Anda di halaman 1dari 42

PANGKALAN UTAMA TNI AL

RUMKITAL SAMUEL J MOEDA

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit.
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian mengharuskan adanya
perluasan dari paradikma baru yang berorientasi pada pasien (drug oriented ) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian ( pharmaceutical care ).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradikma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien.Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat
memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk
tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di Negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan
Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat
managerial maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Infomasi
Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga
diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang
diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi
klinik secara intensif.
Untuk itu, dalam menjamin pelayanan farmasi di Rumah Sakit Samuel J Moeda yang
bermutu dengan kontinuitas yang tinggi yang berdasarkan konsep pharmaceutical
Care, diperlukan suatu Pedoman Pelayanan Farmasi yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Samuel J Moeda. Dengan adanya
peningkatan kualitas pelayanan farmasi dan kualitas hidup pasien.

B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai pedoman penyelengaraan pelayanan farmasi di rumah sakit.
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit.
3. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian.
4. Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit.
5. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat managerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus
mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko.
D. Batasan Operasional
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu (sediaan
farmasi, sediaan farmasi & alat kesehatan, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan pendistribusian atau penyalurannya (PP 51 Tahun 2009).
2. Sediaan farmasi adalah semua bahan dana peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan (UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
Sediaan farmasi di Rumah Sakit Samuel J Moeda terdiri dari sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (UU No.
44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit)
3. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh (UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit).
4. Sistem Formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medis rumah sakit
yang bekerja melalui Panitia Farmasi & Terapi (PFT), mengevaluasi, menilai dan
memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia yang dianggap
paling berguna dalam perawatan pasien serta evaluasi kepatuhan terhadap Sistem
Formularium.
5. Harga jual sediaan farmasi terdiri dari harga beli + margin + jasa resep/jasa
pelayanan.
6. Margin adalah keuntungan yang besarannya ditentukan dengan kebijakan rumah
sakit, dihitung dari harga beli sediaan farmasi.
7. Jasa resep/jasa pelayanan adalah penghargaan terhadap jasa profesi farmasi yang
besarannya ditentukan dengan kebijakan rumah sakit.
8. Penyelarasan obat (medication reconciliation) adalah membandingkan antara
daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar
tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission atau medication
error lainnya).
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-undng Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011
tentang Keselammatan Pasien rumah Sakit.
12. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, 2008, Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI bekerjasama dengan JIC.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
a. Apoteker
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
b. Tenaga Administrasi
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan
jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian
harus di bawah supervise Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai berikut :
1. Terdaftar di Departemen Kesehatan.
2. Terdaftar di Asosiasi Profesi.
3. Mempunyai izin kerja (SIPA/SIPTTK)
4. Mempunyai SK penempatan.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Samuel J
Moeda Kupang dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang
berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum,
strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam
rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas
harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi Rumah Sakit Samuel J Moeda Kupang.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Samuel J Moeda dipimpin oleh seorang Apoteker yang
merupakan Apoteker Penanggung Jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan farmasi, baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi
perbekalan farmasi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Instalasi Farmasi dibantu
oleh Kepala Subinstal Pelayanan Farmasi dan Kepala Subinstal Pengendalian
Farmasi. Tenaga Teknis Kefarmasian yang terdiri dari Ahli Madya farmasi (D-3).
Jumlah dan kualifikasi disesuaikan dengan kebutuhan. Apoteker harus selalu berada
di tempat untuk melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi. Bila
berhalangan, harus ada pendelegasian wewenang dan bertanggung jawab.

B. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan di Instalasi Farmasi terdistribusi menjadi empat yaitu tenaga yang
bekerja di pengelolaan perbekalan farmasi, tenaga yang bekerja di farmasi klink,
tenaga yang bekerja di manajemen mutu dan tenaga administrasi.

C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga SDM di Instalasi Farmasi terbagi menjadi :
1. Petugas Shift
Untuk petugas shift terbagi menjadi 2 shift sebagai berikut :
a. Dinas Pagi : 07.00 sd 15.00
b. Dinas sore : 15.00 sd 08.00
2. Petugas Non Shift
Untuk petugas non shift, waktu kerja sebagai berikut : Senin
– Jumat : 07.00 sd 15.00
BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN FARMASI

A. Tujuan Pelayanan Farmasi


1. Melakukan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
keadaan gawat darurat, sesuai dengan kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
3. Menyelenggarakan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) mengenai obat.
4. Melakukan pengawasan obat berdasarkan peraturan yang berlaku.
5. Memberikan pelayanan yang bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.

B. Fungsi Pelayanan farmasi


1. Mengkaji resep/order obat.
2. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
4. Memantau efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
5. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
6. Memberikan konseling kepada pasien/keluarga.
7. Melakukan pencampuran obat.
8. Melakukan pembuatan sediaan farmasi secara terbatas.
9. Mendelegasikan kewenangan Apoteker kepada kepala ruangan dalam pemberian
obat ke pasien rawat inap.
10. Melaksanakan pencatatan setiap kegiatan.
11. Melaporkan setiap kegiatan.

