Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Pendahuluan……………………………………………………………………………….. 2

Latar Belakang…………………………………………………………………………….. 3

Tujuan……………………………………………………………………………………… 3

Dasar Teori………………………………………………………………………………… 3

Batas Cair ( Liquid Limits )……………………………………………………….. 4

Batas Plastis ( Plastics Limits )................................................................................. 5

Batas Susut ( Shrinkage Limits )............................................................................... 6

Peralatan dan Bahan.............................................................................................................. 8

Langkah Kerja....................................................................................................................... 10

Batas Cair ( Liquid Limits )……………………………………………………….. 10

Batas Plastis ( Plastics Limits )................................................................................. 12

Batas Susut ( Shrinkage Limits )............................................................................... 13

Korelasi................................................................................................................................. 16

Kesimpulan dan Saran ......................................................................................................... 20

1
PENDAHULUAN

Atternberg Limits adalah sebuah cara dalam pengujian tanah tantang konsistensi tanah
berbutir halus pada kadar air yang berfariasi, dan jika kadar airnya sangat tinggi, sifat campuran
tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Dan adapun tujuan yang akan diperoleh
nanti adalah batas cair, batas plastis dan batas susut.
Batas cair adalah harga kadar air suatu tanah pada batas antara keadaan cair dan plastis,
atau dengan perkataan lain adalah harga kadar air minimum dimana tanah masih berada dalam
keadaan cair, atau mulai mengalir karena beratnya sendiri. Batas plastis adalah harga kadar air
pada batas antara keadaan plastis dan semi solid, atau dengan kata lain harga kadar air pada batas
dimana tanah masih mudah dibentuk.
Batas susut adalah harga batas kadar air pada batas antara keadaan semi padat, atau nilai
batas kadar air dimana volume tanah tidak mengalami perubahan akibat berkurangnya kadar air
tanah.

2
Latar Belakang

Pada tahun 1911, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg mengembangkan
suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang
bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, sifat campuran tanah dan air akan menjadi
sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar yang dikandung tanah, tanah dapat
dipisahkan kedalam empat keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis dan cair.
Perubahan kadar air dari maksimum ke minimum atau sebaliknya akan mengalami 4
fase/keadaan yang dikemukakan oleh A. Atterberg. Batas-batas fase ini disebut sebagai batas
konsistensi Atterberg yang ditunjukkan oleh kandungan kadar airnya pada masing-masing
batas tersebut.

I. TUJUAN

Tujuan dari pengujian batas-batas atterberg antara lain adalah:


1. Menentukan harga batas cair (liquid limits) dari suatu contoh tanah.
2. Menentukan harga batas plastis (plastis limits) dari suatu contoh tanah.
3. Menentukan harga batas susut (shrinkage limits) dari suatu contoh tanah.

II. DASAR TEORI

Sifat konsistensi tanah selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kadar airnya. Bila
kadar air brtambah, maka interaksi antara butir-butir yang bersentuhan semakin kecil bahkan
hilang sama sekali sehingga konsistensi tanah akan bersifat seperti cairan.
Pada tahun 1911, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg mengembangkan
suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang
bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, sifat campuran tanah dan air akan menjadi
sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar yang dikandung tanah, tanah dapat
dipisahkan kedalam empat keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis dan cair.
Perubahan kadar air dari maksimum ke minimum atau sebaliknya akan mengalami 4
fase/keadaan yang dikemukakan oleh A. Atterberg. Batas-batas fase ini disebut sebagai batas

3
konsistensi Atterberg yang ditunjukkan oleh kandungan kadar airnya pada masing-masing
batas tersebut.

Batas – batas dari empat keadaan diatas, yaitu :

1. Batas Cair ( Liquid Limits ) ( LL )

Batas cair adalah harga kadar air suatu tanah pada batas antara keadaan cair dan
plastis, atau dengan perkataan lain adalah harga kadar air minimum dimana tanah masih
berada dalam keadaan cair, atau mulai mengalir karena beratnya sendiri.
Berdasarkan percobaan dengan menggunakan mangkuk Cassagrande, maka nilai
batas cair adalah kadar air pasta tanah saat dicapai ketukan mangkuk Cassagrande 25
kali, dimana celah standar yang dibentuk menutup sepanjang 12,7 mm dalam 25 kali
ketukan sangatlah sulit didapatkan. Mangkok kuningan dapat diangkat dan dijatuhkan di
atas bantalan karet keras dengan sebuah pengungkit eksentris dijalankan oleh suatu alat
pemutar. Untuk melakukan uji batas cair, pasta tanah diletakkan di dalam mangkok
kuningan kemudian di gores tepat di tengahnya dengan menggunakan alat penggores
standar. Dengan menjalankan alat pemutar, mangkok kemudian dinaik-turunkan dengan
ketinggian 0,3937 in (10 mm). Pengujian akan lebih baik dilakukan paling sedikit empat
kali pada tanah yang sama tetapi dengan kadar air yang berbeda-beda sehingga jumlah
ketukan N, yang dibutuhkan untuk menutup goresan bervariasi antara 10 sampai 40
tumbukan.

