PEMBAHASAN
Mata Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah mata kuliah wajib bagi seluruh
program studi Universitas Muhammadiyah Metro. Mata kuliah ini bertujuan agar
para mahasiswa mahasiswi UM Metro selain mendapatkan pengajaran di kampus
juga mendapatkan ilmu di luar kampus yaitu dengan melaksanakan Kuliah Kerja
Lapangan. Sebagai mahasiswa tentu dituntut mampu memahami dan
mengaplikasikan ilmu yang di dapat selama kuliah kedalam dunia kerja. Dengan
pembekalan teori dan ilmu yang didapat dalam kelas tidak cukup untuk
membekali mahasiswa agar memiliki kemampuan lain. Dan tujuan pelaksanaan
Kuliah Kerja Lapangan ini adalah agar mahasiswa dapat menerapkan hasil yang
didapat selama belajar di kampus untuk diterakan di masa yang akan datang yaitu
di dunia kerja.
Daerah istimewa adalah daerah yang mendapatkan kewenangan istimewa
yang berbeda dari pemerintah, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
pengaturannya dengan tetap mengingat hak-hak dan asal-usul dari daerah
tersebut. Daerah istimewa merupakan daerah yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Yogyakarta merupakan salah satu daerah
istimewa yang ada di Indonesia. Secara yuridis, bahwa keistimewaan Yogyakarta
telah diakui di negara Indonesia sebagaimana telah tertulis dalam Pasal 18B ayat
(1) UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang. Dengan dasar itulah, maka Daerah Istimewa Yogyakarta selanjutnya
disingkat (DIY) haruslah dihormati oleh segenap unsur negara baik pemerintah,
masyarakat dan Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) dinyatakan
bahwa Keistimewaan peraturan daerah istimewa dalam undang-undang ini hanya
1
mengenai kepala daerahnya dalam pasal 18 ayat (5) dan (6) dimana ditentukan
bahwa kepala atau wakil kepala Daerah Istimewa diangkat oleh pemerintah dari
keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dengan syarat-syarat kecakapan,
kejujuran, dan dengan mengikat adat-istiadat itu.
Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk desa adat
penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul angkul”
terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas
dan indah. Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag
undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa adat penglipuran adalah
adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan. Meski
desa adat penglipuran saat ini sudah tersentuh modernisasi yakni perubahan
kearah kemajuan namun tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap
menganut falsafah Tri Hita Karana. Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang
selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan. Generasi muda
penglipuran yang hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD
hingga perguruan tinggi, tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para
leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu, perumahan di tengah dan lahan
usaha tani di pinggir atau hilir. Rumah masing masing keluarga hampir seragam
mulai dari pintu gerbang, bangunan suci (merajan) dapur, tempat tidur, ruangan
tamu, serta lumbung untuk menyimpan padi. Antara satu rumah dengan rumah
lainnya, terdapat sebuah lorong yang menghubungkannya sebagai tanda
keharmonisan mereka hidup bermasyarakat. Pintu gerbang yang memiliki bentuk
yang seragam terletak di sisi timur dan barat serta berhadap hadapan satu sama
lainnya. Tembok pekarangan tepatnya dibuat dari tanah liat dengan bentuk dan
warna seragam. Bahan baku bamboo untuk atap angkul angkul tersedia dalam
jumlah banyak karena tumbuh subur di desa adat penglipuran. Desa adat
penglipuran mempunyai hutan bamboo yang cukup luas dengan sekitar lima
belas macam bamboo yang dapat dijadikan sebagai jalur hiking. Keadaan hutan
2
yang masih alami menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk
mengunjunginya. Sangatlah tepat jika desa adat penglipuran dijadikan sebagai
desa tujuan wisata. Desa wisata semakin populer belakangan ini sebagai
alternatif dari pariwisata konvensional. Sampai saat ini desa wisata penglipuran
ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Tak jarang,
mereka yang datang adalah dari kalangan ilmuwan serta mahasiswa yang tertarik
untuk melakukan penelitian di desa adat penglipuran. Desa adat penglipuran
tepatnya berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli kurang lebih 45 km dari
kota Denpasar. Apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh
kurang lebih satu jam perjalanan. Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan
laut, menjadikan udara di desa adat penglipuran tergolong dingin. Keasrian desa
adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa. Balai
masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan,
semakin menambah keaslian alam pedesaan. Desa adat penglipuran merupakan
satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa
tradisional. sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan
fisik dan struktur desa, tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah
berlaku turun temurun.
3
1.3 Tujuan
Hal-hal yang menjadi tujuan dari penulisan Laporan ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
4
Program kuliah kerja lapangan ini juga membutuhkan atau melibatkan
pihak lain,dalam hal ini instansi atau lembaga-lembaga baik instansi/lembaga
pemerintahan maupun non pemerintahan.maka kuliah ini dilaksanakan pada awal
semester genap,dengan peran dan fungsi mata kuliah ini sangat penting.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pada areal catus pata setelah prosesi tersebut, merupakan areal tapal batas
memasuki Desa Adat Penglipuran. Balai wantilan dan fasilitas kemasyarakatan
serta ruang terbuka pertamanan, merupakan daerah selamat datang (Welcome
Area). Areal berikutnya adalah areal tatanan pola desa, yang diawali dengan
gradasi ke fisik desa secara linier ke arah kanan dan kiri.
