PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya
sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara,
penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi
biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi
sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan
sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali
oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance
of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11
penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang
lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa .
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa
dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan
budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada
umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga
memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan
Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada
tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya
metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang
ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas
sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih
misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah
15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus
dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di
Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma
meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di
Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa
1
persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat
mencapai 150 - 200 ribu orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih
memahami konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu
sama lain. Semoga Askep ini dapat membantu para orang tua, masyarakat
umum dan khusnya kami (mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak
dengan autisme, sehingga kami harapkan kedua anak dengan kondisi ini dapat
diperlakukan dengan baik.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak
Dengan autism.
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa memahami pengertian Autisme.
b) Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme
c) Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.
d) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak
dengan autisme
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Secara harafiah autism berasal dari kata autos(diri) sedangkan
isme(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang
memiliki gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa
pengertian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Jadi anak autisme merupakan suatu kondisi yang anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui
sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi
social serta perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi
yaitu:
3
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan atau terapi
secara klinis.
c. Segi psikologis : anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bias diketahui sebelum usia 3
tahun, aspek komunikasi social, perilaku, bahasa sehingga anak
perlu adanya penanganan secara psikologis.
d. Segi social : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa,
interaksi social, sehingga anak ini memerlukan bimbingan
keterampilan social agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.
B. KLASIFIKASi
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah lingkup PDD
(Perpasive Development Disorder) diluar ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Ganguan
perkembangan pervasive (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan dibawah
lingkup PDD, yaitu:
1. Autistic disorder (Autism) muncul sebelum usia 3 tahun dan
ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi social, komunikasi
4
dan kemampuan bermain secara imaginative serta adanya perilaku
stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger syndrome hambatan perkembangan interaksi social dan
adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak
menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki
tingkat intelegensia rata-rata hingga diatas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder-not Otherwise Specified (pdd-
nos) merujuk pada istilah atypical autism, diagnose PDD-NOS
berlaku apabila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan
kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett
Syndrom).
4. rett`s syndrome lebih sering terjadi pada anak perempuan dan
jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami
perkembangan yang normal kemudian terjadi
kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan
kemampuan fungsional tangan yang digantikann dengan gerakan-
gerakan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1-4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) menunjukkan
perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia
perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-
kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakati bahwa pada
otak anak autisme dijumpai suatu kelainan otaknya. Apa sebabnya
sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan.
Banyak teori yang diajukan oleh pakar , kekurangan nutrisi dan
oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa
ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ
otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak Negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autism mempunyai
kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek
terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung
5
jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan
proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinye diotak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan
serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan
impuls diotak .
6
terjadi karena adanya jamurdalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena factor ekonomi .
D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta seabut untuk menerima implus listrik
(dendrite). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang bewarna kelabu
(korteks). Akson di bungkus selaput bernama meilin, terletak di bagian otak
bewarna putih. Sel sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungantiga sampai tujuh bulan. Pada
trismester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak usia sekitar 2 tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi sebaai brain growth factors dan proses belajar anak.
7
(sel saraf tempat keluarnya hasil pemrosesan indera dan implus saraf pusat)
di otak kecil pada autisme. Ertumbuhan abnormal bagan otak tertentu
menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autism. Berkurangnya sel purkiye
diduga merngsang pertumbuhan akson , glia dan melin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya , pertumbuhan akson
secsrs abnormal mematikan sel purkinye, yng jelas , peningkatan brain derivd
neurotropict factor dan neurotophin menyebabkan kematian sel purkinye.
Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder ,
bila autism , disebabkan oleh factor genetic gangguan sel purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal kehamilan karna ibu mengkonsumsi
makanan mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel
purkinye sudah berkembang , kemudian terjadi gannguan menyebabkan
terjadi kerusakan sel purkinye. Kerusakan terjadi jik dalam masa kehamilan ibu
minum alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
8
Partus lama genetik Keracunan logam Pemakaian
antibiotic
MK : resti berlebihan
Neutropin dan infeksi
neutropaptida
Gangguan nutrisi Infeksi jamur
dan oksigenasi
AUTISME
S
Perubahan
Gg komunikasi Kelemahan
persepsi
verbal dan non interaksi sosial
sensori
verbal
9
E. MANIFESTASI KLINIS
1. gangguan dalam komunikasi verbal ataupun non verbal
4. gangguan perilaku
10
Dapat dilihat dari perilaku tertawa tawa sendriri , menangis , atau marah
tanpa sebab nyata , sering mengamuk tak terkenali , terutama bila tidak dapat
sesuatu yang diinginkannya , bahk bias menjadi agrresif dn merusak. Tidk
dapat brbagi perasaan (empati) pada anak lain.
6. gannguan dalam persepsi sensori
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
11
1.CHIDHOOD AUTISM RATING SCALE : skala peringkat autism masa kanak
kanak yang di buat oleh eric shopler di awal tahun1970 yang didasarkan pada
pengamatan perilaku. Alat menggunakan sjkala hingga 15 anak dievaluasi
berdasarkn hubungannya dengan orang , penggunaan gerakan tubuh ,
adaptasi terhadap perubahan , kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal.
4.THE SCRENNING TEST FOR AUTISM IN TWO YEARS OLD: autism bagi
anak usia dua tahun yang dikembangngkan oleh welly didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak yaitu bermain , Imitasi motor , dan konsentrasi,
G.PENATALAKSANA
yang struktur, atesi individual, staf yang terlatih baik, peran serta oerang tua
yang dapat meningkat prognosis. Terpi perilaku sangat penting untk mebanrtu
para anak autis untuk lebih biasa menyesuaikan diri dalam masyarakat bukan
saja guru yang harus menerapkan terapi prilaku pada saat belajar, namun
setiap anggota keluarga harusbersikap sama dan konsisten dalam
menghadapi anak autis.terapi perilaku terdiri dari terapi bicara, trapu okupasi,
12
dan menghilankan perilaku yang asocial. Dalam terapi farmakologidinyatakan
brlum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan kelainan in, medikasi
berguna terhadap gejala yang nmrenyertai misalnya haloperidol, risperidonr,
dan obat anti psikopik terhdap prilaku agresif, ledak ledajkan prilaku,
instabilitas mood, obat anti depresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap
anisetas, kecemasan, mengurangi,sretetopoid, dan prilaku prasevatif dan
mengurangi ansietas, kecemasan, menguerngi strertop dan prilaku
persevaratif dan mengurngi ansietas dan fliksayasi mood, perilaku
menvcenderi diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diataso dengan obatb
naktrexon.
2.PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autism bertujuan untuk:
13
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor
registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan
berbahasa, keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
berbicara. Ber-
Komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati
akan menjauh. Ada kedekatan dengan bendsa tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan di bawah 50 dari 50 %. Namun sekitar 5
% mempunyai IQ 100.
Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam
kandungan)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal
Cidera otak
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah
ada riwayat penyakit bawaan
c. Status perkembangan anak
Anak kurang merespon orang lain.
Anak sulit focus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
14
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
Terdapat ekotalia
Sulit focus pada objek semula bila anak berpaling pada
objek lain
Anak tertarik pada suara tetapi bukan pada makna
benda tersebut.
Peka terhadap bau.
e. Psikososial
Menarik diri dan tidak reponsif terhadap orang tua.
Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
Keterikatan tidak pada tempatnya dengan objek.
Perilaku menstimulasi diri.
Pola tidur tidak teratur.
Permainan stereotip.
Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Tantrum yang sering.
Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada
suatu pembicaraan.
Kemampuan bertutur kata menurun.
Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus.
f. Neurologis
Respon yang tidak sesuai terhadap stimulus.
Reflek mengisap buruk.
Tidak mampu menangis ketika lapar.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelemahan interaksi social berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
2. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan
dengan keterlambatan dalam berbahasa.
3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan sensitive
terhadap penglihatan.
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan mikroorganuisme
(jamur).
15
C. Intervensi keperawatan
16
seluruh tahap
komunikasi, dengan
mengucapkan kata-
kata dengan benar.
Perhatikan kesalahan Pasien mungkin
dalam komunikasi dan kehilangan
berikan umpan balik. kemampuan untuk
memantau ucapan
yang keluar dan tidak
menyadari bahwa
komunikasi yang
diucapkan tidak
nyata.
Bicaralah dengan nada Pasien tidak perlu
normal dan hindari merusak
percakapan yang pendengaran dan
cepat, berikan jarak meninggikan suara
waktu untuk merespon. da[pat menimbulkan
marah
pasien/menyebabkan
kepedihan.
Memfokuskan respon
dapat mengakibatkan
frustasi dan mungkin
menyebabkan pasien
terpaksa untuk bicara
“otomatis” seperti
memutarbalikkan
kata, berbicara
kasar/kotor.
Hargai kemampuan Kemampuan pasien
pasien sebelum terjadi untuk merasakan
penyakit, hindari harga diri, sebab
pembicaraan yang kemampuan
merendahkan. intelektual pasien
seringkali tetap baik.
17
terhadap ketajaman persepsi dan pasien untuk
penglihatan. adanya padangan menerima lingkungan
ganda. dan mempelajari
Dekati pasien dari kembali
daerah penglihatan keterampuilan
yang normal, biarkan sensorik dan
lampu menyala, meningkatkan
letakkan benda dalam terjadinya cedera.
jangkauan lapang Pemberian
penglihatan yang pengenalan terhadap
normal. adanya orang/benda
Ciptakan lingkungan dapat membantu
yang sederhana, masalah persepsi,
pindahkan perabot mencegah pasien dari
yang membahayakan. terkejut. Penurtupan
Bicara dengan tenang, mata mungkin dapat
perlahan dengan menurunkan
menggunakan kalimat kebingungan karena
yang pendek, dengan adanya gangguan
mempertahankan ganda.
kontak mata. Menurunkan atau
Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah
mengamati kakinya bila stimulus penglihatan
perlu dan menyadari yang mungkin dapat
posisi bagian tubuh menimbulkan
tertentu. kebingungan
terhadap intepretasi
lingkungan,
menurunkan
terjadinya
kecelakaan.
Pasien mungkin
mengalami
keterbatasan dalam
rentang perhatian
atau masalah
pemahaman.
Penggunaan stimulus
penglihatan dan
sentuhan membantu
dalam
mengintegrasikan sisi
18
yang sakit dan
memungkinkan
pasien untuk
mengalami kekalaian
sensasi dan pola
gerakan normal.
D. Implementasi
E. Evaluasi
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Nn.AK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Manado, 1 Januari 2005
Umur : 5 Tahun/Bulan.
Anak ke :2
Nama Ayah : Tn. BK
Nama Ibu : Ny. AN
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : SMA
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Minahasa
Alamat : Manado
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 2002 Jam WIB.
Diagnosa Medis : Autisme
Sumber Informasi : Orang Tua
2. ALASAN MASUK
Klien datang dengan Kesulitan dalam berkomunikasi.
3. FAKTOR PREDIPOSISI
1. Orang Tua Klien mengatakan sudah Pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, klien mengalami
perkembangan perpasif. orangtua klien tampak cemas
denganpenyakit anaknya.
2. Tidak Ada anggota keluarga klien yang mengalami
gangguan jiwa
20
3. Klien Tidak memiliki Pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan
4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital :
TD: mmHg, HR: x/mnt, S: ºC, RR: x/mnt
2. Ukur :
TB: cm, BB kg, naik turun
3. Keluhan Fisik : klien sering
2. Konsep Diri
1. Citra Tubuh : klien akan mengatakan bagian tubuh yang dia
sukai
2. Identitas : klien masih mengenali dirinya
3. Peran : klien sulit untuk berbicara terlalu panjang
4. Ideal Diri : klien selalu melakukan sesuatu yang tidak jelas
5. Harga Diri : orang tua klien mengatakan, klien menjadi
kurang bergaul denganteman-temannya, klien lebih suka
menyendiri.