4
𝑾𝟐 − 𝑾𝟑
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑾𝟑 − 𝑾𝟏

Keterangan :
W1 : Berat cawan (gr).
W2 : Berat cawan + tanah basah (gr).
W3 : Berat cawan + tanah kering (gr).
Menentukan batas cair
𝑁 0,121
𝐿𝐿 = 𝜔 ( )
25
Dimana :
N : Jumlah Ketukan
ω : Kadar air (%)

2. Batas Plastis ( Plastics Limits ) ( PL )

Batas plastis adalah harga kadar air pada batas antara keadaan plastis dan semi
solid, atau dengan kata lain harga kadar air pada batas dimana tanah masih mudah
dibentuk. PL dinyatakan dalam persen, dimana tanah apabila di gulung sampai dengan
diameter 0,125 in (3,2 mm) menjadi retak-retak rambut

5
W2  W3
Kadar Air = x 100 
W3  W1
Dimana : W1 = Berat krus (gr)
W2 = Berat krus + tanah basah (gr)
W3 = Berat krus + tanah kering (gr)

3. Batas Susut ( Shrinkage Limits ) ( SL )

Batas susut adalah harga batas kadar air pada batas antara keadaan semi padat, atau
nilai batas kadar air dimana volume tanah tidak mengalami perubahan akibat
berkurangnya kadar air tanah. Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya
secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-menerus,
tanah akan mencapai suatu keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak akan
mencapai suatu keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak akan
menyebabkan perubahan volume. Kadar air, dinyatakan dalam persen, dimana perubahan
volume suatu massa tanah berhenti didefinsikan sebagai batas susut.
Batas susut dapat ditentukan dengan cara pasta tanah basah, sisa percobaan batas
cair dicetak dengan mangkok kecil (Shrinkage dish) yang diketahui volumenya,
ditimbang beratnya (W1), kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya kering dan
ditimbang (W2).
Volume kering (V2) ditentukan dengan bantuan air raksa. Contoh tanah yang sudah
dikeringkan tersebut dicelupkan kedalam air raksa, maka volume air raksa yang
dipindahkan sama dengan volume tanah tersebut.

Air raksa yang tumpah dikumpulkan dan ditimbang maka


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑎ℎ
𝑉2 = 𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑘𝑠𝑎 =
𝛾𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑘𝑠𝑎
Untuk menghitung SL adalah sebagai berikut:
𝑉0 − 𝑉𝑠
𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 (𝑆𝐿) = 𝜔0 − 𝑥100%
𝑊𝑠
Dimana :
𝜔0 = Kadar air (%)
𝑉0 = Volume awal (cm3)
𝑉𝑠 = Volume akhir (cm3)
6
𝑊𝑠 = Berat tanah kering (gr)
Dari nilai LL dan PL dapat diperoleh nilai Indeks plastis (Plastis Index = PI)
yaitu daerah dimana tanah tersebut berada dalam keadaan plastis, dan nilainya adalah
selisih dimana tanah tersebut berada dalam keadaan plastis, dan nilainya adalah selisih
antara kadar air batas cair dan batas plastis, PI = LL – PL

Indeks Plastis ( PI ) Yaitu perbedaan antara batas cair dan batas plastis suatu tanah.
PI = LL – PL

Dimana :
PI = Indeks Plastis/Plasticity Index
LL = Batas Cair
PL = Batas Plastis

Tabel hubungan indeks plastisitas dengan derajat plastisitas :

Plasticity Indeks Degree of Plasticity


0%-5% Not Plastic
5 % - 15 % Moderately Plastic
15 % - 40 % Plastic
> 40 % High Plastic

7
III. PERALATAN DAN BAHAN

1. Peralatan

NO NAMA PERALATAN GAMBAR

1 Alat batas cair Cassagrande

2
Alat pencoak (grooving tool)

3
Pelat kaca

4 Krus kadar air

5 Timbangan

6 Dessikator

8
7 Oven

8 Air Suling

Batang pembanding dengan


9 diameter 3,2 mm dengan
panjang 10 cm

10 Shrinkage disk

11 Spatula

9
2. Bahan

NO NAMA PERALATAN GAMBAR

1 Sampel tanah

2 Air Raksa

LANGKAH KERJA

A. Batas Cair
1. Siapkan peralatan dan bahan
2. Contoh tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak ± 500 gram diaduk diatas pelat
kaca, sambil ditambah air suling hingga benar-benar homogen.