1. Sistem Adat
6
sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan
tersendiri menurut adat istiadat di daerah penglipuran dengan catatan aturan
tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang
pemerintah.Undang-undang atau aturan yang ada di desa penglipuran disebut
dengan awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan implementasi dari landasan
operasional masyarakat penglipuran yaitu Tri Hita Karana.Tri Hita Karana
tersebut yaitu sebagai berikut:
Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan
manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat
jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Oleh karena itu visualisasi estetika
pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan
sudah menyatu dalam tata lingkungannya.
2. Tata Ruang
Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari
tiga bagian yaitu:
a) Utama Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama Mandala, yang
bias diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang
7
Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi
yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
b) Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar
sepanjang jalan utama desa.Barisan itu berjejer menghadap kearah barat
dan timur.Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70
buah.Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur
adalah purakeluarga yang telah diaben.Sedangkan Madya Mandala adalah
rumah keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur
oleh adat.Tata ruang nya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat
tidur, tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur
dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagian nista dari
pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan
kayu.
c) Nista Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat
kuburan dari masyarakat penglipuran.
Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang desa tetapi juga
bagi tata ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga Penglipuran terbagi
menjadi tiga bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan angkul-angkul dan
ruang kosong yang disebut natah; bagian tengah adalah tempat berkumpulnya
keluarga; dan di bagian paling belakang erdapat toilet, tempat jemuran, atau
kandang ternak.
3. Perkawinan
Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan
poligami terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga
para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan
mendapat sanksi. Sanksi biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat
yang bernama nista mandala. Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke
8
utara karena wilayah utara bagi orang penglipuran adalah wilayah yang paling
suci. Masyarakat Penglipuran juga pantang untuk menikahi tetangga
disebelahkanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya. Karena
tetangga-tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.. Bagi
warga yang ingin menikah dengan orang di luar Penglipuran bisa saja. Dengan
ketentuan bila mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai perempuan
yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Penglipuran. Yang
menarik adalah jika mempelai perempuan dari desa penglipuran dan laki-lakinya
dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat
Penglipuran dan hidup di desa Penglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki
tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat yang
dialaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.
Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa
kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir.
Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan
daerah utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa
hanya digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan
atribut-atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan
telajakan yang seragam. Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena
adanya keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah
untuk tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu
yang dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap,
dinding maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk
digunakan karena desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu dan masih
merupakan teritorial desa Penglipuran.
9
5. Upacara Kematian (Ngaben)
6. Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di
Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang
diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat ini ketua adat yang
masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan
lima tahun sekali.
7. Kesenian
Di Desa Penglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari Baris sebagai
salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan
masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana
keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian
yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara dewa yadnya.
Adapun iringan gambelan yang mengiringi pada saat pementasan semua jenis
10
Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gambelan Gong Gede yang
didukung oleh Sekaa Gong Gede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini
meliputi juga keanggotaan sekaa Baris sakral ini di atur di dalam awig-awig Desa
Adat Penglipuran. Kemudian nama-nama penari ketiga jenis Baris sakral ini juga
telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris
Bedil 20orang.
a. Tugu Pahlawan
b. Hutan Bambu
Hutan Bambu yang ada di Desa Penglipuran mempunyai luas areal sekitar
45 hektar dengan berbagai jenis bambu yakni terdiri dari Bambu Petung, Bambu
Jajang Aya, Bambu Jajang Abu, Bambu Tali, Bambu Papah, Bambu Suet
11
dan jenis bambu lainnya, tetapi terdapat beberapa jenis bambu sudah mengalami
kepunahan. Hutan Bambu ini sebagian dimiliki oleh desa adat dan sebagian lagi
dimiliki oleh masyarakat.
1
Sejarah Yogyakarta, https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta
12
yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai
sebuah negara.2
2
BPKP Yogyakarta, http://www.bpkp.go.id/diy/konten/815/sejarah-keistimewaan-yogyakarta
3
Suryo Sakti H, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013)
13
Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang
yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap
diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004.4
4
Daerah Istimewa Yogyakarta,https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta
5
BPKP YOGYAKARTA, http://www.bpkp.go.id/diy/konten/815/sejarah-keistimewaan-yogyakarta
14
2.2.2 Kewenangan Istimewa Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY
maka ditetapkan melalui proses penetapan. Karena perjuangan masyarakat DIY
yang menginginkan Sultan tetap sebagai kepala daerahnya, hal ini telah
ditetapkan oleh Presiden melalui pengesahan Undang-Undang Keistimewaan.
Berdasarkan ketentuan yang menyatakan bahwa yang berhak menjadi Gubernur
dan Wakil Gubernur adalah Sultan Hamengku Buwono dan AdipatiPaku Alam
yang bertahta, maka sudah barang tentu pemerintah hanya mengakui Sultan dan
Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai calon Gubernur dan calon Wakil
Gubernur DIY. Hal tersebut secara yuridis memperkuat legitimasi kedudukan
Sultan dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai yang berhak diajukan
sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur.6
6
Suryo Sakti H, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013), hlm.156.
