Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN OVOP

Satu Desa Satu Product atau One Village One product adalah pendekatan pengembangan Potensi daerah
di satu wilayah unuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah denga memanfatkan
sumber daya lokal.
Satu desa sebagaimana dmaksud dapat diperluas menjadi kecamatan, kabupaten/kota, maupun
kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan potensi dan skala usaha secara ekonomis.
OVOP adalah pendekatan pengembangan potensi daerah untuk menghasilkan satu produk kelas global
yang unik dan khas dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
TUJUAN OVOP
Untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, dari sumber daya, yang bersifat
unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image
dan daya saing yang tinggi.
Pengembangan IKM yang berdaya saing tinggi di pasar domestik dan global dan Mencari komoditas
potensial di satu sentra yang memanfaatkan Potensi Lokal.

KRITERIA PRODUK

Tiga kriteria yang harus dimiliki lokasi pengembangan program One Village One Product (OVOP) atau
satu desa satu produk, dalam rangka pengembangan IKM yang berdaya saing tinggi di pasar domestik
dan global. Daerah yang menjadi pengembangan program OVOP harus ada keseragaman jenis usaha,
memiliki tata ruang yang jelas, serta memiliki infrastruktur yang bagus.

Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah


Unik khas budaya dan keaslian local
Berpotensi pasar domestik dan ekspor
Bermutu dan berpenampilan baik
Diproduksi secara kontinyu dan konsisten

Dalam rangka kampanye OVOP tiga hal yang diperlukan, yaitu selain fulfilling desa-desa yang potensial
sekaligus penduduknya; menyeleksi produk-produk competitive yang berasal dari bahan-bahan lokal
dengan menggunakan kearifan lokal dan keterampilan – keterampilan yang unik untuk menghasilkan
produk-produk asli, unik dan bernilai yang ditujukan untuk pasar domestik maupun global serta asli juga
termasuk komitmen dan campur tangan pemerintahan lokal dan pusat.

Menurut Mr. Hiramatsu Morihiko dalam seminar OVOP di Bali,2009. Dalam mengadopsi program OVOP
ini, ada 3 aspek dasar yang harus dipenuhi yaitu :
Lokalitas produk mampu memenuhi pasar global
Masyarakatnya mampu bekerja secara mandiri
SDM memiliki mental siap dididik dan dibina.

Apabila dalam sebuah kawasan memiliki potensi ketiga aspek tersebut, maka program OVOP akan sangat
mudah untuk diterapkan.
Contoh berbagai produk binaan program OVOP Oita, Jepang:
a) Jeruk KABOSU OITA, setelah dikemas menarik, daya jualnya meningkat dengan sangat signifikan,
sehingga mampu mensejahterakan petani jeruk sekitar.
b) Menjual potensi daerah melalui program pariwisata, sebagai contoh di Nagaoka, dimana SDA
terbatas, yang digarap adalah seni pertunjukkkan musik klasik. Walaupun di kota ini belum dibangun
gedung pertunjukan music, tetapi masyarakat setempat dapat meminjam gedung sebuah sekolah untuk
mengadakan pertunjukan musik dengan mengundang musisi-musisi ternama.
c) Tahun 1979, saat itu kota OITA jarang sekali dikunjungi wisatawan,kemudian dibuatlah program
homestay bagi pelajar dan mahasiswa untuk menginap dalam jangka waktu tertentu di rumah
penduduk. Dengan cara seperti ini terjadi pertukaran informasi dan budaya, sehingga bersama-sama
penduduk setempat dan pendatang membangung tanah pertanian di desa sehingga menarik dan dapat
dijadikan agrowisata.

