omotransversarius
4. M. latissimus dorsi
Musculus ini lebar dan berbentuk segitiga pada sisi kanan. Musculus ini
berada di bawah kulit dan M. cutaneus, pada dinding lateral thorax, dari
spina sampai ke lengan.
5. M. pectoralis superficialis (pars anterior et posterior)
Musculus pectoralis superficialis pars anterior adalah musculus yangf
pendek, agak bulat, yang terbentang dari manubrium sterni hingga bagian
depan lengan. M. pectoralis superficialis pars posterior adalah muskulus
lebar yang terbentang dari tepi ventral sternum hingga ke permukaan
medial siku
 Otot-otot lapis profundal :
1. M. pectoralis profundus : pars praescapularis (anterior) et humeralis
(posterior)
M. pectoralis profundus pars anterior berbentuk prisma dan terbentang
antara bagian anterior dari permukaan lateral sternum hingga sisi cervix
scapula.
2. M. rhomboideus (pars cervicis et thoracis)
Fungsi: extensor leher
3. M. serratus ventralis (pars cervicis et thoracis)
Fungsi: pars cervicis : menarik scapula ke leher,
mengangkat/membengkok leher ke lateral; pars thoracis: menarik scapula
ke caudal, bisa sebagai otot inspirasi
 Otot-otot bahu (musculi omi)
Bidang lateral
1. M. supraspinatus

50
Merupakan muskulus yang ada pada fossa suprascapularis Fungsi:
extensor dan fixator persendian bahu
2. M. infraspinatus
Muskulus ini berada pada fossa infraspinata dan menyebar kearah
posterior Fungsi: extensor dan fixator persendian bahu
3. M. deltoideus
Musculus ini sebagian menyebar di atas M. triceps pada sisi antara scapula
dengan humerus, sebagian di atas M. infraspinatus dan M. teres minor
4. M. teres minor
Muskulus ini lebih kecil dari musculus yang berjalan didepannya.
Mesculus ini berjalan di atas M. triceps di bawah M. deltoideus dan M.
infraspinatus. Fungsi: flexor persendian bahu.
Bidang medial
1. M. teres major
Muskulus ini datar/rata lebih lebar pada bagian tengahnya, dan menyebar
diatas permukaan medial M. triceps. Fungsi: flexor persendian bahu
2. M. subscapularis
Musculus ini berada pada fossa subscapularis. Fungsi: adductor humerus
dan fixator persendian bahu
3. M. coracobrachialis
Musculus ini berada pada permukaan medial persendian bahu dan lengan.
Fungsi: adductor humerus dan flexor persendian bahu (Anonymous, 2009).

c. Pembuluh Darah (Arteri dan Vena) dan Nervus

 A. circumflexa humeri anterior


Arteri ini merupakan percabangan dari plexus brachialis. Arteri ini muncul
dari tepi anterior M. teres major. Arteri ini berjalan kedepan, di antara dua
bagian dari M. coraco-brachialis. Arteri ini member cabang ke M. coraco-
brachialis, M. pectoralis profundus, berakhir di bagian atas M. biceps brachii
dan M. brachiocephalicus. Arteri ini beranastomose dengan A. circumflexa
humeri posterior.
 A. circumflexa humeri posterior

51
Arteri ini merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis, muncul sedikit
dibawah A. thoracodorsalis dan berjalan menyilang keluar di bawah
persendian siku diantara M. triceps brachii caput longum dan M. triceps
brachii caput laterale bersama nervus axillaris. Arteri ini member cabang ke
musculus tersaebut, kapsul persendian, dan musculus dan kulit di bidang bahu,
beranastomose dengan A. circumflexa humeri anterior.
 A. Cervicalis superficialis
Arteri ini muncul dari permukaan dorsal A. brachialis yang berlawanan
dengan rusuk pertama. Arteri ini terbagi menjadi ramus ascendens dan ramus
descendens. Ramus ascendens bercabang ke M. pectoralis profundus, M. omo-
hyoideus, dan M. brachiocephalicus, dan menyuplai darah ke Ln.
prescapularis atau Ln. cervicalis supervicialis. Sedangkan ramus descendens-
nya member cabang pada M. pectoralis superficialis, M. brachiocephalicus
(bersama dengan vena cephalica), dan kulit dada
 N. Axilaris
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis. Muncul dibawah N.
musculo-cutaneus. Nervus ini berjalan ke belakang dan ke bawah dari
permukaan medial M. subscapularis dan menghilang diantaraMusculus dan
arteri subscapularis
 N. Supraclavicularis
 N. Cutaneus antibrachii lateralis
 N.cutaneus brachii et antibrachii dorsalis
 N. musculo-cutaneus ramus proximalis
 N. radialis
Merupakan salah satu cabang dari plexus brachialis yang berjalan dari bagian
posterior plexus. Nervus ini berjalan kebawah bersama N. ulnaris, bagian
medial A. subscapularis, dan bagian bawah M. teres major, M. triceps brachii
caput longum, dan M. triceps brachii caput medial.