15
pertama,Kraton sebagai institusi adat yangg melukiskan karya adiluhung (Court
Culture). Kedua, unsur transformasi nilai-nilai modernitas melalui jalur
pendidikan. Dan ketiga, fungsi Sultan sebagai mediator kosmologis antara misi
Kerajaan Islam dengan realitas masyarakat yang pluralis.7 Karena kebudayaan
merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai ciri keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
7
Jawahir Thontowi, Apa Istimewanya Yogyakarta?, (Yogyakarta:Pustaka Fahim, 2007), hlm.7
16
dan Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY, namun tetap mengacu pada
tata ruang nasional dan tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta.8
1. Hubungan Kewenangan
Hubungan kewenangan ini antara lain meliputi cara pembagian urusan
penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga
daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentukotonomi terbatas
atau otonomi luas. Termasuk dalam otonomi terbatas apabila: Pertama,urusan-
urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan
pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua,apabila sistem
supervisi kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara
mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya. Ketiga, sistem hubungan
keuangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan hal-hal seperti keterbatasan
kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi
daerah.9
2. Hubungan Keuangan
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terefleksi dalam
intergovernmental fiscal relations. Pelimpahan wewenang dari pusat kepada
daerah haruslah diikuti dengan pelimpahan keuangan (money follows function).
Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang
mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta
8
Suryo Sakti H, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013), hlm.164
9
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Media, 2009)
17
pemerataan antara daerah secara proporsional, demokratis, adil, transparan
dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan
kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata carapenyelenggaraan
kewenangan tersebut, termasuk pengawasan dan pengelolaan keuangannya.10
Dalam hal ini terdapat tiga aspek yang menentukan terjadinya perimbangan
keuangan yang adil yaitu:
1) Sampai sejauhmana Pemerintah Daerah telah diberi sumber-sumber keuangan
yang cukup terutama yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah;
2) Sampai sejauhmana Pemerintah daerahtelah mendapatkan akses ke
pendapatan yang bersumber dari bagi hasil pajak dan sumber daya alam; serta
3) Sampai sejauhmana Pemerintah daerah telah mendapatkan subsidi yang adil
dan efektif.
3. Hubungan Pengawasan
Apabila dihubungkan dengan pengawasan terhadappemerintah, terlihat
bahwa pengertian umum pengawasan masih tetap relevan, alasannya: Pertama,
pada umumnya sasaran pengawasan terhadap pemerintah adalah pemeliharaan
atau penjagaan agar negara hukum kesejahteraan dapat berjalan dengan baik dan
dapat pula membawa kekuasaan pemerintah sebagai penyelenggara kesejahteraan
masyarakat kepada pelaksanaan yang baik pula dan tetap dalam batasan
kekuasaannya. Kedua, tolok ukur adanya hukum yang mengatur dan membatasi
10
Ibid,hlm 18
11
Undang-Undang Keistimewaan DIY Pasal 42 ayat (1)
18
kekuasaan dan tindakan pemerintah dalam bentuk hukum material maupun
formal (rechmatigheid), serta manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat
(doelmatigheid).12
12
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Media, 2009),hlm 19
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desa Penglipuran salah satu desa adat yang masih terpelihara
keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih terlihat di berbagai
sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak jelas. Perbedaan desa
adat Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah tata ruang yang
sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan
dengan bentuk rumah yang seragam dalam hal bentuk sehingga keseluruhan
desa ini tampak rapi dan teratur. Desa Penglipuran masuk dalam wilayah
administrasi Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli. Letaknya di jalan utama
Kintamani Bangli. Kata “Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling Pura”.
Artinya, tempat suci untuk mengenang para leluhur. Jaraknya sekitar 45 km
dari Kota Denpasar. Desa Penglipuran memiliki luas sekitar 112 Ha., yang
terdiri dari tegalan, hutan bambu, permukiman, dan beragam fasilitas umum
seperti pura, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Berada di perbukitan
dengan ketinggian berkisar 700 m dpl, menjadikan Penglipuran sebagai
kawasan yang cukup sejuk.
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan
wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.
Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta
Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave
di Yogyakarta. Sementara itu, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi
yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan
sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta
dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY.
20
3.2.Saran
Adapun saran-saran yang perlu diperhatikan agar kegiatan KKL dapat
berjalan dengan baik adalah sebagai berikut: Mahasiswa dan mahasiswi yang
mengikuti kegiatan KKL haruslah mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan
bersama. Mengunjungi tempat atau objek yang lebih relevan dengan dengan
pembelajaran Bahasa, Seni dan Budaya. Kegiatan KKL di tahun-tahun yang
akan datang tempat yang akan dikunjungi peserta KKL Fakultas Hukum UM
METRO lebih diperbanyak kunjungan dibidang t empat kunjungan yang
berkaitan dengan Hukum dibandingankan dengan rekreasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
DOKUMENTASI KUNJUNGAN FORMAL KULIAH KERJA LAPANGAN
23