OVOP Indonesia
Pendekatan OVOP di Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan di Jepang dan
Thailand. Implementasi OVOP di negara kita mengikuti suatu konsep program membangun suatu
regional, mungkin bisa tingkat desa , kecamatan, kota dan selanjutnya memilih satu produk utama yang
dihasilkan dari kreativitas masyarakat desa. Pendekatan OVOP juga menggunakan sumberdaya lokal,
memiliki kearifan lokal dan bernilai tambah tinggi. Produk-produk yang dipilih menjadi Gerakan OVOP
tidak hanya dalam bentuk tangible product, tetapi juga dalam wujud intangible product, misalnya
produk-produk budaya dan kesenian khas daerah yang memiliki nilai jual tinggi secara global.
Husaini (2011) mengemukakan bahwa OVOP dalam bentuk konsep SAKA SAKTI ( Satu Kabupaten/Kota
Satu Kompetensi Inti) yaitu suatu konsep yang dikembangkan dalam rangka membangun daya saing
suatu daerah dengan menciptakan kompetensi inti bagi daerah tersebut agar dapat bersaing di tingkat
global. Konsep ini sangat diperlukan agar sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah
diarahkan untuk menciptakan kompetensi inti. Ada dua konsep dalam membangun kompetensi inti
melalui pendekatan Gerakan OVOP. Pertama, konsep membangun produk unggulan yaitu
mengembangkan produk lokal yang memiliki keunggulan dari sisi keunikan, kekhasan, kemanfaatan yang
lebih besar bagi pengguna produk serta memberikan keuntungan yang besar penghasil produk
tersebut. Kedua, konsep membangun kompetensi inti daerah, dalam hal ini daerah harus memilih
kompetensi inti daerah yang bersangkutan dilihat dari keunikan, kekhasan daerah, kekayaan
sumberdaya alam, peluang untuk menembus pasar internasional dan dampaknya.

Gerakan OVOP di Indonesia telah menjadi prioritas pembangunan nasional. pengambangan Hal ini
didukung dengan ditetapkannya Inpres No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-
2009 sebagai kelanjutan dari Ipres No. 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan
Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Inpres tersebut ditujukan
untuk mendorong efektifitas pengembangan One Village One Product (OVOP). Sasaran Gerakan OVOP di
Indonesia adalah berkembangnya sinerji produksi dan pasar. Melalui Inpres ini semua Kementerian,
Gubernur dan Bupati/Walikota berkorodinasi dan secara bersama mensukseskan Gerakan OVOP.

Dalam rangka menindaklanjuti Inpres tersebut, pada tahun 2007 Menteri Perindustrian telah
menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M-IND/PER/9/2007 Tentang Peningkatan
Efektivitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk
(OVOP). Sasaran program pendekatan OVOP yang dilakukan Kementerian Perindustrian adalah industri
kecil dan menengah (IKM) di sentra-sentra IKM yang menghasilkan produk-produk terbaik.

Kementerian Koperasi dan UKM telah menetapkan OVOP sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam
mengukur keberhasilan program Kementerian Koperasi dan UKM 2010-2014. Pada tahun 2010 -2014
Kementerian Koperasi dan UKM telah menargetkan milestone OVOP di 100 Kabupaten/ Kota di seluruh
Indonesia. Gerakan OVOP merupakan suatu Gerakan nasional dan bersifat lintas sektoral, serta
melibatkan instansi-instansi terkait.
Landasan Hukum OVOP
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Dan Undang-undang Nomor 20 tahun
2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Sektor Riil dan Pembangunan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah tanggal 8 Juni 2007 yang mengamanatkan pengembangan sentra melalui
pendekatan One Village One Product (OVOP).
Keputusan Rapat Kerja Kementerian Koperasi dan UKM dengan Komisi VI DPR-RI tahun 2008 agar
program OVOP dapat dikembangkan di Provinsi lain.
Telah diamanatkan dalam Program Kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Telah ditetapkan tonggak pencapaian key development milestone untuk periode pertama Tahun 2010 –
2014 : 100 OVOP berhasil.
Arahan Menteri Negara Koperasi dan UKM dalam Rapat Pimpinan (Rapim) dan Rapat Koordinasi
Nasional Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai