Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya
sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara,
penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi
biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi
sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan
sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali
oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance
of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11
penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang
lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa .
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa
dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan
budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada
umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga
memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan
Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada
tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya
metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang
ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas
sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih
misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah
15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus
dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di
Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma
meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di
Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa

1
persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat
mencapai 150 - 200 ribu orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih
memahami konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu
sama lain. Semoga Askep ini dapat membantu para orang tua, masyarakat
umum dan khusnya kami (mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak
dengan autisme, sehingga kami harapkan kedua anak dengan kondisi ini dapat
diperlakukan dengan baik.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak
Dengan autism.
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa memahami pengertian Autisme.
b) Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme
c) Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.
d) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak
dengan autisme

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Secara harafiah autism berasal dari kata autos(diri) sedangkan
isme(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang
memiliki gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa
pengertian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada


anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo
kanker handojo,2013)
b. Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjafdi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini
mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,
interaksi social, dan perilaku. (American psychiatric
association,2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang interaksi social,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris
dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai
tampak sejak lahir atau saat masih bayi (biasanya sebelum usia
3tahun). “sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan
Jiwa” (PPDGJ III)

Jadi anak autisme merupakan suatu kondisi yang anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui
sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi
social serta perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi
yaitu:

a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami


gangguan perkembangan komunikasi, social, perilaku pada anak
sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis : anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan
perkembangan komunikasi, social, perilaku sesuai dengan kriteria

3
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan atau terapi
secara klinis.
c. Segi psikologis : anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bias diketahui sebelum usia 3
tahun, aspek komunikasi social, perilaku, bahasa sehingga anak
perlu adanya penanganan secara psikologis.
d. Segi social : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa,
interaksi social, sehingga anak ini memerlukan bimbingan
keterampilan social agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.

Jadi anak autisme merupakan salah satu gangguan


perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu
meliputi ganguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi social, sehinga anak autisme mempunyai
dunianya sendiri.

B. KLASIFIKASi
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah lingkup PDD
(Perpasive Development Disorder) diluar ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Ganguan
perkembangan pervasive (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan dibawah
lingkup PDD, yaitu:
1. Autistic disorder (Autism) muncul sebelum usia 3 tahun dan
ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi social, komunikasi

4
dan kemampuan bermain secara imaginative serta adanya perilaku
stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger syndrome hambatan perkembangan interaksi social dan
adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak
menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki
tingkat intelegensia rata-rata hingga diatas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder-not Otherwise Specified (pdd-
nos) merujuk pada istilah atypical autism, diagnose PDD-NOS
berlaku apabila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan
kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett
Syndrom).
4. rett`s syndrome lebih sering terjadi pada anak perempuan dan
jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami
perkembangan yang normal kemudian terjadi
kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan
kemampuan fungsional tangan yang digantikann dengan gerakan-
gerakan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1-4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) menunjukkan
perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia
perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-
kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakati bahwa pada
otak anak autisme dijumpai suatu kelainan otaknya. Apa sebabnya
sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan.
Banyak teori yang diajukan oleh pakar , kekurangan nutrisi dan
oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa
ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ
otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak Negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autism mempunyai
kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek
terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung

5
jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan
proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinye diotak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan
serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan
impuls diotak .

Ditemukan pula kelainan yang khas didaerah system limbic yang


disebut hippocamous. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control
terhadap agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam
berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi ibu yab=ng sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-
anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar
yang relative tinggi .

Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sering kali terlalu agresif


atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi
belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi
baru. Perilaku yang di ulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga
disebabkan gangguan hippocampus. Factor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun
bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan .

Diperkirakan masih banyak factor pemicu yang berperan dalam


timbulnya autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama)
dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat
memicu terjadinya autisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga
dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya kebocoran usus dan tidak sempurnanya
pencernaan protein kasein dan gkuten. Kedua protein ini hanya
terpecah sampai polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak
anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, Ini

6
terjadi karena adanya jamurdalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena factor ekonomi .

D. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta seabut untuk menerima implus listrik
(dendrite). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang bewarna kelabu
(korteks). Akson di bungkus selaput bernama meilin, terletak di bagian otak
bewarna putih. Sel sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungantiga sampai tujuh bulan. Pada
trismester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak usia sekitar 2 tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi sebaai brain growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk , anak makin cerdas pembentukan akson,


dendrite, dan sinaps, Sangat tergantung pada simulasi dari lingkungan. Bagian
otak yang di gunakan dlam belajar menunjukkan pwertumbuhan akson,
dendrite, dan sinaps, Sedangkan bagian otak yang tidak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrite, dan sinaps.
Kelainan genetis, kercunan logam, dan berat nutrsi yang tidak adekuat
dapatmenyebabkan abnormalitas pertumbuhan selsaraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui


pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotopin dan neuropeptida otak yang merupakan zat kimia yang
bertanggung jawab mengatur penambahan sel saraf, migrasi, difrensi,
pertumbuhan dan perkembangan jalinan saraf ke otak. Peningkatan
neurokomia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada
daerah tertentu. Pada gangguan autism terjadi kondisi growth without guidance
, dimana bagian bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertenteu menekan pertumbuhan sel


saraf lain hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye

7
(sel saraf tempat keluarnya hasil pemrosesan indera dan implus saraf pusat)
di otak kecil pada autisme. Ertumbuhan abnormal bagan otak tertentu
menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autism. Berkurangnya sel purkiye
diduga merngsang pertumbuhan akson , glia dan melin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya , pertumbuhan akson
secsrs abnormal mematikan sel purkinye, yng jelas , peningkatan brain derivd
neurotropict factor dan neurotophin menyebabkan kematian sel purkinye.

Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder ,
bila autism , disebabkan oleh factor genetic gangguan sel purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal kehamilan karna ibu mengkonsumsi
makanan mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel
purkinye sudah berkembang , kemudian terjadi gannguan menyebabkan
terjadi kerusakan sel purkinye. Kerusakan terjadi jik dalam masa kehamilan ibu
minum alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami


aktivitas selama melakukan geralan motorik, belajar sensori motorik, atensi,
proses mengingal, serta kegiatan bhasa. Gamgguam pada otak menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau mebedakan
target, overselektifita, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal terji pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar
yang berperan dalan fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala( bagian
samping depan otak besar yang berperan dlam proses memori)

Factor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain


kcukupan oksigen, protein, energy, serta zat mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormone tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara


lain alcohol, keracunan timah hitam, aluminium, srtametil merkuri, infeksi yang
diderita ibu pada masa kehamilan.

8
Partus lama genetik Keracunan logam Pemakaian
antibiotic
MK : resti berlebihan
Neutropin dan infeksi
neutropaptida
Gangguan nutrisi Infeksi jamur
dan oksigenasi

Gg pada otak Kebocoran usus dan tid


Kerusakan pada sel
purkinye dan sempurna pencernaa
hippocampus kasein dan glutea
Abnormalitas
pertumbuhan sel
saraf
Protein terpecah samp
Gg keseimbangan polipeptida
Peningkatan serotonin dan
neurokimia secara dopamix
abnormal Kasein dan glutea
Gg pada otak kecil terserap kedalam alira
darah
Growth without
guidance Reaksi atensi lebih Menimbulkan efek mor
lambat pada otak

AUTISME
S

GG komunikasi Gg interaksi sosial Gg perilaku Gg persepsi sensori

Bicara Mengabai Acuh tak hiperaktif


Keterlambat penglihatan penden
monoton dan kan dan acuh
an dalam Perilaku n
tidak menghind terhadap
berbahasa yang Sangat
ari orang lingkunga Sensitive Menu
dimengerti aneh
n dan agresif thd terhadap telinga
orang lain lain
orang lain orang lain cahaya mende
dan dirinya suar
sendiri s

Perubahan
Gg komunikasi Kelemahan
persepsi
verbal dan non interaksi sosial
sensori
verbal
9
E. MANIFESTASI KLINIS
1. gangguan dalam komunikasi verbal ataupun non verbal