52
VII. Kerangka Konsep

VIII. Kesimpulan

Andi mengalmi cedera trauma eksternal pada saat bermain sepak bola karena terdorong
oleh lawan mainnya pada daerah bahu. Dorongan tersebut menyebabkan robekan
musculotendinous rotator cuff dan cedera pada n. axillaris. Robekan tersebut menyebabkan
dislokasi articulatio glenohumeri sehingga range of motion terbaatas. Pada cedera n. axillaris
sensasi kulit menjadi tidak normal dan terjadi paralisis m. deltoideus.

53
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Ilham.(2015).”Pengaruh Masase Frifage Terhadap Perubahan Range of Motion


(ROM) Cedera Bahu pada Pemain TIM UKM Softball UNNES. Universitas Negeri
Semarang

Chandra Putri Sarah dkdk. 2011. Gangguan pada Sendi.


http://www.slieshare.net/zoeyJuniTampubolon/dislokasi-articulatio-glenohumerale

Dea, Marsha. 2015. Makalah Anatomi dan Histologi.


http://dokumen.tips/documents/makalah-anatomi-dan-histologi.html . 9 Desember
2015.

Dr. Herry Yudha , “Dislokasi Sendi Bahu” dalam


http://www.herryyudha.com/2012/07/dislokasi-

Drake, Richard L., A. Wayne Vogldan Adam, W. M. Mitchell. 2012. Gray’s Basic Anatomy
International Edition. Canada: Churchill Livingstone, an imprint of Elsevier Inc.

Eroschenco, V. 2008. Atlas Histologi diFiore edisi 11. jakarta: penerbit buke kedokteran
EGC.
Hardianto Wibowo, dr, Pencegahan dan penatalaksaan cedera olahraga, cetakan I, EGC,
1995.
Herdin, H. 2009. Fisioterapi Pada Dislokasi Shoulder Anterior. Makassar : Fakultas
Kedokteran
Kelompok II LA GOLO dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sisstem Muskuloskeletal “Dislokasi” .Pemerintah Kabupaten Muna. Akademi
Keperawatan

Mohamad, Kartono. 2005. Pertolongan Pertama. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nurwahidah dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Cedera Rotator Cuff. PSIK Universitas Jember

Paulsen, F. dan J. Waschke. 2013. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Ed. 23 Jilid 1: Anatomi
Umum dan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

54
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Price, Sylvia Anderson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Jakarta:


ECG

Purnawan Junadi, dkk, Kapita selekta kedokteran, edisi 2, penerebit Media Aesculapius
fakultas

Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Sobotta Jilid 1. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC.

Ratna, Puri. 2015. Anatomi Ekstremitas Superior. http://dokumen.tips/documents/anatomi-


ekstremitas-superior.html. 9 Desember 2015.

Rhondianto, NS. 2015. Asuhan keperawatan cedera rotator cuff. Universitas Jember.

Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.

Snell, Richard S. 2012.Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: Penerbit buku


Kedokteran EGC.

Snell, Richard S.. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Subagyo. 2013. Dislokasi Sendi Bahu. http://www.ahlibedahorthopedic.com/artikel-186-
dislokasi-sendi-bahu.html. 9 Desember 2015.
Sudibjo, Prijo. 2013. Anatomi Ekstrimitas Superior. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri
Yogyakarta.
Syahmirza Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.OR, Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis, Abdul Chalik
Meidian, SAP, M.Fis.http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-945-
6.Modul%20praktek%20terapi%20latihan.pdf
Tim anatomi vet III. 2012. Penuntun Praktikum Anatomi III Universitas Syiah Kuala. Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Werner Kahle, Atlas dan buku teks anatomi manusia, cetakan I, EGC, 1990
Witha. 2015. Anatomi Ekstremitas Superior. http://dokumen.tips/documents/anatomi-
ekstremitas-superior.html. 9 Desember 2015.

55
56
57

Anda mungkin juga menyukai