C. Peresepan
Proses dispensing obat meliputi :
1. Pemesanan / order resep.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku. Dokter yang berhak menulis resep adalah dokter yang memiliki Surat
Izin Praktek di Rumah Sakit Samuel J Moeda Kupang dan ditetapkan oleh SK
Kepala Rumah Sakit Samuel J Moeda sebagai dokter yang berhak menuliskan
resep, yang terdiri dari Staf medis purnawaktu dan Dokter Tamu.
Dokter menulis resep sesuai dengan standar obat/alkes atau formularium Rumah
Sakit Samuel J Moeda atau sesuai dengan Formularium Nasional untuk pasien
BPJS. Semua resep jalan dan rawat inap dilayani oleh Instalasi Farmasi. Instalasi
Farmasi tidak diperbolehkan menerima resep dari luar rumah sakit kecuali rumah
sakit tersebut sudah menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit Samuel J Moeda.
Dokter penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication
reconciliation) sebelum menulis resep dan harus memperhatikan kemungkinan
adanya kontraindikasi, interaksi obat dan riwayat alergi obat. Setiap obat yang
diresepkan harus dicatat di rekam medis pasien dalam Formulir Instruksi
Pengobatan Pasien, Formulir Pemesanan Obat/alkes dan Catatan Perkembangan
Terintegrasi Pasien.
Selain itu semua informasi obat pasien ditulis dalam rekam medis pasien atau jika
lembar terpisah harus diselipkan dalam rekam medis pasien saat dipulangkan atau
dipindahkan. Kelanjutan terapi yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab
lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan terbaru.
Tulisan dokter pada resep harus jelas dan dapat dibaca. Dokter harus
menggunakan istilah dan singkatan yang lazim dan ditetapkan rumah sakit
sehingga tidak disalahartikan. Jika resep atau permintaan dokter tidak terbaca,
Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengkonfirmasi dokter penulis resep
hingga diperoleh kejelasan.
Khusus untuk peresepan obat high alert, dokter harus menuliskan resep dengan
huruf jelas dan terbaca. Jika resep tidak terbaca maka dokter harus menuliskan
kembali resep obat high alert dan tidak diperbolehkan untuk mencoret-coret resep.
Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan
panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit Samuel J
Moeda.
2. Penyiapan order resep
Resep yang diterima instalasi farmasi harus memenuhi persyaratan kelengkapan
resep sebagai berikut :
a. Nama dokter dan nama Surat Izin Praktek (SIP).
b. Nama Pasien, No. RM, Tgl Lahir, Berat Badan, Alergi, Ruangan, Tgl Resep.
c. Symbol R/ (superscription).
d. Nama obat, kekuatan dan jumlah obat (inscription).
e. Cara pembuatan obat/bentuk obat yang akan dibuat (subscription).
f. Aturan pakai obat (signature).
g. Tanda Tangan/paraf dokter.

Resep yang tidak lengkap tidak akan dilayani oleh Instalasi Farmasi. Untuk
menghindari kemungkinan penyalahgunakan obat, setiap resep yang masuk akan
diverifikasi oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang dinilai kompeten
untuk melakukannya meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan
farmasi, dan persyaratan klinis.
Order resep disiapkan sesuai dengan asli/instruksi dokter, untuk order resep pasien
rawat jalan dilakukan system distribusi resep individual dan order pasien rawat inap
dilakukan system distibusi Unit Dose Dispensing (UDD) secara bertahap,
penjelasan langkah-langkah system distribusi.

3. Penyerahan order resep


Setiap obat dan alkes yang dilayani di Instalasi Farmasi harus diberi label dengan
nomor resep, tanggal penyiapan, nama pasien, nama obat, nomor rekam medic,
dosis/konsentrasi/aturan pakai, tanggal kadaluarsa dan keterangan lain sesuai
instruksi dokter. Setiap pemberian obat pasien harus dicatat untuk setiap dosis dan
dicantumkan dalam rekam medis pasien.
Order resep diserahkan kepada pasien / ruangan oleh tenaga profesi Apoteker atau
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan mengacu pada 4 T dan 1 W (Tepat obat, tepat
dosis, tepat pasien, tepat indikasi, waspada efek samping obat). Pemberian obat
kepada pasien harus mengacu pada prinsip 7 benar yaitu Benar Pasien, Benar
Obat, Benar Dosis, Benar Waktu, Benar Cara/Rute Pemberian, Benar
Dokumentasi dan Benar Informasi. Kondisi khusus dalam pelayanan obat antara
lain :
a. Apabila dalam pelayanan terjadi kekosongan obat maka petugas Instalasi
Farmasi akan mengganti obat yang kosong dengan obat pengganti yang sama
kandungannya atau jika tidak ada menghubungi dokter penulis resep untuk
mengganti dengan obat segolongan yang masuk dalam Buku Standar Obat.
b. Apabila ada obat / alkes sangat dibutuhkan tetapi stock dalam keadaan kosong
bareng, maka Instalasi Farmasi akan berusaha mendapatkan obat dari sumber
lain berupa pinjam meminjam obat dengan rumah sakit rekanan yang terdekat
atau pembelian ke apotek terdekat.
c. Apabila ada obat / alkes yang dalam stok gudang masih ada tetapi dalam stock
pelayanan sudah habis, tetapi gudang penyimpanan obat dalam keadaan
terkunci maka petugas yang diserahterimakan kunci gudang bertanggung jawab
untuk membuka kunci gudang.
d. Obat-obatan yang dibawa masuk rumah sakit oleh pasien atau keluarganya
harus dengan sepengetahuan dokter dan dicatat dalam rekam medis pasien.
e. Instalasi Farmasi bertanggung jawab melakukan validasi obat-obatan yang
dibawa pasien dari luar rumah sakit.
f. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap pendistribusian obat secara tepat
waktu kepada pasien.
g. Apabila ada kejadian yang berhubungan dengan KNC / KTD, segera melaporkan
& bekerjasama dengan Tim Patient Safety.

D. Pelayanan Farmasi Klinik.


1. Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan
administrative, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis untuk pasien rawat inap
dan rawat jalan yang kegiatannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kondisi rumah sakit, jumlah dan kemampuan tenaga farmasi klinis.
a. Persyaratan Administratif meliputi ;
1) Legalitas resep, seperti asal resep, dokter penulis resep, nama pasien, umur
berat badan, dll.
2) Persyaratan administrative lainnya, seperti kelengkapan berkas pendukung
untuk pasien Jaminan.
b. Persyaratan farmasi, meliputi ;
1) Dosis obat dan jumlah obat.
2) Bentuk dan kekuatan sediaan.
3) Stabilitas dan ketersediaan.
4) Aturan, cara dan tehnik penggunaan.
c. Persyaratan klinis, meliputi ;
1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
2) Duplikasi pengobatan.
3) Alergi, Interaksi dan efek samping obat.
4) Kontra indikasi.
5) Efek adiktif.

2. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan


penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
a. Konseling pasien rawat jalan
Pemberian konseling pasien rawat jalan dilakukan terbatas ketika menyerahkan
obat pada pasien dan dilakukan secara khusus dilakukan di ruangan tertutup
(ruangan konseling pasien rawat jalan). Konseling pasien rawat jalan diutamakan
pada pasien yang :
1) Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang
(Diabetes, TBC, Epilepsi, HIV/AIDS, dll).
2) Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara
pemakaian yang khusus (Suppositoria, enema, inhaler, injeksi insulin, dll).
3) Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yang khusus (insulin, dll).
4) Mendapatkan obat – obatan dengan aturan pakai yang rumit (kortikosteroid
dengan tapering down).
5) Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah ( Geriatri, Pediatri).
6) Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit (digoxin, fenitoin, dll).
7) Mendapatkan terapi obat – obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi).
Kegiatan konseling pasien rawat jalan ini difasilitasi di Instalasi Farmasi
disesuaikan dengan jumlah & kemampuan tenaga farmasi klinis.
b. Konseling pasien rawat inap
Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada saat pasien akan melanjutkan
terapi di rumah. Pemberian konseling pasien rawat inap prinsipnya sama dengan
pasien rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah sakit pasien harus
mengelola sendiri terapi obat dirumah. Selain pemberian konseling pada saat
akan pulang, konseling diberikan pada pasien dengan kondisi ;
1) Tingkat kepatuhan dalam meminum obat rendah.
2) Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi, perubahan
regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Kegiatan yang dilakukan adalah ;
a. Memberikan dan menyebarkan informasi berkaitan dengan obat / alkes yang
sudah tidak diproduksi lagi, alternative pengganti / substitusi obat, dll kepada
pihak yang membutuhkan.
b. Membuat bulletin, leaflet, dan label obat.
c. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
d. Menyediakan informasi untuk Tim Standarisasi Obat / Panitia Farmasi dan
Terapi sehubungan dengan penyusunan dan revisi daftar Standar Obat / Alkes
Rumah Sakit Samuel J Moeda.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga Farmasi (Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian & Juru Resep) dan tenaga kesehatan lainnya.
f. Bersama dengan Tim PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Samuel J Moeda akan terus ditingkatkan dan dikembangkan kegiatannya
disesuaikan dengan jumlah & kemampuan tenaga farmasi klinis.
4. Ronde / Visite
Ronde / Visite merupakan kegiatan pemantauan perawatan menyeluruh terhadap
penderita yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu secara terpadu, antara lain :
Dokter, Apoteker, Perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang masing – masing
memberikan kontribusi sesuai dengan keahliannya untuk peningkatan kualitas
hidup pasien.
Dokter, perawat, apoteker bersama praktisi perawatan kesehatan lainnya bekerja
sama untuk memantau efek pengobatan pasien yang sedang menjalani terapi
melalui Visite / Ronde Bersama.
Kegiatan yang dilakukan ;
a. Pemantauan kondisi dan riwayat pengobatan pasien secara mandiri di ruang
perawatan
b. Pemantauan kondisi dan riwayat pengobatan pasien bersama Dokter, Perawat,
dan tenaga kesehatan lainnya.
5. Pemantauan dan Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau yang tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Kegiatan ini berdasarkan
Formulir Monitoring Efek Samping Obat yang diedarkan oleh Panitia Efek Samping
Obat Nasional, kemudian formulir disebar luaskan ke ruang perawatan. Monitoring
Efek Samping Obat (MESO) dilaksanakan secara rutin oleh Instalasi farmasi
bekerja sama dengan perawat diruangan.

E. Produksi Farmasi Non Steril


Produksi Instalasi Farmasi adalah kegiatan yang melibatkan tenaga professional yang
menghasilkan barang dan jasa pelayanan berupa produksi farmasi non steril untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan Rumah Sakit Samuel J Moeda.
Produksi Farmasi Non Steril, kegiatannya meliputi ;
1. Peracikan obat.
2. Pengamasan kembali.
3. Pengenceran sediaan.
F. Penyiapan Informasi dan Edukasi
Penyiapan informasi dan edukasi dilaksanakan dengan sasaran dokter, perawat, dan
tenaga medis lain, pasien dan keluarga pasien. Penyiapan ini oleh staf apoteker yang
kompeten dibidang informasi obat.
Untuk pasien rawat inap, informasi dan edukasi diberikan dalam bentuk pemberian
informasi obat secara lisan pada saat pasien akan pulang dan untuk pasien rawat
jalan, pemberian informasi dan edukasi pada saat penyerahan obat.
Untuk informasi dan edukasi yang lebih spesifik diberikan dalam bentuk konseling
untuk pasien dengan kriteria tertentu.

G. Pemantauan
Pemantauan obat dirumah sakit adalah tanggung jawab semua pihak yang terlibat
dalam siklus pengelolaan sediaan farmasi sampai obat diterima oleh pasien.
Salah satu bentuk pengendalian obat dirumah sakit adalah Pemeliharaan
Formularium / Buku Standar Obat, melaksanakan stok opname / inspeksi berkala
disemua tempat penyimpanan obat, dan pemantauan penyimpanan obat diseluruh
rumah sakit.
Pemantauan sediaan farmasi dilaksanakan untuk menjamin keamanan sediaan,
untuk menjaga dari kehilangan dan untuk menghindari kerugian karena expired /
rusak, death stock, dsb. Pemantauan sediaan farmasi dilakukan di unit yang
menyimpan dan mendistribusikan sediaan farmasi, yaitu :, Gudang Farmasi, Instalasi
Farmasi, dan Ruang Perawatan.
Hal – hal yang dilakukan dalam kegiatan pemantauan dan pengendalian obat di
rumah sakit:
1. Masing – masing pihak yang terlibat dalam pelayanan agar mematuhi &
memelihara Formularium / Buku Obat Standar yang ada di Rumah Sakit Samuel J
Moeda.
2. Melaksanakan kegiatan stock opname sediaan farmasi secara berkala.
3. Melaksanakan kegiatan pemantauan sediaan farmasi secara berkala diseluruh unit
penyimpanan sediaan farmasi.
4. Menarik sediaan farmasi di seluruh unit penyimpanan di rumah sakit apabila ada
obat / alkes yang ditarik dari peredaran yang dikeluarkan secara resmi dari Badan
POM atau Distibutor / Pabrik Obat.
5. Mengatur pemusnahan dan penghapusan sediaan farmasi, dan dokumen yang
sudah lebih dari 3 (tiga) tahun tidak terpakai karena kadaluarsa rusak, mutu tidak
memenuhi standar atau ketinggalan zaman, dengan cara membuat usulan
penghapusan kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain
itu pemantauan terapi obat setelah diterima pasien dilakukan berdasarkan konsep
Pharmaceutical Care yang dimulai dari :
1. Visite / Ronde bersama antara Dokter, Perawat, Apoteker bersama praktisi
kesehatan lainnya untuk memantau efek pengobatan pasien yang sedang
menjalani terapi.
2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilaksanakan secara rutin oleh Instalasi
farmasi bekerja sama dengan perawat di ruangan.
BAB IV
PENGELOLAAN OBAT