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan


atau sama sekali tidak dapat berbicara . menggunakan kata kata tanp ,
merasa a menghubngkannya dengan arti yng lazim digunakan.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menngunakan kata
kata dalam konteks yang sesuai. Ekolali( mwniru atau membeo) meniru
kata , meniru kalimat atau lagu tanpa tahu artinya, bicara seperti robot.
2. gangguan alam bidang interaksi social

Meliputi gangguan menolak atau menghindari untuk bertatap


muka . tidak menoleh bila dipanngil , sehmgga sering diduga tuli ,
merasa tidak senang atau menolk dipeluk. Bila mengigikan
sesuatumenarik tangan orang yang terdekat dan berhrap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan
oranng lain. Saat bermain bila diekato malah menjauh.
3. gangguan dalam bermain

Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh , misalnya


menderetkan sabun menjadbsatuderetan yang panjang , memutar bola
pada mobil dan menganati dengan seksama dalam jangka waktu
panjang. Ada kedekatan dengan benda seperti kertas , gambar , kartu
tau guling , teus di pegang dibawa kemana saja dia pergi.

4. gangguan perilaku

Dilihat dari gejala sebagai anak yang senang kerapian harus


menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat trlihat hiperaktif
misalnya seperti masuk dalam rumah yang pertama kali ia datangi , ia akan
membuka semua pintu , berjalan kesana kemari tanpa tentu arah. Ia juga
sering mnyakiti dirinyasendiri dan terkadang bengong, gangguan perasaan
dan emosi

10
Dapat dilihat dari perilaku tertawa tawa sendriri , menangis , atau marah
tanpa sebab nyata , sering mengamuk tak terkenali , terutama bila tidak dapat
sesuatu yang diinginkannya , bahk bias menjadi agrresif dn merusak. Tidk
dapat brbagi perasaan (empati) pada anak lain.
6. gannguan dalam persepsi sensori

Meliputi persaan terhadap cahaya , penedengaran , sentuham=n ,


penciuman dan rasa , liah ari mulai ringan sampai berat. Menggigit , menjilati ,
atau mencium mainan atau benda apa saja , bila mendengar suara kera ,
menutup telinga , menagis setiap kali di cuci rambutnya. Merasakan tidk
Nyman bika dubri pakaian tertrntu , tidak menukain oelukan , bila digending
seing merosot dan melepaskan diri dari oelukn.
7. intelegerasi

Dengan uji pdikologi konfensionnal termasuk dalam retadasi secara


fugsional. Kecerdasan sering di ukur melalui perkembangan non verbal ,
karena terdapat gangguan bahsa , didapatkanny IQ dibawah 70 dari 70%
penderita , dan dibawah 50 dari 50% . namun sekitar 5% mempunyai IQ di atas
100. Anak autis aulit melkukan tugas yang melibatkan pikiran atau empati ,
namun ada yang mempumyai keampuan yang menonjol di uatu bidang ,
misalnya matematika atau kemamouan memori.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Autism sebagai spectrum gsnggan maka gejala gejalanya dapat menjadi


bukti dari berbagai kombinasi gngguan perkembanga. bila tes tes secara
behvotial maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme maka
bebrapa insrtumen scranning yang saat ini telah berkembang dapat digunakan
untuk mendiagnosa :

11
1.CHIDHOOD AUTISM RATING SCALE : skala peringkat autism masa kanak
kanak yang di buat oleh eric shopler di awal tahun1970 yang didasarkan pada
pengamatan perilaku. Alat menggunakan sjkala hingga 15 anak dievaluasi
berdasarkn hubungannya dengan orang , penggunaan gerakan tubuh ,
adaptasi terhadap perubahan , kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal.

2. THE CHEKLIST FOR AUTISM IN TODLERS : berupa daftar periksaan


autism pda masa balita yang digunakan untuk mendetaksi anak beumur 18
bulan , dokembngkan oleh simon baron cohen di awal tahun1990’
3. THE AUTISM SCRENNING QUESTIONER :adalah daftar pertanyaan yang
dari 40 skala tem yang digunakan pada anak di atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan social mereka.

4.THE SCRENNING TEST FOR AUTISM IN TWO YEARS OLD: autism bagi
anak usia dua tahun yang dikembangngkan oleh welly didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak yaitu bermain , Imitasi motor , dan konsentrasi,

G.PENATALAKSANA

Penata laksana di bagi dua yaitu penatalaksaan medis dan


penatalaksanaan keperawatan.
1.PENATALAKSAAN MEDIS

Umumnya terapi yang di gunakan terhadap gejala , edukasi dan


penerangan kepada keluarga , serta penangan , perilku dan edukasi bagi anak.
Manajemin yag evektif dapat mempengaruhu outcome. Intervensi farmakologi,
yang saat ini dievaluasi mencakup obat fenfluramin , lihium , halo periodol dan
nalxtreon. Terhadap gejala yang menyerti. Terapi anak dengan autism
membutuhkan identifikasi diri intervensi edukasi yang intensif , lingkungan

yang struktur, atesi individual, staf yang terlatih baik, peran serta oerang tua
yang dapat meningkat prognosis. Terpi perilaku sangat penting untk mebanrtu
para anak autis untuk lebih biasa menyesuaikan diri dalam masyarakat bukan
saja guru yang harus menerapkan terapi prilaku pada saat belajar, namun
setiap anggota keluarga harusbersikap sama dan konsisten dalam
menghadapi anak autis.terapi perilaku terdiri dari terapi bicara, trapu okupasi,

12
dan menghilankan perilaku yang asocial. Dalam terapi farmakologidinyatakan
brlum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan kelainan in, medikasi
berguna terhadap gejala yang nmrenyertai misalnya haloperidol, risperidonr,
dan obat anti psikopik terhdap prilaku agresif, ledak ledajkan prilaku,
instabilitas mood, obat anti depresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap
anisetas, kecemasan, mengurangi,sretetopoid, dan prilaku prasevatif dan
mengurangi ansietas, kecemasan, menguerngi strertop dan prilaku
persevaratif dan mengurngi ansietas dan fliksayasi mood, perilaku
menvcenderi diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diataso dengan obatb
naktrexon.

2.PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autism bertujuan untuk:

1) Mengurangi masalah prilaku


2) Terapi prilku dengan memnfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara, management prilaku dapat
mengubah prilaku dekstruktif dan agresif
3) Meningkatkan kemampuan belajar dan perkrmbangan terutama
bahasa. Latihan dan pendidikan dwngan menggunakan pendidikan
yaitu dukungan positif dan dukungan negative
4) Anak bias mandiri dan bersosialisasi, menegmbangkan ketrampilan
social dan ketrampilan praktis

13
H. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor
registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan
berbahasa, keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
berbicara. Ber-
Komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati
akan menjauh. Ada kedekatan dengan bendsa tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan di bawah 50 dari 50 %. Namun sekitar 5
% mempunyai IQ 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam
kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah
ada riwayat penyakit bawaan
c. Status perkembangan anak
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit focus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik

14
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekotalia
 Sulit focus pada objek semula bila anak berpaling pada
objek lain
 Anak tertarik pada suara tetapi bukan pada makna
benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak reponsif terhadap orang tua.
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
 Keterikatan tidak pada tempatnya dengan objek.
 Perilaku menstimulasi diri.
 Pola tidur tidak teratur.
 Permainan stereotip.
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
 Tantrum yang sering.
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada
suatu pembicaraan.
 Kemampuan bertutur kata menurun.
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus.
f. Neurologis
 Respon yang tidak sesuai terhadap stimulus.
 Reflek mengisap buruk.
 Tidak mampu menangis ketika lapar.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelemahan interaksi social berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
2. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan
dengan keterlambatan dalam berbahasa.
3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan sensitive
terhadap penglihatan.
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan mikroorganuisme
(jamur).