3. Mengatur tinggi jatuh dari cawan batas cair 1 cm


4. Memasukkan contoh ke dalam cawan, aduk lagi dengan spatula, kemudian ratakan
permukaannya sehingga diperoleh ketebalan bagian tengahnya ± 1 cm

10
5. Tekan alat pencoak tegak lurus terhadap permukaan cawan dari belakang ke muka,
sehingga contoh tanah terbelah menjadi 2 bagian.

6. Melakukan pengetukan dengan memutar engkol dari alat Cassagrande, hingga bagian
tengah dari coakan menyatu sepanjang ½” (1,27 cm), hal ini dapat dikontrol dengan
tangkai alat pencoak, dan mencatat jumlah ketukannya. Pada percobaan pertama ini,
diusahakan untuk mendapatkan jumlah ketukan antara 40 – 50. Bila lebih dari 50
ketukan (yang diinginkan), coakannya belum menyatu sepanjang 1,27 cm, maka contoh
tanah diaduk lagi sambil menambahkan air suling. Sebaliknya bila kurang dari jumlah
ketukan yang diinginkan coakannya sudah menyatu 1,27 cm atau lebih, maka contoh
tanah didiamkansebentar hingga kadar airnya berkurang, kemudian diaduk kembali dan
percobaan diulangi.

7. Mengambil contoh pada bagian coakan yang menyatu tersebut, dan ukur kadar airnya.

8. Melakukan lagi percobaan seperi diatas (langkah 4 sampai 7) sampai 4 kali, sehingga
diperoleh jumlah ketukan pada masing-masing percobaan sbb:
a. Percobaan II : antara 30 – 40 ketukan
b. Percobaan III : antara 20 -30 ketukan
c. Percobaan IV : antara 10 -20 ketukan

11
9. Setelah kadar air dari masing-masing percobaan tersebut diketahui maka datanya
diplot pada grafik semi-logaritma dengan jumlah ketukan (N) sebagai absis dan kadar
air (𝜔) sebagai ordinat. Batas cair adalah harga kadar air (𝜔) pada ketukan (N) ke 25.
*Bila contoh tanah berbutir kasar, maka keringkan contoh tersebut dan hancurkan
gumpalan-gumpalannya dengan palu karet kemudian saring dengan saringan No. 40.
Bagian yang lolos diberi air (air suling) sambil diaduk dan didiamkan selama ± 24 jam
supaya kadar airnya merata. Bila contoh tanah mengandung sedikit butir kasar dapat
langsung dilakukan percobaan, tapi pada waktu pengadukan, butiran-butiran yang kasar
dikeluarkan

B. Batas Plastis
1. Contoh tanah yang lolos saringan No. 40, diaduk di atas pelat kaca sehingga benar-
benar homogen.

2. Siapkan 3 buah krus kadar air.

3. Mengambil sedikit contoh tanah giling di telapak tangan hingga menjadi bulat-
bulatan kira-kira sebesar kelereng, kemudian giling diatas pelat kaca sehingga
membentuk batangan-batangan kecil dengan diameter 3 mm. Percobaan penggilingan
dilakukan dengan seksama hingga diperoleh batangan-batangan contoh tanah yang
retak/ patah pada diameter tepat 3.2 mm. Bila belum mencapai diameter 3,2 mm
contoh sudah retak, maka contoh diremas kembali sambil ditambahkan sedikit kadar
airnya dan bila sudah lebih kecil dari 3,2 mm contoh belum retak, contoh diremas
kembali sambil dibiarkan kadar airnya berkurang.

12
4. Setelah diperoleh contoh tanah yang retak/ patah pada diameter tepat 3,2 mm, ukur
kadar airnya. Harga kadar airnya tersebut adalah harga batas plastisnya.

Catatan : Minimal harus diperoleh dua harga kadar air, kemudian dirata-ratakan.

C. Batas Susut
1. Contoh tanah dicampur dengan air suling secukupnya dan diaduk sehingga
menyerupai pasta pada cawan persiapan, sehingga mudah diisikan kedalam cawan
penyusut (shrinkage disk) tanpa membawa serta masuk gelembung udara. Banyaknya
air yang dibutuhkan supaya tanah mudah diaduk dengan kekentalan yang diinginkan
kira-kira sama atau sedikit lebih besar dari keadaan batas cair.