3. Hubungan Sosial
1. Orang Terdekat klien adalah Ibu
2. Klien kurang Peran serta dalam kegiatan kelompok
4. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan :klien beragama islam dank lien selalu
di bombing orang tuanya untuk beribadah
2. Kegiatan ibadah : klien selalu ikut dengan ibunya kalau
pergi beribadah
5. STATUS MENTAL
a. Penampilan : klien selalu berpenampilan sederhana
b. Pembicaraan : sulit di mengerti kalau klien di ajak bicara,
Menunjukan echolalia
c. Aktivitas motorik : klien lebih suka menyendiri
d. Alam perasaan : klien kadang-kadang terlihat depresiAfek :
keadaan klien tampak tenang, tidak mau menangis jika lapar
e. Interaksi selama wawancara : kontak mata kurang, klien lebih
suka selalu duduklama dan sibuk dengan tangannya,
menatap pada satu objek.
21
f. Persepsi : klien tidak mau bergabung dengan teman-
temannya.
g. Proses pikir : klien sulit untuk berpikir, sehingga klien tidak
terlalu focus pada pembicaraan
h. Isi pikir : belum bisa di tebak isi pikir klien.
i. Tingkat kesadaran : klien terlihat compos mentis
j. Memori : klien mengalami IQ kurang
k. Tingkat kosentrasi dan berhitung : klien belum bisa mengenal
tulisan danberhitung
l. Kemampuan penilaian : klien belum bisa memberikan
penilaian
m. Daya tilik diri : klien tidak tahu apa-apa dengan penyakit yang
di deritanya
7. MEKANISME KOPING
Klien tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri, klien terlihat
lebih suka dengan kesibukannya sendiri yaitu sibuk dengan
tangannya dan menjilat-jilat benda.
22
j. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
9. KURANG PENGETAHUAN
Keluarga Klien belum terlalu Tahu tentang pengobatan penyakit
yang di deritaanaknya, keluarga klien kurang mendapatkan
informasi.
k. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakmampuan Koping Individu
2. Harga Diri Rendah
3. Kecemasan pada orangtua
4. Kurangnya pengetahuan
DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Orang Tua klien mengatakan Klien lebih suka menyendiri
klien tidak suka bergaul Klien terlihat sibuk dengan
dengan teman-temannya tangannya, lebih sering duduk
Klien belum bisa lama, dan selalu menjilat-jilat
menyelesaikan masalahnya benda yang tak jelas.
sendiri Orangtua klien tampak cemas
Orangtua klien mengatakan Keluarga Kurang informasi
perkembangan anaknya tentang pengobatan penyakit
perpasif ini
Orangtua kurang tahu tentang
cara pengobatannya
23
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat
keterampilan pemecahan masalah
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya,
kesulitan dalam berkomunikasi.
3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak.
24
D. INTERVENSI
2.
klien dapat meningkatkan Beri motivasi pada
kepercayaan dirinya anak.
KH : Beri kesempatan
Klien mampu anak
menunjukkan Harga mengungkapkan
dirinya perasaannya.
25
Beri latihan intensif
pada anak untuk
pemahaman belajar
berkomunikasi.
Modifikasi cara
belajar sehingga
anak lebih tertarik.
Beri reward pada
keberhasilan anak.
Gunakan alat
bantu/peraga dalam
belajar
berkomunikasi.
Berikan suasana
yang nyaman dan
tidak
menegangkan.
Anjurkan kepada
keluarga untuk
mendekatkan anak
pada sibling.
26
keseimbanga gizi
anak.
Anjurkan orang tua
untuk membawa
anaknya ke dokter
bila perlu.
Beri penjelasan
tentang kondisi anak
kepada orang tua.
27
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
28
h. Menganjurkan kepada
keluarga untuk
mendekatkan anak pada
sibling.
29
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks,
yang secara klinis ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang
kurang dalam kemampuan interaksi social dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang
terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar
terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun.
Sampai saat ii penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa
hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom,
dianggap sebagai factor yang berhubungan dengan kejadian autis pada
anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan
akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada
penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami
keterbelakangan, tetapi pada hubungan social dan respon anak
terhadaap dunia luar,anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal-hal kecil yang
bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang
menarik.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa/I dapat memahami asuhan keperawatan autisme pada
anak dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak autism.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/192463554/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-
ANAK-DENGAN-AUTISME-doc#download.
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih
Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta
31