15
C. Intervensi keperawatan

no Diagnosa Tujuan dan intervensi rasional


keperawatan kriteria hasil
1. Kelemahan Diharapkan klien Mandiri : Mandiri:
interaksi social mau memulai  Batasi jumlah  Memberikan kepada
berhubungan interaksi dengan pengasuh pada anak. klien untuk
dengan pengasuhnya  Tunjukkan rasa mempermudah dalam
ketidakmampuan kehangatan/keramahan interaksi.
untuk percaya dan penerimaan pada  Menunjukkan rasa
pada orang lain. anak. kehangatan akan
 Tingkatkan membuat klien mudah
pemeliharaan dan percaya kepoada
hubungan pengasuh.
kepercayaan.  Memelihara
 Motivasi anak untryk kepercayaan akan
berhubungan dengan mempererat interaksi
orang lain. anatara klien dengan
pengasuhnya.
 Membuat klien akan
berinteraksi dengan
lingkungan sekitar
klien.
2. Gangguan Agar pasien Mandiri :
komunikasi dapat  Mintalah psien untuk  Mengidentifikasi
verbal dan non mengindikasikan mengucapkan suara adanya disatria
verbal pemahaman sederhana seperti “sh” sesuai komponen
berhubungan tentang masalah atau “pus”. motoric dari bicara
dengan komunikasi. (seperti lidah, gerakan
keterlambatan bibir, control napas)
dalam yang dapat
berbahasa. mempengaruhi
artikulasi dan
mungkin juga tidak
disertai afasia motoric
 Kaji tipe atau derajat  Membantu
disfungsi, seperti menentukan daerah
pasien tidak tampak dan derajata
memahami kata atau kerusakan serebral
mengalami kesulitan yang terjadi dan
berbicara. kesulitan ppasien
dalam beberapa atau

16
seluruh tahap
komunikasi, dengan
mengucapkan kata-
kata dengan benar.
 Perhatikan kesalahan  Pasien mungkin
dalam komunikasi dan kehilangan
berikan umpan balik. kemampuan untuk
memantau ucapan
yang keluar dan tidak
menyadari bahwa
komunikasi yang
diucapkan tidak
nyata.
 Bicaralah dengan nada  Pasien tidak perlu
normal dan hindari merusak
percakapan yang pendengaran dan
cepat, berikan jarak meninggikan suara
waktu untuk merespon. da[pat menimbulkan
marah
pasien/menyebabkan
kepedihan.
Memfokuskan respon
dapat mengakibatkan
frustasi dan mungkin
menyebabkan pasien
terpaksa untuk bicara
“otomatis” seperti
memutarbalikkan
kata, berbicara
kasar/kotor.
 Hargai kemampuan  Kemampuan pasien
pasien sebelum terjadi untuk merasakan
penyakit, hindari harga diri, sebab
pembicaraan yang kemampuan
merendahkan. intelektual pasien
seringkali tetap baik.

3. Perubahan Agar pasien Mandiri :


persepsi dapat peka  Evaluasi adanya  Munculnya gangguan
sensorik terhadap gangguan penglihatan, penglihatan dapat
berhubungan penglihatan catat penurunan lapang berdampak negative
dengan sensitive pandang, perubahan terhadap kemampuan

17
terhadap ketajaman persepsi dan pasien untuk
penglihatan. adanya padangan menerima lingkungan
ganda. dan mempelajari
 Dekati pasien dari kembali
daerah penglihatan keterampuilan
yang normal, biarkan sensorik dan
lampu menyala, meningkatkan
letakkan benda dalam terjadinya cedera.
jangkauan lapang  Pemberian
penglihatan yang pengenalan terhadap
normal. adanya orang/benda
 Ciptakan lingkungan dapat membantu
yang sederhana, masalah persepsi,
pindahkan perabot mencegah pasien dari
yang membahayakan. terkejut. Penurtupan
 Bicara dengan tenang, mata mungkin dapat
perlahan dengan menurunkan
menggunakan kalimat kebingungan karena
yang pendek, dengan adanya gangguan
mempertahankan ganda.
kontak mata.  Menurunkan atau
 Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah
mengamati kakinya bila stimulus penglihatan
perlu dan menyadari yang mungkin dapat
posisi bagian tubuh menimbulkan
tertentu. kebingungan
terhadap intepretasi
lingkungan,
menurunkan
terjadinya
kecelakaan.
 Pasien mungkin
mengalami
keterbatasan dalam
rentang perhatian
atau masalah
pemahaman.
 Penggunaan stimulus
penglihatan dan
sentuhan membantu
dalam
mengintegrasikan sisi

18
yang sakit dan
memungkinkan
pasien untuk
mengalami kekalaian
sensasi dan pola
gerakan normal.