2. Cawan penyusut dibersihkan dan bagian dalamnya dilapisi tipis dengan vaseline atau
grease yang kental untuk mencegah melekatnya tanah kedalam cawan. Contoh tanah
yang sudah berupa pasta tadi dimasukkan kedalam cawan penyusut (shrinkage disk)
kira-kira 1/3 vokumenya dan tana diletakkan pada tengah-tengah cawan dan dibiarkan
mengalir dengan mengetuk-ngetuk cawan penyusut. Memasukkan tanah sedikit demi
sedikit sambil cawan diketuk-ketuk sampai cawan terisi penuh terisi pasta tanah dan
dibiarkan sampai meluber agar udara masih tersekap terbawa kepermukaan. Tanah
yang kelebihan diluar cawan dibersihkan.

13
3. Setelah rata dan pemukaannya luarnya bersih, timbang berat cawan beserta isinya
(W1). Pasta tanah dibiarkkan mengering sebentar diudara sehingga warna pasta
berubah dari tua menjadi muda, lalu dimasukkan kedalam oven.

4. Setelah kering menimbang berat cawan beserta isinya (W2) dan menimbang juga
berat cawan penyusut dalam keadaan kosong dan bersih (W3).

5. Volume cawan = volume tanah basah diukur dengan diisi penuh air raksa, buang yang
berlebihan dengan cara menekan kaca kuat-kuat diatas cawan. Kemudian ukur
dengan gelas ukur banyaknya air raksa yang ada di dalam cawan penyusut = volume
tanah basah = V

6. Volume tanah kering diukur dengan mengeluarkan tanah kering dari cawan penyusut
lalu dicelupkan kedalam gelas yang penuh dengan air raksa, dengan cara sebagai
berikut:

14
a. Cawan gelas diisi penuh air raksa dan kelebihan air raksa dibuang dengan cara
menekan prong plate (pelat kaca dengan tiga buah kawat baja) diatas cawan gelas.

b. Air raksa yang melekat diluar cawan gelas dibersihkan.


c. Letakkan cawan gelas yang berisi air raksa itu kedalam cawan gelas yang lebih besar.
d. Letakkan tanah kering diatas air raksa pada cawan gelas.
e. Tekan hati-hati tanah kering kedalam air raksa dengan menggunakan prong plate,
sampai prong plate rata dengan bibir cawan. Perhatikan betul-betul, jangan sampai ada
udara yang terbawa masuk kedalam air raksa

f. Air raksa yang tumpah diukur volumenya dengan gelas ukur = volume tanah kering = Vs

7. Mencatat dan menghitung kadar air batas susut.

15
IV. Korelasi
Pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya penyusutan yang terjadi, karena sweeling
yang terjadi dihitung dari keadaan batas susut. Berdasarkan hasil pengujian batas susut yang
disajikan dalam Tabel 4.1, selanjutnya akan diubah menjadi besarnya penurunan sampel uji
untuk mencapai kondisi batas susut yang selanjutnya dibuat suatu hubungan seperti pada
Gambar 4.1. Gambar 4.1 menunjukkan apabila nilai batas susutnya besar berarti sedikit air
yang hilang setelah pengeringan dengan kata lain semakin sedikit volume yang berubah
akibat berkurangnya air tersebut. Berdasarkan pada grafik tersebut besarnya batas susut dan
penurunan dapat dikelompokkan kemudian diambil rata-rata, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 4.2

Gambar 4.1 Grafik Korelasi antara Batas Susut dengan Penurunan


Tabel 4.2 Pembagian Kelompok Batas susut dan Penurunan
(%) (%) (cm) (cm)
(1) (2) (3) (4) (5)
Rendah 14.53 14.53 0.261 0.261
Sedang 7.45 -12.87 10.01 0.295 - 0.425 0.358
Tinggi 6.49 6.49 0.485 0.485

gambar 4.4 Grafik Korelasi antara Persentase Gambar 4.5 Grafik Korelasi antara Indeks
Mengembang dengan Tekanan Mengembang Plastisitas dengan Persentase Mengembang
16
Gambar 4.3 menunjukkan sampel dari posisi awal mengalami proses
mengembang sampai maksimal (5 hari), kemudian diberi tekanan sampai
kembali ke posisi awal. Untuk memperjelas hubungan antara persentase
mengembang dan tekanan mengembang dapat dilihat pada Gambar
4.4. Gambar 4.4 menunjukkan semakin besar persentase mengembang
semakin besar juga tekanan yang dibutuhkan sampel tanah untuk kembali ke
posisi semula.