Pengelolaan bertujuan untuk melakukan pengelolaan (Pemilihan, Perencanaan,


pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian bekal kesehatan yang
optimal untuk kelancaran pelayanan farmasi di rumah sakit), menyelenggarakan kegiatan
pengelolaan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi dan
melakukan pengawasan obat berdasarkan peraturan yang berlaku serta memberikan
pengelolaan yang bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pengelolaan bekal
farmasi.
Pengelolaan berfungsi untuk memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
rumah sakit, merencanakan kebutuhan bekal farmasi yang optimal, mengadakan bekal
farmasi berpedoman kepada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku, menerima bekal farmasi sesuai spesifikasi dan ketentuan yang berlaku,
menyimpan bekal farmasi sesuai spesifikasi dan persyaratan kefarmasian dan
mendistribusikan bekal farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit serta penghapusan
bekal farmasi
Pengelolaan sediaan farmasi atau sistem manajemen sediaan farmasi merupakan satu
siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan sampai evaluasi yang saling terkait antara
satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan,
monitoring dan evaluasi
A. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses menetapkan sediaan farmasi yang tepat untuk
peresepan atau permintaan untuk disediakan di Rumah Sakit Samuel J Moeda.
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah sediaan farmasi benar – benar
diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit.
Kriteria pemilihan obat yang baik yaitu meliputi :
1. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan
jenis.
2. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai
efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
3. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang pravelensinya tinggi.
Pemilihan dilakukan oleh Panitia Farmasi dan Terapi menghasilkan Buku
Formularium Rumah Sakit. Panitia Farmasi dan Terapi bertugas menyusun,
mengembangkan & merevisi Formularium Obat / Alkes yang selanjutnya akan
dijadikan acuan penyusunan Formularium dan akan direvisi secara berkala selambat
– lambatnya satu tahun sekali.
Proses pembuatan Buku Formularium Rumah Sakit Samuel J Moeda dilakukan
sebagai berikut :
1. Mengevaluasi Buku Standar Obat / Alkes Rumah Sakit Samuel J Moeda.
2. Mengevaluasi frekuensi pemakaian.
3. Mempertimbangkan pengalaman klinis.
4. Menerima usulan user (SMF)
5. Melalui rapat ditetapkan item obat yang masuk Buku Formularium berdasarkan
golongan terapi, original/mee too/generik, dan harga.
6. Mensosialisasikan Buku Formularium kepada dokter – dokter Rumah Sakit
SamuelJ Moeda untuk menggunakan obat/alkes yang termasuk ke dalam Buku
Formularium Rumah Sakit Samuel J Moeda
7. Evaluasi pemakaian obat/alkes standar oleh Instalasi Farmasi dan Panitia Farmasi
dan Terapi.

Obat / Alkes yang diluar Buku Formularium Rumah Sakit, dalam kondisi tertentu
barang tersebut dibutuhkan dalam pelayanan, maka akan diusulkan sesuai dengan
kebijakan Kepala Rumah Sakit Samuel J Moeda.
Evaluasi terhadap Buku Formularium dan kepatuhan SMF secara berkala dilakukan
oleh Panitia Farmasi dan Terapi berdasarkan data Instalasi Farmasi. Buku
Formularium Rumah Sakit Samuel J Moeda direvisi minimal 1 (satu) tahun sekali
dengan mempertimbangkan kemungkinan ada sisipan atau ada obat/alkes yang
dikeluarkan berdasarkan hasil evaluasi & analisa.
Obat/alkes yang baru masuk dalam Buku Formularium, yang sebelumnya sudah
dilakukan trial, obat/alkes tersebut akan dievaluasi kembali selama penggunaannya
oleh Panitia Farmasi & Terapi bekerjasama dengan ruang perawatan & Tenaga Medis
kemungkinan terhadap terjadinya IKP/KTD.
B. Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses
pengadaan sediaan farmasi di rumah sakit. Perencanaan adalah proses kegiatan
pemilihan jenis dan jumlah sediaan farmasi sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan perencanaan sediaan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
sediaan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Perencanaan sediaan farmasi di Rumah Sakit Samuel J Moeda
merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi khususnya oleh Tim Perencanaan yang
berada dibawah Kepala Subinstal Pengendalian Farmasi. Rangkaian kegiatan
perencanaan mulai dari permintaan kebutuhan oleh Unit terkait, pembuatan usulan
oleh Instalasi farmasi, sampai disetujui oleh Kepala Rumah Sakit.
Proses perencanaan meliputi :
1. Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan dalam perencanaan sediaan farmasi menggunakan
metode kombinasi antara lain :
a. Metode konsumsi didasarkan pada data riil konsumsi sediaan farmasi periode
tertentu (minimal 3 bulan), dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
b. Metode Epidemiologi yaitu memperkirakan kemungkinan pola penyakit pada
bulan-bulan tertentu.
c. Usulan kebutuhan dari unit-unit pelayanan.
d. Saldo persediaan di Gudang Terminal.
e. Memperhitungkan buffer stock, lead time & kemungkinan lain yang tidak terduga.
2. Pembuatan Usulan
Proses perencanaan dilakukan dengan pemilihan jenis, jumlah, dah harga sediaan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Usulan dibuat oleh Instalasi Farmasi berdasarkan rata-rata pemakaian ditambah
dengan mempertimbangkan kemungkinan pola penyakit, buffer stock, lead time,
usulan dari unit pelayanan atau kemungkinan lain yang tidak terduga dikurangi data
saldo persediaan yang ada di Gudang Terminal.
Usulan yang dibuat Instalasi Farmasi adalah ;
1. Pembuatan Usulan Obat.
2. Pembuatan Usulan Alkes.
3. Pembuatan Usulan Obat Narkotika.
C. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui sesuai Buku Formularium Rumah Sakit Tk. IV 09.07.01
Wirasakti melalui : pembelian, produksi, dan sumbangan / hibah / droping /
donasi.Tujuan pengadaan adalah mendapatkan sediaan farmasi dengan harga yang
layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses
berjalan lancaer dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Pengadaan
sediaan farmasi dilakukan melalui
1. Pembelian langsung dari distributor/PBF yang dilakukan oleh Pejabat Pengadaan.
2. Membeli secara tunai untuk pengadaan insidentil sesuai dengan order dokter
terhadap :
a. Sediaan farmasi diluar standar tetapi sangat dibutuhkan, terjadi kekosongan di
PBF, blokir PBF, pemakaian jarang dan mahal atau obat baru belum ada yang
sejenis.
b. Sediaan farmasi standar yang kosong dan dibutuhkan segera, yang tidak dapat
disubstitusi baik dengan substitusi generic (zat kimia, bentuk sediaan, dan rute
pemberian yang sama) maupun substitusi terapi (berbeda zat aktif tapi masih
dalam satu golongan farmakologi).
3. Produksi. Produksi dilakukan oleh Instalasi Farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan resep di lingkungan Rumah Sakit Samuel J Moeda.
Kegiatan Produksi Instalasi Farmasi saat ini adalah Produksi Non Steril yang
kegiatannya meliputi membuat, dan mengemas kembali sediaan farmasi non
steril dengan formulasi khusus.
4. Sumbangan /Hibah / Droping / Donasi
Sumbangan / Hibah / Droping berasal dari satuan atas dan Program Pemerintah
.
D. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima sediaan farmasi yang telah diadakan
sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung dan sumbangan /
Hibah / Droping
Penerimaan sediaan farmasi dilakukan oleh Panitia Penerima Barang & Jasa
bersama Petugas Gudang. Tujuan penerimaan adalah menjamin sediaan farmasi
yang diterima sesuai dengan Surat Pesanan, Surat Pengiriman Barang (Faktur) dan
sesuai dengan spesifikasi mutu seperti expired date, fisik barang (tidak rusak atau
masih bersegel), jumlah maupun waktu kedatangan.

E. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dan memelihara dengan cara menempatkan
sediaan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
1. Tujuan Penyimpanan sediaan farmasi :
a. Memelihara mutu sediaan farmasi.
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga ketersediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
e. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggunaan obat dengan peringatan
khusus.
2. Metode penyimpanan sediaan farmasi
a. Menyimpan obat high alert pada area khusus yang diberi batas dengan
isolasi/lakban berwarna merah dan diberi stiker ‘High Alert’.
b. Memasang label warna merah pada kemasan obat – obatan high alertyang
datang sebelum diatur di tempat penyimpanannya.
c. Menyimpan Golongan Opioid dan Narkotik dalam lemari khusus obat narkotik /
psikotropik dengan pintu ganda terkunci.
d. Memisahkan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip dengan member
jarak dan diberi stiker LASA (Look Alike Sound Alike) pada rak penyimpanan
bersama obat lain.
e. Menyimpan obat/alkes menurut bentuk sediaan & alfabetis untuk mempermudah
pencarian obat.
f. Menerapkan sistem FEFO& FIFO, dengan cara obat yang datang lebih dahulu
/ expired lebih dekat ditempatkan pada posisi paling depan jika disusun secara
horizontal atau paling atas jika disusun secara vertikal.
g. Obat yang tidak stabil pada suhu ruangan dengan suhu yang terkendali ( 2 -
8 C atau dibawah 0 C ).
h. Pencatatan suhu ruangan dengan kulkas serta kelembaban dilakukan setiap
pagi dan sore pada formulir yang tersedia. Apabila ditemukan ketidak sesuaian,
petugas harus melaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi. Memberi jarak
antara rak obat dengan lantai.
i. Memberi pallet untuk penyimpanan infus & member ruang sirkulasi udara antara
tumpukan dus yang satu dengan dus yang lain.
j. Obat yang tidak dalam kemasan utuh (sisa racikan) disimpan menggunakan
wadah /etiket dengan diberi nama obat, jumlah, dan expired date.
k. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan dalam ruangan khusus atau
lemari terkunci yang diberi penandaan khusus.

3. Tempat penyimpanan sediaan farmasi


Tempat penyimpanan sediaan farmasi dilakukan oleh :
a. Instalasi Farmasi
b. Gudang Terminal Farmasi.
c. Ruang perawatan pasien atau nurse station.
Gudang Farmasi sebagai tempat penyimpanan sediaan farmasi setelah proses
penerimaan oleh Panitia Penerima Barang dan Jasa.
Pelayanan farmasi yang selanjutnya diresepkan / dipakai untuk kegiatan
pelayanan dan ruangan / poliklinik sebagai tempat penyimpanan untuk obat – obat
yang bersifat emergency.
Sediaan farmasi yang disimpan di semua lokasi harus memperhatikan hal – hal
berikut :
a. High Alert Medication disimpan pada area khusus dengan member batas
menggunakan isolasi/lakban berwarna merah dan diberi stiker ‘High Alert’. Jika
harus disimpan di unit perawatan pasien, tempat penyimpanan harus dikunci
dengan diberikan label “Peringatan :high alert medication”pada tutup luar
tempat penyimpanan.
b. Obat Narkotika dikendalikan, dicatat, dan dilaporkan secara akurat sesuai
dengan undang – undang dan peraturan yang berlaku.
c. Obat – obatan yang memiliki nama atau label yang mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip (NORUM) / Look Alike Sound Alike (LASA) ) harus dipisahkan dan
diberi penandaan.
d. Obat – obatan dan bahan – bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat
– obatan diberi label secara akurat dengan isi, tanggal kadaluarsa, dan
peringatan.
e. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan dalam ruangan khusus terpisah
atau dalam lemari terkunci yang diberi tanda dan pengamanan.
f. Elektrolit paket tidak boleh disimpan di unit perawatan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis. Ruangan yang diperbolehkan untuk menyimpan
cairan elektrolit paket hanya UGD dan OK. Apabila disimpan dalam unit
perawatan pasien, terdapat pengamanan untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati – hati.
g. Obat – obatan darurat/emergency tersedia di unit – unit perawatan, dan ruangan
lain yang dianggap memerlukan dan ditetapkan oleh Rumah Sakit. Obat –
obatan tersebut disimpan dalam Emergency Trolley / emergency kit, dalam
kondisi darurat perawat/petugas yang bertanggung jawab dapat menggunakan
obat – obat tersebut dan diganti secara tepat waktu setelah digunakan.
h. Obat – obatan dan alkes yang dibutuhkan segera, tersedia di unit – unit
perawatan dan poliklinik dalam emergency trolley, perawat dapat menggunakan
obat & alkes tersebut dan diganti secara tepat waktu setelah digunakan dengan
resep penggantian.
Semua area penyimpanan sediaan farmasi diinspeksi secara berkala oleh
masing – masing penanggung jawab untuk memastikan bahwa sediaan farmasi
tersimpan secara tepat dan aman.
Instalasi Farmasi bertanggung jawab mengidentifikasi, menarik kembali dan
mengembalikan atau memusnahkan dengan cara yang aman dan benar obat –
obatan yang ditarik kembali oleh pabrik atau supplier.
Instalasi Farmasi bertanggung jawab mengatur setiap penggunaan atau pemusnahan
obat yang diketahui kadaluarsa atau ketinggalan zaman (outdated).

