Ranah Hermneutika Dan Korelasinya Dengan
Ranah Hermneutika Dan Korelasinya Dengan
A. Pendahuluan
Hermeneutika adalah kata yang sering didengar dalam bidang teologi,
filsafat, bahkan sastra. Hermeneutika baru muncul sebagai sebuah gerakan
dominan dalam teologi Protestan Erofa, yang menytakan bahwa hermenutika
merupakan “titik fokus” dari isu-isu teologis sekarang1. Hermeneutika sebagai
metode manafsirkan teks yang semakin digandrungi dalam kancah intelektual
negri kita memang memperlihatkan suatu “potensi kritis” yang sangat diperlukan
di dunia kontemporer ini.
Hermeneutika juga memiliki korelasi atau hubungan dengan disiplin ilmu-
ilmu lainnya seperti hermeneutika dan lingusitik, hermeneutika dan epistimulogi,
hermeneutika dan ilmu logika dan ilmu-ilmu yang lainnya. Maka pada makalah
ini penulis akan membahas mengenai tentang ranah dan korelasi hermeneutika
pada lingustik.
B. Pengertian Hermeneutika
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau
filsafat tentang interpretasi makna2. Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari
kata kerja Yunani hermeneuien, yang memiliki arti menfsirkan,
menginterpretasiakan atau menerjemahkan3.
Jika asal hermeneutika dirunut, maka kata tersebut merupakan derivasi
dari kata Hermes, seorang dewa dalam mitologi Yunani yang bertugas
menyampaikan dan menjelasakan pesan pesan (message) dari sang Dewa kepada
manusia. Menurut versi lain dikatakan bahwa Hermes adalah seorang utusan yang
memiliki tugas menyampaikan pesan Yupiter kepada manusia. Tugas utama
Hermes – yang digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kaki bersayap dan
lebih dikenal dengan sebutan Mercusiur- adalah menerjamahkan pesan-pesan dari
gunung Olimpus kedalam bahasa yang dapat dimengrti oleh manusia4. Oleh
karenanya, Hermes harus mampuh menginterpretasikan atau menerjamahkan
sebuah pesan kedalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya. Sejak saat
1
Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Cetakan II,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 3
2
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics; Hermeneutics as Method, Philosopy, and
Critique (London, Boston, and Henley: Routledge & Kegan Paul, 1980), hlm.1
3
Mircea Eliade, The Encyclopedia of Religion, Volume 6 (New York : Macmillan
Publishing Company, t.t.), hlm.279
4
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius,1995),
hlm. 23
2
itulah Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi
tertentu5.
Secara teologis peranan Hermes ini bisa dinisbatkan sebagaimana peran
Nabi utusan Tuhan. Sayyed Hossein Nashr memiliki hipotesis bahwa Hermes
tersebut tidak lain adalah Nabi Idris a.s., yang disebut dalam al-Qur’an6, dan
dikenal sebagia manusia pertama yang mengetahui tulisan, teknologi tenun,
kedokteran, astrologi dan lain-lain. Menurut riwayat yang beredar dilingkungan
pesantren, Nabi Idris adalah orang yang ahli dibidang pertenunan( tukang tenun/
memintal). Sedangkan dilingkungan agama Yahudi Hermes dikenal sebagai
Thoht, yang dalam mitologi Mesir dikenal dengan Nabi Musa a.s.
Bagi Nabi Idris atau Hermes, persoalan krusial yang harus diselesaikan
adalah bagaimana menafsirkan pesan Tuhan yang berbicara dengan bahasa
“langit” dapat dipahami oleh manusia yang berbahasa “bumi”. Dari sini makna
metaforis dari profesi tukang tenun/ memintal muncul, yaitu memintal atau
merangkai kata Tuhan agar dapat ditangkap dan mudah dipahami oleh manusia.
Dengan demikian, kata hermenutika yang diambil dari peran Hermes
adalah sebuah ilmu atau seni mnginterpretasikan (The art of interpretation) sebiah
teks. Sebagai sebuah ilmu, hermeneutika harus menggunakan cara-cara ilmiah
dalam mencari makna, rasional dan dapat diuji. Sebagai sebuah seni, ia harus
menampilkan sesuatu yang baik dan indah tentang sesuatu penafsiran.
C. Sejarah Hermeneutika
Kajian hermeneutika sejak abad 19 (atau akhir abad 18) telah menemukan
bentuknya yang baru dari wajah hermeneutika sebelumnya. Secara priodik
hermeneutika dapat dibedakan dalam tiga fase; klasik, pertengahan, dan modern.