D. Implementasi

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada pasien disesuaikan dengan


prioritas masalah yang telah disusun yang paling penting pelaksanaan
mengacu pada intervensi yang telah ditentukan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal, dimana implementasi
yang diberikan sesuai dengan masalah yang diprioritaskan.

E. Evaluasi

Evaluasi menurut hidayat (2007) merupakan tahap akhir dari proses-


proses perawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan.
Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses perawatan, karena
menghasil- kan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau
ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip objektif,
rehabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan diambil
tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasai
proses (evaluasi formatis) dan evaluasi hasil (evaluasi stomatif).
Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah
tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan

19
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS

Nama : Nn.AK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Manado, 1 Januari 2005
Umur : 5 Tahun/Bulan.
Anak ke :2
Nama Ayah : Tn. BK
Nama Ibu : Ny. AN
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : SMA
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Minahasa
Alamat : Manado
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 2002 Jam WIB.
Diagnosa Medis : Autisme
Sumber Informasi : Orang Tua

2. ALASAN MASUK
Klien datang dengan Kesulitan dalam berkomunikasi.

3. FAKTOR PREDIPOSISI
1. Orang Tua Klien mengatakan sudah Pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, klien mengalami
perkembangan perpasif. orangtua klien tampak cemas
denganpenyakit anaknya.
2. Tidak Ada anggota keluarga klien yang mengalami
gangguan jiwa

20
3. Klien Tidak memiliki Pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan

4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital :
TD: mmHg, HR: x/mnt, S: ºC, RR: x/mnt
2. Ukur :
TB: cm, BB kg, naik turun
3. Keluhan Fisik : klien sering

2. Konsep Diri
1. Citra Tubuh : klien akan mengatakan bagian tubuh yang dia
sukai
2. Identitas : klien masih mengenali dirinya
3. Peran : klien sulit untuk berbicara terlalu panjang
4. Ideal Diri : klien selalu melakukan sesuatu yang tidak jelas
5. Harga Diri : orang tua klien mengatakan, klien menjadi
kurang bergaul denganteman-temannya, klien lebih suka
menyendiri.
3. Hubungan Sosial
1. Orang Terdekat klien adalah Ibu
2. Klien kurang Peran serta dalam kegiatan kelompok
4. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan :klien beragama islam dank lien selalu
di bombing orang tuanya untuk beribadah
2. Kegiatan ibadah : klien selalu ikut dengan ibunya kalau
pergi beribadah

5. STATUS MENTAL
a. Penampilan : klien selalu berpenampilan sederhana
b. Pembicaraan : sulit di mengerti kalau klien di ajak bicara,
Menunjukan echolalia
c. Aktivitas motorik : klien lebih suka menyendiri
d. Alam perasaan : klien kadang-kadang terlihat depresiAfek :
keadaan klien tampak tenang, tidak mau menangis jika lapar
e. Interaksi selama wawancara : kontak mata kurang, klien lebih
suka selalu duduklama dan sibuk dengan tangannya,
menatap pada satu objek.

21
f. Persepsi : klien tidak mau bergabung dengan teman-
temannya.
g. Proses pikir : klien sulit untuk berpikir, sehingga klien tidak
terlalu focus pada pembicaraan
h. Isi pikir : belum bisa di tebak isi pikir klien.
i. Tingkat kesadaran : klien terlihat compos mentis
j. Memori : klien mengalami IQ kurang
k. Tingkat kosentrasi dan berhitung : klien belum bisa mengenal
tulisan danberhitung
l. Kemampuan penilaian : klien belum bisa memberikan
penilaian
m. Daya tilik diri : klien tidak tahu apa-apa dengan penyakit yang
di deritanya

6. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


a. Makan : klien sudah bisa makan 3x sehari
b. BAB/BAK : Normal
c. Mandi :1x sehari
d. Berpakaian/ berhias : rapi
e. Istirahat tidur : normal
f. Penggunaan obat : rajin minum obat
g. Pemeliharaan kesehatan : orang tua harus lebih focus pada
kesehatn klien
h. Aktifitas dirumah : klien harus di ajak untuk berbicara
i. Aktifitas di luar rumah : utamakan hubungan bermain pada
anak jika berada dengan teman-temannya di luar rumah

7. MEKANISME KOPING
Klien tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri, klien terlihat
lebih suka dengan kesibukannya sendiri yaitu sibuk dengan
tangannya dan menjilat-jilat benda.

8. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN :


a. Menarik diri dan tidak responsive terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Prilaku menstimulasi diri
e. Permainan stereotip
f. Prilaku dekstruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
g. Tantrum yang sering
h. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
i. Kemampuan bertutur kata menurun

22
j. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus

9. KURANG PENGETAHUAN
Keluarga Klien belum terlalu Tahu tentang pengobatan penyakit
yang di deritaanaknya, keluarga klien kurang mendapatkan
informasi.

10. ASPEK PENUNJANG


Diagnosa medis : autisme
Terapi medis : Terapi akupunktur, Terapi musik, Terapi balur,
Terapi perilaku, terapi lumba-lumba

k. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakmampuan Koping Individu
2. Harga Diri Rendah
3. Kecemasan pada orangtua
4. Kurangnya pengetahuan

DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
 Orang Tua klien mengatakan  Klien lebih suka menyendiri
klien tidak suka bergaul  Klien terlihat sibuk dengan
dengan teman-temannya tangannya, lebih sering duduk
 Klien belum bisa lama, dan selalu menjilat-jilat
menyelesaikan masalahnya benda yang tak jelas.
sendiri  Orangtua klien tampak cemas
 Orangtua klien mengatakan  Keluarga Kurang informasi
perkembangan anaknya tentang pengobatan penyakit
perpasif ini
 Orangtua kurang tahu tentang
cara pengobatannya

23
B. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds : Klien belum bisa Tidak adekuat Ketidakmampuan
menyelesaikan masalahnya pemecahan koping individu
sendiri
masalah
Do : Klien terlihat sibuk
dengan tangannya, lebih
sering duduk lama, dan selalu
menjilat-jilat benda yang tak
jelas
2. Ds : Orang Tua klien Respon negative Harga diri rendah
mengatakan klien tidak suka teman sebaya
bergaul dengan teman-
temannya

Do : Klien lebih suka


menyendiri
3. Ds : Orangtua klien Perkembangan Kecemasan pada
mengatakan perkembangan anak orang tua
anaknya perpasif

Do : Orangtua klien tampak


cemas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat
keterampilan pemecahan masalah
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya,
kesulitan dalam berkomunikasi.
3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak.

24
D. INTERVENSI

no Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi


keperawatan
1. Ketidakmampuan Klien mampu memecahkan  Bina hubungan
koping individu masalah dengan koping yang saling percaya
berhubungan efektif dengan klien
dengan tidak KH : dan
· Koping klien keluarganya.
adekuat
teratasi  Beri
keterampilan · Klien mampu kesempatan
pemecahan membuat kepada anak
masalah keputusan untuk
· Klien mampu mengungkapka
mengendalika n masalahnya.
n impuls  Beri bimbingan
· Klien mampu kepada anak
memproses untuk dapat
informasi mengambil
keputusan.
 Anjurkan
kepada orang
tua untuk lebih
sering bersama
anaknya.
 Hadirkan sibling
untuk
memberikan
motivasi
 Ciptakan
lingkungan yang
aman dan
nyaman untuk
mengurangi
tingkat stress
anak.

2.
klien dapat meningkatkan  Beri motivasi pada
kepercayaan dirinya anak.
KH :  Beri kesempatan
 Klien mampu anak
menunjukkan Harga mengungkapkan
dirinya perasaannya.

25
 Beri latihan intensif
pada anak untuk
pemahaman belajar
berkomunikasi.
 Modifikasi cara
belajar sehingga
anak lebih tertarik.
 Beri reward pada
keberhasilan anak.
 Gunakan alat
bantu/peraga dalam
belajar
berkomunikasi.
 Berikan suasana
yang nyaman dan
tidak
menegangkan.
 Anjurkan kepada
keluarga untuk
mendekatkan anak
pada sibling.