F. Pendistribusian
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel,
prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita. Tujuan
pendistribusian adalah tersedianya sediaan farmasi di unit – unit pelayanan secara
tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Pendistribusian dilakukan secara sentralisasi dari
Gudang Terminal Farmasi Instalasi Farmasi. Sistem distribusi yang dilakukan di
Rumah Sakit Samuel J Moeda adalah sistem distribusi kombinasi yaitu resep
individual untuk pasien rawat jalan, sistem dosis unit untuk pasien rawat inap dan
persediaan obat/alkes di ruangan.
Macam sistem distribusi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Samuel J Moeda
1. Sistem Distribusi Resep Individual
Resep individual adalah order / resep yang ditulis dokter untuk setiap penderita.
Resep individual ini dilakukan di pelayanan farmasi rawat jalan. Jenis pelayanan
farmasi rawat jalan adalah melayani pasien umum, jaminan perusahaan, dan
BPJS.
Dalam hal pelayanan obat, pasien umum/Jaminan Perusahaan menggunakan
acuan daftar standar obat / alkes atau Formularium Rumah Sakit Samuel J Moeda,
untuk pasien BPJS menggunakan standar Formularium Nasional BPJS dengan
acuan daftar standar obat / alkes atau formularium Rumah Sakit Samuel J Moeda.
2. Sistem Distribusi Dosis Unit (UDD)
Sistem Distribusi Dosis Unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita,
terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing – masing dalam kemasan
dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk satu waktu tertentu.
3. Sistem Distribusi Persediaan Terbatas di ruangan (Limitted Floor Stock)
Persediaan obat di ruangan adalah penggunaan obat – obatan yang hanya dipakai
bersama di ruang perawatan dalam jenis dan jumlah yang terbatas. Pendistribusian
persediaan sediaan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggung
jawab perawat ruangan, obat yang disimpan mengikuti syarat & aturan
kefarmasian.
Instalasi farmasi melayani permintaan amprahan obat/alkes dari ruang perawatan
dan poliklinik. Penyiapan dan pengeluaran obat/alkes amprahan mengikuti standar
yang ditetapkan oleh rumah sakit. Obat/alkes amprahan ditetapkan untuk barang
yang dipergunakan bersama sedangkan barang yang dapat digunakan per individu
harus diresepkan.
Pemantauan dan supervisi penyimpanan obat di unit perawatan dilakukan oleh
Instalasi Farmasi dan Kepala ruangan setiap bulan.

4. Persediaan obat emergency di ruangan


Persediaan obat emergency di ruangan adalah persediaan obat yang sangat
penting untuk pelayanan ruang perawatan atau obat/alkes yang bersifat life saving.
5. Pendistribusian Sediaan Farmasi diluar jam kerja
Pendistribusian sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien diluar jam
kerja diselenggarakan oleh Instalasi Farmasi

G. Administrasi Dan Pelaporan


Administrasi dan pelaporan Sediaan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pencatatan menajemen sediaan farmasi serta penyusunan laporan yang
berkaitan dengan sediaan farmasi secara rutin.

H. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi yang
tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar serta
penghapusan berupa dokumen resep yang sudah lebih dari 3 (tiga) tahun atau
dokumen lainnya sesuai ketentuan perundang – undangan. Penghapusan dilakukan
dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi kepada Kakesdam
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin sediaan farmasi yang sudah tidak
memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan
akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadinya
penggunaan obat yang sub standar.
Instalasi Farmasi bertanggung jawab mengatur pemusnahan dan penghapusan
sediaan farmasi, dan dokumen yang sudah lebih dari 3 (tiga) tahun tidak terpakai
karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar atau ketinggalan zaman,
dengan cara membuat usulan penghapusan kepada pihak terkait sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
BAB V
MANAJEMEN RISIKO

A. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk
identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien,
tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu
organisasi. Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu :
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
a. Ketidak tepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu ;
b. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak melalui jalur resmi ;
c. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang belum/tidak teregistrasi ;
d. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ;
e. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai seperti spesifikasi (merk, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas ;
f. Ketidak tepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai ;
g. Ketidak tepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan
kesalahan dalam pemberian ;
h. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur ;
i. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap ; dan
j. Kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang
terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan
data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan Rumah
Sakit (contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur,
Surat Keputusan Kepala Rumah sakit) serta menentukan prioritas masalah yang
harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan
target yang telah disepakati.
5. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c. Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada dan
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan
risiko.

B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik
adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat terhadap
kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur, gender,
etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi
hati.
2. Faktor risiko yang terkait penyakit pasien.
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu : tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas, profil
reaksi obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap
toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.

Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam


melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu
melakukan:
1. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif.
2. Melakukan evaluasi risiko; dan
3. Mengatasi risiko melalui:
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
c. Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
d. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada dan
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan
risiko.

Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap
tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian. Semakin besar
risiko dalam suatu pemberian layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan
kerjasama tim (baik antara tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko
tinggi, antara lain UGD dan OK.
BAB VI
PENGAWASAN OBAT

A. Pengawasan
Pengawasan adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap
pelayanan yang diberikan secara terencana dan sistematis, sehingga dapat
mengidentifikasi peluang untuk peningkatan pelayanan serta menyediakan
mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk proses peningkatan mutu
pelayanan farmasi yang berkesinambungan.