Hermeneutika klasik, lebih bercorak pada bentuk interpretasi teks dan art of
interpretation’. Dan istilah ini pertama kali muncul pada abad ke XVII. Tetapi
hermeneutika dalam arti sebagai aktivitas penafsiran telah lahir jauh sebelumnya,
usianya setua dengan eksegesis teks7. Hermeneutika pertengahan, dimulai pada,
dianggap berasal dari, penafsiran terhadap Bible yang menggunakan empat level
pemaknaan baik secara literal, allegoris, tropologika (moral), dan eskatologis.
Tetapi pada masa reformasi protestan, empat pemaknaan itu kemudian
disempitkan pada eksegesis literal atau grametikal dan eksesegesis studi tentang
Yahudi dan Yunani. Dan hermeneutika modern, dapat dibedakan dalam beberapa
fase dengan aliran-aliran yang mengikutinya. Fase awal mulai abad ke 19 dengan
merujuk pada tokoh protestan ternama, Friedrich Schleirmacher (1768-1834) dan
murid-muridnya termasuk Emilio Betti, dengan teori hermeneutiknya. Fase kedua,
pada abad ke-20 dengan Martin Heidegger (1889-1976) sebagai tokohnya,
5
Ibid, hlm.24
6
Sayyed Hossen Nashr, Knowledge and The Sacred (New York : State university Press,
1989), hlm.71
7
Roger Fowler (ed) A Dictionary Of Modern Critical Term (London and New York:
Routledge & Kegan Paul,1987),hlm. 109
3
D. Ranah Hermeneutika
Apa ranah dan tema kajian hermeneutik? Sebagian memberi jawaban
sederhana: Hermeneutik merupakan tradisi berfikir dan kontemplasi filosofis yang
mengupayakan penjelasan tentang konsepsi dan pemahaman (fahm, verstehen,
understanding) dan memberikan solusi terhadap persoalan tentang faktor-faktor
yang mengakibatkan hadirnya makna bagi segala sesuatu. Segala sesuatu ini bisa
berupa syair, teks-teks hukum, perbuatan manusia, bahasa, atau kebudayaan dan
peradaban asing9.
Pengenalan masalah “pemahaman” sebagai sebuah ranah, tema, dan
batasan pengkajian hermeneutik akan menghadapkan pada dua dilema asasi,
pertama adalah bahwa pemahaman dan persepsi itu dibahas dalam berbagai
disiplin yang berbeda dan memiliki fungsi pada banyak cabang-cabang
pengetahuan.
Epistemologi (theory of knowledge), filsafat analisis, dan filsafat klasik
(metafisika) adalah bidang-bidang ilmu yang juga mengkaji masalah-masalah
pemahaman dan persepsi ini dalam sudut pandang tertentu. Dengan demikian,
pertama-tama harus diketahui dengan jelas bahwa dari sudut pandang mana
disiplin hermeneutik memandang permasalahan pemahaman dan persepsi itu yang
membedakannya dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya.
Kedua, aliran-aliran berbeda yang terdapat dalam disiplin hermeneutik
sendiri memiliki perspektif yang berbeda-beda terhadap persoalan pemahaman
dan persepsi itu. Akan tetapi, adanya kesamaan konsepsi yang sedikit terhadap
persoalan tersebut sama sekali tidak bisa dijadikan patokan terhadap tema dan
penjelas batasan pembahasan bagi hermeneutik, karena masing-masing aliran
pemikiran itu mengkaji tujuan-tujuan khusus dimana tujuan khusus inilah yang
lantas menyebabkan perbedaan tema dan ranah pembahasannya.
Sebagai contoh, seseorang yang memandang pemahaman itu dari sudut
pandang fenomenologikal, maka dalam hermeneutiknya mustahil ia berupaya
menemukan dan menegaskan suatu metode untuk memisahkan antara pemahaman
yang benar dan yang keliru.
Yang jelas seorang seperti Wilhelm Dilthey mengarahkan tujuan itu demi
menggapai humaniora yang valid dan benar. Dengan memandang hermeneutik
sebagai metodologi, diharapkan refleksi-refleksinya, pada puncaknya, akan
menghadirkan suatu metode umum untuk keseluruhan humaniora.
8
Pemebagian hermeneutik modern atau kontemporer ini meminjam pemetaannya Josef
Bleicher, Cotemporary Hermeneutics; hermeneutics as method, hlmhilosophy and critique
(London, Boston and Henley: Routledge & Kegan Paul,1980)
9
Bruns, Gerald L, Hermeneutics Ancient and Modern, hlm. 1.