3. Kecemasan pada Tujuan : Kecemasan orang  Anjurkan orang tua


orang tua tua tidak berkelanjutan. untuk selalu
behubungan KH : memotivasi anaknya.
dengan  Pasien mengerti  Anjurkan orang tua
perkembangan tentang prosedur untuk memberikan
anak. pengobatan anaknya bimbingan
 Pasien tidak gelisah belajar intensif.
 Pasien tidak merasa  Anjurkan orang tua
cemas agar selalu
 Pasien tampak tenang memantau prilaku
anak.
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk

26
keseimbanga gizi
anak.
 Anjurkan orang tua
untuk membawa
anaknya ke dokter
bila perlu.
 Beri penjelasan
tentang kondisi anak
kepada orang tua.

27
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NO DX TGL/WAKTU IMPLEMENTASI CATATAN


PERKEMBANGAN
1. a. Membina hubungan saling S : orang tua klien
percaya dengan klien dan mengatakan klien masih
keluarganya.
b. Memberi kesempatan belum mampu memecahkan
kepada anak untuk masalahnya sendiri
mengungkapkan
masalahnya. O : klien tampak sulit
c. Memberi bimbingan
kepada anak untuk dapat memehami apa yang
mengambil keputusan. perawat arahkan.
d. Menganjurkan kepada
orang tua untuk lebih A : masalah belum teratasi
sering bersama anaknya.
e. Menghadirkan sibling
untuk memberikan P : intervensi dilanjutkan
motivasi
f. Menciptakan lingkungan
yang aman dan nyaman
untuk mengurangi tingkat
stress anak.

2. a. Memberi motivasi pada S : orang tua klien


anak. mengatakan klien masih
b. Memberi kesempatan
anak mengungkapkan suka menyendiri dan masih
perasaannya. malu-malu.
c. Memberi latihan intensif
pada anak untuk O : klien tampak menjauh
pemahaman belajar
berkomunikasi. ketika perawat mendekat.
d. Memodifikasi cara belajar
sehingga anak lebih A : masalah belum teratasi.
tertarik.
e. Memberi reward pada
keberhasilan anak. P : intervensi dilanjutkan
f. Menggunakan alat
bantu/peraga dalam
belajar berkomunikasi.
g. Memberikan suasana
yang nyaman dan tidak
menegangkan.

28
h. Menganjurkan kepada
keluarga untuk
mendekatkan anak pada
sibling.

3. a. Menganjurkan orang tua S : orang tua klien


untuk selalu memotivasi mengatakan perkembangan
anaknya.
b. Menganjurkan orang tua anak masih persuasive
untuk memberikan
anaknya bimbingan belajar O : orang tua klien tampak
intensif. cemas
c. Menganjurkan orang tua
agar selalu memantau
prilaku anak. A : masalah belum teratasi
d. Mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk P : intervensi dilanjutkan
keseimbanga gizi anak.
e. Menganjurkan orang tua
untuk membawa anaknya
ke dokter bila perlu.
f. Memberi penjelasan
tentang kondisi anak
kepada orang tua.

29
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks,
yang secara klinis ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang
kurang dalam kemampuan interaksi social dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang
terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar
terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun.
Sampai saat ii penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa
hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom,
dianggap sebagai factor yang berhubungan dengan kejadian autis pada
anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan
akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada
penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami
keterbelakangan, tetapi pada hubungan social dan respon anak
terhadaap dunia luar,anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal-hal kecil yang
bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang
menarik.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa/I dapat memahami asuhan keperawatan autisme pada
anak dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak autism.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/192463554/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-
ANAK-DENGAN-AUTISME-doc#download.

Marilynn E.1999.Rencana asuhan keperawatan.Edisi tiga Jakarta:EGC

Sacharin,r.m,1996, prinsip keperawatan pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih
Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

Anonim,Http://www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Soetjiningsih (1994).Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak,


Jakarta:EGC.

Hidayat, Aziz Alimul, 2006. Pengantar ilmu keperawatan 2. Edisi pertama.


Jakarta:Salemba Medika

31

Anda mungkin juga menyukai