B. Tujuan
1. Menjalankan pengawasan dibidang farmasi berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku
2. Mengawasi dan memberikan peayanan farmasi yang bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan

C. Fungsi
Merencanakan program pengawasan dibidang farmasi rumah sakit secara
berkesinambungan.

D. Ruang Lingkup Kegiatan


Pengawasan diatur dan dikelola demi terciptanya pelayanan farmasi yang baik.
Berdasarkan waktu, pelaksanaan pengawasan dilakukan kedalam tiga jenis
program pengawasan :
1. Pengawasan prospektif :
Pengawasan yang dilakukan sebelum pelayanan dilaksanakan (pengecekan
kelengkapan administrasi pegawai instalasi farmasi Rumah Sakit Samuel J Moeda,
persyaratan dan perijinan instalasi farmasi Rumah Sakit Samuel J Moeda, dll )
2. Pengawasan kongkuren :
Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pelayananan (
pemantauan kegiatan peracikan resep oleh asisten apoteker, pemantauan
kegiatan konseling oleh apoteker, dll )
3. Pengawasan Retrospektif :
Pengawasan yang dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan ( laporan mutasi
barang, laporan pemakaian penggunaan obat, laporan penggunaan narkotika, dll)

E. Metode Pengawasan
Keberhasilan dari sistem pengawasan tergantung dari ketaatan pada kebijakan, tugas
pokok dan fungsi. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan tugas pokok dan fungsi
untuk pengawasan merupakan keharusan. Semua staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit
harus mengetahui, memahami, dan menerapkan panduan tersebut karena hal ini
merupakan suatu bagian penting bagi mekanisme pengawasan internal Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
Adapun metode pengawasan yang akan dilaksanakan adalah :
1. Audit
Audit dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai dengan
standar pelayanan kefarmasian Rumah Sakit Samuel J Moeda.
2. Review
Review dilakukan terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunanaan sumber
daya, dan penulisan resep.
3. Survey
Survey dilakukan untuk mengukur kepuasan pasien dengan cara angket atau
wawancara langsung
4. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati kecepatan pelayanan antrian serta
ketepatan penyerahan obat.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya
serta implementasi solusi untuk minimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit :
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names)
2. Pastikan Identifikasi Pasien
3. Komunikasi secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube)
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand Hygiene) untuk Pencegahan Infeksi
Nosokominal.
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

A. Latar Belakang
Dalam UU No.23/1992 pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, pada ayat 1 menerangkan
bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekitar agar dapat diperoleh
produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Pada dasar hukum yang sama pada ayat 2 juga diterangkan bahwa Usaha Kesehatan
Kerja (UKK) merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja dan pelayanan kesehatan kerja mencakup upaya meningkatkan
kesehatan seperti pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan
penyakit. Kesehatan kerja mempunyai syarat fisik dan psikis sesuai dengan jenis
pekerjaannya, persyaratan baku, peralatan, proses kerja serta persyaratan tempat
atau lingkungan kerja.
Masalah kesehatan kerja dapat terjadi apabila ada ketidakserasian antara kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Dampak kesehatan kronis maupun akut akan
dirasakan oleh pegawai yang mengalami hal tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai Rumah Sakit Samuel J
Moeda.
2. Tujuan Khusus
a. Setiap pegawai yang diterima bekerja pada Rumah Sakit Samuel J Moeda
memiliki kondisi fisik yang sehat dan sesuai untuk pekerjaan yang akan
dilakukan.
b. Mempertahankan derajat kesehatan pegawai selama berada dalam
pekerjaannya dan mencegah terhadap kemungkinan adanya penyakit akibat
kerja.
c. Menilai adanya pengaruh kesehatan akibat pekerjaan tertentu terhadap pegawai
yang memiliki risiko tinggi.
C. Tata Laksana
1. Kegiatan Pokok
Memberikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai melalui pemakaian
alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan pegawai Rumah Sakit Samuel J
Moeda.
2. Rincian Kegiatan
a. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada unit kerja tertentu.
b. Pemeriksaan kesehatan pegawai pra-pekerjaan (sebelum kerja).
c. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh pegawai.
d. Pemeriksaan kesehatan khusus untuk pegawai pada unit kerja yang memiliki
risiko tinggi, seperti Laboratorium dan Radiologi.
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap


pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi
peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil.
Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin
Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya
perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus
terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
2. Pelaksanaan, yaitu:
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja);
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan program pengendalian mutu:
1. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam bentuk
kriteria.
2. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan
criteria yang telah ditetapkan;
3. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan;
4. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
5. Up date kriteria.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indicator, suatu
alat/tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah
ditetapkan.
Indikator dibedakan menjadi :
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur
terpenuhi tidaknya standard masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.

Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:


1. Sesuai dengan tujuan
2. Informasinya mudah didapat
3. Singkat, jelas, lengkap, dan tak menimbulkan berbagai interpretasi
4. Rasional

Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui


kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi
sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara terencana,
sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan system terencana, sistematis
dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan system dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan . monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses
tata kelola Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
ketentuan yang berlaku.
Salah satu upaya untuk mutu pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit adalah dengan
melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi antara lain :
1. Dilakukan monitoring & evaluasi terhadap pemilihan Formularium Obat / Alkes
Rumah Sakit Samuel J Moeda.
2. Dilakukan monitoring & evaluasi terhadap persediaan yang rusak, expired, death
stock.
3. Dilakukan monitoring & evaluasi kepatuhan dokter dalam penulisan obat dalam
Formularium Obat / Alkes Rumah Sakit Samuel J Moeda.
4. Pencatatan setiap efek/kejadian yang tidak diharapkan (KTD) dalam rekam medis
pasien, untuk selanjutnya dilaporkan kepada Tim Patient Safety.
5. Setiap kesalahan obat (medication error) dan kejadian nyaris cedera (KNC/near
misses) yang ditemukan wajib dilaporkan oleh petugas yang menemukan/terlibat
langsung dengan kejadian tersebut kepada atasan langsungnya untuk selajutnya
dilaporkan kepada Tim Patient Safety.
6. Menindaklanjuti semua kejadian komplain pasien yang dilaporkan, sebagai bahan
evaluasi perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan Instalasi Farmasi.

Bedasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program evaluasi,
yaitu :
1. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan, contoh :
standar prosedur operasional, dan pedoman.
2. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan,
contoh : memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan resep oleh Asisten
Apoteker.
3. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan, contoh : survey konsumen, laporan mutasi barang, audit internal.

Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua kegiatan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan meliputi :
teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional, waktu
tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metode evaluasi yang digunakan, terdiri dari :
1. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.
2. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan
Resep.
3. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
4. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan
obat.
BAB X
PENUTUP

1. Ketentuan dan kebijakan yang diatur dalam Keputusan Pedoman Pelayanan


Farmasi ini hanya bersifat garis besar sedangkan rincian kegiatan diuraikan dalam
bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP).
2. Setiap perubahan atas ketentuan-ketentuan Pedoman Pelayanan Farmasi (sesuai
surat keputusan ini), harus mengacu kepada kebijakan Rumah Sakit Samuel J
Moeda secara keseluruhan serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Setiap perubahan tersebut harus ditetapkan dengan keputusan Kepala Rumah
Sakit Samuel J Moeda .
4. Dengan berlakunya keputusan ini, maka segala ketentuan kebijakan terkait yang
bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
5. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan catatan apabila
terdapat kekurangan ataupun kekeliruan dalam penetapannya akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Kupang, 04 Februari 2019


Karumkital Samuel J Moeda

dr. Erfrinsi C Wohon, Sp.An.


Mayor Laut (K/W) NRP.14686
PANGKALAN UTAMA TNI AL VII
RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA KUPANG

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI

RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA LANTAMAL VII


KUPANG
2019
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................


Daftar Isi ......................................................................................................... i
Keputusan Karumkital Samuel J. Moeda Kupang ...................................................... iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………….. 1
B. Tujuan Pedoman……………………………………………………………… 2
C. Ruang Lingkup……………………………………………………………….. 3
D. Batasan Operasional…………………………………………………..…….. 2
E. Landasan Hukum………………………………………………………………. 4
BAB III Tata Laksana Pelayanan Farmasi…………………………………………….. 7
A. Tujuan Pelayanan Farmasi…………………………………………………….. 7
B. Fungsi Pelayanan Farmasi……………………………………………………… 7
C. Peresepan…………………………………………………………......................7
D. Pelayanan Farmasi Klinik ……………………………………………………... 10
E. Produksi Farmasi Non Steril …………………………………………………... 13
F. Pemantauan ………………………………………………….. 14
BAB IV Pengelolaan Obat ........................................................................................ 16
A. Pemilihan ........................................................................................................... 16
B. Perencanaan ........................................................................................................ 18
C. Pengadaan …………………………………………………………………….19
D. Penerimaan ……………………………………………………………………. 19
E. Penyimpanan ………………………………………………………………….. 20
F. Pendistribusian ……………………………………………………………….. 22
G. Administrasi dan Pelaporan ........................................................................... 24
BAB V . Manajemen Risiko .............................................................................. 25
A. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi ,Alkes dan Bhp..................... 25
B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik..................................................... 26
BAB VI. Pengawasan Obat ....................................................................................... 28
A. Pengawasan ............................................................................................... 28
B. Tujuan ................................................................................................ 28
C. Fungsi ......................................................................................................28 28
D. Ruang Lingkup Kegiatan ......................................................................... 28
E. Metode Pengawasan ..........................................................................29
BAB VII. Keselamatan Pasien ...........................................................................30
A. Pengertian .................................................................................................30
B. Tujuan ...........................................................................................................30
C. Tata Laksana Keselamatan Pasien ............................................................... 30
BAB VIII. Keselamatan Kerja
A. Latar Belakang ............................................................................................31
B. Tujuan .........................................................................................................31
C. Tata Laksana ............................................................................................. 32

BAB IX. Evaluasi dan Pengendalian Mutu…………………………………..…… 33


BAB X Penutup ………….………………………………………………….…… 36
PANGLKALAN UTAMA TNI AL VII
RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA KUPANG

KEPUTUSAN KEPALA RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA


Skep / 01 /II/2019

Tentang

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI


DI RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA KUPANG

KEPALA RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA KUPANG

Menimbang :
1. Bahwa dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh pasien di Rumkital
Samuel J. Moeda Kupang, maka diperlukan adanya Kebijakan Kepala Rumkital Samuel J.
Moeda Kupang sebagai landasan bagi seluruh penyelenggara dan pelaksana pelayanan
kesehatan untuk Panduan Pelayanan Farmasi di Rumkital Samuel J. Moeda Kupang;
2. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Panduan Pelayanan
Farmasi di Rumkital Samuel J. Moeda Kupang dengan Keputusan Kepala Rumkital
Samuel J. Moeda Kupang.
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/ Menkes /SK/ VIII /2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA RUMKITAL SAMUEL J. MOEDA KUPANG


TENTANG PEDOMAN PELAYANAN FARMASI DI RUMKITAL
SAMUEL J. MOEDA KUPANG;

KESATU : Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumkital Samuel J. MoedaKupang


sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini;

KEDUA : Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumkital Samuel J. Moeda Kupang


sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua harus dijadikan acuan
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada pasien, di
seluruh bagian dan unit kerja lain yang terkait di Rumkital Samuel J.
Moeda Kupang;

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila


dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Kupang
Pada tanggal, Februari 2019

Ditetapkan di Kupang
Karumkital Samuel J. Moeda

dr. Erfrinsi C Wohon , Sp. An


MayorLaut (K/W) NRP. 14581/P
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia
dan petunjukNya, kita dapat menyelesaikan penyusunan buku Panduan Pelayanan
Kefarmasian Rumkital Samuel J. Moeda Kupang.
Dengan memahami Panduan Pelayanan ini dimaksudkan agar seluruh tenaga
kefarmasian melaksanakan tugas sesuai standar profesi untuk menghadapi
tantangan Pelayanan Farmasi yang semakin berat yang diindikasikan dengan
semakin tingginya tuntutan standar profesi yang diamanat dalam UU RI No. 36 tahun
2009 tentang kesehatan terutama pada bagian ke lima belas Pengamanan dan
Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, UU RI No. 44 tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit terutama bagian ke enam tentang kefarmasian yang menyatakan bahwa
menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, aman dan terjangkau dan PP no 51 Tentang Praktek Kefarmasian,
khusus untuk Standar pelayanan Farmasi di Rumah Sakit harus mengacu kepada
Kep.Menkes RI No.1197/XII/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.
Diharapkan Buku Pedoman Pelayanan Farmasi Panduan Pelayanan Farmasi
ini merupakan tuntutan agar seluruh tenaga kefarmasian yang melaksanakan
pelayanan farmasi di Rumkital Samuel J. Moeda Kupang mengetahui tugas dan
tanggung jawab baik Bagian Farmasi secara umum maupun tugas masing masing
personel secara pribadi.

Ditetapkan di Kupang
Pada tanggal, Februari 2019

Ditetapkan di Kupang
Karumkital Samuel J. Moeda

dr. Erfrinsi C Wphon, Sp. An


Mayor Laut (K/W) NRP. 14686/P

Anda mungkin juga menyukai