4
10
Richard E. Palmer, Contemporary Philosophy, hlm, 461
6
11
Menurut Hans-Georg Gadamer, hakikat-hakikat yang ada dalam fenomena-fenomena
sejarah seperti teks, peninggalan seni, tradisi, dan sejarah itu tidak bisa dicapai lewat bantuan suatu
metode.
12
Richard E. Palmer, Contemporary Philosophy, hlm, 461, 464
13
Kata “Bahasa” dalam bahasa Indonesia semakna atau sama dengan kata lughat dalam
bahasa Arab, language dalam bahasa Inggris, langue dalam bahasa Perancis, taal dalam bahasa
Belanda, spraceh dalam bahasa Jerman, Kokugo dalam bahasa Jepang, dan bahasa dalam bahasa
Sangsekerta. Atas dasar perbedaan sebutan itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pengertian
bahasa untuk sebagian orang masih belum tepat. Lihat Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, Metode
Pembelajaran Bahasa Arab, Cetakan keempat, ( Bandung: Humaniora, 2011), hlm.2
14
Edi Mulyono, M.Ag., Dkk, Belajar Hermeneutika Dari Konfigurasi Filosofis Menuju
Praksis Islamic Studies, Cetakan kedua, (Jogjakarta:IRCiSoD, 2013), hlm. 17
15
Sumaryono, Hermeneutika, hlm.26
16
W. Pespoprodjo, Interpretasi (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm.69
7
17
Komaruddin Hidayat, memahami Bahasa Agama; sebuah kajian Hermeneutika
(Jakarta: Paramadina,1996), hlm.43
18
Kata linguistik (berpadanan dengan linguistics dalam bahasa Inggris dalam bahasa
Inggris, linguistique dalam dalam bahasa Prancis, dan linguistiek dalam bahasa Beland) diturunkan
dari bahasa Lantin Lingua yang berarti “bahasa”. Didalam bahasa “Roman” yaitu bahasa-bahasa
yang berasal dari bahasa Latin, terdapat kata-kata serupa atau mirip dengan kata latin lingua itu.
Antara lain, lingua dalam bahasa Italia, lengue dalam bahasa Sepanyol, langue (dan langage )
dalam bahasa Prancis. Bahasa Inggris yang memungutnya dari langage Prancis menggunakan
bentuk language. Tidak diketahui apakah kata bahasa Arab lughatun masih berkaitan dengan
deretan kata-kata di atas. Lihat Abdul Chaer, Linguistik Umum, cetekan keempat (Jakarta: Rineka
Cipta, 2012), hlm. 2
8
G. Kesimpulan
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau
filsafat tentang interpretasi makna . Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari kata
kerja Yunani hermeneuien, yang memiliki arti menfsirkan, menginterpretasiakan
atau menerjemahkan.Kajian hermeneutika sejak abad 19 (atau akhir abad 18) telah
menemukan bentuknya yang baru dari wajah hermeneutika sebelumnya. Secara
priodik hermeneutika dapat dibedakan dalam tiga fase; klasik, pertengahan, dan
modern Hermeneutik merupakan tradisi berfikir dan kontemplasi filosofis yang
mengupayakan penjelasan tentang konsepsi dan pemahaman (fahm, verstehen,
understanding) dan memberikan solusi terhadap persoalan tentang faktor-faktor
yang mengakibatkan hadirnya makna bagi segala sesuatu. Pada prinsipnya,
hermeneutika berkaitan dengan bahasa. Setiap kegiatan manusia yang berkaitan
dengan berpikir, berbicara, menulis dan menginterpretasikan selalu berkaitan
dengan bahasa
9
Daftar Fustaka
Bleicher, Josef, 1980, Contemporary Hermeneutics; Hermeneutics as Method,
Philosopy, and Critique, London, Boston, and Henley: Routledge &
Kegan Paul.
Chaer, Abdul, 2012, Linguistik Umum, cetekan keempat, Jakarta: Rineka Cipta
Fowler, Roger, 1987, A Dictionary Of Modern Critical Term, London and New
York: Routledge & Kegan Paul.
Nashr, Sayyed Hossen ,1989, Knowledge and The Sacred, New York : State
university Press
http://teosophy.wordpress.com/2009/09/14/ranah-hermeneutik-dan-korelasinya-dengan-
ilmu-lain/