4.1 Korelasi antara Indeks Plastisitas dengan Persentase Mengembang


Gambar 4.5 menunjukkan bahwa semakin besar indeks plastisitas semakin
besar juga persentase mengembangnya. Proses mengembang di laboratorium
merupakan penyederhanaan pengamatan terhadap faktor yang berpengaruh
pada proses yang terjadi dilapangan.

4.2 Korelasi antara Indeks Plastisitas dengan Tekanan Mengembang


Gambar 4.6 menunjukkan bahwa semakin besar indeks plastisitas semakin
besar tekanan mengembangnya. Persentase mengembang semakin tinggi
dengan bertambahnya Indeks plastisitas maka tekanan yang diberikan untuk
mengembalikan sampel tanah dari mengembang ke posisi awal atau untuk
meniadakan pengembangan tersebut semakin besar juga. Berikut ini akan disajikan
grafik hubungan persentase lempung dengan potensi mengembang seperti pada
Gambar 4.7 dan 4.8

Gambar 4.6 Grafik Korelasi antara Gambar 4.7 Grafik Korelasi antara Persentase
Indeks Plastisitas dengan Tekanan Lempung dengan Persentase Mengembang
Mengembang

17
Gambar 4.8 Grafik Korelasi antara Persentase Lempung dengan Tekanan Mengembang

4.3 Korelasi antara Batas Susut dengan Persentase Mengembang


Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin besar batas susutnya semakin kecil
persentase mengembangnya. Apabila batas susut semakin besar, tanah akan
lebih sulit mengalami perubahan volume. Semakin besar nilai batas susutnya
semakin banyak air yang dibutuhkan untuk dapat mengubah volume.
Berdasarkan tren yang terbentuk pada Gambar 4.9 tersebut, sesuai dengan
grafik metode USBR yang dikembangkan oleh Holtz & Gibbs (1959).
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa semakin besar batas susutnya semakin
kecil tekanan mengembangnya karena swelling yang terjadi semakin kecil
seiring bertambahnya nilai batas susut maka tekanan yang diberikan akan
semakin kecil.
Korelasi antar indeks plastisitas dan batas susut dengan potensi
mengembang semuanya membentuk regresi polynominal karena regresi
inilah yang paling sesuai (mempunyai harga R2 terbesar) dibandingkan
dengan analisis regresi yang lain seperti linier, exponential, logarithmic,
power, moving average. Ketidakteraturan sebaran data dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain kadar air (water content), kepadatan (density),
tekanan yang mengikat (confining pressure), suhu (temperature), susunan
struktur tanah (fabric), air yang tersedia (availability of water), (Mitchell,
1976).

18
Gambar 4.9 Grafik Korelasi Gambar 4.10 Grafik Korelasi antara
antara Batas Susut dengan Batas Susut dengan Tekanan
Persentase Mengembang
Mengembang

19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. tanah yang diamati merupakan tanah ekspansif yang mempunyai potensi


mengembang rata– rata sedang – tinggi dan derajat mengembang rata – rata
sedang(marginal) – kritis,
b. persentase mengembang (swelling percentage) terbesar terjadi pada
sampel KJ STA 21+000 adalah 25.78 %. Sedangkan sampel JR STA 0+600
memiliki persentase mengembang terkecil 1.07%, dimana pertambahan
swelling maksimum terjadi pada menit ke-1440 (1 hari),
c. korelasi antara indeks plastisitas dan batas susut dengan perilaku
mengembang terhadap tanah yang diamati membentuk regresi
Polynominal sesuai dengan grafik metode USBR yang dikembangkan
oleh Holtz & Gibbs (1959).
Persamaan tersebut diatas diharapkan dapat memprediksikan besar
persentase mengembang dan tekanan mengembang di suatu daerah
dengan parameter indeks plastisitas dan batas susut.
d. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa indeks plastisitas
mempunyai hubungan yang lebih kuat daripada batas susut dalam
mempengaruhi besarnya persentase mengembang dan tekanan
mengembang.
e. peristiwa kembang–susut tanah, mengingat dari hasil penelitian tanah
mempunyai potensi mengembang rata-rata sedang – tinggi.

b. Saran
a. Perlu dilakukannya pengujian kandungan mineral lempung
(Montmorillonite, illite, kaolinite) karena sangat berpengaruh terhadap
potensi mengembang.
b. Penelitian perilaku mengembang tanah ini perlu dilanjutkan untuk
kondisi kadar air awal yang lebih bervariasi.
c. Sampel uji yang dipakai hendaknya lebih banyak agar dapat diperoleh
kesimpulan yang akurat. Sampel uji yang dipakai hendaknya lebih
banyak agar dapat diperoleh kesimpulan yang akurat
.

20

Anda mungkin juga menyukai